LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama Pasien : Ny. Ma
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : tawangmangu
No. RM : 387xxx
Pekerjaan : pedagang
Pendidikan : SD
Status perkawinan : tidak menikah (janda)
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal masuk RS : 23 januari 2017
Tanggal pemeriksaan : 25 januari 2017
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : BAB CAIR
Keluhan Tambahan : sariawan, mual, muntah, lemes
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan ke IGD RSUD KARANGANYAR dengan keluhan
BAB cair sejak 2 minggu SMRS . Pasien mengaku BAB berwarna kuning, cair,
tidak ada darah dan disertai lendir, lebih dari 5 kali dalam sehari, pasien sudah
memberikan pengobatan tetapi keluhan tidak berkurang. Pasien juga mengaku sering
mengalami diare seperti ini, tetapi ini yang paling parah. Selain diare Pasien juga
mengeluhkan sariawan yang tidak sembuh-sembuh selama kurang lebih 3 minggu,dan
ada luka di kemaluan juga tidak sembuh-sembuh, mual, muntah, nafsu makan
menurun serta disertai penurunan berat badan secara drastis dalam 2 bulan terakhir.
Riwayat benjolan di sekitar leher, ketiak disangkal. Riwayat batuk lama, sesak
nafas, dan keringat malam disangkal. Riwayat infeksi menular seksual disangkal.
Riwayat pemakaian jarum suntik disangkal. Riwayat memiliki tato disangkal, riwayat
penggunaan jarum suntik dan obat obatan disangkal, riwayat sering transfusi
diakui,riwayat berganti pasangan (-). Pasien mengaku suaminya meninggal pada
tahun 2013 dengan riwayat penyakit HIV-AIDS
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sakit yang sama : diakui
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : diakui
Riwayat perdarahan : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang.
Kesadaran : Compos mentis.
Tanda vital
- Tekanan Darah : 90/60 mmHg.
- Nadi : 88 x/menit.
- Suhu : 37,7 0C.
- Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit.
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva Anemis + / +, Sklera Ikterik - / -
Hidung : PCH (-)
Mulut : sianosis (-)
Oral Plaque (+)
Leher : tidak ada perbesaran kelenjar getah bening
Thoraks : Pergerakan dinding dada simetris
Cor S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo VBS kanan=kiri, Ro - / -, Wheezing - / -
Abdomen : datar, nyeri tekan (-)
Genitalia : Ulkus / luka (+), kutil (+)
Ekstremitas : Akral hangat (+),
D. PEMERIKSAAN PENUJANG
MCV 88,2 Pf 82 92
MCH 28,3 Pg 27 31
MCHC 32,0 % 32 36
(%) 103 ul
granulosit 88,7 H %
limfosit 8,7 L %
monosit 2,6 L %
RDW 17,9 fl
GDS 118
cr 1,45 H
Ur 43
Pemeriksaan serologi tanggal 25 januari 2017
SGOT 66 0-64
SGPT 22 0-42
creatinin 42 10-40
2.5 RESUME
Pasien datang dengan ke IGD RSUD KARANGANYAR dengan keluhan BAB cair sejak 2
minggu SMRS . Pasien mengaku BAB berwarna kuning, cair, tidak ada darah dan disertai
lendir, lebih dari 5 kali dalam sehari, pasien sudah memberikan pengobatan tetapi keluhan
tidak berkurang. Pasien juga mengaku sering mengalami diare seperti ini, tetapi ini yang
paling parah. Selain diare Pasien juga mengeluhkan sariawan yang tidak sembuh-sembuh
selama kurang lebih 3 minggu,dan ada luka di kemaluan juga tidak sembuh-sembuh, mual,
muntah, nafsu makan menurun serta disertai penurunan berat badan secara drastis dalam 2
bulan terakhir.riwayat sering transfusi diakui,riwayat berganti pasangan (-). Pasien mengaku
suaminya meninggal pada tahun 2013 dengan riwayat penyakit HIV-AIDS.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan : KU/KES : TSS/ E4M6V5, TD:90/60, Nadi : 88x/menit,
RR : 20x/menit , S : 37,7oC.bising jantung (-), SDV (+/+). Dinding perut dan dinding dada
