Anda di halaman 1dari 41

BORANG PORTOFOLIO INTERNSHIP

KASUS : DHF GRADE II

Disusun oleh:

dr. Meylan Fitriyani

Pembimbing

dr. Hermawan, M.Sc. Sp. PD

PROGRAM DOKTER INTERSHIP RSUD KOTA CILEGON

PERIODE MEI 2021 - MEI 2022

CILEGON
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr. Meylan Fitriyani

Jabatan : Dokter Internship

Periode Internship : Periode Mei 2021 –Mei 2022

Topik : DHF Grade II

Wahana : RSUD Cilegon

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI TANGGAL :

...................................................

Dokter Pembimbing Dokter Pendamping

dr. Hermawan, M.Sc. Sp. PD dr. Dian Arissanthy


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT tuhan yang Maha
esa karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan arahan demi terselesaikannya
laporan kasus ini khususnya kepada dr. Hermawan, M.Sc. Sp. PD selaku pembimbing tugas
Laporan Kasus ini.
Penulis sangat menyadari dalam proses penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun metode penulisan. Namun demikian, kami telah
mengupayakan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Penulisan dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima segala bentuk masukan, saran dan usulan guna
menyempurnakan tugas Laporan Kasus ini.

Kami berharap semoga tugas refreshing ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

Wassalamualaikum wr. wb

Cilegon, Oktober 2022

Penulis
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Umur : 38 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Link temugiring RT015 RW 001, Citangkil, Cilegon

Agama : Islam

Waktu Pemeriksaan : 13 Agustus 2022

1.2. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :

● Pasien datang ke IGD RS Kota Cilegon dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS,
Pasien datang dengan keluhan Demam, Demam dirasakan mendadak dan demam
dikatakan tidak pernah turun. Demam dikatakan memburuk baik saat pagi hari
maupun malam hari. Pasien minum obat tablet dari bidan untuk meringankan
keluhannya, namun demam dikatakan tidak kunjung membaik dan tetap tinggi.
Keluhan disertai dengan perdarahan dari gusi sejak 2 hari SMRS, perdarahan hanya
satu kali, setelah itu tidak ada gusi bedarah lagi, tampak bitnik-bintik merah pada
anggota gerak atas dan bawah, nyeri kepala, pasien saat ini merasakan lemas, nafsu
makan menurun, pasien juga mengatakan terasa ngilu pada badan serta persendian,
keluhan batuk, pilek, BAB dan BAK dbn Pasien juga mengeluh mual sejak 2 hari
SMRS. Mual dirasakan hilang timbul dan mulai memberat sejak 1 hari SMRS,
terkadang pasien juga mengatakan muntah (+)
Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat sakit dengan gejala yang sama disangkal


- Riwayat berpergian ke luar kota/ ke daerah endemis lain disangkal
- Riwayat DM, HT, Jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat sakit dengan gejala yang sama disangkal

Riwayat Psikososial

- Riwayat tetangga memiliki gejala yang sama +, sekitar 2 minggu yang lalu
- Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga

1.3. PEMERIKSAAN FISIK

o Keadaan umum : Tampak sakit sedang

o Kesadaran : Compos mentis

o GCS : E4V5M6

Status Gizi :

o BB : 55 kg
o TB : 157 cm
o IMT : 22,3 kg/m2 (normal/ideal)

Tanda Vital:

o Tekanan Darah : 110/70 mmHg

o Nadi : 86 kali/menit, reguler, kuat angkat

o Pernapasan : 20 kali/menit

o Suhu : 38,9 oC
 Status Generalis :

o Kepala : Normocephal

o Mata :

Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+)

o Telinga :

- Sekret (-/-), nyeri tekan (--), deformitas (-/-)

- Pendengaran normal pada kedua telinga

o Hidung :

- Simetris, septum deviasi (-), perdarahan (-), sekret (-)

- Penciuman normal

o Mulut :

- Bibir sianosis (-), perdarahan (-), mukosa normal

o Leher :

- Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat, Pembesaran tiroid (-)

o Thorax :

Pulmo :

1. Inspeksi :

Bentuk simetris, retraksi (-)

2. Palpasi

Pergerakan dinding dada simetris, nyeri tekan (-)

3. Perkusi :
Sonor ( +/+)
4. Auskultasi :

Vesikuler (+ /+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor :

1. Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

2. Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V

3. Perkusi : Batas kanan jantung : ICS II linea parasternalis dextra

Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra

4. Auskultasi : BJ S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

o Abdomen :

- Inspeksi : Tampak supel

- Auskultasi : BU (+) N, metallic sound (-)

- Palpasi : Massa (-), nyeri tekan epigastrium (+), hepar/lien/renal : tidak


membesar

- Perkusi : Timpani

o Ekstremitas :

- Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-), CRT <2dtk

Pemeriksaan Rumple Leed (+)

Jenis 12/08/22 13/08/22 14/08/22 15/08/22 16/08/ 17/08/22 Nilai


Pemeriksa 22 Normal
an
Hb 13,0 g/dl 11,2g/dl 10,8 g/dl 11,2g/dl 10,2g/ 10,5g/dl 12,0-16,0

dl
Leukosit 2.660 1,500 1,420 2.700 10,2 2,61 5.00-10.00
Hematokrit 37,4 % 32,7 % 31,9 % 32,0 % 2,72 % 30,7% 37-43

Trombosit 99.000 82.000 61.000 74.000 76.000 100.000 150-450


MCV 4,48 83,9 82-92
MCH 83,5 28,8 27-31
MCHC 29,0 34,3 32-36
Basofil 0,0 0,0 0-1
Eosinofil 0,0 0,0 1-3
Neutrofil 78,6 44,9 52,0-76,0
Limfosit 15,4 47,4 20-40
Monosit 6,0 7,7 2-8

