Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

STROKE HEMORAGIK

DISUSUN OLEH:
dr. Hasian Ayusari Silalahi

DOKTER PENANGGUNG JAWAB PASIEN:


dr. Feda Anisah Makiyyah,
Sp.BS,M.Kes

PENDAMPING:
dr. Nanik Setyaningsih

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RSUD CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR
MARET 2022
LAPORAN KASUS
Stroke Hemoragik

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Program Internsip Dokter Indonesia


Rumah Sakit Umum Daerah Cileungsi Kabupaten Bogor

Disusun oleh:

dr. Hasian Ayusari Silalahi

telah diperiksa, disetujui dan disahkan oleh:


dr. Feda Anisah Makiyyah, Sp.BS,M.Kes

Pendamping Internship:
dr. Nanik Setyaningsih

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... 2


DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4
BAB II ILUSTRASI KASUS ............................................................................ 5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………..15
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................... 34
BAB V KESIMPULAN ……………………………………………………….38
BAB VI DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..39

3
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit serebrovaskuler / cerebrovascular disease (CVD) merupakan penyakit sistem


persarafan yang paling sering idjumpai. Stroke merupakan bagian dari CVD. Menurut
World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan
fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat atau tiba-tiba,
berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan tidak tampaknya
penyebab lain selain penyebab vaskular. Berdasarkan American Heart Association
(AHA) stroke ditandai dengan deficit neurologi yang dikaitkan dengan cedera fokal akut
dari sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh pembuluh darah, termasuk, infark
serebral, perdarahan intraserebral (ICH) dan perdarahan subarachnoid (SAH)

Kasus stroke termasuk dalam Standar Kompetensi Dokter dengan grade 3B, yang berarti
dokter umum harus mampu mendiagnosa klinik berdasarkan anamanesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan tambahan sederhana. Dokter umum harus mampu memutuskan
dan memberikan terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus
gawat darurat). Maka dari itu, laporan kasus ini diharapkan dapat menambah informasi
dan wawasan mengenai stroke, sehingga kompetensi yang diharapkan dapat tercapai.

4
BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. A
Usia : 38 tahun
Tanggal Lahir : 1 Maret 1984
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Cileungsi, Bogor
Pekerjaan : Karyawan
Pendidian : S1
Agama : Islam

NRM : 165262
Tanggal Masuk IGD : 27 Januari 2022
Ruang Perawatan : Tulip
Tanggal Perawatan : 27 – 29 Januari 2022
Pembiayaan : BPJS Kesehatan Kelas 3

5
2.2 Primary Survey

Airway Jalan napas bebas, tidak ada stridor


Breathing Napas simetris, RR 24 x/menit, teratur, dalam, tidak ada suara napas
tambahan, wheezing dan ronki
Circulation Hemodinamik stabil. Nadi 112x/menit, reguler, kuat, isi cukup. Akral
hangat, CRT <2 detik. TD 182/102 mmHg. SpO2 98% room air
Disability Koma. GCS E1V1M3
Exposure Tidak ada jejas, tidak ada trauma

2.3 Anamnesis
Aloanamnesis dilakukan pada tanggal 27 Januari 2022

2.3.1 Keluhan Utama


Penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS

2.3.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS.sebelumnya pasien
mengeluhkan adanya kelemahan pada kedua kaki yang dirasakan pagi hari 1 hari
sebelumnya, pasien juga mengeluh sakit kepala yang sangat hebat 3 hari belakangan.
Pasien juga mengeluh muntah menyembur yang dialami pasien lebih dari 5 kali, muntah
berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi pasien, volume muntah +/- 1 gelas aqua
setiap muntah. Pasien juga mengeluh sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, sesak nafas
bersifat hilang timbul dan memebrat saat aktivitas. Demam(-), kejang(-), bicara pelo(-),
mulut mencong(-). BAK (+) normal, riwayat BAB (+) normal.

6
2.3.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat HT tidak terkontrol 8 tahun.

2.3.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat DM, penyakit jantung, ginjal, alergi dan autoimun di keluarga disangkal.

2.3.5 Riwayat Sosial Ekonomi


Kebiasaan minum alkohol, penggunaan narkoba suntik disangkal. Pasien sudah
menikah,. Pasien merupakan karyawan dengan kegiatan sehari-hari bekerja. Pasien
merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Adiknya tidak mengalami keluhan yang
sama.

7
2.4 Pemeriksaan Fisik

2.4.1 Tanda Vital


Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Koma (E1M3V1; GCS 5)
Tekanan darah : 182/102 mmHg
Laju nadi : 112 x/menit, reguler, kuat, isi cukup
Laju pernapasan : 24 x/menit, reguler, kedalaman cukup, abdominotorakal

Suhu : 38.7 oC per axilla


SpO2 : 98% room air

2.4.2 Status Generalis

• Mata: Edema palpebra (-/-), konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik


• Leher: Tidak ada pembesaran KGB dan tiroid, JVP 5-2 cmH2O
• Paru:

o Inspeksi: Bentuk dada normal, pernapasan simestris, reguler, kedalaman cukup, abdominotorakal

o Palpasi: ekspansi simetris, fremitus sama kanan dan kiri, tidak ada krepitasi

o Perkusi: sonor seluruh lapang paru, batas paru-lambung di garis aksilaris anterior kiri ICS 6, batas paru hepar di garis midklavikula kanan ICS 5

o Auskultasi: Suara napas vesikuler di kedua lapang paru, ronki dan wheezing negatif
• Jantung:

o Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat,

o Palpasi: Iktus kordis teraba di garis midklavikula kiri ICS 5, tidak ada heaving, tapping, maupun thrilling.

o Perkusi: Batas jantung kiri di 1 jari lateral garis midklavikula kiri ICS 5, batas jantung kanan di garis parasternal kanan ICS 3,
batas pinggang jantung di garis midklavikula kiri ICS 2.

o Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur dan gallop

• Abdomen:
o Inspeksi: Tampak supel, tidak membuncit.
o Auskultasi: Bising usus 4-6x/menit
o Palpasi: tidak tegang, tidak teraba pembesaran hepar dan limpa, tidak ada nyeri tekan
o Perkusi: undulasi (-), shifting dullness (-)
• Ekstremitas: Pitting edema (-/-), akral hangat, capillary refill time < 2 detik
• Status neurologi :
• Sensorium : Koma
• Kranium :
-Bentuk. : normocephalic
-Fontanella : terututp, keras
-Palpasi. : tidak dilakukan pemeriksaan
-Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
-Auskultasi : tidak dilakukan pemeriksaan
• Peningkatan Tekanan Intrakranial
-Muntah : Ya
-Sakit Kepala : Ya
-Kejang : Tidak ada
• Rangsangan Meningeal
-Kaku kuduk : tidak ada
-Kernig sign : tidak ada
-Brudzinski I : tidak ada
-Brudzinski II : tidak ada
• Nervus Kranialis
-NI : sulit dinilai
-NII : sulit dinilai
-NIII, IV, VI : sulit dinilai, pupil lebar 3mm/3mm, bentuk bulat, RCL dan RCTL dalam batas normal
-NV : sulit dinilai
-NVII : sulit dinilai
-NVIII : sulit dinilai
-NIX,X : sulit dinilai
-NXI : sulit dinilai
-NXII : sulit dinilai
• Sistem motorik
-Trofi : normotrofi/normotrofi
-Tonus otot : normotonus/normotonus
-Kekuatan otot : 4444/3333/4444/3333
-Sikap : berbaring
-Gerakan spontan abnormal : (-)
• Test Sensibilitas : sulit dinilai
• Refleks Fisiologis
-Biceps : (++/+)
-Triceps : (++/+)
-Patella : (++/+)
-Tendon Achilles : (++/+)
• Refleks Patologis
-Babinski : (-/-)
-Oppenheim : (-/-)
-Chaddock : (-/-)
-Gordon : (-/-)
-Shaeffer : (-/-)
-Hoffman-Trommer : (-/-)
- Klonus lutut : (-/-)
-Klonus kaki : (-/-)
2.5 Pemeriksaan Penunjang

2.5.1 Pemeriksaan Darah

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah tanggal 27 Januari 2022Keterangan Hasil


Darah Perifer Lengkap
Hemoglobin 13,2 g/dL
Hematokrit 38%
MCV 91 fl
MCH 32 pg (H)
MCHC 35 g/dL
Trombosit (N: 150–400 x 103) 272.000 /uL
Leukosit (N: 4000–12.000) 21.600 /uL (H)
LED 7 mm/jam
Masa Perdarahan/BT 02’00” menit
Masa Pembekuan/CT 10’00” menit
Analisa Gas Darah
pH 7.50 (H)
pCO2 19,1 mmHg (L)
pO2 127,8 mmHg (H)
Base Excess -5,3 mEg/L (L)
SpO2 98,9 %
TCO2 15,7 mmol/L (L)
HCO3 15,1 mEg/L (L)

Hitung Jenis
Basofil 0%
Eosinofil 0%
Neutrofil 88 % (H)
Limfosit 5 % (L)
Monosit 7%

Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 169 mg/dL
Ureum 20 mg/dL
Kreatinin 1,0 mg/dL
SGOT 21 U/L
SGPT 13 U/L
Natrium 132 mmol/L (L)
Kalium 2,9 mmol/L (L)
Klorida 90 mmol/L (L)
2.5.2 Pemeriksaan Radiologi

• Foto toraks tanggal 27 Januari 2022:


Tampak bercak di kedua perihilar dan paracardial
Cor membesar > 50%, elongasio aorta
Kesan : Bronkopneumonia bilateral, KArdiomegali tanpa bendungan paru, elongasio aorta
2.5.3 Pemeriksaan CT-Scan Kepala Non Kontras 27 Januari 2022

Jaringan lunak ekstra calvaria, dan calvaria masih memberikan bentuk dan densitas yang normal.
Tampak lesi hiperdens inhomogen di corona radiata, ganglia basalis, thalamus lobus fronroparietotemporal kiri diertai dengan edema
perifocal vol 47,58 ml.
Bentuk dan posisi ventrikel lateralis bilateral asimetris. Ukuran ventrikel lateralis kanan melebar, kiri, ventrikel 3 menyempit dan 4 tampak
normal.
Ruang subarachnoid tampak normal
Sisterna ambiens dan basalis tampak normal
Daerah justasella serta daerah “cerebello-pontin angle” masih dalam batas normal
Pada parenkim cerebellum dan pons tidak menunjukkan densitas patologis
Mastoid air cell bilateral yang terscanning tampak normal
Tampak lesi isodens yang mengisi sinus maksilaris kanan, ethmoidalis bilateral
Bulbus okuli dan ruang retrobulbar bilateral dalam batas normal
Tampak pergeseran struktur garis tengah ke kanan sejauh 1,5 cm
Kesan : perdarahan intraserebri di corona radiata, ganglia basalis, thalamus lobus frontoparietotemporal kiri disertai dengan edema perifocal
yang menyempitkan ventrikel kiri, serta pergeseran struktur garis tengah ke kanan.

2.5.4 Skrining COVID-19

• Swab Antigen SARS CoV-2 tanggal 27 Januari 2022:


Negatif

2.6 Diagnosis

• Observasi penurunan kesadaran ec susp SH

2.7 Tatalaksana
• Pemasangan O2 NRM 15 lpm
• Pemasangan DC kateter urin
• Pemasangan NGT
• Pemasangan goedel/OPA
• Rencana untuk masuk ICU dan anjuran untuk intubasi
• Rencana Operasi pkl 12.00 malam
• Manitol 4 x 250 cc
• Konsul penyakit dalam,Neurologi untuk toleransi operasi, tim COVID, dan konsul anestesi

2.8 Advis dari Bagian Neurologi


• Injeksi citicoline 2 x 500 mg
• Injeksi Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
• Injeksi Ondansetron 2 x 8 mg
• Injeksi Omeprazole 2 x 40 mg
• Injeksi transamin 3 x 500 mg
• Candesartan 1 x 8 mg
• Terapi lain dilanjutkan

