Disusun Oleh:
dr. Angga Prizki Putra
Pembimbing:
dr. Bevi Dewi Citra, Sp.PD
Pendamping:
dr. Azharul Yusri, Sp.OG
Diajukan oleh:
Disahkan Oleh :
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan berkah
dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Congestive Heart Failure dengan Atrial Fibrilasi. Shalawat berangkaikan salam
kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar dalam
2
kehidupan manusia.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat yang harus diselesaikan dalam
Program Internsip Dokter Indonesia di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Kepulauan
Meranti. Pada kesempatan ini saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada
dr. Bevi Dewi Citra, Sp.PD yang telah membimbing serta berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian presentasi kasus ini.
Begitu pula dalam penulisan ini masih terdapat kekeliruan baik dalam
referensi maupun dalam metodologi penulisan, Untuk itu penulis menerima kritik dan
saran demi perbaikan penelitian ini. Harapan kedepannya laporan kasus ini dapat
memberikan manfaat dalam menambah ilmu pengetahuan.
Penulis
3
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Nama : Ny. J
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : IRT
No RM : 10.64.xx
Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan utama
aktivitas sehari-hari seperti berjalan ±30 meter, pasien lebih nyaman tidur
Sesak mendadak dan tidak berkurang ketika istirahat. Keluhan disertai rasa
4
berdebar-debar. Pasien keringat dingin, dan merasa sangat kelelahan.
Bengkak seluruh tubuh (+), batuk(-), nyeri dada (-). Nyeri perut (-), mual
(-), muntah (-),demam (-), BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien lalu
• Merokok (-)
• Alkohol (-)
Pemeriksaan fisik
Kesadaran : Komposmentis
Suhu : 36,7 0 C
5
BB : 65 kg
TB : 155 cm
Thorax Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
Thorax Jantung
6
Abdomen
1.
2.
3.
Pemeriksaan penunjang
Ht : 29 %
Trombosit: 167.000
MCV : 72 fl
MCH : 27 fl
MCHC : 37 fl
PT : 27,9 s
APTT : 16,0 s
7
GDS : 102 mg/dl
Ureum : 40 mg/dl
SGOT : 40 u/l
SGPT : 24 u/l
Ro Thorax ( 07/10/2021 )
Kesan :
EKG (07/10/2021)
Axis : Normoaxis
8
Gelombang P : sulit di nilai
Elevasi (-)
Diagnostik :
Atrial Fibrilasi
Edema anarsaka ec ?
Tatalaksana
Nonfarmakologi :
Farmakologi :
Spironolakton 1x25 mg
Bisoprolol 1x25 mg
9
Digoxin 1x0,25 mg
Cefriaxone 2x1 gr
10
Rencana
Rawat Inap
Cek PT-APTT
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
8/10/21 Sesak (+) KU: TSS CHF nyha O2 NK 3
berkurang Kes : CM 3 LPM
Perut TD :103/76 Efusi IVFD NaCl
membuncit HR : 67 x/i Pleura 0,9%/ 24
(+) AF RVR jam
RR : 26 x/i
Nyeri dada (-) Asites Furosemide
T : 36.8
massive 2x40 mg
EKG Spironolakton
Interpretasi 1x25 mg
Irama Bisoprolol
1x25 mg
asinus, HR:
Digoxin
156 X/i 1x0,25 mg
Axis : Cefriaxone
2x1 gr
Normoaxis
Aspilet 1x 80
Gelombang mg
P : sulit di R/ USG
Abdomen
nilai
Kompleks
QRS:
Durasi
11
QRS 0,04
detik
Gel Q :
sulit dinilai
Segmen ST
: normal
Gel T : sulit di
nilai
Kesan : Atrial
Fibrilasi
EKG Spironolakton
Interpretasi 1x25 mg
Irama Bisoprolol
1x25 mg
asinus, HR:
Digoxin
156 X/i 1x0,25 mg
Axis : Cefriaxone
2x1 gr
Normoaxis
Aspilet 1x 80
Gelombang mg
12
P : sulit di
nilai
Kompleks
QRS:
Durasi
QRS 0,04
detik
Gel Q :
sulit dinilai
Segmen ST
: normal
Gel T : sulit di
nilai
Kesan : Atrial
Fibrilasi
USG Abd
Kesan :
Asites
Massive
dengan
fibrosis
hepar
13
berkurang 3 LPM
Perut Kes : CM Efusi IVFD NaCl
