Anda di halaman 1dari 28

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Parunglesang, Banjar
Tgl pemeriksaan : 28 Juni 2019
No. Catatan Medik : 399826

ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada tanggal 28 Juni 2019
KELUHAN UTAMA
Sesak nafas
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sudah 1 minggu
SMRS dan terasa semakin memberat. Keluhan sesak dirasakan hilang timbul.
Keluhan sesak disertai dengan batuk berdahak sejak 2 minggu SMRS. Pada
awalnya dahak berwarna kehijauan dan dalam 3 hari SMRS batuk disertai darah.
Pasien merasakan demam sejak 2 minggu yang lalu dan hilang timbul dan tidak
menentu. Pasien juga merasakan sering mengalami keringat malam ketika sedang
tidak beraktifitas. Pasien juga mengeluh mual dan terkadang muntah saat makan,
Berat badan pasien turun ± 7 kg dalam 1 bulan. BAB dan BAK tidak ada kelainan.
Keluhan kaki bengkak sebelumnya disangkal, keluhan nyeri dada disangkal

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


- Riwayat TB paru (+) tahun 2008 pengobatan kategori I tuntas 6 bulan, kemudian
selang 3 bulan didiagnosis TB paru lagi dan pengobatan TB paru selama 6 bulan
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus disangkal

1
2

- Riwayat penyakit ginjal disangkal


- Riwayat alergi disangkal

RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan untuk penyakit TB parunya tahun 2008
yaitu OAT oral kategori I selama 6 bulan. Setelah itu, selang 3 bulan saat
didiagnosis TB paru kembali, pasien mengkonsumsi OAT oral kategori I selama 6
bulan. Pasien mengatakan selama mengkonsumsi obat tersebut, BAK menjadi
merah.

RIWAYAT KELUARGA
- Keluarga tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien
- Riwayat penyakit paru disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus disangkal
- Riwayat alergi disangkal

RIWAYAT SOSIAL DAN PEKERJAAN


Pasien bekerja sebagai pedagang. Pasien tinggal bersama 6 anggota keluarga.
Pasien mengatakan bahwa seluruh anggota keluarga sehat.

RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok sejak usia 15 tahun. Pasien dapat
merokok sekitar 1 bungkus per hari.

PEMERIKSAAN FISIK (28 Juni 2019)


Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Tampak lemah
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Denyut nadi : 92x/menit, regular, isi cukup
3

Laju pernafasan : 36x/menit


Suhu : 37,3 0C
SpO2 : 96 %
Berat badan : 43 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 16 → kurus
Kepala
Bentuk dan Ukuran Normosefali, fontanel anterior menonjol (-)
Rambut Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil:
isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/
+)
Telinga Bentuk normal, pembesaran KGB retroaurikula (-)
Hidung Bentuk normal, pernafasan cuping hidung (-)
Tenggorokan Tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Mulut Bibir kering (-), stomatitis (-)
Leher JVP 5+2 cmH2O, trakea letak di tengah, tidak teraba
pembesaran KGB, tidak terdapat pembesaran tiroid
Kulit Turgor baik, sianosis (-), warna kulit sawo matang

PARU
Inspeksi Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi suprasternal
(+) , retraksi intercostal (+)
Palpasi Stem fremitus kanan dan kiri simetris, pergerakan napas
simetris, tidak terdapat adanya benjolan
Perkusi Sonor
Auskultasi Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)

JANTUNG
Inspeksi Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Perkusi ictus cordis teraba di sela iga V linea midklavikularis
sinistra
Palpasi Batas atas : ICS II linea parastrenalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi Suara jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
4

ABDOMEN
Inspeksi Tampak datar, tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak
tampak pulsasi epigastrium.
Palpasi Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi Timpani pada semua kuadran
Auskultasi Bising usus 10x/menit, bruit (-)

EKSTREMITAS
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
CTR > 2 detik -/- -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan darah rutin (28 Juni 2019)
Hematologi Hasil Nilai Normal Kesan
Hemoglobin 10,9 g/dl 14– 17,5 Menurun
Leukosit 13,6 (ribu/mm3) 4,4 – 11,3 Meningkat
Trombosit 466 (ribu/mm3) 150 – 450 Meningkat
Hematokrit 33 % 40 - 52 Menurun
Eritrosit 4,8 jt/uL 4,5 – 5,9 Normal
MCV 70 fL 80 – 96 Menurun
MCH 23 pg 26 – 33 Menurun
MCHC 33 g/dL 32 – 36 Normal
Kesan : Anemia mikrositik hipokrom, leukositosis, trombositosis

Hasil Pemeriksaan Rontgen Thorax (28 Juni 2019)


5

Cor : Bentuk dan letak normal, tidak membesar.


