STROKE HEMORAGIK
DISUSUN OLEH:
dr. Hasian Ayusari Silalahi
PENDAMPING:
dr. Nanik Setyaningsih
Disusun oleh:
Pendamping Internship:
dr. Nanik Setyaningsih
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Kasus stroke termasuk dalam Standar Kompetensi Dokter dengan grade 3B, yang berarti
dokter umum harus mampu mendiagnosa klinik berdasarkan anamanesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan tambahan sederhana. Dokter umum harus mampu memutuskan
dan memberikan terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus
gawat darurat). Maka dari itu, laporan kasus ini diharapkan dapat menambah informasi
dan wawasan mengenai stroke, sehingga kompetensi yang diharapkan dapat tercapai.
4
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Nama : Ny. A
Usia : 38 tahun
Tanggal Lahir : 1 Maret 1984
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Cileungsi, Bogor
Pekerjaan : Karyawan
Pendidian : S1
Agama : Islam
NRM : 165262
Tanggal Masuk IGD : 27 Januari 2022
Ruang Perawatan : Tulip
Tanggal Perawatan : 27 – 29 Januari 2022
Pembiayaan : BPJS Kesehatan Kelas 3
5
2.2 Primary Survey
2.3 Anamnesis
Aloanamnesis dilakukan pada tanggal 27 Januari 2022
6
2.3.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat HT tidak terkontrol 8 tahun.
7
2.4 Pemeriksaan Fisik
o Inspeksi: Bentuk dada normal, pernapasan simestris, reguler, kedalaman cukup, abdominotorakal
o Palpasi: ekspansi simetris, fremitus sama kanan dan kiri, tidak ada krepitasi
o Perkusi: sonor seluruh lapang paru, batas paru-lambung di garis aksilaris anterior kiri ICS 6, batas paru hepar di garis midklavikula kanan ICS 5
o Auskultasi: Suara napas vesikuler di kedua lapang paru, ronki dan wheezing negatif
• Jantung:
o Palpasi: Iktus kordis teraba di garis midklavikula kiri ICS 5, tidak ada heaving, tapping, maupun thrilling.
o Perkusi: Batas jantung kiri di 1 jari lateral garis midklavikula kiri ICS 5, batas jantung kanan di garis parasternal kanan ICS 3,
batas pinggang jantung di garis midklavikula kiri ICS 2.
o Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur dan gallop
• Abdomen:
o Inspeksi: Tampak supel, tidak membuncit.
o Auskultasi: Bising usus 4-6x/menit
o Palpasi: tidak tegang, tidak teraba pembesaran hepar dan limpa, tidak ada nyeri tekan
o Perkusi: undulasi (-), shifting dullness (-)
• Ekstremitas: Pitting edema (-/-), akral hangat, capillary refill time < 2 detik
• Status neurologi :
• Sensorium : Koma
• Kranium :
-Bentuk. : normocephalic
-Fontanella : terututp, keras
-Palpasi. : tidak dilakukan pemeriksaan
-Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
-Auskultasi : tidak dilakukan pemeriksaan
• Peningkatan Tekanan Intrakranial
-Muntah : Ya
-Sakit Kepala : Ya
-Kejang : Tidak ada
• Rangsangan Meningeal
-Kaku kuduk : tidak ada
-Kernig sign : tidak ada
-Brudzinski I : tidak ada
-Brudzinski II : tidak ada
• Nervus Kranialis
-NI : sulit dinilai
-NII : sulit dinilai
-NIII, IV, VI : sulit dinilai, pupil lebar 3mm/3mm, bentuk bulat, RCL dan RCTL dalam batas normal
-NV : sulit dinilai
-NVII : sulit dinilai
-NVIII : sulit dinilai
-NIX,X : sulit dinilai
-NXI : sulit dinilai
-NXII : sulit dinilai
• Sistem motorik
-Trofi : normotrofi/normotrofi
-Tonus otot : normotonus/normotonus
-Kekuatan otot : 4444/3333/4444/3333
-Sikap : berbaring
-Gerakan spontan abnormal : (-)
• Test Sensibilitas : sulit dinilai
• Refleks Fisiologis
-Biceps : (++/+)
-Triceps : (++/+)
-Patella : (++/+)
-Tendon Achilles : (++/+)
• Refleks Patologis
-Babinski : (-/-)
-Oppenheim : (-/-)
-Chaddock : (-/-)
-Gordon : (-/-)
-Shaeffer : (-/-)
-Hoffman-Trommer : (-/-)
- Klonus lutut : (-/-)
-Klonus kaki : (-/-)
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Hitung Jenis
Basofil 0%
Eosinofil 0%
Neutrofil 88 % (H)
Limfosit 5 % (L)
Monosit 7%
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 169 mg/dL
Ureum 20 mg/dL
Kreatinin 1,0 mg/dL
SGOT 21 U/L
SGPT 13 U/L
Natrium 132 mmol/L (L)
Kalium 2,9 mmol/L (L)
Klorida 90 mmol/L (L)
2.5.2 Pemeriksaan Radiologi
Jaringan lunak ekstra calvaria, dan calvaria masih memberikan bentuk dan densitas yang normal.