2.9 Advis dari Bagian Anestesi


• ACC untuk dilakukannya operasi

2.10 Advis dari Bagian Penyakit Dalam


Toleransi operasi sedang. Pasien non suspek
2.11 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam


2.12 Laporan Operasi Craniotomy 28

• Tanggal Operasi : 28 Januari 2022

• Jam Operasi dimulai : 00.30

• Jam Operasi Selesai : 03.00

• Jumlah Perdarahan : +/- 600 cc

• Prosedur Operasi :
1. Pasien dilakukan anestesi umum
2. Kepala dicukur
3. Insisi dimulai dari setengah cm di depan tragus, kemudian ke atas telinga dan sampai ke midline di belakang garis rambut
4. Otot temporal didiseksi dengan arah yang sama
5. Dengan menggunakan high speed drill dibuat lubang pertama di fossa temporalis dan yang kedua agak posterior
6. Tepi tulang diberi wax untuk menghentikan perdarahan
7. Duramater dikoagulasi dengan bipolar
8. Hematoma dievakuasi dengan suction, atau forcep biopsy
9. Dilakukan irigasi dengan syringe bulb sehingga perdarahan yang sisa dapat keluar
10. Perdarahan yang ada dirawat dengan gelfoam, dan surgicell
11. Dipasang drain subkutan
12. Luka operasi dijahit lapis demi lapis

• Temuan Operasi : perdarahan +/- 30 cc dan clot +/- 5cc


Follow-Up

28 Januari 2022 28 Januari 2022 29 Januari 2022 29 Januari 2022 30 Januari 2022
pkl 18.40 WIB Pkl 22.20 Pkl 22.35 Pkl 03.10 – 03.15
Subjective Pasien terintubasi Penurunan Pasien apneu. Keluarga pasien Pasien kembali apneu
dengan ETT 7,0, 21 cm kesadaran,terintubasi Sempat dilakukan RJP menyatakan DNR
arrest dan dilakukan 5 siklus à diberikan
RJP 3 siklus + sulfas sulfas atropine 2 ampul
atropine 2 ampul (tanpa dan epinefrin 1 ampul
epinefrin) à à ROSC à
ROSC.nafas spontan(- edukasi/KIE keluarga
),demam(-) pasien
Objective KU berat GCS KU berat GCS KU berat GCS KU berat GCS KU berat GCS
E1VETTM1 E1VETTM1 E1VETTM1 E1VETTM1 E1VETTM1
TD 144/98 mmHg TD 99/50 mmHg TD - TD - TD -
Nadi 111 x/menit Nadi 156 x/menit Nadi tidak teraba Nadi tidak teraba Nadi tidak teraba
Suhu 39oC Suhu 38.9oC Suhu - Suhu - Suhu -
RR 19 x/menit RR 12 x/menit RR 20 x/menit RR 20 x/menit RR -
SpO2 98% on ventilator SpO2 99% on ventilator SpO2 - SpO2 - SpO2 -

Mata: Edema palpebra Mata: pupil 4mm/4mm, Mata: pupil 4 Mata: pupil 4 Mata: pupil 4
(-/-), konjungtiva tidak refleks cahaya -/-, mm/4mm, refleks mm/4mm, refleks mm/4mm, refleks
anemis, sklera tidak Edema palpebra (-/-), cahaya -/-. cahaya -/-. cahaya -/-.
ikterik konjungtiva tidak Ekstremitas: edema Ekstremitas: edema Ekstremitas: edema
Jantung: Bunyi jantung anemis, sklera tidak (-)/(-), CRT>2 detik, (-)/(-), CRT>2 detik, (-)/(-), CRT>2 detik,
I dan II reguler, ikterik akral dingin akral dingin akral dingin
murmur (-),gallop (-) Jantung: Bunyi jantung
Paru: vesikuler di I dan II reguler,
seluruh lapang paru, murmur (-),gallop (-)
rhonki (-)/(-), Paru: vesikuler di
wheezing (-)/(-) seluruh lapang paru,
Abdomen: BU (+), rhonki (-)/(-),
tegang, undulasi (-). wheezing (-)/(-)
Ekstremitas: edema Abdomen: BU (+),
(-)/(+), CRT<2 detik, tegang, undulasi (-).
akral hangat Ekstremitas: edema
(-)/(-), CRT>2 detik,
Hasil Lab 28/1/2022 : akral dingin
Hb : 12.9 g/dL
Ht : 38 % Drain : +/- 10 cc
Leukosit : 17900/uL merah
Trombosit : 206000/uL Balance : +1173
pH : 7.45 Diuresis : 0,8
pCO2 : 29.9 mmHg
PO2 : 131.5 mmHg
BE : -1.2 mEg/L
SpO2 : 99.0 %
TCO2 : 21.9 mmol/L
HCO3 : 21.0 mEg/L