1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 NS1 : Positif

1.5 DIAGNOSIS KERJA


 DHF Grade II

1.6. PENATALAKSANAAN

- IVFD RL 30 tpm
- Inj omeprazole 2x40mg
- Inj ondancentron 3x4mg
- Drip paracetamol 3x500mg bila T > 38,5 ºC
- Paracetamol tab 3x500mg bila T < 38,5 ºC
- Psidii 3x1
- Curcuma 3x1
- Cek DR per 24 jam

1.7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia

Quo ad functionam : dubia

Quo ad sanationam : dubia

12/08/2022 13/08/2022
Hari ke-1 Hari ke-2
S Demam hari ke 4, nyeri nyeri sendi, Demam hari ke 5, mual +, muntah -,
mual +, muntah +, perdarahan -
O KU: baik, CM KU: baik, CM
TD : 110/80 mmHg TD : 90/70 mmHg
N: 75 x/mnt N: 89 x/m
RR: 20 x/mnt RR: 21 x/m
S: 38,9 oC S: 36,7 oC

Pemeriksaan fisik :
Abdomen : nyeri tekan epigastrium

A DHF grade II DHF grade II

P IVFD RL 24 tpm IVFD RL 24 tpm


Inj omeprazole 2x40mg Inj omeprazole 2x40mg
Inj ondancentron 3x4mg Inj ondancentron 3x4mg
Drip pct 3x500mg T > 38,5C Drip pct 3x500mg T > 38,5C
Paracetamol tab 3x500mg T< 38,5C Paracetamol tab 3x500mg T< 38,5C
Psidii 3x1 Psidii 3x1
Curcuma 3x1 Curcuma 3x1
Check DPR/12 jam Check DPR/24 jam

14/08/2022 15/08/2022
Hari ke-3 Hari ke-4
S Demam hari ke 6, lemas, mual + Demam hari ke 7, mual +, muntah +, lemas,
nyeri sendir berkurang
O KU: baik, CM KU: baik, CM
TD : 110/70 mmHg TD : 110/ 70 mmHg
N: 89 x/m N: 70 x/m
RR: 22 x/m RR: 21 x/m
S: 36,8 oC S: 36.2oC

A DHF grade II DHF grade II

P IVFD RL 30 tpm IVFD RL 30 tpm


Inj omeprazole 2x40mg Inj omeprazole 2x40mg
Inj ondancentron 3x4mg Inj ondancentron 3x4mg
Drip pct 3x500mg T > 38,5C Drip pct 3x500mg T > 38,5C
Paracetamol tab 3x500mg T< 38,5C Paracetamol tab 3x500mg T< 38,5C
Psidii 3x1 Psidii 3x1
Curcuma 3x1 Curcuma 3x1
Check DPR/24 jam Check DPR/24 jam

16/08/2022 17/08/2022
Hari ke-5 Hari ke-6
S Demam hari ke 8, mual, muntah Tidak ada keluhan
berkurang, lemas berkurang
O KU: baik, CM KU: baik, CM
TD : 110/80 mmHg TD : 120/70 mmHg
N: 80 x/m N: 82 x/m
RR: 22 x/m RR: 21 x/m
S: 36,4 oC S: 36.5 oC
A DHF grade II DHF grade II

P IVFD RL 30 tpm BLPL


Inj omeprazole 2x40mg Obat pulang:
Inj ondancentron 3x4mg Curcuma tab 3x1
Drip pct 3x500mg T > 38,5C Lansoprazol tab 2x30 mg
Paracetamol tab 3x500mg T< 38,5C
Psidii 3x1
Curcuma 3x1
Check DPR/24 jam
Renacana pulang besok bila trombosit
menigkat (BLPL)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DHF
2.1.1 PENDAHULUAN 

Demam berdarah adalah salah satu penyakit infeksi virus yang ditularkan oleh 
nyamuk yang paling cepat berkembang di dunia, dan Wilayah Asia Pasifik menanggung 
75% dari beban global.1 Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah 
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala utama demam 2-7 hari, 
nyeri kepala (cephalgia), nyeri retroorbital, nyeri otot dan sendi, yang disertai leukopenia, 
ruam limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan 
plasma yang di tandai oleh hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh. 
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah yang disertai 
oleh tanda-tanda syok.2 DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B
Arthropod Borne  Virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. Virus  ini mempunyai empat jenis serotipe: DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-
4. Virus disebarkan  melalui vektor nyamuk genus Aedes yakni Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Patofisiologi  pasti dari infeksi dengue berat yakni demam berdarah dengue
(DBD) dan sindrom syok  dengue (SSD) masih merupakan enigma.2 

Virus Dengue semakin memprihatinkan bagi petugas kesehatan di seluruh dunia. 


