Anda di halaman 1dari 33

MANAJEMEN KASUS

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Stase Ilmu Penyakit Dalam
RSUD dr. Soedono Madiun

Disusun Oleh :
Gantar Dewa Pambayun
14711130

Pembimbing :
dr. Vindrya Raharjanti, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR. SOEDONO MADIUN
2021
MANAJEMEN KASUS

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Stase Ilmu Penyakit Dalam RSUD dr. Soedono Madiun

Oleh :
Gantar Dewa Pambayun (14711130)
Telah dipresentasikan pada tanggal :

Dokter Pembimbing DM RSUD Dr. Soedono Madiun

dr. Vindrya Raharjanti, Sp.PD Gantar Dewa Pambayun


LAPORAN KASUS
No. Rekam Medis : 662xxxx
IDENTITAS PASIEN
1. Nama Pasien : Ny. H
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Umur/Tanggal Lahir : 36 Tahun
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6. Alamat : Takeran, Magetan
7. Penjamin : Umum
8. Tanggal MRS : 25-04-2021

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Rujukan dari Puskesmas Takeran dengan Trombositopenia dan demam
hari ke 9. Pasien datang ke IGD RSUD dr. Soedono Madiun dengan keluhan Demam
sejak 9 hari SMRS. Demam mendadak tinggi terus menerus. Demam naik turun,
memberat pada malam hari. Keluhan hanya disertai dengan rasa mual dan badan lemas.
Riwayat mimisan, gusi berdarah, bercak merah pada kulit disangkal. Keluhan batuk,
pilek, nyeri tenggorokan, hilang penciuman dan perasa disangkal. Keluhan anyang-
anyangan dan nyeri saat BAK disangkal. Keluhan nyeri pada telinga, keluar cairan pada
telinga disangkal. Keluarga dan tetangga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
Pasien tidak ada riwayat bepergian dari luar kota. Sebelum muncul demam pasien
beraktivitas dirumah seperti biasa. Keluhan sering pipis, sering makan, sering minum
disangkal. Penurnan berat badan tanpa sebab yang jelas disangkal. Keluhan gatal pada
badan, kemaluan, pandangan kabur, kesemutan disangkal.
3. Anamnesis Sistem
- Sistem neurologi : Nyeri kepala (-), pusing (-), demam (+), gangguan
penciuman (-)
- Sistem respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), nyeri tenggorokan (-)
- Sistem kardiovaskular : Berdebar (-), nyeri dada (-)
- Sistem gastrointestinal : Mual (+), Muntah (-), gangguan perasa (-), diare (-)
- Sistem urogenital : Anyang-anyangan (-), BAK tidak nyeri dan warna dan
jumlah tidak diketahui.
- Sistem muskuloskeletal : Nyeri sendi (-), nyeri otot (-)
- Sistem integumentum : Kemerahan (-), gatal (-)

4. Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan serupa, penyakit jantung, diabetes melitus, hipertensi, stroke, dan
alergi disangkal
6. Riwayat Kebiasaan
- Pola makan pasien teratur dengan menu sayur dan lauk.
- Pasien kegiatan sehari-hari membersihkan rumah, menyapu halaman, mencuci.
- Sehari-hari pasien tidur tanpa menggunakan lotion anti nyamuk dan kerai.

PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan Umum : Lemas
- GCS : E4-V5-M6 (Compos Mentis)
- Berat badan : 64 kg
- Tinggi badan : 160 cm
- BMI : 25
- Tanda Vital :
Tekanan Darah : 93/57 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 37 °C
Respirasi : 20 x/menit.
- Kepala Leher : Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Dispneu (-), Oedem palpebra
(-)
- Thoraks :
Cardio :
1. Inspeksi : normochest, ictus cordis tidak terlihat
2. Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicularis
sinistra
3. Perkusi
- Batas kanan : Linea Parasternal dextra sela iga III
- Batas kiri : Linea Midklavikularis sinistra sela iga V
- Batas pinggang : Linea Parasternalis sinistra sela iga III
- Batas atas : Linea parasternalis sinistra sela iga II
4. Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
1. Inspeksi : pengembangan dada simetris, retraksi dinding dada (-)
2. Palpasi : fremitus dalam batas normal, pengembangan dada simetris
3. Perkusi : sonor di kedua lapang paru
4. Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
+/+ -/- -/-
+/+ -/- -/-
- Abdomen :
1. Inspeksi : flat (+), sikatrik (-), rash (-), kulit kering (-)
2. Auskultasi : bising usus (+) normal.
3. Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut.
4. Palpasi : supel, nyeri tekan (+), hepar tidak teraba
dextra dan lien tidak teraba.
5. Ekstremitas : Akral hangat +/+, edema -/-, CRT<2 detik
+/+ -/-
Pemeriksaan Rumpel Leed positif (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Imuno-serologi 25-04-2021
-Antigen SARS-Cov2 : negative
Imuno-serologi 25-04-2021
SARS-Cov2 Antibody test :
-IgG : Negative
-IgM : Negative
Laboratorium 25-04-2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,7* 12,0-16,0
Hitung Leukosit 8,14* 4.7-11,3
Trombosit 82* 142-424
Hematocrit 32,1* 38-42
Hitung Eritrosit 3,83* 4.0-5.0
MCV 81,8 80-93
MCH 27,4 27-31
MCHC 33,8 32-36
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 2,7 0-3
Basofil 0,4 0-1
Neutrofil 80,4* 50-62
Limfosit 8,3* 25-40
Monosit 10,4* 3-7

NLR (Neutrofil Limfosit


Rontgen Thorax
Ratio) 2.2
25-04- 2021
ALC (Absolut Limfosit 1070
Hasil Count)

KIMIA KLINIK
SGOT 27 8-31
SGPT 30 6-31
BUN 38.0* 10-20
Creatinin 3,42* 0.6-1.1
Gula Darah Sewaktu 110 <140
Natrium Darah 124* 136-145
Kalium Darah 2,67** 3.5-5.1
Chloride/ Cl Darah 90* 97-111

Trombositopenia
Penurunan Hematokrit
Kesimpulan
Azotemia
Hipokalemia

Pemeriksaan Thorax (AP)


Cor : Bentuk normal
Pulmo : Tak tampak infiltrat
Kedua sinus costophrenicus tajam
Kesimpulan:
Foto thorax tidak tampak kelainan

DIAGNOSIS
1. Febris Hari ke 10 + Trombositopenia
1.1 DHF grade 1
2. Azotemia
3. Hipokalemia

PLANNING
1. Planning terapi
a. Non-farmakologi
- Bedrest
- Konsul Sp.PD
- Diet TKTP, minum minimal 2L/hr
b. Farmakologi
-Infus KN2 1 fls, selanjutnya inf. Asering 20 tpm
-Inj. Pantoprazol 2x1 ampul
-Inj. Ondansentron 3 x 1 ampul
-Inj. Pamol 3x500mg

2. Planning Monitoring
a. Tanda – tanda Vital
b. DL serial
c. UL
Tabel 2. Follow Up Pasien 26 April – 28 April 2021.
26/04/21- 08.00
S : Demam hari ke-11, tidak ada keluhan lain PDx:
• UL, Darah Lengkap Serial, LED, HDT
O : GCS 456
TD : 110/80 • SE
HR : 87
• Widal
RR : 20
S: 37
SPO2 : 98%
Ptx :
K/L : a/i/c/d : -/-/-/- • Bedrest total
Tho : Cor S1S2 reg. tunggal
• Diet TKTP
Pulmo : SDV +/+ Rh -/- Wh -/-
Abd : Bu (+) normal, NT (+), hepar tidak teraba • Inf. KN2 16 tpm – cabang IVFD Asering 2fl/hr
Eks : +/+, edema -/-, CRT<2 detik
• Inj. Pantoprazole 2x1 amp IV
+/+ -/-
Pemeriksaan Hasil • Inj. Ondansetron
Nilai Rujukan
3x4 mg IV
HEMATOLOGI
Pemeriksaan Rumpel Leed positif (+)
Hemoglobin 9,8* • Inj. Pamol 3x500mg
12,0-16,0k/p
Hitung Leukosit 5,23 • PO Nabic 3x1 4.7-11,3
A: Trombosit 126* 142-424
1. Febris Hari ke 10 + Trombositopenia 27,8* • PO Keto G 3x1
Hematocrit 38-42
Hitung
1.1 DHF Eritrosit
grade 1 3,34* 4.0-5.0
MCV 81,8 80-93
2. Azotemia
MCH 27,4 27-31
3. Hipokalemia
MCHC 33,8 32-36
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 2,7 0-3
Basofil 1,1 0-1
Neutrofil 47.5 50-62
Limfosit 41.9 25-40
Monosit 7.1 3-7