Assessment Post craniotomy Post Post craniotomy Post craniotomy Post craniotomy
evakuasi dan Craniortomy evakuasi dan evakuasi dan evakuasi dan
decompresi due to evakulasi dan dekompresi due dekompresi due dekompresi due
ICH lobus parietal + dekompresi due to ICH lobus to ICH lobus to ICH lobus
syok hipovolemik to ICH lobus parietal, cardiac parietal, cardiac parietal, cardiac
grade 3 parietal pkl arrest arrest arrest
00.30 – 03.00 ,
hipertensi, syok
sepsis
Planning
• Observasi GCS • Observasi GCS • Observasi GCS • Keluarga pasien • Keluarga pasien
menyatakan DNR menyatakan DNR
• O2 2 liter/menit • O2 2 liter/menit • O2 2 liter/menit
• Pkl 03.15 :
• Cairan 2500 cc • Cairan 2500 cc • Cairan 2500 cc menyatakan
Nacl 0.9%/24 jam Nacl 0.9%/24 jam Nacl 0.9%/24 jam kematian
dihadapan
• Rx.transfusi PRC • Rx.transfusi PRC • Rx.transfusi PRC keluarga pasien
2 kantong + FFP 1 2 kantong + FFP 1 2 kantong + FFP 1
kantong kantong kantong
• Manitol 4x200 cc • Manitol 4x200 cc • Manitol 4x200 cc
jika TD>100 jika TD>100 jika TD>100
mmHg mmHg mmHg
• Jika TD 90 mmHg • Jika TD 90 mmHg • Jika TD 90 mmHg
gunakan Nacl gunakan Nacl gunakan Nacl
0.9% 1000 cc 0.9% 1000 cc 0.9% 1000 cc
• Ranitidine 3 x 1 • Ranitidine 3 x 1 • Ranitidine 3 x 1
amp amp amp
• Paracetamol 3 x 1 • Paracetamol 3 x 1 • Paracetamol 3 x 1
gr IV gr IV gr IV
• Levofloxacin 2 x • Levofloxacin 2 x • Levofloxacin 2 x
750 mg 750 mg 750 mg
• Meropenem 2 x 1 • Meropenem 2 x 1 • Meropenem 2 x 1
gr IV gr IV gr IV
• Nebulizer 4x/hari • Nebulizer 4x/hari • Nebulizer 4x/hari
dengan Nacl 0.9% dengan Nacl 0.9% dengan Nacl 0.9%
• NGT : 6x1000 cc • NGT : 6x1000 cc • NGT : 6x1000 cc
• Bilas lambung • Bilas lambung • Bilas lambung
dengan Nacl dengan Nacl dengan Nacl
dingin + sucralfate dingin + sucralfate dingin + sucralfate
10 cc 10 cc 10 cc
• Sulfas atropine 2 • Sulfas atropine 2
ampul ampul
• Epinefrin 1 ampul
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Stroke hemoragik


Menurut WHO adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

Stroke hemoragik sendiri disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut
hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam ruang
subarachnoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak (disebut hemoragia subarachnoid).1

3.2 Epidemiologi Stroke Hemoragik


Menurut WHO tahun 2012 kematian akibat stroke sebesar 51% diseluruh dunia
disebabkan oleh hipertensi. Selain itu diperkirakan sebesar 16% kematian stroke
diakibatkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh.2

Menurut Riskesdas 2018 prevalensi stroke di Indonesia 10,9%, angka itu naik 7%
dibandingkan dengan data Riskesdas 2013.

Menurut WHO, stroke menjadi penyebab kematian 5,7 juta jiwa diseluruh dunia dan
diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun 2015 dan 7,8 juta penderita
pada tahun 2030.

3.3 Klasifikasi Stroke Hemoragik dan Etiologi3

a. Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh
darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma, dimana 70% kasus
PIS terjadi di kapsula interna, 20% terjadi di fosa posterior (batang otak dan
serebelum) dan 10% di hemisfer (diluar kapsula interna). PIS terutama disebabkan
oleh hipertensi (50-68%). Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum
hipertensif sangat tingi, mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi diruang
supratentorium (diatas tentorium cerebeli) memiliki prognosis yang baik apabila
volume darah sedikit. Namun, perdarahan kedalam ruang infratentorium didaerah
pons atau cerebellum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya
timbul tekanan pada struktur-struktur vital dibatang otak.
24
b. Perdarahan Sub Arakhnoid (PSA)

Perdarahan Subarakhnoid (PSA) adalah keadaan akut dimana terapatnya/ masuknya


darah ke dalam ruangan subarachnoid, atau perdarahan yang terjadi di pembuluh
darah di luar otak, tetapi masih di daerah kepala seperti di selaput otak atau bagian
bawah otak. PSA menduduki 7-15% dari seluruh kasus Gangguan Peredaran Darah
Otak (GDPO). PSA paling banyak disebabkan oleh pecahnya aneurisma (50%).

c. Etiologi

• Mayoritas akibat pecahnya pembuluh darah kecil akibat hipertensi

• Lokasi yang rentan : bifurcation dari penetrating arteri, seperti


lenticulostriate, thalamus, arteriol pada batang otak

• Penyebab lain : koagulopati, obat simpatomimetik, kelainan vascular,


neoplasma intracranial, vasculitis serebri, transformasi infark

Gambar 1. Gambaran Presentase Lokasi Perdarahan pada Stroke Hemoragik.4

3.4 Gejala Stroke Hemoragik3


a. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
• Onset penyakit berupa nyeri kepala seperti meledak,dramatis, berlangsung
selama 1-2 detik sampai 2 menit
• Vertigo,mual, muntah, banyak keringat, menggigil, gelisah, dan kejang
• Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa
menit dan sampai beberapa jam
• Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen

25
• Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan sub arachnoid.
• Gangguan fungsi otonom berupa bradikardia dan takikardia, hipotensi atau
hipertensi, suhu badan meningkat atau gangguan pernafasan.

b. Perdarahan Intraserebral (PSI)


• Onset perdarahan bersifat mendadak terutama sewaktu melakukan aktivitas
dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah,
yaitu nyeri kepala, mual, muntah gangguan memori, bingung, perdarahan
retina, epistaksis
• Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia atau
hemiparese dan dapat disertai kejang fokal atau umum
• Tanda-tanda penekanan batang otak, ejala pupil unilateral, reflek Gerakan bola
mata menghilang dan deserebrasi
• Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intracranial (papilledema dan
perdarahan subhialoid)

3.5 Patogenesis Stroke Hemoragik2


Stroke hemoragik terjadi akibat tekanan darah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan peredaran darah otak atau stroke hemoragik yang dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral.
a. Perdarahan Subarachnoid
Pathogenesis perdarahan subarachnoid yaitu darah keluar dari dinding pembuluh
darah menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak
ke dalam ruangan di sekitar otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya
aneurisma di basal otak atau pada sirkulasi willisii. Perdarahan subarachnoid timbul
spontan pada umumnya dan sekitar 10% disebabkan karena tekanan darah yang naik
dan terjadi saat aktivitas.
b. Perdarahan Intraserebral
Pathogenesis perdarahan intraserebral adalah akibat rusaknya struktur vaskular yang
sudah lemah akibat aneurisma yang disebabkan oleh kenaikan darah atau pecahnya
pembuluh darah otak akibat tekanan darah, atau pecahnya pembuluh darah otak akibat
tekanan darah yang melebihi toleransi.

