Disusun oleh:
Pembimbing
CILEGON
LEMBAR PENGESAHAN
...................................................
Assalamualaikum wr. wb
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT tuhan yang Maha
esa karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.
Kami berharap semoga tugas refreshing ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Wassalamualaikum wr. wb
Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. S
Umur : 38 tahun
Agama : Islam
1.2. ANAMNESIS
● Pasien datang ke IGD RS Kota Cilegon dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS,
Pasien datang dengan keluhan Demam, Demam dirasakan mendadak dan demam
dikatakan tidak pernah turun. Demam dikatakan memburuk baik saat pagi hari
maupun malam hari. Pasien minum obat tablet dari bidan untuk meringankan
keluhannya, namun demam dikatakan tidak kunjung membaik dan tetap tinggi.
Keluhan disertai dengan perdarahan dari gusi sejak 2 hari SMRS, perdarahan hanya
satu kali, setelah itu tidak ada gusi bedarah lagi, tampak bitnik-bintik merah pada
anggota gerak atas dan bawah, nyeri kepala, pasien saat ini merasakan lemas, nafsu
makan menurun, pasien juga mengatakan terasa ngilu pada badan serta persendian,
keluhan batuk, pilek, BAB dan BAK dbn Pasien juga mengeluh mual sejak 2 hari
SMRS. Mual dirasakan hilang timbul dan mulai memberat sejak 1 hari SMRS,
terkadang pasien juga mengatakan muntah (+)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Psikososial
- Riwayat tetangga memiliki gejala yang sama +, sekitar 2 minggu yang lalu
- Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga
o GCS : E4V5M6
Status Gizi :
o BB : 55 kg
o TB : 157 cm
o IMT : 22,3 kg/m2 (normal/ideal)
Tanda Vital:
o Pernapasan : 20 kali/menit
o Suhu : 38,9 oC
Status Generalis :
o Kepala : Normocephal
o Mata :
o Telinga :
o Hidung :
- Penciuman normal
o Mulut :
o Leher :
o Thorax :
Pulmo :
1. Inspeksi :
2. Palpasi
3. Perkusi :
Sonor ( +/+)
4. Auskultasi :
Cor :
o Abdomen :
- Perkusi : Timpani
o Ekstremitas :
dl
Leukosit 2.660 1,500 1,420 2.700 10,2 2,61 5.00-10.00
Hematokrit 37,4 % 32,7 % 31,9 % 32,0 % 2,72 % 30,7% 37-43
1.6. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 30 tpm
- Inj omeprazole 2x40mg
- Inj ondancentron 3x4mg
- Drip paracetamol 3x500mg bila T > 38,5 ºC
- Paracetamol tab 3x500mg bila T < 38,5 ºC
- Psidii 3x1
- Curcuma 3x1
- Cek DR per 24 jam
1.7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
12/08/2022 13/08/2022
Hari ke-1 Hari ke-2
S Demam hari ke 4, nyeri nyeri sendi, Demam hari ke 5, mual +, muntah -,
mual +, muntah +, perdarahan -
O KU: baik, CM KU: baik, CM
TD : 110/80 mmHg TD : 90/70 mmHg
N: 75 x/mnt N: 89 x/m
RR: 20 x/mnt RR: 21 x/m
S: 38,9 oC S: 36,7 oC
Pemeriksaan fisik :
Abdomen : nyeri tekan epigastrium
14/08/2022 15/08/2022
Hari ke-3 Hari ke-4
S Demam hari ke 6, lemas, mual + Demam hari ke 7, mual +, muntah +, lemas,
nyeri sendir berkurang
O KU: baik, CM KU: baik, CM
TD : 110/70 mmHg TD : 110/ 70 mmHg
N: 89 x/m N: 70 x/m
RR: 22 x/m RR: 21 x/m
S: 36,8 oC S: 36.2oC
16/08/2022 17/08/2022
Hari ke-5 Hari ke-6
S Demam hari ke 8, mual, muntah Tidak ada keluhan
berkurang, lemas berkurang