sama rata, diadapatkan Ulkus / luka (+), kutil (+) pada daerah genitalia
-Hasil laboratorium menunjukkan adanya perubahan yaitu penurunan Hemoglobin, trombosit
menurun, HTC menurun,granulosit menurun,limfosit, menurun, monosit, menurun,granulosit
menurun,creatinin meningkat, SGOT meniongkat, Creatinin Meningkat
2.6 DIAGNOSIS
- B20
2.7 PENATALAKSANAAN
IVFD : RL gtt XXX
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
Inj.Omeprazole 1x1 vial (i.v)
Inj Ondansetron 4mg /12 jam
Sohobion drip/24 jam
L-bio 2x1 sach
Zink 20 mg 1x1
nistatin drop 3 gtt X
Newdiatab 2 tab tiap BAB
2.8 PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad functional : Dubia ad malam
2.9 Follow UP
Planning:
- IVFD : RL gtt XX
- Inj. Omeprazole 1 vial/ 12 jam
- Inj. Ceftriaxone amp/12 jam
- Newdaitab 3x2 tab
- Zink 1x1
- Nistatin drop
Assesment:
-B20
Planning:
- IVFD : RL gtt XX
- Inj ondancetron amp/8 jam
- Inj. Omeprazole 1 vial/ 12 jam
- Inj. Ceftriaxone amp/12 jam
- Newdaitab 3x2 tab
- Zink 1x1
- Nistatin drop
-
Pemeriksaan generalis
Kepala : mata anemis (-), sklera ikterik (-),
Thorax : Bentuk dada simetris, gerak pernapasan simetris
Cor : S1S2 Normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesiculer/vesiculer, RH (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : perut tampak datar
Supel, nyeri tekan (-),
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
Assesment:
-B20
Planning:
- IVFD : RL gtt XX
- Inj ondancetron amp/8 jam
- Inj. Omeprazole 1 vial/ 12 jam
- Inj. Ceftriaxone amp/12 jam
- Inj. Santagesik / 8 jam
- Newdaitab 3x2 tab
- Zink 1x1
- Nistatin drop
Pemeriksaan generalis
Kepala : mata anemis (-), sklera ikterik (-),
Thorax : Bentuk dada simetris, gerak pernapasan simetris
Cor : S1S2 Normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesiculer/vesiculer, RH (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : perut tampak datar
Supel, nyeri tekan (-),
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
Assesment:
-B20
Planning:
- IVFD : RL gtt XX
- Inj ondancetron amp/8 jam
- Inj. Omeprazole 1 vial/ 12 jam
- Inj. Ceftriaxone amp/12 jam
- Inj. Santagesik / 8 jam
- Newdaitab 3x2 tab
- Zink 1x1
- Nistatin drop
- Itrakonazole 2x100 mg
- Kotrimoksazole 1x960 mg
- Anemolat 3x1
- Curcuma 3x1
- Mikokonazole cream tube
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Latar Belakang
AIDS (Acquired lmmunodeficiency Sydrome) adalah sindrom atau kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang
diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Penyakit ini pertama kali
ditemukan pada tahun 1981 di Amerika Serikat dan sampai saat ini telah menyerang
sebagian besar negara didunia. Penyakit ini berkembang secara pandemi, menyerang
baik negara maju maupun negara yang sedang berkembang.
Pada tahun 2013 World Health Organization (WHO) mengumumkan 34 juta
orang di dunia mengidap virus HIV penyebab AIDS. Berdasarkan jenis kelamin kasus
tertinggi HIV dan AIDS di Afrika adalah penderita dengan jenis kelamin perempuan
hingga mencapai 81,7% terutama pada kelompok perempuan janda pada usia 60-69
tahun dengan persentase paling tinggi bila dibandingkan dengan kelompok beresiko
lainnya (Boon, 2009).
Berdasarkan data Ditjen PP & PL Kemenkes RI tahun 2014, kasus HIV dan
AIDS di Indonesia dalam triwulan bulan Juli sampai dengan September tercatat kasus
HIV 7.335, kasus sedangkan kasus AIDS 176 kasus. Estimasi dan proyeksi jumlah
Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) menurut populasi beresiko dimana jumlah
ODHA di populasi wanita resiko rendah mengalami peningkatan dari 190.349 kasus
pada tahun 2011 menjadi 279.276 kasus di tahun 2016 (Kemenkes RI, 2013).