membuncit TD :109/78 Pleura 0,9%/ 24
(+) bekurang HR : 92 x/i AF RVR jam
Nyeri dada (-) RR : 26 x/i Asites Furosemide
P : sulit di
nilai
Kompleks
QRS:
Durasi
QRS 0,04
detik
Gel Q :
sulit dinilai
Segmen ST
: normal
14
Gel T : sulit di
nilai
Kesan : Atrial
Fibrilasi
Normoaxis
Gelombang
P : sulit di
nilai
Kompleks
QRS:
Durasi
QRS 0,04
detik
15
Gel Q :
sulit dinilai
Segmen ST
: normal
Gel T : normal
Kesan : Atrial
Fibrilasi
16
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Gagal jantung kongestif / Congestif Heart Failure (CHF) adalah
metabolisme jaringan pada saat istirahat atau stress.1 Gagal jantung kongestif
secara klinis, merupakan suatu sindrom dimana pasien memiliki gejala yang khas,
yakni sesak nafas, kaki bengkak, kelelahan dan peningkatan tekanan vena
jugularis.1,2
ETIOLOGI
Tabel 1. Etiologi Gagal Jantung 8
Hypertension (15-20%)
17
Right Heart failure (RV infarct, pulmonary hypertension,
pulmonary embolism, COPD
Tricuspid incompetence
Penyebab paling banyak terjadinya gagal jantung yaitu adalah penyakit arteri
koroner atau coronary artery disease (CAD) yaitu dengan presentase sebesar 70
%. Selain itu, bisa juga disebabkan penyakit katup jantung, kardiomiopati dan
hipertensi sebesar 10 %, sisanya penyebab lainn yang jarang tapi tetap bisa
sebagainya.6 Merokok, pola hidup inactive, dan obesitas juga termasuk faktor
risiko yang harus diperhatikan, karena banyak faktor lain yang meningkatkan
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
2) Aterosklerosis koroner
18
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,
mendadak afterload.
19
2.1.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal jantung kongestif terdiri atas klasifikasi oleh American
Stadium Kriteria
medis maksimal.
20
Kelas Kriteria
sesak nafas
III Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
Saat ini kategori gagal jantung dapat dibedakan berdasarkan nilai fraksi ejeksi
Gagal jantung dengan nilai fraksi ejeksi ventrikel masih dalam batas normal
atau terjaga ≥50%. Diagnosisi HppEF lebih sulit karena ventrikel kiri pada jenis
gagal jantung ini tidak berdilatasi, tetapi ada penebalan dinding yang dapat
menyebabkan pembesaran atrium kiri. Selain itu penyebab sering akibat non
Gagal jantung dengan nilai fraksi ejeksi ventrikel intermediate yaitu 40-49%
21
sistolik ringan tetapi muncul dengan gangguan yang mirip dengan gangguan
diastolik.
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Beberapa faktor yang menentukan cardiac output meliputi heart rate dan
jantung kongestif dan potensi terapi. Selain itu interaksi kardiopulmonary penting
Preload dapat dilihat dari jumlah volume darah yang harus dipompa oleh
memompa darah. Preload tidak hanya dipengaruhi oleh volume intravaskuler, tapi
juga dipengaruhi oleh keadaan restriksi saat pengisian ventrikel. Fungsi diastolik
ditentukan oleh dua faktor yaitu elastisitas dari ventrikel kiri, yang mana
merupakan fenomena yang pasif, dan relaksasi myocardial yang mana proses ini
kiri untuk relaksasi atau elastisitasnya baik itu karena structural (contoh:
jantung normal fungsi sistolik fraksi ejeksi akan selalu dipertahankan diatas 50-
55%. Infark miokard akan menyebabkan miokard tidak dapat bekerja dengan
22
baik, hal ini dikarenakan jantung tidak dapat berkontraksi dengan baik. Jaringan
yang infark dapat diperbaiki dengan pembedahan atau dengan terapi obat-obatan.
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tahanan vaskuler, dan tekanan intratorakal.