Tampak lesi hiperdens inhomogen di corona radiata, ganglia basalis, thalamus lobus fronroparietotemporal kiri diertai dengan edema
perifocal vol 47,58 ml.
Bentuk dan posisi ventrikel lateralis bilateral asimetris. Ukuran ventrikel lateralis kanan melebar, kiri, ventrikel 3 menyempit dan 4 tampak
normal.
Ruang subarachnoid tampak normal
Sisterna ambiens dan basalis tampak normal
Daerah justasella serta daerah “cerebello-pontin angle” masih dalam batas normal
Pada parenkim cerebellum dan pons tidak menunjukkan densitas patologis
Mastoid air cell bilateral yang terscanning tampak normal
Tampak lesi isodens yang mengisi sinus maksilaris kanan, ethmoidalis bilateral
Bulbus okuli dan ruang retrobulbar bilateral dalam batas normal
Tampak pergeseran struktur garis tengah ke kanan sejauh 1,5 cm
Kesan : perdarahan intraserebri di corona radiata, ganglia basalis, thalamus lobus frontoparietotemporal kiri disertai dengan edema perifocal
yang menyempitkan ventrikel kiri, serta pergeseran struktur garis tengah ke kanan.
2.6 Diagnosis
2.7 Tatalaksana
• Pemasangan O2 NRM 15 lpm
• Pemasangan DC kateter urin
• Pemasangan NGT
• Pemasangan goedel/OPA
• Rencana untuk masuk ICU dan anjuran untuk intubasi
• Rencana Operasi pkl 12.00 malam
• Manitol 4 x 250 cc
• Konsul penyakit dalam,Neurologi untuk toleransi operasi, tim COVID, dan konsul anestesi
• Prosedur Operasi :
1. Pasien dilakukan anestesi umum
2. Kepala dicukur
3. Insisi dimulai dari setengah cm di depan tragus, kemudian ke atas telinga dan sampai ke midline di belakang garis rambut
4. Otot temporal didiseksi dengan arah yang sama
5. Dengan menggunakan high speed drill dibuat lubang pertama di fossa temporalis dan yang kedua agak posterior
6. Tepi tulang diberi wax untuk menghentikan perdarahan
7. Duramater dikoagulasi dengan bipolar
8. Hematoma dievakuasi dengan suction, atau forcep biopsy
9. Dilakukan irigasi dengan syringe bulb sehingga perdarahan yang sisa dapat keluar
10. Perdarahan yang ada dirawat dengan gelfoam, dan surgicell
11. Dipasang drain subkutan
12. Luka operasi dijahit lapis demi lapis
28 Januari 2022 28 Januari 2022 29 Januari 2022 29 Januari 2022 30 Januari 2022
pkl 18.40 WIB Pkl 22.20 Pkl 22.35 Pkl 03.10 – 03.15
Subjective Pasien terintubasi Penurunan Pasien apneu. Keluarga pasien Pasien kembali apneu
dengan ETT 7,0, 21 cm kesadaran,terintubasi Sempat dilakukan RJP menyatakan DNR
arrest dan dilakukan 5 siklus à diberikan
RJP 3 siklus + sulfas sulfas atropine 2 ampul
atropine 2 ampul (tanpa dan epinefrin 1 ampul
epinefrin) à à ROSC à
ROSC.nafas spontan(- edukasi/KIE keluarga
),demam(-) pasien
Objective KU berat GCS KU berat GCS KU berat GCS KU berat GCS KU berat GCS
E1VETTM1 E1VETTM1 E1VETTM1 E1VETTM1 E1VETTM1
TD 144/98 mmHg TD 99/50 mmHg TD - TD - TD -
Nadi 111 x/menit Nadi 156 x/menit Nadi tidak teraba Nadi tidak teraba Nadi tidak teraba
Suhu 39oC Suhu 38.9oC Suhu - Suhu - Suhu -