Dilihat dari prevalensi HIV berdasarkan populasi beresiko Wanita Pekerja
Seks Tidak Langsung (WPSTL) di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 4,0%
kemudian pada tahun 2009-2013 mengalami penurunan dari 3,1% menjadi 2,6% pada
tahun 2011, turun kembali menjadi 1,5% pada tahun 2013 (STBP, 2013).
Meningkatnya jumlah kasus HIV dan AIDS di Jawa Tengah tahun 2011 dan 2012
peringkat ke-6, tahun 2013 peringkat ke-5 dan di tahun 2014 peringkat ke-4 dari 10
Provinsi di Indonesia yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, Bali,
Sumatra Utara, Sulauwesi Selatan, Banten dan Kalimatan Barat dengan kasus HIV
dan AIDS terbanyak bulan Januari-Desember. Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2014
ditemukan kasus HIV dan AIDS sebanyak 2.498 kasus, dengan perincian kasus HIV
2.069 orang dan AIDS 428 orang. Berdasarkan jenis kelamin laki-laki mencapai
61,48% dan perempuan 38,52%. Dilihat dari distribusi kasus AIDS berdasarkan jenis
pekerjaan, IRT dengan HIV dan AIDS dalam beberapa tahun terakhir meningkat
mencapai 18,4% dan menduduki peringkat ke-2 (KPAN, 2014).
Kasus HIV dan AIDS berdasarkan wilayah pada bulan Oktober 2005-Juli
2015 yaitu Karanganyar sebanyak 17% kasus, Sragen sejumlah 15% kasus, Sukoharjo
sebanyak 13% kasus, Wonogiri sebanyak 8% kasus, Surakarta sebanyak 21% kasus,
Boyolali sebanyak 8% kasus, dan Klaten sebanyak 5% kasus, selain solo 14%. Data
tersebut memperlihatkan bahwa Surakarta memiliki persentase tertinggi kasus HIV
dan AIDS (KPA Surakarta, 2015).
Menurut KAPETA Foundation, banyak orang tidak merasa berbeda setelah
terinfeksi HIV. bahkan banyak orang tidak merasa gejala apa-apa selama bertahun-
tahun. Oleh karena itu, tak sedikit orang yang tertular HIV tetapi tidak menyadarinya.
Diestimasikan, di Indonesia tahun 2014 akan terdapat 501.400 kasus
HIV/AIDS. Penderita HIV/AIDS sudah terdapat di 32 provinsi dan 300
kabupaten/kota. Penderita ditemukan terbanyak pada usia produktif, yaitu 15-29
tahun. Padahal, pengurangan kasus HIV/AIDS merupakan salah satu target
Millennium Development Goals (MDGs).
Memang, kasus HIV/AIDS di Indonesia bagaikan fenomena gunung es.
Jumlah penderita yang melapor hanyalah sebagian kecil dari kasus sesungguhnya
terjadi. Ada estimasi, kasus HIV/AIDS di Indonesia sebenarnya sudah mencapai
270.000 penderita.
B. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus), yaitu virus yang menyerang sel CD4
dan menjadikannya tempat berkembang biak, kemudian merusaknya sehingga tidak
dapat digunakan lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa sel Limfosit diperlukan untuk
sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita diserang
penyakit, tubuh kita lemah dan tidak berupaya melawan jangkitan penyakit dan dapat
meninggal dunia meski terkena influenza atau pilek biasa. Orang yang terkena virus
HIV, tidak langsung menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang
cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau
HIV positif yang mematikan
AIDS dapat diartikan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus). Penyakit ini ditandai oleh infeksi oportunistik dan atau
beberapa jenis keganasan tertentu. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
HIV/AIDS dapat juga berupa sindrom akibat defisiensi imunitas seluler tanpa
penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi oportunistik dan keganasan
berakibat fatal. Munculnya sindrom ini erat hubungannya dengan berkurangnya zat
kekebalan tubuh dimana proses ini memerlukan proses panjang yaitu sekitar 5-10
tahun.
