Anda di halaman 1dari 17

MINI CEX

Asma Bronkhial

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Stase Ilmu Penyakit Dalam
RSUD dr. Soedono Madiun

Disusun Oleh :
Gantar Dewa Pambayun
14711130

Pembimbing :
dr. Bambang Subarno, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR. SOEDONO MADIUN
2021
MINI CEX
Asma Bronkhial

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Stase Ilmu Penyakit Dalam RSUD dr. Soedono Madiun

Oleh :
Gantar Dewa Pambayun

Telah dipresentasikan pada tanggal :

Dokter Pembimbing DM RSUD Dr. Soedono Madiun

dr. Bambang Subarno, Sp.P Gantar Dewa Pambayun


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDONO
SMF PENYAKIT DALAM
Jl. Dr. Soetomo 59. Telp 0351 454657

LAPORAN KASUS
No. Rekam Medis : 6-80-9x-xx

IDENTITAS
 Nama pasien : Ny. R
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur : 35 tahun
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Alamat : Bantengan, Wiyungan
 Masuk RS : Minggu, 14 April 2021, pukul 04.30

ANAMNESIS
 Keluhan Utama
Sesak nafas

 Riwayat Penyakit Sekarang


 Pasien datang ke IGD RSSM dengan keluhan sesak nafas. Sesak
dirasakan sejak Sabtu malam. Sesak dirasakan terus menerus hingga
tidak dapat beraktivitas. Pasien sudah memakai nebulizer
combivent, Symbicort, dan berotec akan tetapi keluhan tidak
mereda.. Pada hari minggu pagi jam 04.35 pasien merasakan
berdebar-debar disertai tremor kemudian pasien dibawa ke IGD
RSSM. Pasien mengaku sesak nafas sering kambuh jika terpapar
udara dingin, ketika musim hujan dan Ketika terkena bulu binatang.
 Anamnesis Sistem
Sistem Serebrospinal : Nyeri kepala (-)
Sistem Kardiovaskular : Takikardi (-), nyeri dada (-)
Sistem Respirasi : Batuk (+), pilek (-), sesak (+), anosmia (-)
Sistem Gastrointestinal : Nyeri telan (-), mual (-), muntah (-), nafsu
makan baik
Sistem Muskuloskeletal : Menggigil (-), nyeri sendi (-)

 Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien memiliki riwayat asma sejak kelas 3 sma
Menyediakan nebul combivent dan buretoc
 Pasien memiliki alergi dingin
 DM (-)
 Hipertensi (-)

 Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien menderita asma
Hipertensi / disangkal
DM / disangkal

 Riwayat Sosial dan Kebiasaan


Pasien tinggal bersama suami dan anaknya dan anaknya. Riwayat
keluar kota (-)

PEMERIKSAAN FISIK
 Status Umum
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
 Vital sign
TD: 146/81 mmHg RR: 26 x/menit SpO2: 97%
HR: 154 x/menit Suhu: 36 0C
 Status Gizi
Berat badan : 55 kg Tinggi Badan : 155 cm
IMT : 22,9 kg/m2 (normal)
 Kepala Leher : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dispneu (+),
nafas cuping hidung (-), nyeri tenggorokan (-)
 Thorax
- Cardio
Inspeksi : Normochest, ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
- Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, retraksi intercostal (-)
Palpasi : Fremitus taktil simetris
Perkusi : Redup di basal hemithorax dextra
Auskultasi : Suara dasar vesikular kedua lapang paru
ronkhi ¿ wheezing ¿

 Abdomen
Inspeksi : Sikatrik (-), distensi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+)
Perkusi : Timpani di seluruh regio
Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (-)
+¿ ¿
 Ekstremitas : Akral hangat + ¿∨ + ¿ ¿ ¿ , oedema tungkai
+¿ ¿

−¿ ¿
−¿∨ −¿ ¿ ¿
−¿ ¿
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Rontgen Thorax (17-04-2021)

Hasil Pemeriksaan Thorax (AP)


Cor : besar dan bentuk normal
Pulmo : tak tampak infiltrat
Kedua sudut costophrenicus tajam
Skeletal intak

Kesimpulan:
- Foto thorak tak tampak kelainan

 Laboratorium (14/02/2021) RSSM


Hematologi Nilai
Hb 15,7 gr/dL
Leukosit 12,9* x 103/µL*
Trombosit 309 x 103/µL
Hematokrit 47,8* %
Eritrosit 5,6*x 106/µL
MCV 85,4 L
MCH 28,0 pg
MCHC 32,8 g/dl
Eosinofil 2,5 %
Basofil 0,7 %
Neutrofil 86,5 %*
Limfosit 8,8 %*