26
Gambar 2. Patofisiologi dan manifestasi klinis Stroke Hemoragik.4

3.6 Kriteria Diagnosis Stroke Hemoragik


Diagnosis dapat diperoleh dengan beberapa kriteria, yaitu :
a. Siriraj Stroke Score :

Gambar 3. Siriraj Score.4

27
b. Gajah Mada Score :

Gambar 4. Gajah Mada Score.4

3.7 Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik

• Computerized Tomography Scan : untuk menentukan perdarahan atau


penyumbatan atau massa di dalam otak. Disamping itu, juga bisa untuk
menentukan lokasi dan ukuran lesi.

• Magnetic Resonance Imaging (MRI) : dapat memberikan hasil gambar yang lebih
detail disbanding CT-Scan, tetapi waktu yang dibutuhkan lebih lama. Selain itu,
biaya juga lebih mahal

• Carotid Doppler Ultrasound : untuk melihat apakah ada penyempitan atau


penurunan aliran darah, terutama pada arteri carotis

• EKG : untuk mengevaluasi fungsi jantung, sehingga dapat dikeahui apakah ada
gangguan pada jantung yang dapat merupakan sumber emboli

• Pemeriksaan laboraturium darah : darah rutin, sedimentation rate, dan C-reactive


protein dapat diusulkan. Kadar elektrolit dan fungsi ginjal juga dapat
dipertimbangkan.

28
3.8 Tindakan Medis Stroke Hemoragik

a. Tindakan Operatif
Pertimbangan untuk melakukan operasi biasanya bila perdarahan berada di daerah
superfisial (lobar) hemisfer serebri atau perdarahan serebral. Penentuan waktu untuk
waktu operasi masih bersifat kontrversial. Berdasarkan data mortalitas pasca operasi,
disimpulkan bahwa waktu untuk operasi adalah 7-9 pasca perdarahan. Tindakan
operasi segera setelah terjadi perdarahan merupakan Tindakan berbahaya karena
terjadinya retraksi otak yang dalam keadaan membengkak. Sementara itu Tindakan
operasi yang dini dapat menimbulkan iskemia otak.
b. Tindakan Konservatif
1. Pencegahan peningkatan tekanan intrakranial lebih lanjut
Upaya pencegahan peningkatan TIK lebih lanjut adalah pengendalian hipertensi
dan pengobatan kejang. Hipertensi yang menetap akan meningkatkan edema otak
dan TIK. Pengendalian hipertensi harus hati-hati karena apabila terjadi hipotensi
maka otak akan terancam iskemia dan terjadi kerusakan neuron. Obat yang
dianjurkan dalam mencegah peningkatan TIK adalah beta blocker atau obat yang
mempunyaiaksi beta dan alfa blocking (misalnya labetolol), diberikan secara
intravena dikombinasikan dengan diuretika.
Kejang biasanya terjadi pada perdarahan, sehingga pemberian anti konvulsan
secara rutin tidak dianjurkan. Pada hiperglikeia tidak dianjurkan untuk diberi
difenilhidantoin karena glukosa darah akan meningkat dan kejang menjadi tidak
terkontrol. Secara umum anti-konvulsan yang dianjurkan adalah difenilhidantoin
(bolus intravena) dan diazepam.
2. Pengendalian peningkatan tekanan intracranial
Secara umum terapi untuk hipertensi intracranial meliputi hiperventilasi, diuretika,
dan kortikosteroid. Hiperventilasi paling efektif untuk menurunkan hipertensi
intracranial secara cepat, biasanya dalam beberapa menit untuk mencapai tingkat
hipokapnia 25-30 mmHg
Urea intravena (0,30 gr/kgBB), atau lebih umum dipakai mannitol (0,25 -1,0
gr/kgBB) dapat menurunkan TIK secara cepat, sering diberikan Bersama-sama
dengan hiperventilasi pada kasus herniasi otak yang mengancam.

29
Gambar 5. Protokol Penanganan Stroke Hemoragik, ENLS 20154

3.9 Penanganan Terkait Stroke Hemoragik


a. Penanganan Tekanan Darah pada ICH

• Hati-hati menurunkan tekanan darah pada kasus ICH, karena bisa berpotensi
memerpburuk CBF à meningkatkan luasnya daerah penumbra

• Penurunan tekanan darah dapat menurunkan ekspansi hematoma

• INTERACT2 dan ATACH-2 menggunakan TDS<180 sebagai panduan,


meskipun intensitas, intervensi dan durasi yang digunakan berbeda

• Pada ATACH-2, rata-rata TDS minimum dalam 2 jam pertama adalah 130
mmHg pada grup intensif dan 140 mmHg pada grup standar

• Pada INTERACT2, rata-rata TDS minimum pada kelompok intensif adalah


150 mmHg dan grup kelmpok standar 164 mmHg

• AHA/ASA : TDS 150-220 tanpa kontraindikasi tatalaksana tekanan darah,


menurunkan tekanan darah sampai dengan 140 mmHg dianggap dapat
memperbaiki outcome

• TDS>220 mmHg dapat dipertimbangkan untuk penurunan TD agresif secara


intravena dengan monitoring ketat.

• ESO : onset 6 jam, penurunan TD secara intensif (target<140 mmHg dalam<1


jam)

• Kontraindikasi penurunan tekanan darah : stenosis arteri esktra dan intracranial

• Tidak ada obat spesifik yang direkomendasikan


30
b. Penanganan Terkait Hemostasis dan Koagulopati

• FVIIa dapat mengurangi perluasan hematom non koagulopati, namun tidak


direkomendasikan karena beresiko tromboemboli, waktu paruh FVIIa
termasuk pendek (2-6 jam), sehingga membutuhkan dosis ulangan untuk
menjaga INR tetap normal

• Kelainan hemostatik merupakan faktor risiko untuk terjadinya ICH berulang


dan perluasan hematom. Pertimbangkan adanya penggunaan obat antikoagulan
oral, antiplatelet, defisiensi koagulasi, dan kelainan platelet

• Protamin Sulfat dapat dipertimbangkan sebagai antidotum heparin. Sodid 1


mg/100 IU heparin (max 50 mg). UFH memiliki waktu paruh yang singkat,
sehingga tidak memerlukan protamin sulfat jika heparin diberikan > 4 jam dari
onset

• Protamin sulfat juga dapat digunakan untuk LWMH jika diberikan dalam <8
jam, namun tidak menghambat sempurna.