RR 19 x/menit RR 12 x/menit RR 20 x/menit RR 20 x/menit RR -
SpO2 98% on ventilator SpO2 99% on ventilator SpO2 - SpO2 - SpO2 -
Mata: Edema palpebra Mata: pupil 4mm/4mm, Mata: pupil 4 Mata: pupil 4 Mata: pupil 4
(-/-), konjungtiva tidak refleks cahaya -/-, mm/4mm, refleks mm/4mm, refleks mm/4mm, refleks
anemis, sklera tidak Edema palpebra (-/-), cahaya -/-. cahaya -/-. cahaya -/-.
ikterik konjungtiva tidak Ekstremitas: edema Ekstremitas: edema Ekstremitas: edema
Jantung: Bunyi jantung anemis, sklera tidak (-)/(-), CRT>2 detik, (-)/(-), CRT>2 detik, (-)/(-), CRT>2 detik,
I dan II reguler, ikterik akral dingin akral dingin akral dingin
murmur (-),gallop (-) Jantung: Bunyi jantung
Paru: vesikuler di I dan II reguler,
seluruh lapang paru, murmur (-),gallop (-)
rhonki (-)/(-), Paru: vesikuler di
wheezing (-)/(-) seluruh lapang paru,
Abdomen: BU (+), rhonki (-)/(-),
tegang, undulasi (-). wheezing (-)/(-)
Ekstremitas: edema Abdomen: BU (+),
(-)/(+), CRT<2 detik, tegang, undulasi (-).
akral hangat Ekstremitas: edema
(-)/(-), CRT>2 detik,
Hasil Lab 28/1/2022 : akral dingin
Hb : 12.9 g/dL
Ht : 38 % Drain : +/- 10 cc
Leukosit : 17900/uL merah
Trombosit : 206000/uL Balance : +1173
pH : 7.45 Diuresis : 0,8
pCO2 : 29.9 mmHg
PO2 : 131.5 mmHg
BE : -1.2 mEg/L
SpO2 : 99.0 %
TCO2 : 21.9 mmol/L
HCO3 : 21.0 mEg/L
Assessment Post craniotomy Post Post craniotomy Post craniotomy Post craniotomy
evakuasi dan Craniortomy evakuasi dan evakuasi dan evakuasi dan
decompresi due to evakulasi dan dekompresi due dekompresi due dekompresi due
ICH lobus parietal + dekompresi due to ICH lobus to ICH lobus to ICH lobus
syok hipovolemik to ICH lobus parietal, cardiac parietal, cardiac parietal, cardiac
grade 3 parietal pkl arrest arrest arrest
00.30 – 03.00 ,
hipertensi, syok
sepsis
Planning
• Observasi GCS • Observasi GCS • Observasi GCS • Keluarga pasien • Keluarga pasien
menyatakan DNR menyatakan DNR
• O2 2 liter/menit • O2 2 liter/menit • O2 2 liter/menit
• Pkl 03.15 :
• Cairan 2500 cc • Cairan 2500 cc • Cairan 2500 cc menyatakan
Nacl 0.9%/24 jam Nacl 0.9%/24 jam Nacl 0.9%/24 jam kematian
dihadapan
• Rx.transfusi PRC • Rx.transfusi PRC • Rx.transfusi PRC keluarga pasien
2 kantong + FFP 1 2 kantong + FFP 1 2 kantong + FFP 1
kantong kantong kantong
• Manitol 4x200 cc • Manitol 4x200 cc • Manitol 4x200 cc
jika TD>100 jika TD>100 jika TD>100
mmHg mmHg mmHg
• Jika TD 90 mmHg • Jika TD 90 mmHg • Jika TD 90 mmHg
gunakan Nacl gunakan Nacl gunakan Nacl
0.9% 1000 cc 0.9% 1000 cc 0.9% 1000 cc
• Ranitidine 3 x 1 • Ranitidine 3 x 1 • Ranitidine 3 x 1
amp amp amp
• Paracetamol 3 x 1 • Paracetamol 3 x 1 • Paracetamol 3 x 1
gr IV gr IV gr IV
• Levofloxacin 2 x • Levofloxacin 2 x • Levofloxacin 2 x
750 mg 750 mg 750 mg
• Meropenem 2 x 1 • Meropenem 2 x 1 • Meropenem 2 x 1
gr IV gr IV gr IV
• Nebulizer 4x/hari • Nebulizer 4x/hari • Nebulizer 4x/hari
dengan Nacl 0.9% dengan Nacl 0.9% dengan Nacl 0.9%