Pulmo :Tampak bercak infiltrat dikedua lapang paru dengan kavitas di
paru kanan

DIAGNOSIS
Obs dispneu dan hemoptisis susp. TB paru kasus relaps

TATALAKSANA
1. O2 Nasal canul 3 lpm
2. Infus RL 20 tpm
3. Ambroxol 3 x 30mg tab
4. Paracetamol 3x500 mg tab p.r.n. demam

PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia ad bonam
b. Ad fungsionam : dubia ad bonam
c. Ad sanationam : dubia ad bonam
6

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium
tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh
lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi
hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity).
Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan
kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang efektif.1
Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang
diserang kuman Mycobacterium tuberculosis terdiri dari tuberkulosis paru
dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Sedangkan
tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru misalnya, pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.2

2. Morfologi dan struktur bakteri


7

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit


melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar
0,3 – 0,6 µm dan panjang 1 – 4 µm. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks,

terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel
M.tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes),
trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”, dan mycobacterial sulfolipids
yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak
berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh
ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur
lain yang terdapat pada diniding sel bakteri tersebut adalah polisakarida
seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang
kompleks tersebut menyebebkan bakteri M.tuberculosis bersifat tahan asam,
yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap upaya penghilangan zat warna
tersebut dengan larutan asam – alkohol.3
Gambar 1 Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam1

3. Patofisiologi tuberkulosis
3.1 Infeksi primer3
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang
di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di
bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
8

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad


integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius
oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi
pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke
lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran
ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan
virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti
tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis
pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin
berakhir dengan :
• Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma) atau
• Meninggal
3.2 Tuberkulosis pasca primer (post primary tuberculosis)3
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post
9

primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk


dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya.
Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus
superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu
sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah
satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan
cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus
diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam
bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif
kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila
jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju
keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan
menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :
- Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik
baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti
yang disebutkan diatas
- Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated),
dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan
menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan
menjadi kaviti lagi
- Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut
open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus
diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti
yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang
(stellate shaped).
10

Gambar 2 Tuberkulosis pasca primer3


4. Klasifikasi penderita tuberkulosis
Klasifikasi penderita tuberkulosis berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya, yaitu :3
a. Kasus baru
Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah mengkonsumsi OAT kurang dari satu bulan (30 dosis
harian).
b. Kambuh (relaps)
Kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosa dan telah dinyatakan sembuh, kemudian
kembali lagi berobat dengan pemeriksaan dahak BTA positif.
c. Pindahan (transfer in)
Pindahan (transfer in) adalah pasien yang sedang mendapat pengobatan di
suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah
d. Setelah lalai (pengobatan setelah default / drop out)
Setelah lalai (pengobatan setelah default / drop out) adalah pasien yang
sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih,
kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Gagal
11

Gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum akhir
pengobatan). Atau penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran
radiologik ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronis
Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori II dengan pengawasan yang
baik.
g. Kasus bekas TB
- Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif,
terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih
mendukung
- Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata
tidak ada perubahan gambaran radiologik
5. Diagnosis tuberkulosis
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologis.
5.1 Diagnosis klinis
Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan ada atau
tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis utama adalah
batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala
tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa
nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa
kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan
dan demam/meriang lebih dari sebulan.2
5.2 Pemeriksaan fisik
12

Pemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien mungkin ditemukan


konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam
(subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik
pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus
dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB paru lanjut
dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot
interkostal. Bila TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga
paru yang sakit akan terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi
memberikan suara pekak, auskultasi memberikan suara yang lemah sampai
tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis TB sering asimtomatik
dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada
pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.4

