Nama : Tn. A
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Parunglesang, Banjar
Tgl pemeriksaan : 28 Juni 2019
No. Catatan Medik : 399826
ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada tanggal 28 Juni 2019
KELUHAN UTAMA
Sesak nafas
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sudah 1 minggu
SMRS dan terasa semakin memberat. Keluhan sesak dirasakan hilang timbul.
Keluhan sesak disertai dengan batuk berdahak sejak 2 minggu SMRS. Pada
awalnya dahak berwarna kehijauan dan dalam 3 hari SMRS batuk disertai darah.
Pasien merasakan demam sejak 2 minggu yang lalu dan hilang timbul dan tidak
menentu. Pasien juga merasakan sering mengalami keringat malam ketika sedang
tidak beraktifitas. Pasien juga mengeluh mual dan terkadang muntah saat makan,
Berat badan pasien turun ± 7 kg dalam 1 bulan. BAB dan BAK tidak ada kelainan.
Keluhan kaki bengkak sebelumnya disangkal, keluhan nyeri dada disangkal
1
2
RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan untuk penyakit TB parunya tahun 2008
yaitu OAT oral kategori I selama 6 bulan. Setelah itu, selang 3 bulan saat
didiagnosis TB paru kembali, pasien mengkonsumsi OAT oral kategori I selama 6
bulan. Pasien mengatakan selama mengkonsumsi obat tersebut, BAK menjadi
merah.
RIWAYAT KELUARGA
- Keluarga tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien
- Riwayat penyakit paru disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus disangkal
- Riwayat alergi disangkal
RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok sejak usia 15 tahun. Pasien dapat
merokok sekitar 1 bungkus per hari.
PARU
Inspeksi Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi suprasternal
(+) , retraksi intercostal (+)
Palpasi Stem fremitus kanan dan kiri simetris, pergerakan napas
simetris, tidak terdapat adanya benjolan
Perkusi Sonor
Auskultasi Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)
JANTUNG
Inspeksi Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Perkusi ictus cordis teraba di sela iga V linea midklavikularis
sinistra
Palpasi Batas atas : ICS II linea parastrenalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi Suara jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
4
ABDOMEN
Inspeksi Tampak datar, tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak
tampak pulsasi epigastrium.
Palpasi Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi Timpani pada semua kuadran
Auskultasi Bising usus 10x/menit, bruit (-)
EKSTREMITAS
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
CTR > 2 detik -/- -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan darah rutin (28 Juni 2019)
Hematologi Hasil Nilai Normal Kesan
Hemoglobin 10,9 g/dl 14– 17,5 Menurun
Leukosit 13,6 (ribu/mm3) 4,4 – 11,3 Meningkat
Trombosit 466 (ribu/mm3) 150 – 450 Meningkat
Hematokrit 33 % 40 - 52 Menurun
Eritrosit 4,8 jt/uL 4,5 – 5,9 Normal
MCV 70 fL 80 – 96 Menurun
MCH 23 pg 26 – 33 Menurun
MCHC 33 g/dL 32 – 36 Normal
Kesan : Anemia mikrositik hipokrom, leukositosis, trombositosis
DIAGNOSIS
Obs dispneu dan hemoptisis susp. TB paru kasus relaps
TATALAKSANA
1. O2 Nasal canul 3 lpm
2. Infus RL 20 tpm
3. Ambroxol 3 x 30mg tab
4. Paracetamol 3x500 mg tab p.r.n. demam
PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia ad bonam
b. Ad fungsionam : dubia ad bonam
c. Ad sanationam : dubia ad bonam
6
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium
tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh
lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi
hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity).
Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan
kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang efektif.1
Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang
diserang kuman Mycobacterium tuberculosis terdiri dari tuberkulosis paru
dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Sedangkan
tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru misalnya, pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.2
terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel
M.tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes),
trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”, dan mycobacterial sulfolipids
yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak
berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh
ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur
lain yang terdapat pada diniding sel bakteri tersebut adalah polisakarida
seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang
kompleks tersebut menyebebkan bakteri M.tuberculosis bersifat tahan asam,
yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap upaya penghilangan zat warna
tersebut dengan larutan asam – alkohol.3
Gambar 1 Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam1
3. Patofisiologi tuberkulosis
3.1 Infeksi primer3
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang
di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di
bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
8
Gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum akhir
pengobatan). Atau penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran
radiologik ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronis
Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori II dengan pengawasan yang
baik.
g. Kasus bekas TB
- Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif,
terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih
mendukung
- Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata
tidak ada perubahan gambaran radiologik
5. Diagnosis tuberkulosis
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologis.
5.1 Diagnosis klinis
Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan ada atau
tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis utama adalah
batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala
tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa
nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa
kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan
dan demam/meriang lebih dari sebulan.2
5.2 Pemeriksaan fisik
12
Tersangka
Penderita TB
(suspek TB)
Hasil BTA
Sewaktu
Hasil BTA(SPS) Hasil BTA
+++ +-- ---
++-
TB BTA Bukan
Negatif
Hasil TBC,
Periksa Rontgen Dada
Rontgen
Mendukun Penyakit
g TB
Positif Lain
15
Hasil
Rontgen
Negatif
b. Darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit masih
di bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke normal dan jumlah limfosit masih
tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain juga
didapatkan: anemia ringan dengan gambaran normokrom normositer, gama
globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun.2
c. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Sedangkan pada dewasa tes
tuberkulin hanya untuk menyatakan apakah seorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium
patogen lainnya.2
Tes tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin
P.P.D (Purified Protein Derivative) secara intrakutan. Dasar tes tuberkulin ini
adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan
16
timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit
yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Cara
penyuntikan tes tuberkulin dapat dilihat pada gambar di bawah ini:4
6. Komplikasi tuberkulosis
Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura,
empiema, laringitis, usus Poncet’s arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut
17
Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4
obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih
positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum
untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3
atau 5 HRE.