Dibantu oleh meningkatnya mobilitas manusia dan penyebaran vektor nyamuk yang cepat, 
virus ini telah bertambah banyak dalam beberapa dekade terakhir, menghasilkan jutaan 
infeksi baru dan ribuan kematian. Lebih dari 2,5 miliar orang di seluruh dunia, hampir 
setengah dari populasi dunia, sekarang berisiko terinfeksi.3 Indonesia merupakan salah satu 
negara endemik dengan populasi 251 juta orang. Sejak Januari sampai tanggal 17 Maret 
2004 Kejadian Luar Biasa DBD di Indonesia telah menimbulkan 39.938 kasus dengan 498 
kematian atau CFR 1,3% dan Incidence Rate 15/100.000 penduduk.4 
Demam berdarah biasanya penyakit yang sembuh sendiri dengan tingkat kematian 
kurang dari 1% ketika terdeteksi dini dan dengan akses ke perawatan medis yang tepat. 
Ketika dirawat, demam berdarah parah memiliki tingkat kematian 2% -5%, tetapi, ketika 
tidak diobati, angka kematian setinggi 20%.5 Sampai saat ini tidak ada terapi spesifik untuk 
dengue selain terapi suportif dan terapi cairan. Pengenalan tanda dan gejala dengue sangat 
penting agar dapat mentatalaksana secara cepat sehingga kondisi fatal dapat
dihindari. Tindakan pencegahan untuk mengurangi populasi vektor juga perlu dilakukan. 6

2.2 Definisi

Dengue Hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan


oleh salah  satu dari empat virus dengue (DENV) yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti atau  Aedes albopictus setelah itu virus dengue akan masuk ke
dalam tubuh manusia melalui gigitan dengan manifestasi klinis berupa demam,
nyeri otot (myalgia) dan/ atau nyeri sendi (arthralgia) yang disertai leukopenia,
ruam (maculopapular skin rush), limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik2. Bisa disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa adanya syok,
dimana dengan menunjukan hasil pemeriksaan laboratorium adanya
trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20%
atau lebih dari nilai normal.1 Infeksi virus dengue dapat disertai dengan terjadinya
kebocoran plasma. Dimana patofisiologi pada infeksi virus dengue menentukan
perbedaan perjalanan penyakit antara DHF dengan dengue fever (DF).1

2.3 Etiologi
2.3.1 Virus 
Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue (DENV), yang merupakan
virus RNA  untai tunggal (panjang sekitar 11 kilobase) dengan empat rantai tunggal
positif ukuran sferis  berdiameter 40-50nm, nukleokapsid icosahedral dan ditutupi
oleh amplop lipid. Virus ini  ada dalam keluarga Flaviviridae, genus Flavivirus, dan
jenis virus spesifiknya adalah demam  kuning. Genom virus dengue mengkode 10
protein berupa 3 protein struktural (C, M, dan  E) dan 7 protein non struktural (NS1,
NS2a, NS2b, NS4a, NS4b, dan NS5).15 Virus dengue  memiliki 4 serotipe yang
terkait tetapi berbeda secara antigen: DENV-1, DENV-2, DENV 3, dan DENV-4.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan  serotipe
terbanyak. Infeksi oleh DEN-2 mengakibatkan penyakit demam berdarah yang 
parah dan DEN-2 serta DEN-3 mempunyai kemungkinan dua kali lipat menjadi
demam  berdarah bila dibandingkan DEN-4 sebagai infeksi sekunder. Studi genetik
dari strain  silvatik menunjukkan bahwa 4 serotipe berevolusi dari nenek moyang
yang sama dalam  populasi primata sekitar 1000 tahun yang lalu dan semua 4 secara
terpisah muncul ke dalam  siklus transmisi perkotaan manusia 500 tahun yang lalu
di Asia atau Afrika.14 

Gambar 3. Genom dan Struktur Virus Dengue. 17


Tabel 1. Hubungan antara serotipe virus Dengue dengan keparahan
penyakit.  
18

2.3.2 Vektor 

Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes


yang  terinfeksi, khususnya Ae. aegypti. Ae. aegypti adalah vektor utama di sebagian
besar wilayah  perkotaan. Namun, Ae. albopictus juga dicurigai di banyak negara.
Spesies lain seperti Ae.  polynesiensis dan Ae. niveus juga diduga berperan sebagai
vektor sekunder di beberapa  negara. Nyamuk ini merupakan spesies tropikal dan
subtropikal yang menyebar luas di  dunia. Terdapat reaksi silang antara serotipe
dengue dengan flavivitud lain seperti yellow  fever, japanesse encephalitis, dan west
nile virus. Vektor virus dengue adalah nyamuk genus  Aedes dan Toxorhynchites.19

Gambar 4. Aedes aegypti dan Aedes albopticus .


1
Perindukan nyamuk Aedes terjadi dalam bejana yang berisi air jernih (bak mandi, 
kaleng yang berisi air dan tempat penampungan air lainnya). Nyamuk betina Aedes 
menyimpan telur sendirian di permukaan lembab tepat di atas permukaan air. Dalam
kondisi  optimal, orang dewasa muncul dalam tujuh hari (setelah tahap akuatik
dalam siklus hidup  Ae. Aegypti). Pada suhu rendah, mungkin perlu beberapa
minggu untuk muncul. Telur dapat  menahan kekeringan (dapat tetap dalam kondisi
kering yang layak) selama lebih dari satu  tahun dan muncul dalam 24 jam setelah
bersentuhan dengan air. Ini juga merupakan  rintangan utama dalam pencegahan dan
pengendalian demam berdarah.19

Gambar 5. Siklus hidup Aedes aegypti. 10

Kondisi iklim, terutama suhu dan curah hujan, memiliki dampak besar pada
siklus  hidup, pemuliaan dan umur panjang vektor dan dengan demikian penularan
penyakit.  Kelangsungan hidup rata-rata Ae. aegypti adalah 30 hari dan Ae.
albopictus sekitar delapan  minggu. Selama musim hujan, ketika kelangsungan
hidup lebih lama, risiko penularan virus  lebih besar. Aedes adalah pemakan siang
hari dan dapat terbang hingga jarak terbatas 400  meter. Dengan tidak adanya vaksin
atau obat spesifik untuk demam berdarah, pengendalian  vektor sangat penting
dalam mencegah penularan penyakit.19 