• NGT : 6x1000 cc • NGT : 6x1000 cc • NGT : 6x1000 cc
• Bilas lambung • Bilas lambung • Bilas lambung
dengan Nacl dengan Nacl dengan Nacl
dingin + sucralfate dingin + sucralfate dingin + sucralfate
10 cc 10 cc 10 cc
• Sulfas atropine 2 • Sulfas atropine 2
ampul ampul
• Epinefrin 1 ampul
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Stroke hemoragik sendiri disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut
hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam ruang
subarachnoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak (disebut hemoragia subarachnoid).1
Menurut Riskesdas 2018 prevalensi stroke di Indonesia 10,9%, angka itu naik 7%
dibandingkan dengan data Riskesdas 2013.
Menurut WHO, stroke menjadi penyebab kematian 5,7 juta jiwa diseluruh dunia dan
diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun 2015 dan 7,8 juta penderita
pada tahun 2030.
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh
darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma, dimana 70% kasus
PIS terjadi di kapsula interna, 20% terjadi di fosa posterior (batang otak dan
serebelum) dan 10% di hemisfer (diluar kapsula interna). PIS terutama disebabkan
oleh hipertensi (50-68%). Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum
hipertensif sangat tingi, mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi diruang
supratentorium (diatas tentorium cerebeli) memiliki prognosis yang baik apabila
volume darah sedikit. Namun, perdarahan kedalam ruang infratentorium didaerah
pons atau cerebellum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya
timbul tekanan pada struktur-struktur vital dibatang otak.
24
b. Perdarahan Sub Arakhnoid (PSA)
c. Etiologi
25
• Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan sub arachnoid.
• Gangguan fungsi otonom berupa bradikardia dan takikardia, hipotensi atau
hipertensi, suhu badan meningkat atau gangguan pernafasan.
26
Gambar 2. Patofisiologi dan manifestasi klinis Stroke Hemoragik.4
27
b. Gajah Mada Score :
• Magnetic Resonance Imaging (MRI) : dapat memberikan hasil gambar yang lebih
detail disbanding CT-Scan, tetapi waktu yang dibutuhkan lebih lama. Selain itu,
biaya juga lebih mahal
• EKG : untuk mengevaluasi fungsi jantung, sehingga dapat dikeahui apakah ada
gangguan pada jantung yang dapat merupakan sumber emboli
28
3.8 Tindakan Medis Stroke Hemoragik
a. Tindakan Operatif
Pertimbangan untuk melakukan operasi biasanya bila perdarahan berada di daerah
superfisial (lobar) hemisfer serebri atau perdarahan serebral. Penentuan waktu untuk
waktu operasi masih bersifat kontrversial. Berdasarkan data mortalitas pasca operasi,
disimpulkan bahwa waktu untuk operasi adalah 7-9 pasca perdarahan. Tindakan
operasi segera setelah terjadi perdarahan merupakan Tindakan berbahaya karena
terjadinya retraksi otak yang dalam keadaan membengkak. Sementara itu Tindakan
operasi yang dini dapat menimbulkan iskemia otak.