5.3 Pemeriksaan radiologis


Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini lebih
memberikan keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan TB milier
yang pada pemeriksaan sputumnya hampir selalu negatif. Lokasi lesi TB
umumnya di daerah apex paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau
daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih
menyerupai sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologinya berupa bercak-
bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah
diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas
yang tegas dan disebut tuberkuloma.2
Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas
dengan penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun
pada satu bagian paru. Gambaran tuberkulosa milier terlihat berupa bercak-
bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
Pada TB yang sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam
13

bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas


maupun atelektasis dan emfisema.4

Gambar 3 Tuberkulosis Yang Sudah Lanjut Pada Foto Rontgen Dada4


5.4 Pemeriksaan bakteriologis
a. Sputum
Tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan
dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif.2
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih
lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 1).
Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis
sebagai penderita TB BTA positif. 2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung
TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.3
Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas
(misalnya, Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada
perubahan, namun gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak
SPS:3
1) Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA
positif.
2) Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada,
untuk mendukung diagnosis TB.
a. Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB
BTA negatif rontgen positif
14

b. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB

Tersangka
Penderita TB
(suspek TB)

Periksa Dahak Sewaktu, Pagi,

Hasil BTA
Sewaktu
Hasil BTA(SPS) Hasil BTA
+++ +-- ---
++-

Periksa Rontgen Beri Antibiotik


Dada Spektrum Luas

Hasil Hasil Tidak


Mendukung Mendukung Tidak Ada Ada
TB TB Perbaikan Perbaikan

Ulangi Periksa Dahak


SPS

Penderita Hasil BTA Hasil BTA


Tuberkulosis +++ ---
BTA Positif ++-

TB BTA Bukan
Negatif
Hasil TBC,
Periksa Rontgen Dada
Rontgen
Mendukun Penyakit
g TB
Positif Lain
15

Hasil
Rontgen
Negatif

Gambar 4 Alur Diagnosis TB paru3

b. Darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit masih
di bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke normal dan jumlah limfosit masih
tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain juga
didapatkan: anemia ringan dengan gambaran normokrom normositer, gama
globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun.2
c. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Sedangkan pada dewasa tes
tuberkulin hanya untuk menyatakan apakah seorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium
patogen lainnya.2
Tes tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin
P.P.D (Purified Protein Derivative) secara intrakutan. Dasar tes tuberkulin ini
adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan
16

timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit
yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Cara
penyuntikan tes tuberkulin dapat dilihat pada gambar di bawah ini:4

Gambar 5 Penyuntikan Tes Tuberkulin4


Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam: 4 a).
Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan no sensitivity.
Di sini peran antibodi humoral paling menonjol. b). Indurasi 6-9 mm : Hasil
meragukan = golongan normal sensitivity. Di sini peran antibodi humoral
masih menonjol. c). Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan low
grade sensitivity. Di sini peran kedua antibodi seimbang. d). Indurasi > 15
mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di sini peran antibodi
seluler paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh penderita TB paru memberikan reaksi mantoux
yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini adalah adanya positif palsu yakni
pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain, negatif
palsu pada pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis, anergi,
penyakit sistemik (Sarkoidosis, LE), penyakit eksantematous dengan panas
yang akut (morbili, cacar air, poliomielitis), reaksi hipersensitivitas menurun
pada penyakit hodgkin, pemberian obat imunosupresi, usia tua, malnutrisi,
uremia, dan penyakit keganasan. Untuk pasien dengan HIV positif, tes
mantoux ± 5 mm, dinilai positif.4

6. Komplikasi tuberkulosis
Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura,
empiema, laringitis, usus Poncet’s arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut
17

dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor


pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas (sering
terjadi pada TB milier dan kavitas TB).4

7. Tatalaksana Tuberkulosis Paru


7.1 Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya:2
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
· Pasien baru TB paru BTA positif.
· Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
· Pasien TB ekstra paru
Tabel 1 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 12

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Berat Badan Tiap hari selama 56 hari 3 x seminggu selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Tabel 2 Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 12
Dosis per hari / kali Jumlah
Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/x
Pengobatan Pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol menelan
@300 mg @ 450 mg @ 500 mg @ 250 mg obat
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah
diobati sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
Tabel 3 Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 22
18