O KU: baik, CM KU: baik, CM
TD : 110/80 mmHg TD : 120/70 mmHg
N: 80 x/m N: 82 x/m
RR: 22 x/m RR: 21 x/m
S: 36,4 oC S: 36.5 oC
A DHF grade II DHF grade II
2.1 DHF
2.1.1 PENDAHULUAN
Demam berdarah adalah salah satu penyakit infeksi virus yang ditularkan oleh
nyamuk yang paling cepat berkembang di dunia, dan Wilayah Asia Pasifik menanggung
75% dari beban global.1 Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala utama demam 2-7 hari,
nyeri kepala (cephalgia), nyeri retroorbital, nyeri otot dan sendi, yang disertai leukopenia,
ruam limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang di tandai oleh hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah yang disertai
oleh tanda-tanda syok.2 DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B
Arthropod Borne Virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. Virus ini mempunyai empat jenis serotipe: DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-
4. Virus disebarkan melalui vektor nyamuk genus Aedes yakni Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Patofisiologi pasti dari infeksi dengue berat yakni demam berdarah dengue
(DBD) dan sindrom syok dengue (SSD) masih merupakan enigma.2
2.2 Definisi
2.3 Etiologi
2.3.1 Virus
Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue (DENV), yang merupakan
virus RNA untai tunggal (panjang sekitar 11 kilobase) dengan empat rantai tunggal
positif ukuran sferis berdiameter 40-50nm, nukleokapsid icosahedral dan ditutupi
oleh amplop lipid. Virus ini ada dalam keluarga Flaviviridae, genus Flavivirus, dan
jenis virus spesifiknya adalah demam kuning. Genom virus dengue mengkode 10
protein berupa 3 protein struktural (C, M, dan E) dan 7 protein non struktural (NS1,
NS2a, NS2b, NS4a, NS4b, dan NS5).15 Virus dengue memiliki 4 serotipe yang
terkait tetapi berbeda secara antigen: DENV-1, DENV-2, DENV 3, dan DENV-4.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak. Infeksi oleh DEN-2 mengakibatkan penyakit demam berdarah yang
parah dan DEN-2 serta DEN-3 mempunyai kemungkinan dua kali lipat menjadi
demam berdarah bila dibandingkan DEN-4 sebagai infeksi sekunder. Studi genetik
dari strain silvatik menunjukkan bahwa 4 serotipe berevolusi dari nenek moyang
yang sama dalam populasi primata sekitar 1000 tahun yang lalu dan semua 4 secara
terpisah muncul ke dalam siklus transmisi perkotaan manusia 500 tahun yang lalu
di Asia atau Afrika.14
5
Tabel 1. Hubungan antara serotipe virus Dengue dengan keparahan
penyakit.
18
2.3.2 Vektor
Kondisi iklim, terutama suhu dan curah hujan, memiliki dampak besar pada
siklus hidup, pemuliaan dan umur panjang vektor dan dengan demikian penularan
penyakit. Kelangsungan hidup rata-rata Ae. aegypti adalah 30 hari dan Ae.
albopictus sekitar delapan minggu. Selama musim hujan, ketika kelangsungan
hidup lebih lama, risiko penularan virus lebih besar. Aedes adalah pemakan siang
hari dan dapat terbang hingga jarak terbatas 400 meter. Dengan tidak adanya vaksin
atau obat spesifik untuk demam berdarah, pengendalian vektor sangat penting
dalam mencegah penularan penyakit.19
Populasi Ae. aegypti berfluktuasi dengan curah hujan dan penyimpanan air.