Populasi Ae. aegypti berfluktuasi dengan curah hujan dan penyimpanan air. 
Umurnya dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Ini bertahan terbaik antara 16°C
dan 30°C  dan kelembaban relatif 60-80%. Ae. aegypti berkembang biak hampir
seluruhnya di wadah  air buatan manusia yang ditemukan di dalam dan sekitar
rumah tangga, wadah penyimpanan  air, wadah air, tangki, ban bekas, batok kelapa,
gelas sekali pakai, batu gerinda yang tidak  digunakan, sampah industri dan
domestik dan lokasi konstruksi. Ae. albopictus lebih  menyukai habitat larva alami
yang meliputi lubang pohon, cangkir pengumpul lateks di  perkebunan karet, kapak
daun, tunggul bambu dan tempurung kelapa. Namun, Ae.  albopictus telah
dilaporkan baru-baru ini di habitat rumah tangga juga.19

2.4 Penularan
Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang sebelumnya sudah menggigit orang yang terinfeksi dengue. Kedua
jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, terutama di tempat-
tempat dengan ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut. 3
Populasi nyamuk ini akan meningkat pesat saat musim hujan, tetapi nyamuk
Aedes aegypti juga dapat hidup dan berkembang biak pada tempat penampungan
air sepanjang tahun..

Satu gigitan nyamuk yang telah terinfeksi sudah mampu untuk menimbulkan
penyakit dengue pada orang yang sehat. Setelah seseorang digigit oleh nyamuk
yang terinfeksi Dengue, virus akan mengalami masa inkubasi selama 3-14 hari
(rata-rata 4-7 hari). Setelah itu, pasien akan mengalami gejala demam akut disertai
berbagai gejala dan tanda nonspesifik.2 Selama masa demam akut yang dapat
berlangsung 2-10 hari, virus Dengue dapat bersirkulasi di peredaran darah perifer.
Jika nyamuk A. aegypti lain menggigit pasien pada masa viremia ini, nyamuk
tersebut akan terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus pada orang lain, setelah
masa inkubasi ekstrinsik selama 8-12 hari3.
2.5 Patogenesis dan Patofisiologis

Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial.


Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement. 20
Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous
infection. Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue
yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita
DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus
lain yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi kemudian
berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga
akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik).
20

Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks
antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular
menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok.20

Gambar 1 Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue


Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti
dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya
cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). 4 Virus dengue dapat mengalami
perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh
manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika dan biokimiawi


DBD belum diketahui secara pasti. Sehingga sebagian besar menganut the secondary
heterologous infection hyphotesis yang menyatakan DBD dapat terjadi apabila seseorang
setelah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus
dengue serotipe lain.

Gambar 2. Patogenesis Syok pada DBD


Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty.
Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengekibatkan penderita mengelami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik- bintik
merah pada kulit ( petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi
seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesran hati (hepatomegali) dan pembesaran
limpa (splenomegali).21

Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus
antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplomen. Akibat aktivasi C3 dan
C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptide yang berdaya untuk melepaskan histamine dan
merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma keruang ekstra seluler. 6
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma ,
terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan
adanya kebocoran plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan
pemberian cairan intravena. 22

Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya factor


koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan
hebat terutama perdarahan saluran gestasional pada DHF. Adanya kebocoran plasma ke
daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam
rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan pericard yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga
pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah
terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang
cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang mengakibatkan kondisi yang
buruk bahkan bias mengalami renjatan 6. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolic asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi
dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu: perubahan
vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.22
2.6 Perjalanan Penyakit 
Infeksi dengue merupakan penyakit yang bersifat sistemik dan dinamis.
Infeksi  dengue mempunyai spektrum klinis yang luas meliputi manifestasi klinis
yang berat dan  tidak berat. Setelah massa inkubasi, infeksi dengue dibagi menjadi
tiga fase yaitu: fase  demam, fase kritis dan fase penyembuhan. 

1. Fase Demam 

Pasien biasanya demam tinggi secara tiba-tiba (>38,5oC). Fase demam akut
ini  biasanya terjadi selama 2-7 hari dan sering disertai dengan muka
kemerahan, eritema  kulit, nyeri seluruh badan, myalgia, arthtalgia dan nyeri
kepala. Beberapa pasien  mengalami nyeri tenggorokan, penurunan nafsu
makan, mual dan muntah. Cukup  sulit untuk membedakan dengan infeksi
virus lainnya. Tes tourniquet positif (≥10  bintik) pada fase ini memperbesar
kecurigaan infeksi dengue. Manifestasi  perdarahan ringan seperti petekie
dan perdarahan mukosa dapat terjadi. Perdarahan  vagina yang masif dan
perdarahan gastrointestinal dapat terjadi pada fase ini namun  jarang terjadi.
Dapat pula terjadi pembesaran hepar. febris Pada pemeriksaan  laboratorium
ditemukan trombositopenia, leukopenia, dan peningkatan  aminotransferase
hepar yang reversibel. Karena pada fase ini masih terjadi viremia,  dapat
ditemukan NS1 positif pada hari pertama-kedua demam. 
2. Fase Kritis 