b. Tindakan Konservatif
1. Pencegahan peningkatan tekanan intrakranial lebih lanjut
Upaya pencegahan peningkatan TIK lebih lanjut adalah pengendalian hipertensi
dan pengobatan kejang. Hipertensi yang menetap akan meningkatkan edema otak
dan TIK. Pengendalian hipertensi harus hati-hati karena apabila terjadi hipotensi
maka otak akan terancam iskemia dan terjadi kerusakan neuron. Obat yang
dianjurkan dalam mencegah peningkatan TIK adalah beta blocker atau obat yang
mempunyaiaksi beta dan alfa blocking (misalnya labetolol), diberikan secara
intravena dikombinasikan dengan diuretika.
Kejang biasanya terjadi pada perdarahan, sehingga pemberian anti konvulsan
secara rutin tidak dianjurkan. Pada hiperglikeia tidak dianjurkan untuk diberi
difenilhidantoin karena glukosa darah akan meningkat dan kejang menjadi tidak
terkontrol. Secara umum anti-konvulsan yang dianjurkan adalah difenilhidantoin
(bolus intravena) dan diazepam.
2. Pengendalian peningkatan tekanan intracranial
Secara umum terapi untuk hipertensi intracranial meliputi hiperventilasi, diuretika,
dan kortikosteroid. Hiperventilasi paling efektif untuk menurunkan hipertensi
intracranial secara cepat, biasanya dalam beberapa menit untuk mencapai tingkat
hipokapnia 25-30 mmHg
Urea intravena (0,30 gr/kgBB), atau lebih umum dipakai mannitol (0,25 -1,0
gr/kgBB) dapat menurunkan TIK secara cepat, sering diberikan Bersama-sama
dengan hiperventilasi pada kasus herniasi otak yang mengancam.
29
Gambar 5. Protokol Penanganan Stroke Hemoragik, ENLS 20154
• Hati-hati menurunkan tekanan darah pada kasus ICH, karena bisa berpotensi
memerpburuk CBF à meningkatkan luasnya daerah penumbra
• Pada ATACH-2, rata-rata TDS minimum dalam 2 jam pertama adalah 130
mmHg pada grup intensif dan 140 mmHg pada grup standar
• Protamin sulfat juga dapat digunakan untuk LWMH jika diberikan dalam <8
jam, namun tidak menghambat sempurna.
• Pasien ICH dengan INR>1.4 akibat warfarin, bisa dihentikan sementara dan
bisa diberikan terapi Vitamin K untuk nilai INR Kembali normal
• PRC (25-50 U/kg) memiliki efek samping rendah dan dapat mengoreksi INR
lebih cepat dari FFP. Volume cairan yang diperlukan lebih sedikit disbanding
pemberian FFP (10-20 cc/kg) namun memiliki risiko tromboemboli lebih besar
31
Gambar 6. Manajemen ICH pada Pasien dengan OAC6
33
Gambar 8. Grafik dari STudi Retrspektif menunjukkan bahwa risiko gabungan dari ICH/
stroke iskemik mencapai titik terendah jika OAC dimulai 10-30 minggu post ICH à
sehingga penundaan OAC 6 bulan dianggap ideal6
d. Tatalaksana Neurocritical
• Usahakan normotermia
• Hipotermia (pendinginan)
1. Perdarahan Intraserebral
Predictor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri (PIS) adalah volume
PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan GCS), dan adanya darah intrventrikel.