Kimia Klinik Nilai


SGOT 18 U/L
SGPT 13 U/L
BUN 8,0 mg/dL
Creatinin 1,25 mg/dL*
Gula Darah Sewaktu 128 mg/dL*
Natrium Darah 140 mmol/L
Kalium Darah 3,06* mmol/L
Chloride / Cl darah 102 mmol/L

DIAGNOSIS
Asma bronkial
SVT

PLANNING
 Rawat inap

 Monitoring TTV, jaga Sp02 > 90%


 Infus PZ 8 tpm
 Nebul Combivent 3x1
 Inj. Lanzoprazole 1x1
 Inj. Hidrokortisone 2x1

Raber jantung
• Tiaryt 3x1
• Diltiazem 2x30mg
LANDASAN TEORI

Asma Bronkhial

I. DEFINISI
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
napas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas
dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya
bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.
Asma dapat bersifat fluktuatif (hilang timbul) yang berarti dapat tenang
tanpa gejala tidak mengganggu aktivitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala
ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Status asmatikus
adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap terapi
konvensional, dan serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam
II. EPIDEMIOLOGI
Asma mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya
cukup banyak ditemukan dalam masyarakat. WHO memperkirakan 100-150 juta
penduduk dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan terus bertambah
sebesar 180.00 orang setiap tahun. Dengan melihat kondisi dan kencenderungan
asma secara global, Global Initiative for Asthma (GINA) pada kongres asma
sedunia menetapkan tanggal 7 Mei 1998 sebagai “Hari Asma Sedunia untuk
pertama kalinya.
III. KLASIFIKASI
Berat ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran
klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian
obat inhalasi beta-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan
untuk mengontrol asma (jenis, kombinasi, dan frekuensi pemakaian obat). Tidak
ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu
penyakit. Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saaat
serangan (akut):
1. Asma saat tanpa serangan

2. Asma saat serangan (akut)


Klasifikasi derajat asma berdasarkan dapat berupa frekuensi serangan dan
obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-
ringinnya serangan. GINA membuat membuat derajat serangan asma
berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan
laboratorium.
IV. ETIOLOGI
Terdapat tiga proses yang menyebabkan pasien mengalami asma yaitu
sensitisasi, inflamasi dan serangan asma. Ketiga proses ini dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.
a. Sensitasi, yaitu individu dengan risiko genetik (alergik/atopi, hipereaktivitas
bronkus, jenis kelamin dan ras) dan lingkungan (alergen, sensitisasi
lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet,
status sosioekonomi dan besarnya keluarga) apabila terpajan dengan pemicu
(inducer/sensitisizer) maka akan menimbulkan sensitisasi pada dirinya.
Faktor pemicu tersebut adalah alergen dalam ruangan: tungau, debu rumah,
binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), jamur, ragi dan pajanan asap rokok.
b. Inflamasi, yaitu individu yang telah mengalami sensitisasi, belum tentu
menjadi asma. Apabila telah terpajan dengan pemacu (enhancer) akan terjadi
proses inflamasi pada saluran napas. Proses inflamasi yang berlangsung lama
atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan
hipereaktivitas. Faktor pemacu tersebut adalah rinovirus, ozon dan
pemakaian β2 agonis.
c. Serangan asma, yaitu setelah mengalami inflamasi maka bila individu
terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma. Faktor
pencetus yaitu faktor pemicu dan faktor pemacu ditambah dengan aktivitas
fisik, udara dingin, histamin, dan metakolin