NLR (Neutrofil Limfosit


Ratio) 1.1
ALC (Absolut Limfosit 2191
Count) 100*
LED
27/04/21- 08.00
PDx:
S : Demam hari ke-12, tidak ada keluhan
• Darah Lengkap Serial
O : GCS 456 • Cek IgG dan IgM anti dengua
TD : 110/60
Ptx :
HR : 87
RR : 20 • Bedrest total
S: 36,5
• Diet TKTP
SPO2 : 98%
• IVFD Asering 2fl/hr
K/L : a/i/c/d : -/-/-/-
• Inj. Pantoprazole 2x1 amp IV
Tho : Cor S1S2 reg. tunggal
Pulmo : SDV +/+ Rh -/- Wh -/- • Inj. Ondansetron 3x4 mg IV
Abd : Bu (+) normal, NT (+), hepar tidak teraba
• Inj. Pamol 3x500mg k/p
Eks : +/+, edema -/-, CRT<2 detik
• PO Nabic 3x1
+/+ -/-
Pemeriksaan Hasil • PO KetoNilai
G 3x1Rujukan
Pemeriksaan Rumpel Leed positif (+)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,1* 12,0-16,0
Hitung Leukosit 7,55 4.7-11,3
*GDP : 134Trombosit 183 142-424
*2JPP : 147Hematocrit 29,1* 38-42
Hitung Eritrosit 3,46* 4.0-5.0
A:
MCV 85,3 80-93
1. Febris Hari ke 12 + Trombositopenia
MCH 28,8 27-31
1.1 DHF
MCHCgrade 1 33,9 32-36
2. AzotemiaHitung Jenis Leukosit
Eosinofil
3. Hipokalemia 0,8 0-3
Basofil 0,3 0-1
Neutrofil 73,4* 50-62
Limfosit 17,5* 25-40
Monosit 8,5* 3-7

NLR (Neutrofil Limfosit


Ratio) 0.6
ALC (Absolut Limfosit 5912
Count)

Kimia klinik
HbAIC 6.1 4.0-6.0

Imuno Serologi
Widal Negative Negatif
HbsAg Rapid Negative Negative
28/04/21- 08.00
PDx:
S : Sudah tidak demam

O : GCS 456 Ptx :


TD : 110/70
• Bedrest total
HR : 85
RR : 20 • Diet TKTP
S: 36,2
• IVFD Asering 3fl/hr
SPO2 : 99%
• Inj. Pantoprazole 2x1 amp IV
K/L : a/i/c/d : -/-/-/-
• Inj. Ondansetron 3x4 mg IV
Tho : Cor S1S2 reg. tunggal
Pulmo : SDV +/+ Rh -/- Wh -/- • Inj. Pamol 3x500mg k/p
Abd : Bu (+) normal, NT (+), hepar tidak teraba
• PO Nabic 3x1
Eks : +/+, edema -/-, CRT<2 detik
• PO Keto G 3x1
+/+ -/-
• KRS
Pemeriksaan Rumpel Leed positif (+)
A:
1. Febris Hari ke 12 + Trombositopenia
1.1 DHF grade 1
2. Azotemia
3. Hipokalemia Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
IMUNO SEROLOGI
DHF IgG negatif negatif
DHF IgM negatif negatif
LANDASAN TEORI
DEMAM BERDARAH DENGUE
A. DEFINISI
Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever (DHF))
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah yang ditandai dengan
adanya syok.
B. ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat empat serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang
antara serotipe dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis, dan West
Nile virus.
C. EPIDEMIOLOGI.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan Karibia.
Dalam 3 dekade terakhir penyakit ini meningkat insidennya di berbagai belahan dunia
terutama daerah tropis dan subtropis, banyak ditemukan di wilayah urban dan semi-urban.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes yang mengandung virus dengue. Di
Indonesia kasus DBD berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung semakin meningkat angka
kejadiannya dan sebaran wilayah yang terjangkit semakin luas. Pada tahun 2016, DBD terjadi
di 463 kabupaten/kota dengan angka kejadian sebesar 78,13 per 100.000 penduduk, namun
angka kematian dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu 0,79 persen. KLB DBD terjadi hampir
setiap tahun di tempat yang berbeda dan kejadiannya sulit diduga.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.
aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan verus dengue, yaitu:
1. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain
2. Pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia, dan jenis kelamin
3. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi (ketersediaan air bersih), dan kepadatan penduduk
D. PATOFISIOLOGI
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini kasih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon
imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi
Antibodi terhdap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit
atau makrofag
b. Limfosit T-helper (CD4) dan T-sitioksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler
terhadap virus dengue
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin
oleh makrofag.
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a