Penderita HIV akan dinyatakan sebagai penderita AIDS ketika menunjukkan
gejala atau penyakit tertentu yang merupakan akibat penurunan daya tahan tubuh yang
disebabkan virus HIV atau tes darah menunjukkan jumlah CD4 < 200/mm3.
C. Etiologi
HIV merupakan virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamili Lentiviridae.
Dikenal ada dua serotipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Secara morfologis HIV-1
berbentuk bulat yang terdiri atas bagian inti (core) dan selubung (envelope).Molekul
RNA dikelilingi suatu kapsid berlapis dua dan suatu membran selubung yang
mengandung protein. Komponen membran luar tersusun dari dua lapis lipid dan
terdapat glikoprotein spesifik menyerupai jarum yang terdiri atas gp120, yang mampu
berinteraksi dengan reseptor CD4 dan core reseptor CXCR4 dan CCR5 yang terdapat
pada sel target, dan gp41 yang mendorong terjadinya fusi membran HIV dengan
membran sel target. Glikoprotein tersebut mempuyai peranan penting dalam proses
infeksi karena mempunyai afinitas yang besar dengan reseptor CD4 dan core reseptor
CXCR4 dan CCR5 sel target. Bagian inti HIV tersusun dari rangkaian protein matrix
p17, rangkaian nukleocapsid dari protein p24, protein inti terdiri atas genom RNA dan
enzim reverse transcriptase yang dapat mengubah RNA menjadi DNA pada proses
replikasi. Genom HIV terdiri atas ssRNA (2 untai yang identik dengan masing-masing
9,2kb). Pada genom HIV terdapat gen yang berperan untuk menyandi sintesis protein
inti, enzim reverse transcriptase maupun memandu kinerja glikoprotein dari selubung.
Gambar 1. Anatomi virus HIV
Secara perlahan tetapi pasti limfosit T penderita akan tertekan dan semakin
menurun dari waktu ke waktu. Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan
jumlah limfosit T CD4 melalui beberapa mekanisme sebagai berikut:
1. Kematian sel secara langsung karena hilangnya integritas membran plasma akibat
adanya penonjolan dan perobekan virion, akumulasi DNA virus yang tidak
berintegritasi dengan nukleus, dan terjadinya gangguan sintesis makromulekul.
2. Syncytia formation yaitu terjadinya fusi antarmembran sel yang terinfeksi HIV
dengan limfosit T-CD4 yang tidak terinfeksi.
3. Respon imun humoral dan seluler terhadap HIV ikut berperan melenyapkan virus
dan sel yang terinfeksi virus. Namun respon ini bisa menyebabkan disfungsi imun
akibat eliminasi sel yang terinfeksi dan sel normal di sekitarnya.
4. Mekanisme autoimun dengan pembentukan autoantibodi yang berperan untuk
mengeliminasi sel yang terinfeksi.
5. Kematian sel yang terprogram (apoptosis) peningkatan antara gp120 di regio V3
dengan reseptor CD4 limfosit T merupakan sinyal pertama untuk menyampaikan
pesan kematian sel melalui apoptosis.
6. Kematian sel target terjadi akibat hiperreaktivitas Hsp70 sehingga fungsi
sitoproteksif, pengaturan irama dan waktu folding protein terganggu, terjadi
missfolding dan denaturasi protein, jejas dan kematian sel.
Perjalanan infeksi HIV, jumlah limfosit T-CD4, jumlah virus dan gejala klinis
melalui 3 fase, yaitu:
1. Fase Infeksi Akut
Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan virus-
virus baru (virion) jumlahnya berjuta-juta virion. Viremia dari begitu banyak virion
tersebut memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip sindrom
semacam flu yang juga mirip dengan infeksi mononukleosa. Diperkirakan bahwa
sekitar 50-70% orang yang terinfeksi HIV mengalami sindrom infeksi akut selama 3-6
minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum yaitu demam, faringitis,
limfadenopati, artralgia, mialgia, letargi, malaise, nyeri kepala, mual, muntah diare,
anoreksia, penurunan berat badan. HIV juga sering menimbulkan kelainan pada
sistem saraf meskipun paparan HIV terjadi pada stadium infeksi masih awal.
