PEMBIAYAAN JKN
DI KANTOR BPJS CABANG SURAKARTA
Disusun Oleh:
Farah Amalia 15711219
Rafifah Putri R 15711063
Reinike Larasati F 15711207
Rizqi Nafis Sania Adibi 15711076
Hana Amelia A 15711092
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2020
BAB I
LATAR BELAKANG
Penyesuaian iuran jaminan telah diubah dalam Perpres Nomor 75 tahun 2019
tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 tahun 2018. Penyesuaian iuran peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah
daerah didaftarkan oleh Pemda: Rp23.000/jiwa/bulan menjadi 42.000/jiwa/bulan
mulai berlaku tanggal 1 Agustus 2019. Dengan adanya perubahan iuran tersebut,
pemerintah Pusat memberikan bantuan pendanaan Iuran kepada Pemerintah
Daerah sebesar Rp19.000/orang/bulan mulai bulan Agustus s.d Desember 2019.
Per 1 Januari 2020, Iuran Peserta Penduduk yang didaftarkan oleh Pemda sebesar
Rp42.000/jiwa/bulan seluruhnya dianggarkan dan dibayarkan oleh Pemerintah
Daerah melalui APBD. Penyesuaian iuran peserta PPU penyelenggara negara,
iuran bagi peserta PPU Pejabat Negara, pimpinan dan anggota DPRD, PNS,
Prajurit, Anggota Polri, Kepala Desa dan Perangkat Desa dan
Pekerja/pegawai.Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. 4% (ernpat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja
b. b. 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.
Iuran untuk kategori peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan
Bukan Pekerja (BP) yang berlaku mulai 1 Januari 2020 untuk Kelas III menjadi
Rp 42.000, Kelas II menjadi Rp 110.000 dan Kelas I menjadi Rp 160.000.
Para peserta JKN diwajibkan untuk membayar sejumlah uang premi untuk
mendapatkan fasilitas layanan yang telah disediakan oleh BPJS. Berdasarkan
Peraturan Presiden RI No 75 Tahun 2019 terjadi perubahan atas besaran iuran
yang mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2019 adalah sebagai berikut :
Iuran peserta PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) dan peserta BP (Bukan
Pekerja) juga mengalami kenaikan iurannya per Januari 2020, yaitu :
Seiring dengan kenaikan premi diharapkan dapat mengatasi defisit yang telah
terjadi dalam lima tahun berjalannya sistem JKN. Penyebab utama terjadinya
defisit adalah besaran iuran yang underpriced dan adverse selection pada PBPU
atau peserta mandiri. Pada akhir tahun 2018, tingkat keaktifan anggaran PBPU
atau peserta mandiri hanya 53,7%. Sejak 2016 sampai dengan 2018, besar
tunggakan PBPU atau peserta mandiri ini mencapai sekitar Rp. 15 triliun. Claim
ratio PBPU atau peserta mandiri pada 2018 mencapai 313%. Total klaim PBPU
atau peserta mandiri mencapai Rp. 27,9 triliun sementara total iuran yang
dikumpulkan hanya Rp. 8,9 triliun. Pada 2014, defisit keuangan yang dialami
BPJS Kesehatan hanya mencapai Rp 1,9 triliun. Kemudian di tahun 2015,
melonjak menjadi Rp 9,4 triliun. Lalu turun pada 2016 menjadi Rp 6,7 triliun dan
kembali melonjak menjadi Rp 13,8 triliun pada 2017. Sementara tahun 2019,
defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 9,1 triliun.
Defisit BPJS Kesehatan juga dikeluhkan para praktisi bidang kesehatan, terutama
manajemen rumah sakit dan klinik swasta. Bahkan, sejalan dengan defisit tersebut, pada
tahun ini tunggakan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit di seluruh Indonesia, makin
menumpuk. Selain itu, beberapa hal yang diduga menjadi faktor terjadinya defisit
adalah struktur iuran BPJS masih di bawah perhitungan aktuaria atau
underpriced. Permasalahan kedua, banyaknya Peserta Bukan Penerima Upah
(PBPU) dari sektor mandiri atau informal yang hanya mendaftar pada saat sakit
lalu berhenti membayar iuran setelah mendapatkan layanan kesehatan.
Permasalahan ketiga, tingkat keaktifan peserta mandiri atau informal yang cukup
rendah atau hanya sekitar 54%. Beban pembiayaan BPJS Kesehatan pada penyakit
katastropik yang sangat besar. Tercatat, beban pembiayaan mencapai lebih dari
20% dari total biaya manfaat.
1. Simpulan
BPJS adalah suatu badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program JKN di Indonesia. BPJS merupakan hasil sebuah transformasi dari UU
nomor 40 tahun 2004 yang mengatur sistem jaminan sosial nasional (SJSN).
Dengan dibentuknya BPJS kesehatan maka hal ini merupakan sebuah bentuk
perlindungan sosial yang diberikan pemerintah kepada masyarakat Indonesia
untuk menjamin agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar hidup rakyat
Indonesia yang lebih baik dan lebih layak. Iuran dalam asuransi BPJS Kesehatan
merupakan sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap anggota peserta
asuransi kesehatan, sebagai bentuk bukti tolong-menolong yang diberikan untuk
membantu peserta lain yang sedang mengalami kesulitan. Dalam pelaksanaannya
BPJS mengalami beberapa permasalahan, namun masalah utama saat ini yaitu
mengenai defisit keuangan.
Sejak tahun 2014, program JKN terus mengalami defisit. Besaran defisit JKN
setiap tahunnya selalu meningkat. Pemerintah melakukan intervensi dengan PMN
serta bantuan belanja dari APBN namun belum bisa membantu mengatasi defisit
ini. Penyebab utama terjadinya defisit ini adalah struktur iuran BPJS masih di
bawah perhitungan aktuaria atau underpriced. Permasalahan kedua, banyaknya
Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dari sektor mandiri atau informal yang
hanya mendaftar pada saat sakit lalu berhenti membayar iuran setelah
mendapatkan layanan kesehatan. Permasalahan ketiga, tingkat keaktifan peserta
mandiri atau informal yang cukup rendah
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019
tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Perpres tersebut terdapat beberapa perubahan
penyesuaian iuran untuk mensiasati defisit yang dialami DJS. Penyesuaian iuran
dengan cara menaikan premi ini diharapkan dapat mengatasi defisit anggaran
BPJS Kesehatan semaksimal mungkin agar kedepannya pelayanan Jaminan
Kesehatan Nasional dapat menjadi lebih baik.
2. Saran