Gambar 5. Patofisiologi DHF

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue
(SSD). Pada umumnya pasien mengalami demam selama 2-7 hari, yang diikuti fase kritis
selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko
untuk terjadi rejatan jika tidak mendapatkan pengobatan adekuat.

Gambar 6. Manifestasi klinis infeksi virus Dengue

F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan kriteria
diagnosis laboratoris. Kriteria diagnosis klinis penting dalam penapisan kasus, tatalaksana
kasus, memperkirakan prognosis kasus, dan surveilans. Kriteria diagnosis laboratoris yaitu
kriteria diagnosis dengan konfirmasi laboratorium yang penting dalam pelaporan, surveilans,
penelitian dan langkah-langkah tindakan preventif dan promotif.
a) Kriteria Diagnosis Klinis
Manifestasi klinis infeksi dengue sangat bervariasi dan sulit dibedakan dari penyakit
infeksi lain terutama pada fase awal perjalanan penyakitnya. Dengan meningkatnya
kewaspadaan masyarakat terhadap infeksi dengue, tidak jarang pasien demam dibawa
berobat pada fase awal penyakit, bahkan pada hari pertama demam. Sisi baik dari
kewaspadaan ini adalah pasien demam berdarah dengue dapat diketahui dan memperoleh
pengobatan pada fase dini, namun di sisi lain pada fase ini sangat sulit bagi tenaga
kesehatan untuk menegakkan diagnosis demam berdarah dengue. Oleh karena itu
diperlukan petunjuk kapan suatu infeksi dengue harus dicurigai, petunjuk ini dapat berupa
tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan laboratorium rutin. Tanpa adanya petunjuk ini di
satu sisi akan menyebabkan keterlambatan bahkan kesalahan dalam menegakkan diagnosis
dengan segala akibatnya, dan di sisi lain menyebabkan pemeriksaan laboratorium berlebih
dan bahkan perawatan yang tidak diperlukan yang akan merugikan baik bagi pasien
maupun rumah sakit.
Berdasar petunjuk klinis tersebut dibuat kriteria diagnosis klinis, yang terdiri atas kriteria
diagnosis klinis Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), Demam
Berdarah Dengue dengan syok (Sindrom Syok Dengue/SSD), dan Expanded Dengue
Syndrome (unusual manifestation).
1. Demam Dengue (DD)
Demam tinggi mendadak (biasanya ≥ 39º) ditambah 2 atau lebih gejala/tanda penyerta:
- Nyeri kepala
- Nyeri belakang bola mata
- Nyeri otot & tulang
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan
- Leukopenia (Lekosit ≤ 5000 /mm³)
- Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm³)
- Peningkatan hematokrit 5 – 10 %
2. Demam Berdarah Dengue (DBD)
1) Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi berikut:
a. Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus
b. Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena maupun
berupa uji tourniquet positif.
c. Trombositopenia (Trombosit <100.000/mm3)
d. Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) akibat dari peningkatan
permeabilitas vaskular yang ditandai salah satu atau lebih tanda berikut:
 Peningkatan hematokrit / hemokonsentrasi > 20% dari nilai baseline atau
penurunan sebesar itu pada fase konvalesens
 Efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia / hipoalbuminemia
2) Karakteristik gejala dan tanda utama DBD sebagai berikut:
a. Demam
 Demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari.
 Akhir fase demam setelah hari ke-3 saat demam mulai menurun, hati-hati
karena pada fase tersebut dapat terjadi syok. Demam Hari ke-3 sampai ke-
6, adalah fase kritis terjadinya syok.
b. Tanda-tanda perdarahan
 Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati,
trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah
perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif (uji Rumple Leed/ uji
bendung), ptekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Ptekie
dapat muncul pada hari-hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai
setelah hari ke-3 demam.
 Cara melakukan uji Tourniquet sebagai berikut:
- Pasang manset pada lengan. Ukuran manset sesuai dengan usia
- Pompa tensimeter untuk mendapatkan tekanan sistolik dan tekanan
diastolik
- Aliran darah pada lengan atas dibendung pada tekanan antara sistolik
dan diastolik (rata-rata tekanan sistolik dan diastolik) selama 5 menit.
(Bila telah terlihat adanya bintik-bintik merah > 10 buah,
pembendungan dapat dihentikan).
- Lihat pada bagian bawah lengan depan (daerah volar) dan atau daerah
lipatan siku (fossa cubiti), apakah timbul bintik-bintik merah, tanda
perdarahan (ptekie)
- Hasil uji Tourniquet dinyatakan positif (+) bila ditemukan > 10 bintik
perdarahan (ptekie), pada luas 1 inci persegi (2,5 cm2)
Gambar 7. Bintik-bintik perdarahan dibawah kulit