Pada hari ke 3-7, ketika suhu menurun pada 37,5-38 oC, peningkatan
permeabilitas  kapiler yang secara peralel terhadap kenaikan hematokrit
dapat terjadi. Hal ini  menandakan dimulainya fase kritis. Biasanya
kebocoran plasma secara klinik terjadi  selama 24-48 jam. Leukopeni yang
progresif diikuti dengan penurunan angka  trombosit biasanya mendahului
terjadinya kebocoran plasma. Dalam keadaan seperti  ini pasien yang tidak
mengalami peningkatan permeabilitas kapiler keadaan  umumnya akan
membaik, sedangkan pasien yang mengalami peningkatan  permeabilitas
kapiler justru akan memburuk keadaannya karena kebocoran plasma. 
Derajat kebocoran plasma bervariasi mulai dari kebocoran plasma minimal
sampai  terjadi efusi pleura dan ascites. Peningkatan kadar hematokrit dari
nilai awal dapat  digunakan untuk melihat keparahan dari kebocoran plasma.
Bila terjadi kebocoran  plasma plasma yang berat dapat terjadi syok
hipovolemik. Bila syok terjadi  berkepanjangan maka organ tubuh akan
mengalami hipoperfusi sehingga dapat  menyebabkan kegagalan organ,
acidosis metabolik dan disseminated intravascular coagulation. Selain syok
dapat pula terjadi gangguan organ berat yang lain misalnya  hepatitis berat,
encephalitis atau myocarditis serta perdarahan berat.

3. Fase Penyembuhan 
Bila pasien dapat bertahan pada masa kritis maka akan terjadi reabsorbsi
cairan  ekstravaskular secara bertahap selama 48-72 jam. Keadaan umum
akan membaik,  nafsu makan kembali baik, gejala gastrointestinal mereda,
hemodinamik stabil. Keadaan umum membaik, nafsu makan kembali, gejala
gastrointestinal mereda,  status hemodinamik stabil, dan diuresis kembali
lancar. Beberapa pasien mengalami  ruam eritematosa berkonfluens dengan
area kecil kulit normal; digambarkan sebagai  “pulau putih di lautan merah”.
Hematokrit stabil atau mungkin lebih rendah akibat  efek dilusi dari cairan
reabsorpsi. Jumlah leukosit mulai meningkat segera setelah  demam turun,
namun pemulihan jumlah trombosit biasanya lebih lambat daripada  jumlah
sel darah putih. Gangguan pernapasan akibat efusi pleura dan asites masif, 
edema paru atau gagal jantung kongestif akan terjadi selama fase kritis
dan/atau  pemulihan jika cairan intravena diberikan berlebihan.23
Gambar 9. Perjalanan Penyakit Dengue.23

2.7 Manifestasi klinis

Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari


interaksi antara kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu infeksi
virus dengue dapat tidak menunjukan gejala (asimptomatik) ataupun
bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa penyebab yang jelas, dengue fever
(DF) dan bermanifestasi berat dengan dengue hemorrhagic fever (DHF) tanpa
syok atau dengue shock syndrome (DSS). Manifestasi klinis bergantung pada
strain virus, faktor host misalnya umur, dan status imun.
Pada umumnya pasien mengalami demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh
fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan
yang adekuat. Gejala lain seperti mual muntah, diare, ruam kulit, nyeri kepala serta
nyeri otot dan tulang. Nyeri kepala dapat menyeluruh atau terpusat pada
supraorbita dan retroorbita. Nyeri otot terutama pada tendon.22
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase
kritis dan fase pemulihan. Pada fase febris, Biasanya demam mendadak tinggi
pada hari 1 – 3 hari mencapai 40ºC, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri
seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan
nyeri tenggorokan, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula
ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang
dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal. Fase
kritis, terjadi pada hari 3 – 6 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh
disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang
biasanya berlangsung selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului
oleh leukopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit .Pada fase ini dapat
terjadi syok. Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian
cairan dari ekstravaskuler.ke intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam
setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali,
hemodinamik.22

2.8 Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO


tahun 2011 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Kriteria klinis berdasarkan
WHO 2011:

1. Demam akut, tinggi mendadak 2-7 hari pada beberapa kasus, eritema kulit,
mialgia,

2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :

- Uji tourniket positif (yang palinng umum)

- Petekie, ekimosis, purpura

- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

- Hematemesis dan/atau melena

3. Syok, dengan manifestasi takikardi, perfusi jaringan yang buruk ditandai


dengan

nadi lemah, hipotensi, kulit pucat, dingin, lemah.

Kriteria Laboratoris:

- Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)


- Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma atau tanda hemokonsentrasi

sebagai berikut:

o Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur

dan jenis kelamin.

o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapatkan terapi cairan,


dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoalbuminemia7

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia atau peningkatan


hematokrit, cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue.
Adanya pembesaran hati selain dua kriteria klinis pertama adalah dugaan
terjadinya demam berdarah dengue sebelum onset kebocoran plasma. Efusi pleura
(X-ray dada atau ultrasonografi) adalah bukti objektif terjadinya kebocoran plasma
dan terjadinya hipoalbumin dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien
anemia, perdarahan berat, kondisi ketika tidak adanya hematokrit dasar, dan
peningkatan hematokrit kurang dari 20% akibat pemberian terapi intravena secara
dini.24

Perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel berikut :
DERAJAT GEJALA & TANDA LABORATORIUM
Demam 2-7 hari Leukopenia (leukosit
DD Disertai > 2 tanda : sakit kepala, ≤ 4000/ mm3)
nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia Trombositopeni
ruam kulit makulopapular (trombosit <
150.000/mm3 )
Kebocoran Plasma (-)
Gejala di atas (+) Serologi
DBD I Dengue
Disertai uji bendung positif Trombositopeni
Positif
(<100.000/ul)
Gejala di atas (+)
DBD II Kebocoran Plasma (+)
Disertai perdarahan spontan

Peningkatan Ht > 20
DBD Gejala di atas (+) %
III
DSS Disertai tanda kegagalan sirkulasi Penurunan Ht > 20
% setelah pemberian
DBD Syok berat disertai dengan tekanan cairan yang adekuat.
IV
DSS darah dan nadi yang tidak terukur
Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Rumple leed