Umurnya dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Ini bertahan terbaik antara 16°C
dan 30°C dan kelembaban relatif 60-80%. Ae. aegypti berkembang biak hampir
seluruhnya di wadah air buatan manusia yang ditemukan di dalam dan sekitar
rumah tangga, wadah penyimpanan air, wadah air, tangki, ban bekas, batok kelapa,
gelas sekali pakai, batu gerinda yang tidak digunakan, sampah industri dan
domestik dan lokasi konstruksi. Ae. albopictus lebih menyukai habitat larva alami
yang meliputi lubang pohon, cangkir pengumpul lateks di perkebunan karet, kapak
daun, tunggul bambu dan tempurung kelapa. Namun, Ae. albopictus telah
dilaporkan baru-baru ini di habitat rumah tangga juga.19
2.4 Penularan
Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang sebelumnya sudah menggigit orang yang terinfeksi dengue. Kedua
jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, terutama di tempat-
tempat dengan ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut. 3
Populasi nyamuk ini akan meningkat pesat saat musim hujan, tetapi nyamuk
Aedes aegypti juga dapat hidup dan berkembang biak pada tempat penampungan
air sepanjang tahun..
Satu gigitan nyamuk yang telah terinfeksi sudah mampu untuk menimbulkan
penyakit dengue pada orang yang sehat. Setelah seseorang digigit oleh nyamuk
yang terinfeksi Dengue, virus akan mengalami masa inkubasi selama 3-14 hari
(rata-rata 4-7 hari). Setelah itu, pasien akan mengalami gejala demam akut disertai
berbagai gejala dan tanda nonspesifik.2 Selama masa demam akut yang dapat
berlangsung 2-10 hari, virus Dengue dapat bersirkulasi di peredaran darah perifer.
Jika nyamuk A. aegypti lain menggigit pasien pada masa viremia ini, nyamuk
tersebut akan terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus pada orang lain, setelah
masa inkubasi ekstrinsik selama 8-12 hari3.
2.5 Patogenesis dan Patofisiologis
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks
antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular
menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok.20
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus
antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplomen. Akibat aktivasi C3 dan
C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptide yang berdaya untuk melepaskan histamine dan
merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma keruang ekstra seluler. 6
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma ,
terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan
adanya kebocoran plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan
pemberian cairan intravena. 22
1. Fase Demam
Pasien biasanya demam tinggi secara tiba-tiba (>38,5oC). Fase demam akut
ini biasanya terjadi selama 2-7 hari dan sering disertai dengan muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh badan, myalgia, arthtalgia dan nyeri
kepala. Beberapa pasien mengalami nyeri tenggorokan, penurunan nafsu
makan, mual dan muntah. Cukup sulit untuk membedakan dengan infeksi
virus lainnya. Tes tourniquet positif (≥10 bintik) pada fase ini memperbesar
kecurigaan infeksi dengue. Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie
dan perdarahan mukosa dapat terjadi. Perdarahan vagina yang masif dan
perdarahan gastrointestinal dapat terjadi pada fase ini namun jarang terjadi.
Dapat pula terjadi pembesaran hepar. febris Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan trombositopenia, leukopenia, dan peningkatan aminotransferase
hepar yang reversibel. Karena pada fase ini masih terjadi viremia, dapat
ditemukan NS1 positif pada hari pertama-kedua demam.
2. Fase Kritis
Pada hari ke 3-7, ketika suhu menurun pada 37,5-38 oC, peningkatan
permeabilitas kapiler yang secara peralel terhadap kenaikan hematokrit
dapat terjadi. Hal ini menandakan dimulainya fase kritis. Biasanya
kebocoran plasma secara klinik terjadi selama 24-48 jam. Leukopeni yang
progresif diikuti dengan penurunan angka trombosit biasanya mendahului
terjadinya kebocoran plasma. Dalam keadaan seperti ini pasien yang tidak
mengalami peningkatan permeabilitas kapiler keadaan umumnya akan
membaik, sedangkan pasien yang mengalami peningkatan permeabilitas
kapiler justru akan memburuk keadaannya karena kebocoran plasma.