Volume PIS dan score GCS dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kematian dalam
30 hari dengan sensitivitas sebesar 96% dan spesifisitas 98%. Prognosis buruk biasanya
terjadi pada pasien dengan volume perdarahan (>30 mL), lokasi perdarahan di fossa
posterior, usia lanjut dan MAP>130 mmHg pada saar serangan. GCS<4 saat serangan
35
juga bisa memberi prognosis buruk.
Suatu PIS dengan volume>60 mL dan skor GCS <8 memiliki tingkat mortalitas sebesar
91% dalam 30 hari, disbanding dengan tingkat kematian 19% pada PIS dengan volume
<30 mL dan GCS skor >9. Perluasan PIS ke intraventrikel meningkatkkan mortalitas
secara umum menjadi 45% hingga 75%, tanpa memperhatikan lokasi PIS, sebagai bagian
dari adanya hidrosefalus obstruktif akibat gangguan sirkulasi liquor cerebrospinal (LCS).
Pengukuran volume hematom dapat dilakukan secara akurat dengan CT scan. Secara
klinis, edema berperan dalam efek massa dair hematom, meningkatkan tekanan
intracranial dan pergeseran otal intracranial. Secara paradoks, volume relative edema
yang tinggi berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih baik, yang
menimbulkan suatu kerancuan apakah edema harus dijadikan target terapi atau hanya
merupakan variable prognostic.
2. Perdarahan Subarachnoid
Tingkat mortalitas pada tahun pertama dari serangan stroke hemoragik perdarahan
subarachnoid sangat tinggi, yaitu 60%. Sekitar 10% penderita perdarahan subarachnoid
meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan.
Perdarahan ulang juga sangat mungkin terjadi. Rata-rata waktu antara perdarahan
pertama dan perdarahan ulang adalah sekitar 5 tahun.
36
BAB IV
PEMBAHASAN
Maka dari itu, pasien ini telah memenuhi kriteria penegakkan diagnosis stroke hemoragik karena
adanya keluhan neurologis fokal yang bersifat mendadak dan suah harus curiga terjadi ICH
karena adanya nyeri kepala, muntah menyemprot dan sudah terjadi penurunan kesadaran beserta
dengan gejala lain berupa demam dan didukung dengan hasil CT-Scan yang menunjukkan
adanya perdarahan intraserebral yang menyempitkan ventrikel kiri dan sudah ada pergeseran
struktur garis tengah ke kanan.
Pasien datang ke rumah sakit dengan penurunan kesadaran, maka beberapa diagnosis banding
lain juga harus disingkirkan. Diagnosis-diagnosis banding dibawah ini dapat disingkirkan
karena:
• Hipoglikemia : tidak didapatkan adanya Riwayat DM dan saat diperiksa GDS di IGD
kadarnya 169 mg/dl
• Infeksi SSP : pada pasien tidak didapatkan adanya meningismus, rona kemerahan
maculopapular ataupun purpura
• Malaria serebral : tidak ada Riwayat bepergian kr daerah endemis
37
• Keracunan opioid : pada pasien tidak didapatkan adanya pengobatan opioid ataupun
penggunaan obat-obatan terlarang
Pada pasien ini, etiologi yang memungkinkan ialah dari hipertensi yang tidak terkontrol dan
ketidakpatuhan pasien untuk konsumsi obat hipertensi dan memeriksakan Kembali tekanan
darahnya. Hal ini karena tanda-tanda penyebab sekunder dari penyakitnya tidak ditemukan
adanya tanda dan gejala dari penyakit lain yang dapat menyebabkan perdarahan intraserebral
Pemasangan NGT dan OPA pada pasien ini sudah tepat, mengingat pasien dalam keadaan tidak
sadar dan beresiko terjadinya pneumonia aspirasi, maka dipasang NGT untuk nutrisi dan
sebagai jalut obat dan OPA untuk membantu saluran pernaafasan pasien dan agar lidah tidak
terjatuh ke belakang yang mengakibatkan sumbatan jalan nafas, sedangkan pemasangan kateter
urin agar balance dan diuresis pasien dapat dihitung
Rencana masuk ICU juga sudah sesuai dengan tatalaksana neurocritical bahwa pasien harus
dirawat di ICU atau stroke unit agar bisa dievaluasi dengan ketat.