70, 2 % kasus DBD mempunyai hasil uji Rumple leed (+). Hasil (+) menandai
fragilitas kapiler dara meningkat. Tata cara melakukan tes rumple leed
a. Pasang manset pada lengan atas
b. Tentukan sistol dan diastol
c. Tahan tekanan antara sistol dan diastole selama 5 menit
d. Hasil dinyatakan (+) bila terdapat 10 atau lebih petachie di bagian volar
lengan
dengan luas 2,5 cm x 2,5 cm
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung trombosit : Pada DBD umumnya terdapat trombositopenia pada hari
ke 3-8 (< 100.000/µl)
b. Hitung hematokit: Pada DBD terjadi peningkatan hematocrit ≥ 20 % nilai
awal yang umumnya dimulai pada hari ke 3 demam. Hal ini disebabkan oleh
kebocoran plasma.
c. Hitung hemoglobin: Pada keadaan syok parameter hb yang menurun
menunjukkan adanya perdarahan yang tersembunyi sehingga dapat diberikan
transfusi darah
d. Hitung leukosit : Pada DBD kadar leukosit bisa normal dan bisa menurun.
Nilai normalnya adalah (5.000-10.000/ µl)
e. Pemeriksaan lab serial dilakukan setiap 6-12 jam dengan monitoring keadaan
klinis
3. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan antibody IgG dan IgM yang spesifik berguna dalam diagnosis
infeksi virus dengue. Tidak perlu melakukan pemeriksaan ini apabila penyakit
belum berlangsung selama 5 hari.
a. IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3,
menghilang setelah 60-90 hari
b. IgG pada infeksi primer terdeteksi mulai hari ke 14 pada infeksi sekunder
terdeteksi mulai hari ke 2.

Hasil Interpretasi
IgG IgM
+ + Dengue sekunder
- + Dengue Primer
+ - Dugaan dengue sekunder
- -- Non Dengue/ primer awal, Re-test setelah 4-7 hari

4. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada bisa didapatkan efusi pleura, pada pasien DBD hari ke 5 dapat
dilakukan rotgen thorax Right Lateral Decubitus (RLD) apabila :
a. DSS
b. Pasien < 1 tahun, lab hemokonsentrasi, tapi ada leakage (+)
c. Perjalanan klinis anak semakin sesak
Pemeriksaan adiologi dengan posisi RLD dilakukan karena kemungkinan
kebocoran plasma berupa efusi pleura terutama pada posisi kanan pada pasien DHF
dengan klinis awal sesak dan VBS menurun di kanan bawah. Tidak diindikasikan
bila:
a. Pasien hanya DBD (grade1-2)
b. Evaluasi pasca foto pertama PEI (+) ingin evaluasi ulang (saat klinis membaik)

5. Pemeriksan NS1 Dengue


Pemeriksaan ini mendeteksi antigen NS1
(protein nonstructural 1) yang muncul
dalam 1-2 hari. NS1 memiliki sensitivitas
hingga 98 % dan spesifisitas mencapai 100 %.25
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan apabila terdapat kesesuaian klinis
dengan demam tifoid, chikungunya, dan campak. Pada awal perjalanan penyakit
yaitu pada fase demam, diagnosis banding dapat mencakup infeksi bakteri, virus,
atau infeksi parasit yang mirip dengan infeksi dengue seperti demam tifoid,
campak, malaria dan demam chikungunya25
Demam berdarah dengue berbeda dengan demam tifoid, dimana jenis demam
tifoid yang lama dan suhu tubuh lebih meningkat biasanya pada sore hari dan
menurun pada pagi hari.Pola demam berperti anak tangga. Gejala lain sama
dengan DHF seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot. Pada pemeriksaan
penunjang dilakukan uji widal25

Demam berdarah dengue dengan demam chikungunya berbeda. Pada demam


chikungunya biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan cara
penularannya mirip dengan penularan influenza. Pada demam chikungunya,
serangan demam mendadak lebih mendadak dibandingkan dengan demam berdarah
dengue, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam
makulopapular, adanya injeksi konjungtiva dan lebih sering disertai dengan nyeri
sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan
demam berdarah dengue.25
Pada penyakit malaria, gejala klinis yang muncul yaitu biasanya demam
menggigil secara berkala dan biasanya terjadi sakit kepala secara bersamaan, suhu
badan menurun, terdapat anemia, splenomegali (pembesaran limpa), dan terjadi
ikterus (hemolisis dan gangguan hepar). Namun pada demam berdarah dengue,
demam terjadi secara mendadak, suhu dapat mencapai 380 C - 400 C yang terjadi 2
hingga 7 hari, terdapat manifestasi perdarahan, hepatomegali, terdapat tanda-tanda
syok, lemah, mual, muntah, sakit kepala, diare, dan ruam merah dan sakit pada otot
dan persendian. Pada tes laboratorium demam berdarah dengue biasanya dilakukan
uji serologi IgM, IgG, dan ELISA, dan mendeteksi antigen viral dengan metode
PCR serta dengan cara fluorosensi imunoglobulin. Sedangkan pada malaria, tes
laboratorium bisanya ditemukan parasit dalam darah yang dipulas dengan Giemsa26
Campak biasanya muncul dengan gejala klinis berupa adanya bercak merah
yang dapat hilang apabila di tekan. Bercak merah timbul pada hari ke-3 sampai
dengan hari ke 5, yang kemudian akan berkurang pada minggu kedua dan
menimbulkan bekas terkelupas dan bercak kehitaman. Bercak merah muncul diawali
dengan adanya keluhan pilek dan batuk ketika munculnya demam pada hari
pertama.Sedangkan bercak yang timbul pada demam berdarah dengue muncul pada
hari ke-2 sampai 3. Pada hari ke-4 dan 5 bercak menghilang tanpa diikuti proses
terkelupas dan bercak kehitaman pada kulit. Selain gejala klinis tersebut yang
membedakan penyakit demam berdarah dengue dengan campak adalah pada demam
berdarah dengue terjadi penurunan trombosit/trombositopenia25
Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DHF,
oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari
pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP
demam cepat menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase
penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.25