Derajat kebocoran plasma bervariasi mulai dari kebocoran plasma minimal
sampai terjadi efusi pleura dan ascites. Peningkatan kadar hematokrit dari
nilai awal dapat digunakan untuk melihat keparahan dari kebocoran plasma.
Bila terjadi kebocoran plasma plasma yang berat dapat terjadi syok
hipovolemik. Bila syok terjadi berkepanjangan maka organ tubuh akan
mengalami hipoperfusi sehingga dapat menyebabkan kegagalan organ,
acidosis metabolik dan disseminated intravascular coagulation. Selain syok
dapat pula terjadi gangguan organ berat yang lain misalnya hepatitis berat,
encephalitis atau myocarditis serta perdarahan berat.
3. Fase Penyembuhan
Bila pasien dapat bertahan pada masa kritis maka akan terjadi reabsorbsi
cairan ekstravaskular secara bertahap selama 48-72 jam. Keadaan umum
akan membaik, nafsu makan kembali baik, gejala gastrointestinal mereda,
hemodinamik stabil. Keadaan umum membaik, nafsu makan kembali, gejala
gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan diuresis kembali
lancar. Beberapa pasien mengalami ruam eritematosa berkonfluens dengan
area kecil kulit normal; digambarkan sebagai “pulau putih di lautan merah”.
Hematokrit stabil atau mungkin lebih rendah akibat efek dilusi dari cairan
reabsorpsi. Jumlah leukosit mulai meningkat segera setelah demam turun,
namun pemulihan jumlah trombosit biasanya lebih lambat daripada jumlah
sel darah putih. Gangguan pernapasan akibat efusi pleura dan asites masif,
edema paru atau gagal jantung kongestif akan terjadi selama fase kritis
dan/atau pemulihan jika cairan intravena diberikan berlebihan.23
Gambar 9. Perjalanan Penyakit Dengue.23
2.8 Diagnosis
1. Demam akut, tinggi mendadak 2-7 hari pada beberapa kasus, eritema kulit,
mialgia,
Kriteria Laboratoris:
sebagai berikut:
Perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel berikut :
DERAJAT GEJALA & TANDA LABORATORIUM
Demam 2-7 hari Leukopenia (leukosit
DD Disertai > 2 tanda : sakit kepala, ≤ 4000/ mm3)
nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia Trombositopeni
ruam kulit makulopapular (trombosit <
150.000/mm3 )
Kebocoran Plasma (-)
Gejala di atas (+) Serologi
DBD I Dengue
Disertai uji bendung positif Trombositopeni
Positif
(<100.000/ul)
Gejala di atas (+)
DBD II Kebocoran Plasma (+)
Disertai perdarahan spontan
Peningkatan Ht > 20
DBD Gejala di atas (+) %
III
DSS Disertai tanda kegagalan sirkulasi Penurunan Ht > 20
% setelah pemberian
DBD Syok berat disertai dengan tekanan cairan yang adekuat.
