Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KEGIATAN HARIAN

PEMBIAYAAN JKN
DI KANTOR BPJS CABANG SURAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh:
Farah Amalia 15711219
Rafifah Putri R 15711063
Reinike Larasati F 15711207
Rizqi Nafis Sania Adibi 15711076
Hana Amelia A 15711092

Dosen Pembimbing Fakultas


dr. H. P. Luthfi Ghazali, M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2020
BAB I
LATAR BELAKANG

Untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup masyarakat Indonesia, pemerintah


memberikan bentuk perlindungan sosial dengan membentuk Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). SJSN merupakan tata cara penyelengaraan program
Jaminan Sosial diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS adalah badan hukum publik yang
dibentuk pemerintah (bertanggung jawab langsung kepada Presiden) untuk
menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional mulai 1 Januari 2014.
SJSN diselenggarakan dalam bentuk asuransi kesehatan yang bersifat wajib
berdasarkan UU No.40 Tahun 2004 untuk memenuhi kebutuhan kesehatan
masyarakat yang layak diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran
atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Seluruh penduduk Indonesia diwajibkan
untuk menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Dengan adanya program JKN diharapkan masyarakat dapat mengakses
layanan-layanan kesehatan yang ada sehingga kualitas kesehatan masyarakat
meningkat. Setiap penduduk wajib memiliki jaminan kesehatan karena kenaikan
biaya kesehatan, pergeseran pola penyakit dari infeksi ringan menjadi degeneratif
kronis, pasien tidak mempunyai pilihan, memiliki posisi tawar yang lemah,
mendapatkan informasi yang asimetris, perkembangan teknologi kedokteran
semakin maju, dan mengganggu aspek sosial ekonomi. Untuk mencegah
terjadinya risiko yang ditimbulkan, maka mekanisme asuransi sosial bersifat wajib
dengan prinsip-prinsip pada SJSN sehingga manfaat yang diberikan lebih luas dan
berkelanjutan. Prinsip-prinsip penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional:
1. Kegotongroyongan berarti peserta yang mampu membantu peserta yang
kurang mampu, peserta yang sehat membantu peserta yang sakit.
2. Nirlaba berarti BPJS mengelola dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
bukan untuk mencari laba. BPJS bertugas untuk mengumpulkan dana dari
peserta dan mengelola dana sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik.
3. Portabilitas berarti memberikan jaminan berkelanjutan kepada peserta
meskipun peserta berpindah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia
4. Kepesertaan wajib berarti seluruh rakyat Indonesia wajib menjadi peserta
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Program Jaminan Kesehatan Nasional diharapkan dapat terselenggara


dengan baik dan berkesinambungan. Namun dalam penyelenggaraannya,
terdapat permasalahan mendasar bahwa terjadi defisit akibat besaran iuran
yang belum memadai dibandingkan dengan luasnya manfaat, adverse
selection, insurance effect, lemahnya regulasi dalam kendali tingkat utilisasi
dan potensi fraud yang terjadi. Langkah yang diambil untuk keberlangsungan
finansial dalam mengelola program JKN dengan meningkatkan tarif iuran,
kepastian dan kemudahan pembayaran iuran, efisiensi dan efektivitas
pengelolaan dana program.
BAB II
PENJELASAN PERMASALAHAN

Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program JKN adalah masalah


tingkat kesehatan keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS) yang mengalami defisit
karena tarif iuran yang belum memadai dibanding dengan luasnya manfaat yang
ditetapkan. Penetapan iuran oleh pemerintah belum sesuai dengan besaran iuran
yang diusulkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional dalam policy brief
penyesuaian besaran iuran. Defisit keuangan tersebuh diperparah dengan
terjadinya adverse selection, insurance effect, lemahnya regulasi dalam kendali
tingkat utilisasi dan potensi fraud yang terjadi.
Pengelolaan keuangan menjadi hal yang sangat substansial dalam
penyelenggaraan program JKN oleh BPJS Kesehatan. Seiring bertambahnya
peserta JKN-KIS yang berdampak pada peningkatan akses kepada fasilitas
kesehatan, BPJS Kesehatan menghadapi situasi yang kontradiktif antara kualitas
layanan dengan risiko keuangan yang harus dikelola. Setiap upaya peningkatan
kualitas layanan kepada peserta membawa konsekuensi peningkatan risiko
pembiayaan pelayanan kesehatan.
Perhitungan yang dilakukan bersama, Yves Guerard (International Actuary
Expert) dan ahli lainnya. serta lembaga yang ada (Kasir Iskandar, Didit Achdiat,
Prof. Budi Hidayat, Prof. Hasbullah T, World Bank, USAID), menunjukkan satu-
satunya intervensi untuk mengatasi keberlangsungan program adalah penyesuaian
iuran. Kesimpulan atas perhitungan ini juga sudah memasukkan intervensi pada
sisi pengeluaran melalui kendali biaya yang sangat ketat, namun tetap dalam
kerangka menjaga mutu layanan kesehatan untuk mencegah defisit.
Setiap upaya peningkatan kualitas layanan kepada peserta membawa
konsekuensi peningkatan risiko pembiayaan pelayanan kesehatan. Kecermatan
dalam mengelola arus kas amat dibutuhkan karena:
1. Kondisi Likuiditas yang Ketat
Pembiayaan pelayanan kesehatan adalah suatu hal mutlak yang
harus dipenuhi oleh BPJS Kesehatan, mengingat ketentuan ketepatan
waktu pembayaran klaim manfaat kepada fasilitas kesehatan bersifat
mandatori, sesuai amanat Undang-undang. Sementara itu, terdapat
risiko ketidakpastian BPJS Kesehatan dalam menerima pengumpulan
dana iuran dari peserta. Ketatnya likuiditas keuangan tercermin pada
kondisi dimana iuran yang diterima pada setiap bulannya langsung
terserap untuk pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan di bulan
tersebut.
2. Kondisi Likuiditas yang Sangat Dipengaruhi oleh Regulasi
Sumber dana yang dapat dikelola oleh BPJS Kesehatan telah diatur
secara spesifik oleh regulasi, termasuk di dalamnya pengaturan terkait
besaran iuran yang dapat diterima dari peserta. Pengelolaannya pun harus
mengacu pada ketentuan yang ada. Penggunaan dana, terutama untuk
membayar pelayanan kesehatan yang telah diberikan fasilitas kesehatan
kepada peserta telah diatur sesuai tarif dan jadwal pembayaran yang telah
ditetapkan. Hal ini menyebabkan ruang gerak BPJS Kesehatan relatif
terbatas untuk mengatur likuiditasnya. Namun demikian, BPJS Kesehatan
tetap berupaya untuk mengelola keuangan dengan efektif dan efisien, serta
melakukan adaptasi atas situasi di atas melalui berbagai kebijakan yang
ada dalam kewenangannya, namun dengan tetap penuh kehati-hatian
(prudent) dan taat azas (comply). Keberhasilan BPJS Kesehatan
mempertahankan program JKN-KIS untuk terus berlangsung sampai saat
ini, sangat didukung oleh komitmen pengelolaan keuangan yang cermat
dan penuh kehati-hatian. Selama tiga tahun penyelenggaraan Program
JKN-KIS, beberapa langkah sudah diambil guna memastikan BPJS
Kesehatan tetap sustain secara finansial dalam mengelola Program
JKNKIS. Upaya yang telah dijalankan di tahun 2016, dan akan terus
ditingkatkan dan diefektifkan, diantaranya:
• Peningkatan rekrutmen peserta potensial dan meminimalkan
adverse selection
• Peningkatan kolektibilitas iuran peserta dari seluruh segmen •
Peningkatan kepastian dan kemudahan pembayaran iuran
• Penerapan penegakan hukum (law enforcement) bagi fasilitas
kesehatan, peserta, atau Badan Usaha yang melanggar
• Efisiensi dan efektifitas pengelolaan dana program serta optimalisasi
kendali mutu dan kendali biaya Dana Jaminan Sosial (DJS) kesehatan.