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Tiap hari 3 x seminggu
Berat
RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E(400)
Badan Selama 28
Selama 56 hari Selama 20 minggu
hari
2 tab 4KDT+
30-37 500 mg 2 tab 2 tab 2KDT+ 2 tab
kg Streptomisin 4KDT Etambutol
inj.
3 tab 4KDT +
38-54 750 mg 3 tab 3 tab 2KDT+ 3 tab
kg Streptomisin 4KDT Etambutol
inj.
4 tab 4KDT+
55-70 1000 mg 4 tab 4 tab 2KDT+ 4 tab
kg Streptomisin 4KDT Etambutol
inj.
5 tab 4KDT+
1000mg 5 tab 5 tab 2KDT+ 5 tab
71 kg
Streptomisin 4KDT Etambutol
inj.
Tabel 4 Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 22
Tablet Etambutol Jumlah
Lama Kaplet Tablet
Tahap Isoniasid Tablet Tablet Streptomisin hari/x
Pengobat Rifampisin Pirazinamid
Pengobatan @ 300 @ 250 @ 400 injeksi menelan
an @ 450 mg @ 500 mg
mg mg mg obat
Tahap
2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
Intensif
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
harian)
Tahap
Lanjutan
4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
(dosis 3x
seminggu)
Catatan:2
- Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
19

- Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan


khusus
- Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan
menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml.
(1ml = 250mg)
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk
tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28
hari).
Tabel 5 Dosis KDT untuk Sisipan2
Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
Berat Badan
RHZE (150/75/400/275)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT
71 kg 5 tablet 4KDT

Tabel 6 Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan2


Tablet Jumlah
Lamanya Kaplet Tablet Tablet
Tahap Isoniasid hari/x
Pengobat Ripamfisin Pirazinamid Etambutol
Pengobatan @ 300 menelan
an @ 450 mg @ 500 mg @ 250 mg
mg obat
Tahap
intensif
1 bulan 1 1 3 3 28
(dosis
harian)

WHO juga telah menetapkan regimen pengobatan standar yang


membagi pasien menjadi 4 kategori berbeda menurut definisi kasus tersebut:5
Tabel 7 OAT berdasarkan kategori5
Paduan pengobatan TB
Kategori alternatif
pengobatan Fase awal
Pasien TB
TB (setiap hari / 3 x Fase lanjutan
seminggu)
20

I Kasus baru TB paru 2 EHRZ 6 HE


dahak positif; kasus baru (SHRZ)
TB paru dahak negatif 2 EHRZ 4 HR
dengan kelainan luas di (SHRZ)
paru; kasus baru TB 2 EHRZ 4 H3 R3
ekstra-pulmonal berat (SHRZ)
II Kambuh, dahak positif; 2 SHRZE / 1 5 H3R3E3
pengobatan gagal; HRZE 5 HRE
pengobatan setelah 2 SHRZE / 1
terputus HRZE
III Kasus baru TB paru 2 HRZ atau 6 HE
dahak negatif (selain 2H3R3Z3
dari kategori I); kasus 2 HRZ atau 2 HR/4H
baru TB ekstra- 2H3R3Z3
pulmonal yang tidak 2 HRZ atau 2 H3R3/4H
berat 2H3R3Z3
IV Kasus kronis (dahak TIDAK DIPERGUNAKAN
masih positif setelah (merujuk ke penuntun WHO
menjalankan pengobatan guna pemakaian obat lini kedua
ulang) yang diawasi pada pusat-pusat
spesialis)
Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program
penanggulangan tuberkulosis di Indonesia adalah:5
1. 1. Kategori I : 2HRZE (S) / 6HE.
Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari
selama 2 bulan obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif
setelah 2 bulan diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke
fase lanjutan 4HR atau 4 H3 R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih positif
setelah 2 bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi tanpa
melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak.
2. 2. Kategori II : 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE yaitu R dengan H,
Z, E, setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama.
Apabila sputum BTA menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai.
21

Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4
obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih
positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum
untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3
atau 5 HRE.
3. 3. Kategori III : 2HRZ/2H3R3
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3, yang dilanjutkan
dengan fase lanjutan 2HR atau 2 H3R3.
4. 4. Kategori IV : Rujuk ke ahli paru atau menggunakan INH seumur hidup
Pada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda,
sputumnya harus dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup
diberikan H saja sesuai rekomendasi WHO atau menggunakan pengobatan
TB resistensi ganda (MDR-TB).
7.2 Dosis obat
Dosis obat yang dipakai di Indonesia secara harian maupun berkala dan
disesuaikan dengan berat badan pasien:5
Tabel 8 Dosis OAT5

Jenis Dosis
Isoniazid (H)  harian : 5mg/kg BB
 intermiten : 10 mg/kg BB 3x seminggu
Rifampisin (R) harian = intermiten : 10 mg/kgBB
Pirazinamid (Z)  harian : 25mg/kg BB
 intermiten : 35 mg/kg BB 3x seminggu
Streptomisin (S)  harian = intermiten : 15 mg/kgBB
 usia sampai 60 th : 0,75 gr/hari
 usia > 60 th : 0,50 gr/hari
Etambutol (E)  harian : 15mg/kg BB
 intermiten : 30 mg/kg BB 3x seminggu

7.3 Efek samping pengobatan


Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa
efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh
22

karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting


dilakukan selama pengobatan.4
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping
ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan.4
Table 9 Efek samping ringan dari OAT4
Efek samping Penyebab Penanganan
Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin Obat diminum malam
sakit perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin /allopurinol
Kesemutan s/d rasa INH Beri vitamin B6 (piridoksin)
terbakar di kaki 100 mg perhari
Warna kemerahan pada air Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu
seni diberi apa-apa
Tabel 10 Efek samping berat dari OAT4
Efek samping Penyebab Penanganan
Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Beri antihistamin &
pada kulit dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan
Ikterik Hampir semua OAT Hentikan semua OAT
sampai ikterik menghilang
Bingung dan muntah Hampir semua obat Hentikan semua OAT
& lakukan uji fungsi hati
Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol
Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan Rifampisin
(syok)
Penanganan efek samping obat:4
• Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat
diatasi secara simptomatik
• Gangguan sendi karena pirazinamid dapat diatasi dengan pemberian
salisilat / allopurinol
• Efek samping yang serius adalah hepatits imbas obat. Penanganan
seperti tertulis di atas
• Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit
yang umumnya disebabkan oleh INH dan rifampisin, dapat dilakukan
23

pemberian dosis rendah dan desensitsasi dengan pemberian dosis yang


ditingkatkan perlahan-lahan dengan pengawasan yang ketat.
Desensitisasi ini tidak bisa dilakukan terhadap obat lainnya.
• Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah
trombositopenia, syok atau gagal ginjal karena rifampisin, gangguan
penglihatan karena etambutol, gangguan nervus VIll karena
streptomisin dan dermatitis exfoliative dan agranulositosis karena
thiacetazon
• Bila sesuatu obat harus diganti maka paduan obat harus diubah hingga
jangka waktu pengobatan perlu dipertimbangkan kembali dengan baik.
7.4 Evaluasi pengobatan
Evaluasi penderita meliputi:4
1. Evaluasi klinik
• Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
• Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta
ada tidaknya komplikasi penyakit
• Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
2. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)
• Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
• Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
• Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 – 6/9)
3. Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
• Sebelum pengobatan
• Setelah 2 bulan pengobatan
• Pada akhir pengobatan
4. Evaluasi efek samping secara klinik
24

• Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap.
• Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan
gula darah , asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek
samping pengobatan.
• Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.
• Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol.
• Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan
dan audiometri.
• Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi
efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek
samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman.
5. Evaluasi keteraturan berobat
• Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan
adalah keteraturan berobat. Diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal
ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit
dan keteraturan berobat yang diberikan kepada penderita, keluarga dan
lingkungan.
• Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.
6. Evaluasi penderita yang telah sembuh
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam
2 tahun pertama setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya kekambuhan.
Yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks.
Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.

DAFTAR PUSTAKA
25

1. Daniel, M. Thomas. 1999. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit dalam


Edisi 13 Volume 2. Jakarta : EGC : 799-808.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta: DEPKES RI.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta PDPI.
4. Bahar, A., 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 988-994.
5. Bahar, A., Zulkifli Amin. 2007. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 995-1000.