IV
DSS darah dan nadi yang tidak terukur
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Interpretasi
IgG IgM
+ + Dengue sekunder
- + Dengue Primer
+ - Dugaan dengue sekunder
- -- Non Dengue/ primer awal, Re-test setelah 4-7 hari
4. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada bisa didapatkan efusi pleura, pada pasien DBD hari ke 5 dapat
dilakukan rotgen thorax Right Lateral Decubitus (RLD) apabila :
a. DSS
b. Pasien < 1 tahun, lab hemokonsentrasi, tapi ada leakage (+)
c. Perjalanan klinis anak semakin sesak
Pemeriksaan adiologi dengan posisi RLD dilakukan karena kemungkinan
kebocoran plasma berupa efusi pleura terutama pada posisi kanan pada pasien DHF
dengan klinis awal sesak dan VBS menurun di kanan bawah. Tidak diindikasikan
bila:
a. Pasien hanya DBD (grade1-2)
b. Evaluasi pasca foto pertama PEI (+) ingin evaluasi ulang (saat klinis membaik)
2.10 Penatalaksanaan
6. Tidak ada gangguan pernapasan akibat efusi pleura dan tidak ada acites
7. Jumlah trombosit lebih dari 50.000 mm3, jika tidak, pasien dapat
direkomendasikan untuk menghindari aktivitas traumatis setidaknya selama 1-2
minggu agar jumlah trombosit menjadi normal. Dalam kebanyakan kasus tanpa
komplikasi , trombosit naik ke normal dalam waktu 3-5 hari 25
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS, sehingga dapat dipikirkan
etiologi utama adalah infeksi. Penyebab infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur, dan
parasit. Pada pasien ditemukan demam yang berlangsung sepanjang hari mendadak,
menggigil, disertai badan linu, nyeri kepala, tetapi tidak terdapat nyeri retroorbital. Pasien
memiliki keluhan tambahan berupa mual tanpa muntah, nafsu makan menurun, nyeri perut,
nyeri kepala, mimisan sebelum masuk RS. Berdasarkan gejala pasien dan
mempertimbangkan pola endemik di Indonesia sebagai negara tropis, dapat dipikirkan
beberapa diagnosis banding, yaitu infeksi virus, infeksi bakteri, demam dengue atau demam
berdarah dengue, demam tifoid, dan demam chikunguya.
Infeksi akibat virus dengue dapat bermanifestasi menjadi demam dengue (DD),
demam berdarah dengue (DBD), hingga dengue shock syndrome (DSS). Pada pasien ini
ditemukan adanya trombositopenia hingga <100,000 sel/mm3 serta peningkatan hematokrit
sebagai bukti kebocoran plasma, sehingga manifestasi yang muncul pada pasien ini adalah
demam berdarah dengue. Selain itu terdapat manifestasi perdarahan spontan berupa
terjadinya gusi berdararah sebelum pasien masuk RS, dan tampak bitnik kemrahan pada
anggota gerak ats dan bawah , sehingga pada pasien ini dapat digolongkan sebagai demam
berdarah dengue derajat 2.
Pada pasien diberikan tatalaksana awal sesuai dengan alur tatalaksana DBD derajat 1
dan 2, yaitu berupa rawat inap, tirah baring, dan rehidrasi cairan. Pilihan cairan untuk
rehidrasi dapat berupa RL atau NaCl 0.9% dengan kecepatan awal 6-7 ml/kg/jam. Apabila
mengikuti berat badan pasien yaitu 50 kg, maka cairan yang seharusnya diberikan adalah 330
cc/jam. Pada pasien digunakan cairan RL dengan kecepatan 90 cc/jam (kecepatan 30 tpm).
Hal ini dipikirkan dengan pertimbangan keadaan klinis pasien yang baik, ditandai dengan
pasien masih mau makan dan minum sedikit-sedikit, tidak ada pengurangan BAK, dan tanda-
tanda vital yang masih baik. Sehingga perhitungan cairan melalui intravena disesuaikan untuk
kebutuhan maintenance harian pasien saja. Selain itu, risiko terjadinya fluid overload juga
menjadi pertimbangan terhadap pemberian cairan pada pasien.