V. FAKTOR RESIKO
Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok:
1. Faktor genetik
 Hiperaktivitas
 Atopi/alergi bronkus
 Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
 Jenis kelamin
 Ras/etnik
2. Faktor lingkungan
 Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing)
 Alergen diluar ruangan (serbuk sari)
 Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur)
 Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-bloker, dll)
 Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dll)
 Ekspresi emosi berlebih
 Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
 Polusi udara di luar dan didalam ruangan
 Exercise induced asthma
 Perubahan cuaca
VI. PATOFISIOLOGI
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi
berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan faktor lain berperan sebagai pencetus inflamasi
saluran napas pada pasien asma. Inflamasi saluran napas pada pasien asma
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi yaitu terdapatnya obstruksi
saluran napas yang menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat kembali
secara spontan atau setelah pengobatan. Obstruksi pada pasien asma dapat
disebabkan oleh kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkus yang
menyempitkan jalan napas, pembengkakan membran yang melapisi bronkus dan
pengisian bronkus dengan mukus yang kental.
Asma dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom.
Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE yang merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah yang besar, golongan ini disebut
atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka akan terjadi fase sensitisasi yang
menyebabkan antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian
berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel
ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator
yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan
bradikinin. Ini akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus
kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus dan spasme otot polos
bronkiolus yang menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase
cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan
alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel
mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada
fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama
16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi
seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan
sel-sel kunci dalam patogenesis asma.
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran
napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel
jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel
bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma
dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi
udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi
melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang
menyebabkan pelepasan neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan
Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang
menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma,
hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi. Sistem saraf otonom
mempersarafi paru, tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui
sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik, ketika ujung saraf pada jalan napas
dirangsang oleh faktor pencetus maka akan meningkatkan pelepasan jumlah
asetilkolin. Ini menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan
mediator kimiawi
VII. MANIFESTASI KLINIS
Gejala asma bersifat episodik, berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat
di dada. Gejala biasanya timbul atau memburuk terutama malam atau dini hari.
Setelah pasien asma terpajan alergen penyebab maka akan timbul dispnea,
pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha
mengerahkan tenaga lebih kuat untuk bernapas. Kesulitan utama terletak saat
ekspirasi, percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi
namun sulit untuk memaksa udara keluar dari bronkiolus yang sempit karena
mengalami edema dan terisi mukus. Akan timbul mengi yang merupakan ciri
khas asma saat pasien berusaha memaksakan udara keluar. Biasanya juga diikuti
batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan.
Tanda selanjutnya dapat berupa sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat
dan gejala-gejala retensi karbon dioksida (berkeringat, takikardi dan pelebaran
tekanan nadi). Pada pasien asma kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat
dan mengancam nyawa, dikenal dengan istilah “status asmatikus”. Status
asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap
terapi konvensional, dan serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Asma
dapat bersifat fluktuatif (hilang timbul) yang berarti dapat tenang tanpa gejala
tidak mengganggu aktivitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan
sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian.
Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan seperti perubahan
temperatur, terpapar bulu binatang, uap kimia, debu, serbuk, obat-obatan,
olahraga berat, infeksi saluran pernapasan, asap rokok dan stres. Pada awal
serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, pada asma alergik
biasanya disertai pilek atau bersin. Meski pada mulanya batuk tidak disertai
sekret, namun dalam perkembangannya pasien asma akan mengeluarkan sekret
baik yang mukoid, putih dan terkadang purulen. Terdapat sebagian kecil pasien
asma yang hanya mengalami gejala batuk tanpa disertai mengi, yang dikenal
dengan istilah cough variant asthma.
VIII. TATALAKSANA
1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui
oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien dirumah
dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah:
 Bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratotropium bromida)
 Kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat
yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan
dapat diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi
dengan teofilin / aminofilin oral. Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat
serangan berat sebelumnya), kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat
diberikan dalam waktu singkat 3-5 hari.
Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid
oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi,
aminofilin IV (bolus atau drip). Pemeberian obat-obatan bronkodilator
diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser.
2. Penatalaksanaan jangka panjang
Penatalaksanaan jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan
klasifikasi beratnya asma.
a) Edukasi
Edukasi yang diberikan mencakup:
 Kapan pasien berobat / mencari pertolongan
 Mengenali gejala serangan asma secara dini
 Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaannya
 Mengenali dan menghindari faktor pencetus
 Kontrol teratur
b) Obat asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan
pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk
pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan
terus menerus.
Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain:
 Inhalasi kortikosteroid
 β2 agonis kerja panjang
 Antileukotrien
 Teofilin lepas lambat

IX. KRITERIA RUJUKAN


Dokter umum / puskesmas harus merujuk pasien asma dengan kondisi tertentu
ke RS yang memiliki pelayanan spesialistik seperti:
 Serangan berat
 Serangan yang mengancam jiwa
 Pada tatalaksana jangka panjang, apabila dengan kortikosteroid inhalasi
dosis rendah (untuk anak sampai dengan 200 mcg/hari, sedangkan
dewasa 400 mcg/hari) selama 4 minggu tidak ada perbaikan (tidak
terkontrol)
 Asma dengan keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes, dll

Anda mungkin juga menyukai