• ICH akibat warfarin terjadi pada 0.3%-0.6%/tahun.faktor risiko utama, ialah


usia,HT,intensitas pemakaian, INR>3.5. peningkatan INR berhubungan
dengan perluasan hematom dan prognosis.kebanyakan ICH terjadi pada INR
normal

• Pasien ICH dengan INR>1.4 akibat warfarin, bisa dihentikan sementara dan
bisa diberikan terapi Vitamin K untuk nilai INR Kembali normal

• PRC (25-50 U/kg) memiliki efek samping rendah dan dapat mengoreksi INR
lebih cepat dari FFP. Volume cairan yang diperlukan lebih sedikit disbanding
pemberian FFP (10-20 cc/kg) namun memiliki risiko tromboemboli lebih besar

• Vitamin K (5-10 mg infus pelan) sebaiknya tidak digunakan karena


memerlukan waktu yang Panjang (>6 jam) untuk nilai INR Kembali normal

31
Gambar 6. Manajemen ICH pada Pasien dengan OAC6

c. Memulai Kembali Antikoagulan

• Antikoagulan merupakan terapi penting pada AF dan pengguna katub jantung


buatan.

• Keputusan untuk melanjutkan terapi antitrombotik setelah ICH, harus


mempertimbangkan keuntungan dan kerugian, sehingga diperlukan ; data
klinis, neuroimaging, faktor risiko iskemik dan komplikasi perdarahan, status
fungsional dasar, harapan hidup, kepatuhan terapi, support keluarga.

• ICH berulang merupakan komplikasi akut, sedangkan tromboemboli terjadi


lebih lambat

• Pada studi retrospektif, kemungkinan menderita stroke iskemik dalam 30 hari


post penghentian antitrombotik adalah : 2,6% pada pasien nvAF, 2,9% pada
pasien dengan katub jantung mekanik, 4,8% pada pasien dengan Riwayat TIA
atau stroke, menghentikan sementara terapi antitrombotik setelah ICH akibat
OAC selama 2 minggu masih terbilang aman.

• Hindari penggunaan anti-koagulan jangka Panjang sebagai terapi nvAF pada


32
pasien dengan ICH lobar akibat OAC (risiko tinggi perdarahan ulang).

• Data terbaru menunjukkan antikoagulan aman dimulai pada kelompok pasien


dengan ICH akibat OAC dalam 4 minggu post ICH : pasien dengan risiko
tinggi tromboemboli ulang dapat dimulai pada 7-14 hari, pasien dengan nvAF
atau indikasi lain untuk terapi antitrombotik, OAC dimulai 30 hari post
perdarahan, penggunaan antiplatelet untuk mencegah tromboemboli pada
nvAF masih kontroversial.

• Berlawanan dengan data sebelumnya, beberapa menganjurkan pendekatan


lebih hati-hati : analisis pada pasien ICH dengan nvAF menunjukkan terapi
antikoagulan memiliki keuntungan : penurunan risiko kematian akibat
penyakit vaskuler dan stroke non-fatal tanpa peningkatan risiko perdarahan
jika OAC dimulai 7-8 minggu post ICH.

Gambar 7. Prediktif Skor Perdarahan Mayor Pasien nvAF6

33
Gambar 8. Grafik dari STudi Retrspektif menunjukkan bahwa risiko gabungan dari ICH/
stroke iskemik mencapai titik terendah jika OAC dimulai 10-30 minggu post ICH à
sehingga penundaan OAC 6 bulan dianggap ideal6

d. Tatalaksana Neurocritical

• Pasien harus dirawat ICU atau stroke unit

• Usahakan normotermia

• Skrining disfagia : meminimalisir pneumonia

• Skrining infark miokard

• Control gula darah 110-150 mg/dl

• Tatalaksana kejang : atasi dengan antikonvulsan, monitor EEG pada pasien


ICH dengan penurunan kesadaran, terapi antikonvulsan pada pasien dengan
EEG, dan profilaksis antikonvulsan tidak direkomendasikan

• Perlu dilakukan pencegaha DVT :intermittent pneumatic compression pada


awal perawatan, mobilisasi dini dan rehabilitasi bila stabil, setelah terbukti
perdarahan berhenti (dengan neuroimaging), LMWH atau UFH dianjurkan
pada pasien mobilias terbatas setelah 1-4 hari post onset, pasien dengan
thrombosis akut vena proksimal, keputusan memulai antikoagulan jangka
Panjang perlu dipertimbangkan à pertimbangkan penyebab ICH, kondisi yang
berhubungan dengan risiko trombotik dan keadaan umum serta moblitas
pasien, selama 1x antikoagulan, TD harus terkontrol untuk menurunkan risiko
34
ICH ulang.
e. Manajemen Khusus Peninggian TIK dan Mengurangi Volume Darah
Intravaskular

• Mengurangi volume CSS

• Mengurangi volume darah intravascular

• Mengurangi volume otak : farmakologis (Osmo therapy-manitol,NaCl


hipertonis), operatif (kraniotomi untuk evakuasi massa intracranial,
kraniektomi untuk dekompresi)
f. Manajemen Khusus Mengurangi Volume Darah Intravaskular

• Hiperventilasi à alkalosis respiratori akut à vasokontriksi à mengurangi


CBV à penurunan TIK (paling efektif, tapi akan menyebabkan iskemik
serebral)

• Hemodilusi mempunyai efek menguntungkan terhadap ADO dan DO2 serebral


§ Hematokrit>30% à vasokonstriksi à mengurangi CBV dan TIK
§ Hematokrit <30% à menurunnya kapasitas oksigen à vasodilatasi à
TTIK