Respon klinis terhadap tatalaksana pada pasien dikaji ulang setiap 8 jam dengan
pemantauan tanda-tanda vital, tanda-tanda perdarahan, input/output cairan, serta balans
diuresis pasien. Selain dari klinis, dilakukan juga pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui
nilai hematokrit serta trombosit pasien/ 24jam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
pemberian cairan pada pasien adekuat dan mengawasi jika terjadi perburukan klinis pada
pasien, sehingga pemberian dapat diberikan lebih agresif. Pada hasil follow up pasien sehari-
hari, menyatakan respon klinis yang baik ditandai dengan tanda-tanda vital yang baik dan
perhitungan balans diuresis selalu >1 ml/kg/jam setiap harinya. Nilai hemoglobin dan
hematokrit pasien sempat trurun pada hari ke 2 dan ke 3 perawatan, tetapi meingkat kembali
pada hari perawatan ke 4. Pasein mengalami penurunan trombosit drasttis pada perawatan
hari ke 2 (82.000) dan ke 3 menjadi (61.000), tetapi setelah di akukan pemantauan
pemeriksaan DR/24jam di dapatkan kenaikan trombosit dihari perawatan selanjutnya.
Walaupun penurunan trombosit cukup drastis, tapi nilai hemoglobin dan hematokrit tidak
terjadi peningkatan, selain itu dari klinis pasien juga baik. Sehingga tidak terdapat perubahan
terapi cairan pada pasien. Pada hari ke-4 pun, nilai trombosit terlihat mulai naik (74,000).
Pemberhentian cairan intravena direkomendasikan pada 24-48 jam bila tanda vital atau nilai
hematokrit stabil, dan diuresis cukup. Selain pemberian cairan, pada pasien juga diberikan
terapi simptomatik berupa antipiretik atau antiemetik untuk penanganan demam, mual,
muntah yang dikeluhkan oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA
2. Suhendro, Nainggolan L. Demam Berdarah Dengue. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid I. Edisi VI. Jakarta; Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
2014;539-48.
5. Bronze MS. Dengue [Internet]. Medscape. 2018 [cited 2019 Feb 13]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/215840-overview#showall
7. Dengue fever [Internet]. MedicineNet. [cited 2019 Feb 13]. Available from:
http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=6626. 8. Guzman MG, Harris E.
Dengue. Lancet 2015; 385:453.
9. World Health Organization. Preventive and control of dengue hemmorhagic fever. 2009;
10. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue [Internet]. CDC. 2010 [cited 2019
Feb 13]. Available from: https://www.cdc.gov/dengue/epidemiology/index.html
11. Malavige GN, Fernando S, Fernando DJ, Seneviratne SL. Dengue viral infections.
Postgrad Med J. 2004;80(948):588-601.
12. RI KK. Situasi DBD di Indonesia. IndoDatin Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. 2016.
13. Widyorini P, Wahyuningsih NE, Murwani R. Faktor Keberadaan Breeding Place Dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue di Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal).
2016 Nov 2;4(5):94-9.
14. Kyle JL, Harris E. Global spread and persistence of dengue. Annu Rev Microbiology.
2008;62:71-92.
16. World Health Organization Regional Office for South-East Asia. Comprehensive
Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. World
Health Organization, Regional Publication SEARO. 2011. 1-212 p.
17. F.X. Heinz, K. Stiansy. Flaviviruses and their antigenic structure. Journal of Clinical
Virology. 2012;55: 289-295.
18. Murrell S, Wu SC, Butler M. Review of dengue virus and the development of a vaccine.
Biotechnol Adv. 2011;29(2):239–47.
19. Biswas A, Pangtey G, Devgan V, Singla P, Murthy P, Dhariwal AC, et al. Indian
national guidelines for clinical management of dengue fever. J Indian Med Assoc.
2015;113(12):196–206.
20. World Health Organization. Prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic
fever: comprihensive guidelines. New Delhi, 2011.p.5-45
21. Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. Edition II.
Geneva : World Health Organization. 2002. Available from
htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication Accessed
December 1, 2009.
22. Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of Vector
Borne and Infectious Diseases. Atlanta : 2009
23. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention
and Control. World Health Organization. 2009;1-160
24. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. Hal 63-72
25. Comprehensive guideline of prevention and control of dengue and dengue haemoragic
fever. Resived and expended edition. Regional office for south-east Asia, New Delhi, India
2011
26. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T, editor. Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Dirjen Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan; 2004