2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat


kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana
diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan
adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma
dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6
sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang
dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada
kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah
pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif
perlu selalu diwaspadai.Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah
baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan
kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang
mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik
berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan
dispepsia.Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya
dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas
(lambung/duodenum). 26
Pasien dapat dipulangkan apabila memenuhi kriteria discharge menurut SEARO 2011:

1. Bebas demam minimal 24 jam tanpa penggunaan antipiretik

2. Kembalinya nafsu makan

3. Perbaikan klinis yang jelas

4. Urin Output minimal 1 ml/kgbb/ jam

5. Minimal 2-3 hari berlalu setelah pulih dari syok

6. Tidak ada gangguan pernapasan akibat efusi pleura dan tidak ada acites

7. Jumlah trombosit lebih dari 50.000 mm3, jika tidak, pasien dapat
direkomendasikan untuk menghindari aktivitas traumatis setidaknya selama 1-2
minggu agar jumlah trombosit menjadi normal. Dalam kebanyakan kasus tanpa
komplikasi , trombosit naik ke normal dalam waktu 3-5 hari 25
BAB III
ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS, sehingga dapat dipikirkan
etiologi utama adalah infeksi. Penyebab infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur, dan
parasit. Pada pasien ditemukan demam yang berlangsung sepanjang hari mendadak,
menggigil, disertai badan linu, nyeri kepala, tetapi tidak terdapat nyeri retroorbital. Pasien
memiliki keluhan tambahan berupa mual tanpa muntah, nafsu makan menurun, nyeri perut,
nyeri kepala, mimisan sebelum masuk RS. Berdasarkan gejala pasien dan
mempertimbangkan pola endemik di Indonesia sebagai negara tropis, dapat dipikirkan
beberapa diagnosis banding, yaitu infeksi virus, infeksi bakteri, demam dengue atau demam
berdarah dengue, demam tifoid, dan demam chikunguya.

Berdasarkan karakteristik demam pasien, demam lebih mengarah kepada karakteristik


etiologi virus. Pada demam dengue dan demam chikunguya, memiliki manifestasi klinis yang
serupa dan dapat ditemukan pada pasien. Namun pada demam chikunguya, keluhan arthralgia
cenderung lebih menonjol. Sedangkan pada demam tifoid, seringkali disertai dengan gejala
gastrointestinal seperti diare atau konstipasi, namun tidak ditemukan pada pasien ini.
Sehingga berdasarkan anamnesis, diagnosis pasien lebih mengarah pada demam berdarah
atau demam berdarah dengue. 

Pada pemeriksaan penunjang berupa laboratorium darah, ditemukan adanya


leukopenia (2,660) dan trombositopenia (99,000). Hal ini mendukung diagnosis demam
berdarah dimana, leukopenia dapat terjadi akibat depresi atau inhibisi dari sel progenitor
myeloid, sedangkan trombositopenia terjadi akibat depresi dari fungsi megakariosit serta
destruksi trombosit oleh virus dengue. Pada infeksi bakteri umum, infeksi virus umum,
demam tifoid, dan demam chikunguya tidak ditemukan penemuan ini. Selain itu,
pemeriksaan serologi dengue NS1 pasien menunjukkan hasil yang positif. Hal ini
memperkuat diagnosis demam dengue atau demam berdarah dengue.

Infeksi akibat virus dengue dapat bermanifestasi menjadi demam dengue (DD),
demam berdarah dengue (DBD), hingga dengue shock syndrome (DSS). Pada pasien ini
ditemukan adanya trombositopenia hingga <100,000 sel/mm3 serta peningkatan hematokrit
sebagai bukti kebocoran plasma, sehingga manifestasi yang muncul pada pasien ini adalah
demam berdarah dengue. Selain itu terdapat manifestasi perdarahan spontan berupa
terjadinya gusi berdararah sebelum pasien masuk RS, dan tampak bitnik kemrahan pada
anggota gerak ats dan bawah , sehingga pada pasien ini dapat digolongkan sebagai demam
berdarah dengue derajat 2.

Pada pasien diberikan tatalaksana awal sesuai dengan alur tatalaksana DBD derajat 1
dan 2, yaitu berupa rawat inap, tirah baring, dan rehidrasi cairan. Pilihan cairan untuk
rehidrasi dapat berupa RL atau NaCl 0.9% dengan kecepatan awal 6-7 ml/kg/jam. Apabila
mengikuti berat badan pasien yaitu 50 kg, maka cairan yang seharusnya diberikan adalah 330
cc/jam. Pada pasien digunakan cairan RL dengan kecepatan 90 cc/jam (kecepatan 30 tpm).
Hal ini dipikirkan dengan pertimbangan keadaan klinis pasien yang baik, ditandai dengan
pasien masih mau makan dan minum sedikit-sedikit, tidak ada pengurangan BAK, dan tanda-
tanda vital yang masih baik. Sehingga perhitungan cairan melalui intravena disesuaikan untuk
kebutuhan maintenance harian pasien saja. Selain itu, risiko terjadinya fluid overload juga
menjadi pertimbangan terhadap pemberian cairan pada pasien.