PEMERIKSAAN FISIK:
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Tampak lemah
Tanda vital :
Tekanan darah: 120/70 mmHg
Denyut nadi : 92x/menit, regular, isi cukup
Laju pernafasan : 36x/menit
Suhu : 37,3 0C
SpO2 : 96 %
Berat badan : 43 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 16 → kurus
Kepala
Bentuk dan Ukuran: Normosefali, fontanel anterior menonjol (-)
Rambut: Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil: isokor, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+)

Telinga: Bentuk normal, pembesaran KGB retroaurikula (-)


26

Hidung: Bentuk normal, pernafasan cuping hidung (-)

Tenggorokan: Tidak hiperemis, tonsil T1-T1

Mulut: Bibir kering (-), stomatitis (-)

Leher: JVP 5+2 cmH2O, trakea letak di tengah, tidak teraba pembesaran KGB,
tidak terdapat pembesaran tiroid

Kulit: Turgor baik, sianosis (-), warna kulit sawo matang

PARU
Inspeksi : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi suprasternal (+) , retraksi
intercostal (+)
Palpasi: Stem fremitus kanan dan kiri simetris, pergerakan napas simetris, tidak
terdapat adanya benjolan
Perkusi :Sonor
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)

JANTUNG
Inspeksi: Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Perkusi : ictus cordis teraba di sela iga V linea midklavikularis sinistra
Palpasi
Batas atas : ICS II linea parastrenalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi: Suara jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi: Tampak datar, tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak tampak pulsasi
epigastrium.
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
27

Perkusi: Timpani pada semua kuadran


Auskultasi: Bising usus 10x/menit, bruit (-)

EKSTREMITAS
Superior: Akral dingin (-/-), edema (-/-), CRT > 2 detik (-/-)
Inferior: Akral dingin (-/-), edema (-/-), CRT > 2 detik (-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi:
Hemoglobin: 10,9 g/dl (Menurun)
Leukosit: 13,6 ribu/mm3 (Meningkat)
Trombosit: 466 ribu/mm3 (Meningkat)
Hematokrit: 33 % (Menurun)
Eritrosit: 4,8 jt/uL (Normal)
MCV: 70 fL (Menurun)
MCH: 23 pg (Menurun)
MCHC: 33 g/dL (Normal)
Kesan : Anemia mikrositik hipokrom, leukositosis, trombositosis

Hasil Pemeriksaan Rontgen Thorax:


Cor : Bentuk dan letak normal, tidak membesar.
Pulmo :Tampak bercak infiltrat dikedua lapang paru dengan kavitas di
paru kanan

Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami sesak dan batuk disertai dahak sejak
2 minggu SMRS, pasien juga mengalami demam, keringat malam, berat badan
turun; riwayat TB paru 2x sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik thorax didapatkan
retraksi suprasternal (+), retraksi intercostal (+), ronkhi (+/+). Dari pemeriksaan
rontgen thorax didapatkan tampak bercak infiltrat dikedua lapang paru dengan
kavitas di paru kanan -> working diagnosis: Obs dispneu dan
hemoptisis susp. TB paru kasus relap
28

Seorang pria berusia 50 tahun datang ke IGD RSUD BANJAR dengan keluhan
sesak disertai dengan batuk berdahak sejak 2 minggu SMRS dan dalam 3 hari
SMRS batuk disertai darah. Pasien juga merasakan demam, keringat malam, mual
dan terkadang muntah saat makan, berat badan turun ± 7 kg dalam 1 bulan. Pasien
memiliki riwayat TB paru pada tahun 2008 pengobatan kategori I tuntas 6 bulan,
kemudian selang 3 bulan didiagnosis TB paru lagi dan pengobatan TB paru
selama 6 bulan. Pemeriksaan fisik pasien didapatkan laju pernafasan cepat, suhu
subfebris, spO2 rendah, kurus, terdapat retraksi suprasternal, retraksi intercostal,
ronkhi (+/+). Pada pemeriksaan hematologi didapatkan Anemia mikrositik
hipokrom, leukositosis dan trombositosis. Pada pemeriksaan rontgen thorax
didapatkan tampak bercak infiltrat dikedua lapang paru dengan kavitas di paru
kanan. Pasien didiagnosis Observasi dispneu dan hemoptisis suspect TB paru
kasus relaps dan ditatalaksana awal dengan oksigen nasal canul 3 lpm, infus RL
20 tpm, ambroxol 3 x 30mg tab, paracetamol 3x500 mg tab bila demam dan
selanjutnya diperiksa sputum SPS.

Anda mungkin juga menyukai