• Mannitol/ cairan osmotic lain à efek vaskonstriksi. Mannitol à menurunkan


viskositas darah dengan cepat à vasokonstriksi à menurunkan CBF

• Barbiturate/ obat anestesi à menurunkan CMRO2 à menurunkan ADO à


menurunkan CBV dan TIK

• Barbiturate à vasokonstriksi pembuluh darah serebral

• Hipotermia (pendinginan)

3.10 Prognosis Stroke Hemoragik

1. Perdarahan Intraserebral

Predictor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri (PIS) adalah volume
PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan GCS), dan adanya darah intrventrikel.
Volume PIS dan score GCS dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kematian dalam
30 hari dengan sensitivitas sebesar 96% dan spesifisitas 98%. Prognosis buruk biasanya
terjadi pada pasien dengan volume perdarahan (>30 mL), lokasi perdarahan di fossa
posterior, usia lanjut dan MAP>130 mmHg pada saar serangan. GCS<4 saat serangan

35
juga bisa memberi prognosis buruk.

Suatu PIS dengan volume>60 mL dan skor GCS <8 memiliki tingkat mortalitas sebesar
91% dalam 30 hari, disbanding dengan tingkat kematian 19% pada PIS dengan volume
<30 mL dan GCS skor >9. Perluasan PIS ke intraventrikel meningkatkkan mortalitas
secara umum menjadi 45% hingga 75%, tanpa memperhatikan lokasi PIS, sebagai bagian
dari adanya hidrosefalus obstruktif akibat gangguan sirkulasi liquor cerebrospinal (LCS).
Pengukuran volume hematom dapat dilakukan secara akurat dengan CT scan. Secara
klinis, edema berperan dalam efek massa dair hematom, meningkatkan tekanan
intracranial dan pergeseran otal intracranial. Secara paradoks, volume relative edema
yang tinggi berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih baik, yang
menimbulkan suatu kerancuan apakah edema harus dijadikan target terapi atau hanya
merupakan variable prognostic.

2. Perdarahan Subarachnoid

Tingkat mortalitas pada tahun pertama dari serangan stroke hemoragik perdarahan
subarachnoid sangat tinggi, yaitu 60%. Sekitar 10% penderita perdarahan subarachnoid
meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan.
Perdarahan ulang juga sangat mungkin terjadi. Rata-rata waktu antara perdarahan
pertama dan perdarahan ulang adalah sekitar 5 tahun.

36
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis pada Pasien

Diagnosis stroke hemoragik pada pasien ini ditegakkan berdasarkan:


• Alonamnesis: Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 1 hari dan sebelumnya
pasien sudah mengeluhkan kelemahan pada kedua kaki, nyeri kepala hebat, muntah
menyembur yang mengindikasikan sudah terjadi peningkatan TIK. Saat dianamnesis
lebih lanjut pasien juga memiliki Riwayat hipertensi tidak tekrontrol sejak 8 tahun lalu.
• Pemeriksaan Fisik: Didapatkan adanya peningkatan tekanan darah (182/102 mmHg) ,
dan adanya kelemahan pada kekuatan otot, dan lateralisasi kearah kiri.
• Pemeriksaan Penunjang: Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan adanya lesi hiperdens
inhomogen di corona radiata, ganglia basalis, thalamus lobus frontoparietotemporal kiri
disertai dengan edema perifocal col 47,58 ml dengan kesan : perdarahan intraserebral
di corona radiata, ganglia basalis, thalamus lobus frontoparietotemporal kiri disertai
dengan edema perifocal yang menyempitkan ventrikel kiri, serta pergeseran struktur
garis tengah ke kanan.

Maka dari itu, pasien ini telah memenuhi kriteria penegakkan diagnosis stroke hemoragik karena
adanya keluhan neurologis fokal yang bersifat mendadak dan suah harus curiga terjadi ICH
karena adanya nyeri kepala, muntah menyemprot dan sudah terjadi penurunan kesadaran beserta
dengan gejala lain berupa demam dan didukung dengan hasil CT-Scan yang menunjukkan
adanya perdarahan intraserebral yang menyempitkan ventrikel kiri dan sudah ada pergeseran
struktur garis tengah ke kanan.

Pasien datang ke rumah sakit dengan penurunan kesadaran, maka beberapa diagnosis banding
lain juga harus disingkirkan. Diagnosis-diagnosis banding dibawah ini dapat disingkirkan
karena:

• Hipoglikemia : tidak didapatkan adanya Riwayat DM dan saat diperiksa GDS di IGD
kadarnya 169 mg/dl
• Infeksi SSP : pada pasien tidak didapatkan adanya meningismus, rona kemerahan
maculopapular ataupun purpura
• Malaria serebral : tidak ada Riwayat bepergian kr daerah endemis
37
• Keracunan opioid : pada pasien tidak didapatkan adanya pengobatan opioid ataupun
penggunaan obat-obatan terlarang

Pada pasien ini, etiologi yang memungkinkan ialah dari hipertensi yang tidak terkontrol dan
ketidakpatuhan pasien untuk konsumsi obat hipertensi dan memeriksakan Kembali tekanan
darahnya. Hal ini karena tanda-tanda penyebab sekunder dari penyakitnya tidak ditemukan
adanya tanda dan gejala dari penyakit lain yang dapat menyebabkan perdarahan intraserebral

4.2 Tatalaksana Pasien

Tatalaksana yang diberikan pada pasien adalah:


• Pemasangan O2 NRM 15 lpm
• Pemasangan NGT
• Pemasangan keteter urin
• Pemasangan goedel/OPA
• Rencana untuk masuk ICU dan anjuran untuk intubasi
• Rencana operasi pkl 12.00 malam
• Mannitol 4 x 250 cc
• Injeksi Citicolin 2 x 500 mg
• Injeksi Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
• Injeksi Ondansteron 2 x 8 mg
• Injeksi Omeprazole 2 x 40 mg
• Injeksi Transamin 3 x 500 mg
• Candesartan 1 x 8 mg

Pemasangan NGT dan OPA pada pasien ini sudah tepat, mengingat pasien dalam keadaan tidak
sadar dan beresiko terjadinya pneumonia aspirasi, maka dipasang NGT untuk nutrisi dan
sebagai jalut obat dan OPA untuk membantu saluran pernaafasan pasien dan agar lidah tidak
terjatuh ke belakang yang mengakibatkan sumbatan jalan nafas, sedangkan pemasangan kateter
urin agar balance dan diuresis pasien dapat dihitung

Rencana masuk ICU juga sudah sesuai dengan tatalaksana neurocritical bahwa pasien harus
dirawat di ICU atau stroke unit agar bisa dievaluasi dengan ketat.

Rencana untuk operasi/dilakukan kraniotomi sudah tepat berdasarkan hasil CT-Scan bahwa
ada perdarahan di intraserebral dan sudah ada penyempitan pada ventrikel kiri.perluasan ICH
38
ke ventrikel terjadi pada 50% pasien dan memperburuk outcome sebesar 2x (peningkatan
mortalitas 20-51%). Pasien juga sudah masuk dalam kriteria Tindakan pembedahan, yaitu
sudah ada perburukan klinis, kompresi batang otak, perdarahan>3 cm sehingga dibutuhkan
Tindakan kraniotomi dekompresi dan evakuasi

Pemerian mantiol pada pasien ini juga dianjurkan dengan tujuan menurunkan jumlah cairan
pada jaringan yang tidak rusak sehingga memberi tempat untuk jaringan yang mengalami
edema dan memang dianjurkan pemberian harus secara cepat dengan dosis 0.25-1 gr/kgBB
(diulang2-6 jam kemudian), pemantauan osmolaritas 310-320 mOsm/L

Penggunaan citicoline juga sudah tepat bertujuan untuk mencegah kerusakan otak
(neuroproteksi) dan membantu pembentukan membran sel di otak (neurorepair).

Pemberian injeksi transamin sebagai antifibrinolitik juga sudah tepat, karena mencegah
terjadinya perdarahan ulang pasca serangan stroke perdarahan.

Pemberian Ceftriaxone sebagai antibiotic juga sudah tepat karena pasien stroke beresiko tinggi
untuk terjadinya infeksi (leukosit pasien tanggal 27/2/2022 21.600) dan penggunaan antibiotic
golongan sefalosporin generasi ke-3 ini juga merupakan antibiotic empiris yang banyak
digunakan, terutama untuk pasien yang direncanakan akan dilakukan Tindakan pembedahan
besar

4.3 Prognosis Pasien

Prognosis pada pasien pada kasus ini dapat dijelaskan berdasarkan:

• Ad vitam: dubia ad malam


Pada pasien ini, sudah ada kerusakan yang mulai bersifat permanen untuk semua fungsi secara
keseluruhan bisa dinilai dari tingkat kesadaran pasien yang semakin hari semakin memburuk,
sehingga prognosis ad vitam pada pasien ini dapat dianggap bonam

• Ad fungsionam: dubia ad malam

Pada pasien ini, faktor prognostik buruk dari aspek fungsionam adalah besarnya perdarahan
dan tingkat kesadaran, , sehingga dari segi gangguan fungsi pasien, prognosis ad fungsionam
pasien dubia ad bonam.

39
• Ad sanationam: dubia ad malam

Pada pasien dengan stroke hemoragik, tingkat mortalitas masih sangat tinggi walaupun sudah
dilakukannya Tindakan pembedahan. Pada kasus ini bisa dilihat pada hasil follow up observasi
harian pasien. Oleh sebab itu ada sanationam prognosis pasien sudah kea rah malam.

40
BAB V
KESIMPULAN

Pasien Perempuan usia 38 tahun, datang dengan penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS.dari
aloanamnesis didapatkan bahwa [asien sudah sempat merasakan kelemahan pada kedua kaki,sakit
kepala yang hebat, muntah menyemprot. Dilakukan CT-Scan untuk mendukung diagnosis dan
didapatkan adanya perdarahan intraserebral yang sudah menghimpit ventrikel kiri pasien, oleh
sebab itu pasien didiagnosis dengan stroke hemoragik, dan diberikan tatalaksana berupa
pemasangan O2 NRM 15 lpm, pemasangan NGT,kateter urin, dan OPA. Pasien juga
direncanakan untuk masuk ICU dan dilakukan intubasi serta direncanakan untuk tinakan
pembedahan kraniotomi evakuasi dan dekompresi. Terapi farmakologis yang diberikan berupa,
mannitol 4 x 250 cc, injeksi citicoline 2 x 500 mg, injeksi ceftriaxone 1 x 2 gr IV, injeksi
ondansetron 2 x 8 mg, injeksi omeprazole 2 x 40 mg, injeksi transamin 3 x 500 mg, dan
candesartan 1 x 8 mg.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association. 9. Pharmacologic approaches to glycemic treatment:


standards of medical care in diabetes-2019. Diabetes care. 2019 Jan;42(Suppl 1):S90-102.
2. Draznin B, Aroda VR, Bakris G, Benson G, Brown FM, Freeman R, Green J, Huang E, Isaacs
D, Kahan S, Leon J. 9. Pharmacologic Approaches to Glycemic Treatment: Standards of Medical
Care in Diabetes-2022. Diabetes care. 2022 Jan 1;45(Supplement_1):S125-43.
3. Eliana F, SpPD KE, Yarsi BP. Penatalaksanaan DM Sesuai Konsensus Perkeni 2021. PB
Perkeni Jakarta. 2021.
4. American Diabetes Association. 11. Microvascular complications and foot care: standards of
medical care in diabetes-2020. Diabetes care. 2020 Jan;43(Suppl 1):S135-51.
5. Caruso P, Longo M, Signoriello S, Gicchino M, Maiorino MI, Bellastella G, Chiodini P,
Giugliano D, Esposito K. Diabetic foot problems during the COVID-19 pandemic in a tertiary
care center: the emergency among the emergencies. Diabetes care. 2020 Oct 1;43(10):e123-4.
6. Peters EJ, Lipsky BA. Diagnosis and management of infection in the diabetic foot. The Foot
in Diabetes. 2020 Apr 24:265-86.

42

Anda mungkin juga menyukai