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri
tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler
drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut
paru. 6,7
23
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis
ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga
akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan
kongesti sistemik.7
2.1.5 DIAGNOSIS
secara luas. Diagnosis gagal jantung mensyaratkan minimal dua criteria mayor
atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor. Kriteria minor dapat diterima
jira kriteria minor tersebut tidak berrhubungan dengan kondisi medis yang lain
- Anamnesis
3. Edema perifer
24
c. Ronkhi paru l. Hepatomegali
g. Peningkatan JVP
h. Refluks hepatojugular
(Diagnosis gagal jantung ditegakkan apabila terdapat minimal 2 kriteria major atau
memanjat (1)
25
a. Nilai 8-12 : Pasti CHF
o Pemeriksaan Fisik
Pada gagal jantung ringan atau sedang, pasien bisa tampak tidak
selama lebih dari beberapa menit. Pada pasien dengan gagal jantung
yang lebih berat, pasien bisa memiliki upaya nafas yang berat dan bisa
Tekanan darah sistolik bisa normal atau tinggi, tapi pada umumnya
menurun.
vasokontriksi sistemik.
dingin dan sianosis dari bibir dan ujung jari juga diakibatkan oleh
26
Pemeriksaan vena jugularis11
Pemeriksaan paru 10
II. Pada pasien dengan edema paru, ronki dapat didengar pada kedua
lapang paru. Jika ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru, ronkhi
wedge pressure kurang dari 20 mmHg, hal ini karena pasien sudah
meningkat.
Pemeriksaan jantung 10
midclavicularis.
27
Pada beberapa pasien, bunyi jantung ketiga dapat didengar Bunyi
Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak umum pada pasien
dengan gagal jantung. Jika memang ada, hati yang membesar seringkali
teraba lunak dan dapat berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi
katup trikuspid.
pada vena hepatik dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase
peritoneum.
Edema perifer adalah manisfestasi kardinal gagal jantung, hal ini walau
demikian tidaklah spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang
28
biasanya simetris, beratnya tergantung pada gagal jantung yang terjadi,
dan paling sering terjadi sekitar Pergelangan Kaki Dan Daerah Pretibial.
Pemeriksaan penunjang
Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung dengan
fraksi ejeksi rendah.Uji diagnostik sering kurang sensitf pada pasien gagal jantung
Elektrokardiogram (EKG)
EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika
EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat
Foto Toraks
toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat
29
perikard
kardiomiopati hipertrofi
bedah/ keganasan
Spirometri,ekokardiografi
lanjutan
30
Laboratorium
filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan
atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala
Ekokardiografi
jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue
31
2.1.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada gagal jantung dibagi menjadi dua yaitu secara non
Pasien dengan gagal jantung harus memantau berat badan rutin setiap
hari.Jika terdapat kenaikan berat badan >2 kg dalam 3 hari, pasien harus
badan terutama pada pasien dengan IMT >30 kg/m2 dianjurkan dengan
Asupan cairan
Pada pasien dengan gejala sesak nafas berat yang disertai dengan
Latihan fisik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan
32
Penghentian rokok dan alkohol
Dikutip dari : ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute
and Chronic Heart Failure 2016.1
33
Dikutip dari : ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and
Chronic Heart Failure 2016.1
Terapi Farmakologi
34
1. Angiotensin Converting Enzyme-Inhibitors (ACE-I) / Angiotensin
Receptor Blocker (ARB)
dengan ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala. Efek ACE-I selain
kualitas hidup dan mengurangi masa rawatan di rumah sakit akibat perburukan
angioedema, stenosis renal bilateral, kadar kalium serum >5,0 mmol/L, kadar
dan serum elektrolit, lalu periksa kembali 1-2 minggu setelah pemberian
terapi.Hal ini dilakuakn karena efek samping dari ACE-I adalah terjadi
35
menghasilkan nitrat oksida (NO) dan prostasiklin (PGI 2) yang merupakan
tekanan darah dengan menurunkan resistensi pembuluh darah perifer namun tidak
Terapi ARB memiliki mekanisme kerja yang sama dengan ACE-I namun
dengan efek samping yang berbeda. Pemberian ARB tidak menyebabkan efek
angioedema.12
ACE-I
ARB
2. β-blocker
diberikan pada semua pasien gagal jantung yang tidak memiliki kontraindikasi.