Gambar 8. Cara hitung hasil uji Tourniquet


 Ptekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk
membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang dicurigai
dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau dengan
meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat penekanan atau
peregangan kulit berarti bukan ptekie. Perdarahan lain yaitu epitaksis,
perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada anak yang belum pernah
mengalami mimisan, maka mimisan merupakan tanda penting. Kadang-
kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva atau hematuria.
c. Hepatomegali
 Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable)
sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan dibawah procesus
Xifoideus.
 Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat
meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak
sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan di hipokondrium
kanan disebabkan oleh karena peregangan kapsul hati. Nyeri perut lebih
tampak jelas pada dewasa daripada anak.

d. Syok
Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
syok pada penderita Demam Berdarah Dengue dapat dilihat pada Boks A

Gambar 9. Warning Signs

Demam Berdarah Dengue dengan Syok (Sindrom Syok Dengue (SSD))


 Memenuhi kriteria Demam Berdarah Dengue
 Ditemukan adanya tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang
terkompensasi maupun yang dekompensasi
Gambar 10. Tanda dan Gejala Syok Terkompensasi

Gambar 11. Tanda dan Gejala Syok Dekompensasi

3. Expanded Dengue Syndrom (EDS)


Memenuhi kriteria Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue baik yang disertai
syok maupun tidak, dengan manifestasi klinis komplikasi infeksi virus dengue atau
dengan manifestasi klinis yang tidak biasa, seperti tanda dan gejala:
 Kelebihan cairan
 Gangguan elektrolit
 Ensefalopati
 Ensefalitis
 Perdarahan hebat
 Gagal ginjal akut
 Haemolytic Uremic Syndrome
 Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, perikarditis
 Infeksi ganda
b) Kriteria Diagnosis Laboratoris
Kriteria Diagnosis Laboratoris infeksi dengue baik demam dengue, demam berdarah
dengue maupun expanded dengue syndrom terdiri atas:
1. Probable: apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan serologi antidengue
(deteksi antibodi) serum tunggal dan atau penderita bertempat tinggal/pernah
berkunjung ke daerah endemis DBD dalam kurun waktu masa inkubasi.
2. Confirmed: apabila diagnosis klinis diperkuat dengan sekurang kurangnya salah satu
pemeriksaan berikut:
a. Isolasi virus Dengue dari serum atau sampel otopsi
b. Pemeriksaan HI Test dimana terdapat peningkatan titer antibodi 4 kali pada pasangan
serum akut dan konvalesen atau peningkatan antibodi IgM spesifik untuk virus
dengue
c. Positif antigen virus Dengue pada pemeriksaan otopsi jaringan, serum atau cairan
serebrospinal (LCS) dengan metode immunohistochemistry, immunofluoressence
atau serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif menjadi positif) pada
pemeriksaan serologi berpasangan (ELISA)
d. Positif pemeriksaan antigen dengue dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) atau
pemeriksaan NS1 dengue.
c) Pemeriksaan Laboratorium
Ada beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita infeksi dengue antara lain:
1) Hematologi
a. Leukosit
 Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil.
 Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) > 4% di
darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari sakit ketiga sampai hari ke tujuh.
b. Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara:
 Semi kuantitatif (tidak langsung)
 Langung (Rees-Ecker)
 Cara lain: Jumlah trombosit ≤100.000/μl biasanya ditemukan diantara hari ke 3-
7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam sampai terbukti
bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau keadaan klinis penderita sudah
membaik.
c. Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya kebocoran pembuluh darah.
Penilaian hematokrit ini, merupakan indikator yang peka akan terjadinya
perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara
berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.
Hemokonsertrasi dengan peningkatan hematokrit > 20% (misalnya nilai Ht dari
35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan
kebocoran plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi
oleh penggantian cairan atau perdarahan.
Namun perhitungan selisih nilai hematokrit tertinggi dan terendah baru dapat
dihitung setelah mendapatkan nilai Ht saat akut dan konvalescen (hari ke-7).
Pemeriksaan hematrokritantara lain dengan mikro-hematokrit centrifuge
Nilai normal hematokrit:
 Anak-anak: 33 - 38 vol%
 Dewasa laki-laki: 40 - 48 vol%
 Dewasa perempuan: 37 - 43 vol%

Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan
estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.
2) Radiologi
Pada foto toraks posisi “Right Lateral Decubitus” dapat mendeteksi adanya efusi pleura
minimal pada paru kanan. Sedangkan asites penebalan dinding kandung empedu dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan Ultra Sonografi (USG).
3) Serologi
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada penderita terinfeksi
virus Dengue.
a. Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination Inhibition Test)
Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku emas (gold standard).
Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah (serum) dimana spesimen
harus diambil pada fase akut dan fase konvalensen (penyembuhan), sehingga tidak
dapat memberikan hasil yang cepat.
b. ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder dengan
menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG. Dengan cara uji
antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya dengan
menggunakan satu sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat
didapat. Saat ini tersedia Dengue Rapid Test (misalnya Dengue Rapid Strip Test)
dengan pemeriksaan ELISA.
c. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Dengue Rapid Test
Dengue Rapid Test mendiagnosis infeksi virus primer dan sekunder melalui
penentuan cut-off kadar IgM dan IgG dimana cut-off IgM ditentukan untuk dapat
mendeteksi antibodi IgM yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue
primer dan sekunder, sedangkan cut off antibodi IgG ditentukan hanya mendeteksi
antibodi kadar tinggi yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue sekunder
(biasanya IgG ini mulai terdeteksi pada hari ke-2 demam) dan disetarakan dengan
titer HI > 1:2560 (tes HI sekunder) sesuai standar WHO. Hanya respons antibodi
IgG infeksi sekunder aktif saja yang dideteksi, sedangkan IgG infeksi primer atau
infeksi masa lalu tidak dideteksi. Pada infeksi primer IgG muncul pada setelah hari
ke-14, namun pada infeksi sekunder IgG timbul pada hari ke-2.
Interpretasi hasil adalah apabila garis yang muncul hanya IgM dan kontrol tanpa
garis IgG, maka Positif Infeksi Dengue Primer (DD). Sedangkan apabila muncul
tiga garis pada kontrol, IgM, dan IgG dinyatakan sebagai Positif Infeksi Sekunder
(DBD). Beberapa kasus dengue sekunder tidak muncul garis IgM, jadi hanya
muncul garis kontrol dan IgG saja. Pemeriksaan dinyatakan negatif apabila hanya
garis kontrol yang terlihat. Ulangi pemeriksaan dalam 2-3 hari lagi apabila gejala
klinis kearah DBD. Pemeriksaan dinyatakan invalid apabila garis kontrol tidak
terlihat dan hanya terlihat garis pada IgM dan/atau IgG saja.
G. DERAJAT INFEKSI
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi
derajat penyakit.