Menyebabkan meningitis, ensefalitis, neuropati perifer dan mielopati. Gejala pada
dermatologi ruam makropapuler eritematosa dan ulkus mukokutan. Pada fase akut
terjadi penurunan limfosit T yang dramatis dan kemudian terjadi kenaikan limfosit T
karena mulai terjadi respon imun. Jumlah limfosit T pada fase ini masih di atas 500
sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah 6 inggu terinfeksi HIV.
2. Fase Infeksi Laten
Pembentukan respon imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam sel
dendritik folikuler (SDF) di pusat germinativum kelenjar limfe menyebabkan virion
dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase laten. Pada fase ini jarang
ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma menurun karena
sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfe dan terjadi replikasi di kelenjar
limfe. Sehingga penurunan limfosit T terus terjadi walaupun virion di plasma
jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500-
200 sel/mm3, meskipun telah terjadi setelah serokonversif positif individu umumnya
belum menunjukkan gejala klinis. Beberapa pasien terdapat sarkoma kaposis, herpes
simpleks, sinusitis bakterial, herpes zooster, dan pneumonia yang sering berlangsung
tidak terlalu lama. Fase ini berlangsung rerata 8-10 tahun (dapat 3-13tahun) setelah
terinfeksi HIV. Pada tahu ke8 setelah terinfeksi HIV akan muncul gejala klinis yaitu
demam, banyak berkeringat pada malam hari, kehilangan berat badan kurang dari
10%, diare, lesi pada mukosa dan kulit berulang, penyakit infeksi kulit berulang.
Gejala ini merupakan tanda awal munculnya infeksi oportunistik.
G. Klasifikasi
1. Sistem klasifikasi CDC
Terdapat dua definisi tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak
memiliki nama resmi untuk penyakit ini; sehingga AIDS dirujuk dengan nama
penyakit yang berhubungan dengannya, contohnya ialah limfadenopati. Para
penemu HIV bahkan pada mulanya menamai AIDS dengan nama virus
tersebut.[47][48] CDC mulai menggunakan kata AIDS pada bulan September
tahun 1982, dan mendefinisikan penyakit ini.[49] Tahun 1993, CDC
memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang
jumlah sel T CD4+ di bawah 200 per L darah atau 14% dari seluruh
limfositnya sebagai pengidap positif HIV.[50] Mayoritas kasus AIDS di negara
maju menggunakan kedua definisi tersebut, baik definisi CDC terakhir
maupun pra-1993. Diagnosis terhadap AIDS tetap dipertahankan, walaupun
jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per L darah setelah perawatan
ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah sembuh.
2. Klasifikasi Stadium Klinis HIV AIDS Menurut WHO
Surveillance >10 % I
10% II
Diagnosis >30% I
10% III
Gejala Mayor :
Gejala Minor :
2. Deteksi Antigen
Deteksi antigen ini dapat berfungsi untuk :
- Deteksi dini pada neonatus ( 18 bulan )
- Untuk pasien dengan seronegatif tetapi dengan riwayat terpapar
terhadap HIV
Stadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten
J. PENATALAKSANAAN
HIV/AIDS sampai saai ini memang belum dapat disembuhkan secara total.
Namun, data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan
bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (obat anti retroviral
ARV) bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV.
Orang dengan HIV/AIDS menjadi lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif.
Manfaat ARV dicapai melalui pulihnya sistem kekebalan akibat HIV dan pulihnya
kerentanan odha terhadap infeksi oportunistik.
Tabel 1. Rekomendasi memulai terapi ARV berdasar CD4 penderita dewasa WHO,
2006
Gambar 3. Pemilihan obat ARV lini pertama pada dewasa (WHO, 2006)
AZT EFV
3TC
d4T NVP
B. PROGNOSIS
HIV/ AIDS sampai saat ini belum dapat disembuhkan secara total. Tetapi
angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi
oportunistik dapat berkurang jika dilakukan pengobatan yang lengkap.
DAFTAR PUSTAKA