Rencana untuk operasi/dilakukan kraniotomi sudah tepat berdasarkan hasil CT-Scan bahwa
ada perdarahan di intraserebral dan sudah ada penyempitan pada ventrikel kiri.perluasan ICH
38
ke ventrikel terjadi pada 50% pasien dan memperburuk outcome sebesar 2x (peningkatan
mortalitas 20-51%). Pasien juga sudah masuk dalam kriteria Tindakan pembedahan, yaitu
sudah ada perburukan klinis, kompresi batang otak, perdarahan>3 cm sehingga dibutuhkan
Tindakan kraniotomi dekompresi dan evakuasi
Pemerian mantiol pada pasien ini juga dianjurkan dengan tujuan menurunkan jumlah cairan
pada jaringan yang tidak rusak sehingga memberi tempat untuk jaringan yang mengalami
edema dan memang dianjurkan pemberian harus secara cepat dengan dosis 0.25-1 gr/kgBB
(diulang2-6 jam kemudian), pemantauan osmolaritas 310-320 mOsm/L
Penggunaan citicoline juga sudah tepat bertujuan untuk mencegah kerusakan otak
(neuroproteksi) dan membantu pembentukan membran sel di otak (neurorepair).
Pemberian injeksi transamin sebagai antifibrinolitik juga sudah tepat, karena mencegah
terjadinya perdarahan ulang pasca serangan stroke perdarahan.
Pemberian Ceftriaxone sebagai antibiotic juga sudah tepat karena pasien stroke beresiko tinggi
untuk terjadinya infeksi (leukosit pasien tanggal 27/2/2022 21.600) dan penggunaan antibiotic
golongan sefalosporin generasi ke-3 ini juga merupakan antibiotic empiris yang banyak
digunakan, terutama untuk pasien yang direncanakan akan dilakukan Tindakan pembedahan
besar
Pada pasien ini, faktor prognostik buruk dari aspek fungsionam adalah besarnya perdarahan
dan tingkat kesadaran, , sehingga dari segi gangguan fungsi pasien, prognosis ad fungsionam
pasien dubia ad bonam.
39
• Ad sanationam: dubia ad malam
Pada pasien dengan stroke hemoragik, tingkat mortalitas masih sangat tinggi walaupun sudah
dilakukannya Tindakan pembedahan. Pada kasus ini bisa dilihat pada hasil follow up observasi
harian pasien. Oleh sebab itu ada sanationam prognosis pasien sudah kea rah malam.
40
BAB V
KESIMPULAN
Pasien Perempuan usia 38 tahun, datang dengan penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS.dari
aloanamnesis didapatkan bahwa [asien sudah sempat merasakan kelemahan pada kedua kaki,sakit
kepala yang hebat, muntah menyemprot. Dilakukan CT-Scan untuk mendukung diagnosis dan
didapatkan adanya perdarahan intraserebral yang sudah menghimpit ventrikel kiri pasien, oleh
sebab itu pasien didiagnosis dengan stroke hemoragik, dan diberikan tatalaksana berupa
pemasangan O2 NRM 15 lpm, pemasangan NGT,kateter urin, dan OPA. Pasien juga
direncanakan untuk masuk ICU dan dilakukan intubasi serta direncanakan untuk tinakan
pembedahan kraniotomi evakuasi dan dekompresi. Terapi farmakologis yang diberikan berupa,
mannitol 4 x 250 cc, injeksi citicoline 2 x 500 mg, injeksi ceftriaxone 1 x 2 gr IV, injeksi
ondansetron 2 x 8 mg, injeksi omeprazole 2 x 40 mg, injeksi transamin 3 x 500 mg, dan
candesartan 1 x 8 mg.
41
DAFTAR PUSTAKA
42