Penyesuaian iuran jaminan telah diubah dalam Perpres Nomor 75 tahun 2019
tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 tahun 2018. Penyesuaian iuran peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah
daerah didaftarkan oleh Pemda: Rp23.000/jiwa/bulan menjadi 42.000/jiwa/bulan
mulai berlaku tanggal 1 Agustus 2019. Dengan adanya perubahan iuran tersebut,
pemerintah Pusat memberikan bantuan pendanaan Iuran kepada Pemerintah
Daerah sebesar Rp19.000/orang/bulan mulai bulan Agustus s.d Desember 2019.
Per 1 Januari 2020, Iuran Peserta Penduduk yang didaftarkan oleh Pemda sebesar
Rp42.000/jiwa/bulan seluruhnya dianggarkan dan dibayarkan oleh Pemerintah
Daerah melalui APBD. Penyesuaian iuran peserta PPU penyelenggara negara,
iuran bagi peserta PPU Pejabat Negara, pimpinan dan anggota DPRD, PNS,
Prajurit, Anggota Polri, Kepala Desa dan Perangkat Desa dan
Pekerja/pegawai.Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. 4% (ernpat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja
b. b. 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.

Iuran untuk kategori peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan
Bukan Pekerja (BP) yang berlaku mulai 1 Januari 2020 untuk Kelas III menjadi
Rp 42.000, Kelas II menjadi Rp 110.000 dan Kelas I menjadi Rp 160.000.

Perubahan dampak penyesuaian iuran terhadap kualitas layanan adalah


kesesuaian antara biaya pelayanan kesehatan dengan sumber pembiayaan,
likuiditas BPJS Kesehatan baik, pembayaran klaim tepat waktu, cashflow fasilitas
kesehatan terjaga, kewajiban pembayaran tenaga kesehatan dan supplier
terpenuhi,investasi fasilitas kesehatan bertumbuh (ruang rawat, peralatan, IT),
peningkatan kompetensi tenaga kesehatan,standar layanan terpenuhi, ruang rawat
tersedia, alat kesehatan dan obat lengkap, layanan mudah, cepat, dan pasti.
BAB III
PEMBAHASAN

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang


Sistem Jaminan Sosial Nasional, bangsa Indonesia telah memiliki sistem Jaminan
Sosial untuk seluruh rakyat Indonesia. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah
sebuah tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan
penyelenggaraan jaminan sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk
untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan .Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Nasional (SJSN) yang
diselenggarakan dengan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib
(mandatory) bagi seluruh rakyat Indonesia maupun warga negara asing yang
bekerja di Indonesia paling singkat 6 bulan. JKN berpedoman pada prinsip-prinsip
SJSN yaitu, kegotong royongan, nirlaba, keterbukaan, portabilitas, kepesertaan
yang bersifat wajib, dana amanat, hasil pengelolaan dana jaminan sosial, kehati-
hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.

Di Surakarta terutama pada BPJS Kesehatan Surakarta, mulai tahun 2014


Program JKN mulaiditerapkan, peserta JKN-KIS ada dua kategori yaitu peserta
PBI(Penerima Bantuan Iuran)dan NON PBI. Peserta PBI Jaminan Kesehatan
adalah fakir miskin dan tidak mampu sebagai peserta Program Jaminan
Kesehatan. Sedangkan Peserta Non PBI Jaminan Kesehatan merupakan peserta
yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana
diamanatkan dalam undang-undang SJSN yang iurannya dibayarkan oleh
pemerintah sebagai program Jaminan Kesehatan. Berdasarkan Peraturan Presiden
no. 75 tahun 2019 yaitu batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yang
digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran bagi Peserta PPU untuk
pegawai swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf g yaitu
sebesar upah minimum kabupaten/kota. Gaji atau Upah yang digunakan sebagai
dasar perhitungan Iuran bagi Peserta PPU untuk Pejabat Negara, pimpinan dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, PNS, Prajurit, atau Anggota Polri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) terdiri atas Gaji atau Upah pokok,
tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi,
dan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan bagi PNS daerah.

Para peserta JKN diwajibkan untuk membayar sejumlah uang premi untuk
mendapatkan fasilitas layanan yang telah disediakan oleh BPJS. Berdasarkan
Peraturan Presiden RI No 75 Tahun 2019 terjadi perubahan atas besaran iuran
yang mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2019 adalah sebagai berikut :

1. Penerima Bantuan Iuran (PBI)


Iuran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dan penduduk yang
didaftarkan oleh Pemerintah Daerah yaitu sebesar Rp. 42.000,00 per
orang per bulan.
2. Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI)
Iuran bagi Peserta PPU (Pekerja Penerima Upah) yaitu sebesar 5% dari
gaji atau upah per bulan dengan ketentuan yaitu 4% dibayar oleh
pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta.