Gambar 12. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Dengue

Gambar 13. Algoritma klasifikasi derajat Demam Berdarah Dengue


H. TATALAKSANA
Pada dasarnya pengobatan infeksi dengue bersifat simtomatis dan suportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di
ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan
intensif. Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda
syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain,
perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak
pada ketrampilan para petugas medis dan paramedis untuk dapat mengatasi masa peralihan
dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
1. Pertolongan Pertama
Pada awal perjalanan DBD gejala dan tanda tidak spesifik, oleh karena itu
masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat gejala dan tanda yang mungkin
merupakan awal perjalanan penyakit tersebut. Gejala dan tanda awal DBD dapat berupa
panas tinggi tanpa sebab jelas yang timbul mendadak, terus-menerus selama 2-7 hari,
badan lemah/lesu, nyeri ulu hati, tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas
gigitan nyamuk disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk
membedakannya kulit diregangkan bila bintik merah itu hilang, bukan tanda penyakit
DBD. Apabila keluarga/masyarakat menemukan gejala dan tanda di atas, maka
pertolongan pertama oleh keluarga adalah sebagai berikut:
a. Tirah baring selama demam
b. Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa, 10-15 mg/kgBB/ kali untuk
anak. Asetosal, salisilat, ibuprofen jangan dipergunakan karena dapat
menyebabkan nyeri ulu hati akibat gastritis atau perdarahan
c. Kompres hangat
d. Minum banyak (1-2 liter/hari), semua cairan berkalori diperbolehkan kecuali
cairan yang berwarna coklat dan merah (susu coklat, sirup merah)
e. Bila terjadi kejang (jaga lidah agar tidak tergigit, longgarkan pakaian, tidak
memberikan apapun lewat mulut selama kejang)
Jika dalam 2-3 hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya gejala
dan tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan nyamuk),
muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera dibawa berobat/periksakan ke
dokter atau ke unit pelayanan kesehatan untuk segera mendapat pemeriksaan dan
pertolongan.
2. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok
Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada
penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai
sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang menderita DBD di Instalasi Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan
hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila:
 Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 – 150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat ke Poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, Leukosit, dan trombosit tiap 24 jam)
atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalasi Gawat Darurat.
 Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat
 Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat

Gambar 14. Observasi dan pemberian cairan pasien suspek DBD di Instalasi Gawat
Darurat
3. Pemberian Cairan pada Tersangka (Probable) DBD Dewasa di Ruang Rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan / masif dan tanpa syok maka di
ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut:
1500 + (20 x (BB dalam kg – 20))
Setelah pemberian cairan dilakukan pemerksaan Hb, Ht, tiap 24 jam:
 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombost < 100.000 jumlah pemberian cairan
tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, dan trombosit dilakukan tiap
12 jam
 Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan
sesuai dengan protokol pentalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%
Gambar 15. Pemberian cairan pada suspek DBD di ruang rawat
4. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%
Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak
5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberkan cairan
infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam
pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit
turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah
cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudan dilakukan pemantauan
kembali dan bila keadaan tetap menunujukkan perbaikan maka jumlah cairan infus
dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka
pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tidak
membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun <
20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus
menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam
tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan
menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk
dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol
tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian
cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

Gambar 16. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht >20%

5. Penatalaksanaan Perdarahan Spotan pada DBD Dewasa


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan hidung/
epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan
saluran cerna (hematemesis atau melena), perdarahan saluran kencing (hematuria),
perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5
ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap
seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan
jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosis serta
hemostasis harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya
diulang setiap 4-6 jam.

Gambar 17. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa

6. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa


Bila pasien mengalami Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang
harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian
cairan intrvaskular yang hilang harus segera dilakukan. Pada kasus SSD cairan kristaloid
adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan
oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium,
kalium dan klorida serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi
setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik
100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi < 100 x/menit, akral
teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan
dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan
tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit
kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam
setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup
makan cairan infus harus dihentikan (karena jka reabsorpsi cairan plasma yang
mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus
terus diberikan makan keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat
terjadi).

Gambar 18. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue (SSD) pada dewasa


DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI (2017) Pedoman Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia.


Jakarta: Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kemenkes RI (2015) ‘Demam Berdarah Dengue’, Buletin Jendela Epidemiologi.
Kemenkes RI (2016). Infodatin DBD. Situasi DBD di Indonesia
Suhendro, Nanggolan, L., Chen, K., Pohan, H. T., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
6. Jakarta`: Interna Publishing, p.539.
WHO. Dengue. Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control New Edition.
Geneva: WHO. 2009.
WHO (2012). Global Strategy for Dengue Prevention and Control. Tersedia
dari:URL:http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/75303/1/9789241504034_ eng.pdf
(Diunduh Januari 2021)
WHO (2016). Dengue and Severe Dengue. Tersedia dari: URL:
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ (Diunduh: Januari 2021)

Anda mungkin juga menyukai