3. 3. Kategori III : 2HRZ/2H3R3
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3, yang dilanjutkan
dengan fase lanjutan 2HR atau 2 H3R3.
4. 4. Kategori IV : Rujuk ke ahli paru atau menggunakan INH seumur hidup
Pada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda,
sputumnya harus dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup
diberikan H saja sesuai rekomendasi WHO atau menggunakan pengobatan
TB resistensi ganda (MDR-TB).
7.2 Dosis obat
Dosis obat yang dipakai di Indonesia secara harian maupun berkala dan
disesuaikan dengan berat badan pasien:5
Tabel 8 Dosis OAT5
Jenis Dosis
Isoniazid (H) harian : 5mg/kg BB
intermiten : 10 mg/kg BB 3x seminggu
Rifampisin (R) harian = intermiten : 10 mg/kgBB
Pirazinamid (Z) harian : 25mg/kg BB
intermiten : 35 mg/kg BB 3x seminggu
Streptomisin (S) harian = intermiten : 15 mg/kgBB
usia sampai 60 th : 0,75 gr/hari
usia > 60 th : 0,50 gr/hari
Etambutol (E) harian : 15mg/kg BB
intermiten : 30 mg/kg BB 3x seminggu
• Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap.
• Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan
gula darah , asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek
samping pengobatan.
• Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.
• Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol.
• Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan
dan audiometri.
• Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi
efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek
samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman.
5. Evaluasi keteraturan berobat
• Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan
adalah keteraturan berobat. Diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal
ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit
dan keteraturan berobat yang diberikan kepada penderita, keluarga dan
lingkungan.
• Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.
6. Evaluasi penderita yang telah sembuh
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam
2 tahun pertama setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya kekambuhan.
Yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks.
Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
DAFTAR PUSTAKA
25
PEMERIKSAAN FISIK:
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Tampak lemah
Tanda vital :
Tekanan darah: 120/70 mmHg
Denyut nadi : 92x/menit, regular, isi cukup
Laju pernafasan : 36x/menit
Suhu : 37,3 0C
SpO2 : 96 %
Berat badan : 43 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 16 → kurus
Kepala
Bentuk dan Ukuran: Normosefali, fontanel anterior menonjol (-)
Rambut: Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil: isokor, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+)
Leher: JVP 5+2 cmH2O, trakea letak di tengah, tidak teraba pembesaran KGB,
tidak terdapat pembesaran tiroid
PARU
Inspeksi : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi suprasternal (+) , retraksi
intercostal (+)
Palpasi: Stem fremitus kanan dan kiri simetris, pergerakan napas simetris, tidak
terdapat adanya benjolan
Perkusi :Sonor
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)
JANTUNG
Inspeksi: Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Perkusi : ictus cordis teraba di sela iga V linea midklavikularis sinistra
Palpasi
Batas atas : ICS II linea parastrenalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi: Suara jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi: Tampak datar, tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak tampak pulsasi
epigastrium.
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
27
EKSTREMITAS
Superior: Akral dingin (-/-), edema (-/-), CRT > 2 detik (-/-)
Inferior: Akral dingin (-/-), edema (-/-), CRT > 2 detik (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi:
Hemoglobin: 10,9 g/dl (Menurun)
Leukosit: 13,6 ribu/mm3 (Meningkat)
Trombosit: 466 ribu/mm3 (Meningkat)
Hematokrit: 33 % (Menurun)
Eritrosit: 4,8 jt/uL (Normal)
MCV: 70 fL (Menurun)
MCH: 23 pg (Menurun)
MCHC: 33 g/dL (Normal)
Kesan : Anemia mikrositik hipokrom, leukositosis, trombositosis
Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami sesak dan batuk disertai dahak sejak
2 minggu SMRS, pasien juga mengalami demam, keringat malam, berat badan
turun; riwayat TB paru 2x sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik thorax didapatkan
retraksi suprasternal (+), retraksi intercostal (+), ronkhi (+/+). Dari pemeriksaan
rontgen thorax didapatkan tampak bercak infiltrat dikedua lapang paru dengan
kavitas di paru kanan -> working diagnosis: Obs dispneu dan
hemoptisis susp. TB paru kasus relap
28
Seorang pria berusia 50 tahun datang ke IGD RSUD BANJAR dengan keluhan
sesak disertai dengan batuk berdahak sejak 2 minggu SMRS dan dalam 3 hari
SMRS batuk disertai darah. Pasien juga merasakan demam, keringat malam, mual
dan terkadang muntah saat makan, berat badan turun ± 7 kg dalam 1 bulan. Pasien
memiliki riwayat TB paru pada tahun 2008 pengobatan kategori I tuntas 6 bulan,
kemudian selang 3 bulan didiagnosis TB paru lagi dan pengobatan TB paru
selama 6 bulan. Pemeriksaan fisik pasien didapatkan laju pernafasan cepat, suhu
subfebris, spO2 rendah, kurus, terdapat retraksi suprasternal, retraksi intercostal,
ronkhi (+/+). Pada pemeriksaan hematologi didapatkan Anemia mikrositik
hipokrom, leukositosis dan trombositosis. Pada pemeriksaan rontgen thorax
didapatkan tampak bercak infiltrat dikedua lapang paru dengan kavitas di paru
kanan. Pasien didiagnosis Observasi dispneu dan hemoptisis suspect TB paru
kasus relaps dan ditatalaksana awal dengan oksigen nasal canul 3 lpm, infus RL
20 tpm, ambroxol 3 x 30mg tab, paracetamol 3x500 mg tab bila demam dan
selanjutnya diperiksa sputum SPS.