Iuran peserta PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) dan peserta BP (Bukan
Pekerja) juga mengalami kenaikan iurannya per Januari 2020, yaitu :

1. Kelas III dari Rp 25.000,00 menjadi Rp 42.000,00


2. Kelas II dari Rp 51.000,00 menjadi Rp 110.000,00
3. Kelas I dari Rp 80.000,00 menjadi 160.000,00

Seiring dengan kenaikan premi diharapkan dapat mengatasi defisit yang telah
terjadi dalam lima tahun berjalannya sistem JKN. Penyebab utama terjadinya
defisit adalah besaran iuran yang underpriced dan adverse selection pada PBPU
atau peserta mandiri. Pada akhir tahun 2018, tingkat keaktifan anggaran PBPU
atau peserta mandiri hanya 53,7%. Sejak 2016 sampai dengan 2018, besar
tunggakan PBPU atau peserta mandiri ini mencapai sekitar Rp. 15 triliun. Claim
ratio PBPU atau peserta mandiri pada 2018 mencapai 313%. Total klaim PBPU
atau peserta mandiri mencapai Rp. 27,9 triliun sementara total iuran yang
dikumpulkan hanya Rp. 8,9 triliun. Pada 2014, defisit keuangan yang dialami
BPJS Kesehatan hanya mencapai Rp 1,9 triliun. Kemudian di tahun 2015,
melonjak menjadi Rp 9,4 triliun. Lalu turun pada 2016 menjadi Rp 6,7 triliun dan
kembali melonjak menjadi Rp 13,8 triliun pada 2017. Sementara tahun 2019,
defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 9,1 triliun.

Defisit BPJS Kesehatan juga dikeluhkan para praktisi bidang kesehatan, terutama
manajemen rumah sakit dan klinik swasta. Bahkan, sejalan dengan defisit tersebut, pada
tahun ini tunggakan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit di seluruh Indonesia, makin
menumpuk. Selain itu, beberapa hal yang diduga menjadi faktor terjadinya defisit
adalah struktur iuran BPJS masih di bawah perhitungan aktuaria atau
underpriced. Permasalahan kedua, banyaknya Peserta Bukan Penerima Upah
(PBPU) dari sektor mandiri atau informal yang hanya mendaftar pada saat sakit
lalu berhenti membayar iuran setelah mendapatkan layanan kesehatan.
Permasalahan ketiga, tingkat keaktifan peserta mandiri atau informal yang cukup
rendah atau hanya sekitar 54%. Beban pembiayaan BPJS Kesehatan pada penyakit
katastropik yang sangat besar. Tercatat, beban pembiayaan mencapai lebih dari
20% dari total biaya manfaat.