Indikasi pemberian obat ini adalah ejeksi fraksi ventrikel kiri ≤40%, terdapat
36
gejala ringan hingga berat (kelas fungsional II-IV NYHA), telah diberikan obat
pada pasien gagal jantung. Aktivasi simpatis akan mengaktifkan sistem renin-
retensi Na dan air oleh ginjal. Sedangkan vasokonstriksi koroner akan mengurangi
pasokan darah pada dinding ventrikel yang hipertrofi sehingga terjadi iskemia
progresifitas gagal jantung dan perburukan kondisi klinis juga akan terhambat.13
β-blocker
37
Metoprolol 12,5 / 25 (1 x/hari) 200 x/hari)
aktivasi sistem RAA. Aldosteron menyebabkan retensi Na dan air serta ekskresi
K dan Mg, selain itu juga memacu remodelling dan disfungsi ventrikel melalui
peningkatan preload dan efek langsung yang menyebabkan fibrosis miokard dan
pada pasien gagal jantung NYHA kelas III-IV dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % yang
sudah mendapatkan terapi ACE-I dan diuretik kuat (terbukti pada spironolakton).
Selain itu terapi ini dapat diberikan pada pasien gagal jantung setelah infark
miokard dengan fraksi ejeksi ≤ 40 % dan tanda-tanda gagal jantung atau diabetes
Antagonis Aldosteron
38
12,5 (1 x/hari)
Spironolakton 1. 1 x/hari)
alternatif jika pasien memiliki intoleransi terhadap obat ACE-I dan ARB.Terapi
ini diindikasikan sebagai terapi pada pasien dengan gejala menetap walaupun
sindroma lupus dan gagal ginjal berat.5 Hydralazine merupakan vasodilator arteri,
5. Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial (dengan irama ventricular
saat istirahat >80 x/ menit atau saat aktivitas 110-120 x/menit, digoksin dapat
dengan AV Block derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap), sindroma pre-eksitasi
39
sel otot jantung yang akan mengakibatkan meningkatnya kadar Na di intrasel dan
simpatis di nodus SA maupun AV pada kadar terapi 1-2 ng/mL, sehingga dapat
6. Diuretik
disertai dengan overload cairan yang memiliki tanda klinis khas (edema tungkai)
atau gejala kongesti (ronkhi paru). Tujuan diberikannya diuretik adalah untuk
mencapai status euvolemia dengan dosis serendah mungkin yang diatur sesuai
Penggunaan diuretik ini bertujuan untuk mengurangi retensi air dan garam
sehingga mengurangi volume cairan ekstrasel, aliran balik vena dan preload. Hal
sedangkan curah jantung tidak berkurang. Obat ini bekerja pada thick ascending
limb dari Ansa Henle. Salah satu contohnya adalah furosemide, dengan dosis awal
Diuretik thiazide
40
Pemberian obat diuretik thiazide selalu dikombinasi dengan diuretik kuat,
terutama pada pasien yang refrakter terhadap diuretik kuat. Mekanisme kerja obat
ini ialah menghambat transpor Na-Cl di tubulus distal ginjal dan meningkatkan
ekskresi air, Na dan K. Salah satu contoh obat thiazide ialah hidrochlortazide
dan air yang bekerja pada tubulus kolektivus ginjal. Pada pengobatan gagal
jantung, obat ini digunakan jika hipokalemia menetap setelah awal terapi dengan
dan triamterene dengan dosis awal ialah 12,5 mg, 2,5 mg dan 25 mg.
Diuretik Loop
Torasemide
5–10 10–20
Hidrochlortiazide 25 12.5–100
41
Spironolakton (+ACEI/ARB) 12.5-25 (+ACEI/ARB)50
Dikutip dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronicheart failure 2016
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi mid range dan preserved,
tujuan pemberian terapi adalah : (1) mengurangi kongesti sistemik dan pulmonal
untuk mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer, namun harus digunakan
ventrikel kiri tergantung pada tekanan yang lebih tinggi dari biasanya untuk dapat
Atrial Fibrilasi
A. Definisi
Atrial fibrilasi atau AF adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang
ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi
denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 kali/menit. Pada dasarnya atrial fibrilas
merupakan takiartmia supraventrikel yang khas, dengan aktivasi atrium yang tidak
terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium. Pada
elektrokardiogram (EKG), ciri dari F adalah tidak adanya konsistensi gelombang
P, yang digantikan oleh geombang getar (fibrilasi) yang bervariasi amplitui,
bentuk dan durasinya.6
42
Ciri-ciri AF pada gambar EKG umumnya sebagai berikut:6
B. Klasifikasi
a. AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama.
Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF
sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
b. AF Paroksismal
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode
pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan paroksismal AF. AF jenis ini
juga mempunyai kecendrungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang
dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi.
c. Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang
dari 7 hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu
penggunaan dari kardioversi untuk menngembalikan irama sinus kembali
normal.
d. Permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada AF
permanen, penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti karena dinilai
cukup sulit untuk mengembalikan irama sinus.
43
Selain dari 5 kategori yang disebutkan diatas, yang terutama ditentukan
oleh awitan dan durasi episodenya, terdapat beberapa kategori AF
tambahan menurut ciri-ciri pasien:6
AF sorangan (lone): AF tanpa disertai penyakit struktur
kardiovaskuler lainnya, termasuk hipertensi, penyakit paru terkait
atau abnormalitas anatomi jantung seperti pembesaran atrium kiri,
dan usia dibawah 60 tahun.
AF non-valvular: AF yang tidak terkait dengan penyakit rematik
mitral, katup jantung protese atau operasi perbaikan katup mitral.
AF sekunder: AF yang terjadi akibat kondisi primer yang menjadi
pemicu AF, seperti infark miokard akut, bedah jantung,
perikarditis, miokarditis, hipertiroidesme, emboli paru, pneuminia
atau penyakit paru lainnya. Sedangkan AF sekunder yang berkaitan
dengan penyakit katup disebut AF valvular.
C. Etiologi
44
3. Gagal jantung simptomatik (NYHA kelas II-IV), didapatkan pada 30%
pasien AF dan AF ditemukan pada 30%-40% pasien gagal jantung
bergantung pada penyebab dasar dan beratnya gagal jantung. Gagal
jantung dapat merupakan akibat dari AF, yaitu suatu takikardimiopati
atau dekompensasi pada awitan akut AF, tetapi dapat juga sebagai
penyebab dari AF karena peningkatan beban tekanan dan volume
atrium, disfungsi katup dan stimulasi neurohumoral.
4. Takikardiomiopati, harus dipikirkan bila terdapat disfungsi ventrikel
kiri pada pasien AF dengan respon ventrikel cepat, tetapi tanpa
kelainan jantung struktural. Hal ini akan terbukti bila terjadi perbaikan
fungsi ventrikel kiri setelah laju ventrikel terkontrol atau konversi ke
irama sinus.
5. Penyakit katup jantung, ditemukan pada sekitar 30% pasien AF.
Distensi atrium kiri pada mitral stenosis atau regurgitasi fase awal
sering menyebabkan timbulnya AF. AF juga dapat terjadi pada
stenosis katup aorta fase lanjut.
6. Kardiomiopati. Ditemukan pada 10% pasien AF
7. Defek septum atrium (atrial sepatal defect, ASD) berhubungan dengan
kejadian AF pada 10%-15% pasien. Hal ini penting diperhatikan
terkait dengan terapi antitrombotik pada pasien ASD dengan riwayat
stroke atau TIA (transient ischemic attack).
8. Penyakit jantung koroner (PJK), didapatkan pada lebih dari 20%
populasi AF. Dalam hal ini mekanisme terjadinya AF masih belum
jelas, kemungkinan karena iskemia atrium
9. Disfungsi tiroid, dapat merupakan penyebab tunggal dan dapat juga
menjadi predisposisi komplikasi AF. Bahkan disfungsi tiroid subklinis
sekalipun mempunyai konstribusi terhadapt kejadian AF
10. Obesitas, ditemukan pada 25% pasien AF
11. Diabetes melitus yang membutuhkan terapi didapatkan pada 20%
pasien AF
12. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ditemukan pada 10-15%
pasien AF, tetapi PPOK bukan merupakan marka spesifik kejadian AF.
45
13. Sleep Apnoe, terutama bila disertai hipertesi, diabetes melitus dan
penyakit jantung struktural dapat menjadi faktor resiko AF karena
peningkatan tekanan dan dimensi atrium, serta perubahan otonom.
14. Penyakit ginjal kronik ditemukan pada 10-15% pasien AF
D. Patofisiologi
46
E. Diagnosis
1. Anamnesis
47
koroner, diabetes melitus, hipertiroid, penyakit jantung valvular, dan
PPOK).