Respon klinis terhadap tatalaksana pada pasien dikaji ulang setiap 8 jam dengan
pemantauan tanda-tanda vital, tanda-tanda perdarahan, input/output cairan, serta balans
diuresis pasien. Selain dari klinis, dilakukan juga pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui
nilai hematokrit serta trombosit pasien/ 24jam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
pemberian cairan pada pasien adekuat dan mengawasi jika terjadi perburukan klinis pada
pasien, sehingga pemberian dapat diberikan lebih agresif. Pada hasil follow up pasien sehari-
hari, menyatakan respon klinis yang baik ditandai dengan tanda-tanda vital yang baik dan
perhitungan balans diuresis selalu >1 ml/kg/jam setiap harinya. Nilai hemoglobin dan
hematokrit pasien sempat trurun pada hari ke 2 dan ke 3 perawatan, tetapi meingkat kembali
pada hari perawatan ke 4. Pasein mengalami penurunan trombosit drasttis pada perawatan
hari ke 2 (82.000) dan ke 3 menjadi (61.000), tetapi setelah di akukan pemantauan
pemeriksaan DR/24jam di dapatkan kenaikan trombosit dihari perawatan selanjutnya.
Walaupun penurunan trombosit cukup drastis, tapi nilai hemoglobin dan hematokrit tidak
terjadi peningkatan, selain itu dari klinis pasien juga baik. Sehingga tidak terdapat perubahan
terapi cairan pada pasien. Pada hari ke-4 pun, nilai trombosit terlihat mulai naik (74,000).

Pemberhentian cairan intravena direkomendasikan pada 24-48 jam bila tanda vital atau nilai
hematokrit stabil, dan diuresis cukup. Selain pemberian cairan, pada pasien juga diberikan
terapi simptomatik berupa antipiretik atau antiemetik untuk penanganan demam, mual,
muntah yang dikeluhkan oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Vangveeravong M, Vatcharasaevee V. Clinical Practice Guidelines of Dengue /  Dengue


Hemorrhagic Fever Management for Asian Economic Community.  2010;  

2. Suhendro, Nainggolan L. Demam Berdarah Dengue. In: Buku Ajar Ilmu  Penyakit Dalam
jilid I. Edisi VI. Jakarta; Interna Publishing Pusat Penerbitan  Ilmu Penyakit Dalam.
2014;539-48. 

3. Gosink J. Early laboratory diagnosis of dengue infection.  Medlab.2014;22(3):14–6 


4. Hadinegoro Srh. Satari HI. Demam Berdarah dengue. Naskah lengkap pelatihan  bagi
Dokter Spesialis Anak dan Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana  Kasus DBD.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2000.  

5. Bronze MS. Dengue [Internet]. Medscape. 2018 [cited 2019 Feb 13]. Available  from:
https://emedicine.medscape.com/article/215840-overview#showall

6. Rajapakse S, Rodrigo C, Rajapakse A. Treatment of dengue fever. Infect Drug  Resist.


2012;5:103–12. 

7. Dengue fever [Internet]. MedicineNet. [cited 2019 Feb 13]. Available from: 
http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=6626. 8. Guzman MG, Harris E.
Dengue. Lancet 2015; 385:453. 

9. World Health Organization. Preventive and control of dengue hemmorhagic  fever. 2009; 

10. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue [Internet]. CDC. 2010 [cited  2019
Feb 13]. Available from:  https://www.cdc.gov/dengue/epidemiology/index.html 

11. Malavige GN, Fernando S, Fernando DJ, Seneviratne SL. Dengue viral  infections.
Postgrad Med J. 2004;80(948):588-601. 

12. RI KK. Situasi DBD di Indonesia. IndoDatin Pusat Data dan Informasi  Kementrian
Kesehatan RI. 2016. 

13. Widyorini P, Wahyuningsih NE, Murwani R. Faktor Keberadaan Breeding Place  Dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue di Semarang. Jurnal Kesehatan  Masyarakat (e-Journal).
2016 Nov 2;4(5):94-9.  

14. Kyle JL, Harris E. Global spread and persistence of dengue. Annu Rev  Microbiology.
2008;62:71-92. 

15. Camero P et al. Dengue. N Engl J Med 2012;366:1423-32. 

16. World Health Organization Regional Office for South-East Asia. Comprehensive 
Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic  Fever. World
Health Organization, Regional Publication SEARO. 2011. 1-212  p.  

17. F.X. Heinz, K. Stiansy. Flaviviruses and their antigenic structure. Journal of  Clinical
Virology. 2012;55: 289-295. 
18. Murrell S, Wu SC, Butler M. Review of dengue virus and the development of a  vaccine.
Biotechnol Adv. 2011;29(2):239–47.  

19. Biswas A, Pangtey G, Devgan V, Singla P, Murthy P, Dhariwal AC, et al. Indian 
national guidelines for clinical management of dengue fever. J Indian Med  Assoc.
2015;113(12):196–206. 

20. World Health Organization. Prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic
fever: comprihensive guidelines. New Delhi, 2011.p.5-45

21. Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. Edition II.
Geneva : World Health Organization. 2002. Available from
htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication Accessed
December 1, 2009.

22. Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of Vector
Borne and Infectious Diseases. Atlanta : 2009

23. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,  Prevention
and Control. World Health Organization. 2009;1-160

24. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. Hal 63-72

25. Comprehensive guideline of prevention and control of dengue and dengue haemoragic
fever. Resived and expended edition. Regional office for south-east Asia, New Delhi, India
2011

26. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T, editor. Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Dirjen Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan; 2004

Anda mungkin juga menyukai