UU BPJS mewajibkan BPJS untuk memisahkan pengelolaan aset jaminan


sosial menjadi dua jenis pengelolaan aset yaitu aset BPJS dan aset Dana Jaminan
Sosial (DJS). UU BPJS tidak memberi penjelasan mengapa wajib dipisahkan
(Pasal 40 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2011).  Asset dana jaminan sosial bukan
merupakan asset BPJS. Pengelolaan aset jaminan sosial oleh BPJS mencakup
sumber aset, liabilitas, penggunaan, pengembangan, kesehatan keuangan, dan
pertanggungjawaban (Pasal 10 PP No. 87 Tahun 2013 dan Pasal 10 PP No. 99
Tahun 2013). Liabilitas adalah kewajiban program jaminan sosial sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang sistem jaminan sosial
nasional (Pasal 1 angka (9) PP No. 99 Tahun 2013).  Kewajiban program jaminan
sosial mencakup seluruh pengeluaran terkait penyelenggaraan program jaminan
sosial dan pembayaran manfaat kepada Peserta. Sebagaimana pengelolaan aset,
pengelolaan liabilitas jaminan sosial dipisahkan antara liabilitas BPJS dan
liabilitas Dana Jaminan Sosial (Pasal 16 PP No. 87 Tahun 2013 dan Pasal 16 PP
No. 99 Tahun 2013).
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan
BPJS adalah suatu badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program JKN di Indonesia. BPJS merupakan hasil sebuah transformasi dari UU
nomor 40 tahun 2004 yang mengatur sistem jaminan sosial nasional (SJSN).
Dengan dibentuknya BPJS kesehatan maka hal ini merupakan sebuah bentuk
perlindungan sosial yang diberikan pemerintah kepada masyarakat Indonesia
untuk menjamin agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar hidup rakyat
Indonesia yang lebih baik dan lebih layak. Iuran dalam asuransi BPJS Kesehatan
merupakan sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap anggota peserta
asuransi kesehatan, sebagai bentuk bukti tolong-menolong yang diberikan untuk
membantu peserta lain yang sedang mengalami kesulitan. Dalam pelaksanaannya
BPJS mengalami beberapa permasalahan, namun masalah utama saat ini yaitu
mengenai defisit keuangan.
Sejak tahun 2014, program JKN terus mengalami defisit. Besaran defisit JKN
setiap tahunnya selalu meningkat. Pemerintah melakukan intervensi dengan PMN
serta bantuan belanja dari APBN namun belum bisa membantu mengatasi defisit
ini. Penyebab utama terjadinya defisit ini adalah struktur iuran BPJS masih di
bawah perhitungan aktuaria atau underpriced. Permasalahan kedua, banyaknya
Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dari sektor mandiri atau informal yang
hanya mendaftar pada saat sakit lalu berhenti membayar iuran setelah
mendapatkan layanan kesehatan. Permasalahan ketiga, tingkat keaktifan peserta
mandiri atau informal yang cukup rendah
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019
tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Perpres tersebut terdapat beberapa perubahan
penyesuaian iuran untuk mensiasati defisit yang dialami DJS. Penyesuaian iuran
dengan cara menaikan premi ini diharapkan dapat mengatasi defisit anggaran
BPJS Kesehatan semaksimal mungkin agar kedepannya pelayanan Jaminan
Kesehatan Nasional dapat menjadi lebih baik.

2. Saran

a. skema pembiayaan JKN menggunakan formula INA-CBGs perlu


diiringi dengan pengawasan yang ketat. Pasalnya, selama ini masih
ada kecurangan-kecurangan yang dilakukan pihak Rumah Sakit
atau pasien. Bentuk kecurangan yang terjadi itu antara lain, pihak
RS mengklaim biaya perawatan lebih dari tingkatan yang diberikan
kepada pasien.

b. angka ketidak patuhan pembayaran iuran peserta JKN non


Penerima Bantuan Iuran (PBI) masih cukup tinggi. Faktor-faktor
yang menghambat kepatuhan itu antara lain karena ketidakpuasan
peserta terhadap kualitas layanan kesehatan yang diterima dengan
menggunakan BPJS. Tidak adanya pemberitahuan terkait
pembayaran iuran, serta sistem yang sering bermasalah.Oleh
karena itu, perlu peningkatan sosialisasi menganai alternatif cara
pembayaran iuran JKN, cara pengecekan status pembayaran iuran
dan konsekuensi dari keterlambatan pembayaran iuranmelalui
media yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.

c. kesulitan keuangan yang dialami BPJS Kesehatan, dapat dibantu


dari gaji upah direksi dan pengawas sebagai bentuk tanggungjawab
mereka terhadap kondisi keuangan yang dialami BPJS Kesehatan
atau pemerintah menaikkan anggaran belanja BPJS Kesehatan
untuk menyelamatkan BPJS dari kebangkrutan.

d. melakukan kampanye hidup sehat secara terus-menerus dengan


mendorong masyarakat berolah raga, tidak merokok serta tidak
meminum Miras dan mengonsumsi Narkoba.
http://www.jamsosindonesia.com/bpjs/view/aset-dan-liabilitas_132 diakses pada
29 Januari 2020

BPJS, Seputar BPJS Kesehatan, https://bpjs-


kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/eac4e7a830f58b4ade926754f74b6caf.pd
f di akses tanggal 29 Januari 2020

Kementerian Keuangan Republik Indonesia., 2019., Iuran BPJS., Jakarta :