Daftar Pertanyaan
Apakah irama jantung saat episode serangan terasa teratur atau tidak
teratur?
Apakah terdapat faktor pencetus seperti aktivitas fisik, emosi atau
asupan alkohol ?
Apakah gejala selama episode terasa sedang atau berat – derajat
keparahan dapat diekspresikan dengan menggunakan skor EHRA
Apakah episode yang dirasakan sering atau jarang, dan apakah singkat
atau cukup lama ?
Apakah terdapat riwayat penyakit penyerta seperti: hipertensi, penyakit
jantung koroner, gagal jantung, penyakit vaskular perifer, penyakit
serebrovaskular, stroke, diabetes atau penyakit paru kronik ?
Apakah ada riwayat penyalahgunaan alkohol ?
Apakah ada riwayat keluarga dengan FA ?
Tabel 1. Pertanyaan yang relevan untuk ditanyakan pada pasien yang
dicurigai atau diketahui
2. Pemeriksaan fisik
Tanda Vital
48
melebihi 160-170x/menit. Pasien dengan hipotermia atau dengan
toksisitas obat jantung (digitalis) dapat mengalami bradikadia.6
Paru
Jantung
Pulsus defisit, dimana terdapat selisih jumlah nadi yang teraba dengan
auskultasi laju jantung dapat ditemukan pada pasien FA.6
Abdomen
49
Ekstremitas bawah
Neurologis
3. Pemeriksaan Laboratorium6
50
Kadar digoksin (evaluasi level subterapeutik dan/atau toksisitas)
Uji toksikologi atau level etanol
4. Elektrokardiogram (EKG)6
5. Foto toraks6
Uji latih atau uji berjalan enam-menit dapat membantu menilai apakah strategi
kendali laju sudah adekuat atau belum (target nadi <110x/menit setelah
berjalan 6-menit). Uji latih dapat menyingkirkan iskemia sebelum
51
memberikan obat antiaritmia kelas 1C dan dapat digunakan juga untuk
mereproduksi FA yang dicetuskan oleh aktivitas fisik.
7. Ekokardiografi6
F. Penatalaksanaan
52
merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut
pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk
mengontol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya
kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi (pharmacological
Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion)3,4,6..
53
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung
dan menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja
jantung menjadi lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga
memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke
ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel
dari kontraksi atrium yang abnormal.
2. β-bloker
Obat β-bloker merupakan obat yang menghambat efek sistem
saraf simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk
meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek
ini akan berakibat dalam efisiensi kerja jantung.
3. Antagonis kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas
jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam
intraseluler melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran
sel.
54
dari terapi listrik ini adalah mengembalikan orama jantung
kembali normal atau sesuai dengan nodus sinus rhythm.
DAFTAR PUSTAKA
6. Panggabean MM. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FKUI : Jakarta. 2006. 1513-11.
7. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, Fonarow
GC, et all. ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure.
American College of Cardiology Foundation and American Heart
Association. 2013
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;
2009.
55
12. Bickley LS dan Szilagyi PG. BATES Buku Ajar Pemeriksaan Fisik &
Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta: EGC. 2009.
14. Kurniati ID dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang: 2017
15. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit..alih
bahasa Pendit BU, et. al. editor edisi bahasa Indonesia, Hartanto H. Ed 6. Vol
1. Jakarta. EGC; 2004
16. PERKI. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. 3rd ed. Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Centra Communications; 2015
17. Seong AC, Chb MB, John CKM, Cth F. A Review of Coronary Artery
Disease Research in Malaysia. Med J Malaysia. 2016;71(June):42–57.
21. Wyndham CRC. Atrial Fubrilation: The Most Common Arrhytmia. Texas
Heart Institute Journal 27. 2000. 257-67
23. Fuster V, Ryden Le, Cannom DS, et al. ACC/AHA/ESC 2006 guidelines for
Cardiology/ American Heart Association Task Force on Practice Guidelines
and the Eurpean Society of Cardiology Committe for Practice Guideliness.
2006.
24. Kirchhof P, Stefano B, Kotecha D, Atar D, et al. 2016 ESC Guidelines for the
management of atrial fibrillation developedin collaboration with EACTS.
ESC 2016.
56
26. Rilantono LI. Penyakit Kardiovaskuler (PKV). FKUI. 2012.
57