Republik Indonesia.
Peraturan Presiden Republik Indonesia., 2011., Undang-Undang Republik
Indonesia No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS., Indonesia
Peraturan Presiden Republik Indonesia., 2019., Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan., Indonesia
CATATAN HARIAN RINGKASAN LAPORAN PELAKSANAAN
KEGIATAN BPJS DI KANTOR BPJS CABANG SURAKARTA
Hari, Tanggal Jam Kegiatan
Jumat, 06.30 – 09.00 Kedatangan di Kantor BPJS Cabang
24 Januari 2020 Surakarta
09.00 – 10.00 Pemaparan materi dan diskusi mengenai
 Sistem Jaminan Kesehatan Nasional
 Program BPJS
 Kepesertaan BPJS
 Rencana perubahan peraturan besar
iuran BPJS
10.15 – 11.30 Pemaparan materi dan diskusi mengenai
 Pembiayaan BPJS
 Fraud dan permasalahan di rumah
sakit dan fasilitas kesehatan
11.30-12.00 ISHOMA
12.00 Pulang
Hasil yang didapatkan :
 Informasi terkait Jaminan Kesehatan Nasional
 Penyelenggaraan BPJS Kesehatan
 Fakta-fakta mengenai BPJS Kesehatan
 Pembahasan mengenai kepesertaan dari BPJS Kesehatan
 Mengetahui alur pembiayaan BPJS di Faskes Tingkat Pertama maupun di Faskes
Tingkat Lanjutan
 Peraturan kenaikan iuran BPJS terbaru
 Mengetahui beberapa permasalahan yang sedang hangat mengenai BPJS
Kesehatan maupun dari Sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
DESKRIPSI KEGIATAN HARIAN BPJS

Pada tanggal 24 Januari 2020, kami berkunjung ke Kantor BPJS Cabang


Surakarta. Kegiatan diawali dengan pembukaan dan pemaparan materi pertama
yang disampaikan oleh Pak Irfan selaku perwakilan dari Divisi Hubungan
Masyarakat BPJS Cabang Surakarta. Materi yang disampaikan berupa dasar-dasar
fundamental dari BPJS Kesehatan. Materinya terdiri dari Sistem Jaminan
Kesehatan Nasional, Program BPJS yaitu JKN, Kepesertaan JKN, alur rujukan
JKN, klaim JKN dan Rencana Perubahan Aturan Besar Iuran Premi JKN.
Pak Irfan menjelaskan beberapa dasar hukum BPJS diantaranya adalah PP
No. 82 tahun 2018 tentang kewajiban mengikuti BPJS bagi seluruh penduduk.
Selain itu disebutkan juga dasar hukum JKN yaitu UU No. 14 Tahun 2014. Selain
itu juga disebutkan dasar hukum BPJS yaitu UU No. 24 Tahun 2011 tentang
BPJS.
Prinsip BPJS diantaranya adalah gotong royong, nirlaba, ketersediaan,
kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan wajib, dana manfaat, dan
hasil pengelolaan dana untuk pengembangan program. Tiga alasan seseorang
memiliki BPJS adalah protection, sharing, dan compliance. Adapun besaran iuran
yang BPJS dibagi menjadi peserta PBI dan Non-PBI. Besarnya iuran saat ini,
mengalami BPJS terus mengalami defisit sehingga terdapat wacana kenaikan
iuran per Januari 2020.
Setelah itu, dilanjutkan tanya jawab dan diskusi dengan Pak Irfan
mengenai beberapa permasalahan BPJS. Hal pertama adalah seseorang yang
sudah menggunakan asuransi swasta harus tetap wajib mendaftar sebagai peserta
JKN. Perusahaan di Indonesia masih banyak yang belum mendaftarkan karyawan
nya ke JKN. Regulasi orang miskin dan orang tidak mampu masih belum jelas
karena bisa jadi orang tersebut sudah mampu membayar iuran JKN dan masih
terdaftar menjadi PBI.
Dilanjutkan dengan Materi Kedua yang diberikan oleh dr. X selaku bagian
dari admin. Materi kali ini diisi mengenai fraud dan permasalahan di rumah sakit
dan fasilitas kesehatan. Diskusi yang dilakukan seputar bagaimana fraud bisa
terjadi dan mengapa JKN selalu mengalami defisit. Iuran premi JKN dinaikan
dengan harapan mengatasi defisit yang selama ini dirasakan. Harapan dari
kenaikan iuran tersebut adalah, agar BPJS tepat waktu dalam membayarkan klaim
baik ke Rumah Sakit dan ke Puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai