PENDAHULUAN
Empiema adalah keadaan terdapatnya pus (nanah) dalam rongga pleura yang
atau empiema sering terjadi pada infeksi pleuropulmonari anaerob. Pada infeksi
Data tahun 1996 di Amerika Serikat diagnosis parapneumonia empiema sekitar 3,04
per 100.000, sedangkan tahun 2008 meningkat menjadi 5,98 per 100.000. Empiema
merupakan cairan inflammatori dan debris pada rongga pleura. Empiema merupakan
akibat dari infeksi pada rongga pleura yang tak terobati yang berkembang dari cairan
pleura menjadi suatu kumpulan kompleks pada rongga pleura. Diagnosis empiema
Scan thoraks.
pasien tuberkulosis BTA positif.[1,2] Penularan terjadi melalui udara pada waktu
seseorang dengan BTA positif batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke
1
udara dalam bentuk percik dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3500 droplet nuclei. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dengan
ventilasi yang kurang dan sinar matahari yang minimal dimana droplet nuclei dapat
bertahan dalam waktu yang lama. Tuberkulosis juga dapat menyerang organ tubuh
lainnya di luar paru seperti pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
Gejala klinis pada tuberkulosis paru dibagi menjadi gejala respiratorius dan
sistemik. Gejala respiratorius yang dapat timbul meliputi batuk >2 minggu, batuk
darah, sesak nafas dan nyeri dada. Sedangkan untuk gejala sistemik yang dapat
timbul meliputi demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada meningitis TB, nyeri
limfadenitis TB, deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-
lain. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
didapat tergantung pada luas kelainan struktur paru. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta
2
daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda tanda
dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
jaringan biopsi. Pengumpulan dahak dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sewaktu/spot
(dahak sewaktu saat kunjungan), dahak pagi (keesokan harinya), sewaktu/spot (pada
Ziehl Nielsen. Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah foto toraks PA
dengan atau tanpa foto lateral. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
disegmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah,
kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular, bayangan bercak milier, efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral
komplikasi dini dan komplikasi stadium lanjut. Komplikasi dini yang dapat timbul
meliputi pleuritis, efusi pleura, empiema dan laringitis TB. Sedangkan, komplikasi
stadium lanjut yang dapat timbul meliputi hemoptisis masif, kolaps lobus akibat
hidropneumotoraks.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
1. Nama : Tn. AA
3. Umur : 21 Tahun
5. Alamat : Karatat
6. Pekerjaan : Mahasiswa
7. Agama : Kristen
8. MR : 07-38-22
2.2 ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Seorang Laki-laki usia 21 tahun datang ke IGD RSUD DR. PP. Magretti dengan
keluhan sesak nafas sejak 3 bulan memberat 1 minggu. Sesak memberat saat
batuk. Batuk kurang lebih 3 bulan memberat 1 minggu, dahak (-), demam (-),
Selain itu pasien juga mengeluh nyeri dada kiri yang muncul saat batuk dan
sesak. keringat malam (+), penurunan BB (+). Pasien nyaman dengan duduk
4
tegak. Rasa tidak nyaman diperut bagian atas seperti tertusuk. Makan minum
baik, mual (-), muntah (-), BAB dan BAK baik. BAB terkahir kemarin warna
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya, riwayat darah
tinggi dan riwayat kencing manis disangkal oleh pasien. Pasien tidak pernah
1. Status Generalis
4. Nadi : 110x/menit
5. Respirasi : 36x/menit
5
b. Kepala dan Leher
5. Telinga : Deformitas (-), sekret (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik
c. Thorax
1. Paru
6
2. Jantung
d. Abdomen
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), trugor kulit kembali cepat, hepar/lien
Perkusi : Timpani.
e. Ekstremitas
f. Genitalia
7
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal
Parameter Nilai Normal
01/07/2021
Hb (g/dL) 9,4 14-18 gr%
Gene Expert MTB Not Detected Not Detected
Tanggal 10/08/2021
Tanggal 14/08/2021
8
Tanggal 18/08/2021
Tanggal 23/08/2021
9
2.5 DIAGNOSIS
2. Pleura TB
2.6 TERAPI
Ceftriaxone 1x2 gr iv
Metronidazole 3x500 mg iv
PCT 3x1 gr iv
Ambroxol 3x10 mg
2.7 PROGNOSIS
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Empiema toraks didefinisikan sebagai suatu infeksi pada ruang pleura yang
berhubungan dengan pembentukan cairan yang kental dan purulen baik terlokalisasi
atau bebas dalam ruang pleura yang disebabkan karena adanya dead space, media
biakan pada cairan pleura dan inokulasi bakteri. Empiema adalah akumulasi pus
diantara paru dan membran yang menhyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi
bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk
melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang
berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka
terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa
parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan
yang permanen.
3.2 EPIDEMIOLOGI
Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan berat.
Saat ini terdapat 6500 penderita di USA dan UK yang menderita empiema dan efusi
parapneumonia tiap tahun, dengan mortalitas sebanyak 20% dan menghabiskan dana
rumah sakit sebesar 500 juta dolar. Di India terdapat 5 – 10% kasus anak dengan
empiema toraks. Empiema toraks didefinisikan sebagai suatu infeksi pada ruang
pleura yang berhubungan dengan pembentukan cairan yang kental dan purulen baik
11
terlokalisasi atau bebas dalam ruang pleura yang disebabkan karena adanya dead
space, media biakan pada cairan pleura dan inokulasi bakteri. Empiema adalah
akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang pleura) yang
dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang
berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi
protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika pus terkumpul dalam
ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan
menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit
(lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan
komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang
Empiema dapat juga terjadi akibat infeksi setelah pembedahan dada, trauma
tembus dada, atau karena prosedur medis seperti torakosentesis atau karena
pemasangan chest tube. Pus yang berasal dari rongga abdomen yang berada tepat di
bawah paru (abses subfrenikus) juga dapat meluas ke rongga pleura dan
pneumonia yang berupa batuk, nyeri dada karena pleuritis, dan kelemahan.
Empiema juga dapat terjadi akibat dari keadaan keadaan seperti septikemia, sepsis,
Infeksi ruang pleura turut mengambil peran pada terjadinya empiema sejak jaman
12
3.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA
Paru kanan normalnya terdiri dari tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan
merupakan 55% bagian paru. Paru kiri normalnya terdiri dari dua lobus (atas dan
bawah). Pada lobus atas paru kiri pada bagian bawahnya terdapat lingula yang
merupakan analog dari lobus tengah paru kanan. Paru mengalami perkembangan
yang hebat, saat lahir, bayi memiliki 25 juta alveoli ; jumlah ini bertambah menjadi
300 juta setelah dewasa. Pertumbuhan paling sering terjadi saat usia 8 tahun.
. Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan
parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat,
dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran
membran serosa yang melapisi dinding toraks, diafragma, dan mediastinum disebut
13
pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga
pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua
pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam hal ini, terdapat
memiliki ciri ciri permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis <
30mm, diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit, di bawah sel-sel mesotelial
ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat
lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik, lapisan terbawah
kapiler dari a. pulmonalis dan a. brakhialis serta pembuluh limfa, menempel kuat
Pleura parietalis jaringannya lebih tebal terdiri dari sel-sel mesotelial dan jaringan
ikat (kolagen dan elastis), dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler
dari a. intercostalis dan a. mamaria interna, pembuluh limfa dan banyak reseptor
saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan
berasal n. intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada,
14
mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya, berfungsi untuk
tekanan hidrostatik sebesar 9 mmHg , diproduksi oleh pleura parietalis, serta tekanan
koloid osmotik sebesar 10 mmHg yang selanjutnya akan diabsorbsi oleh pleura
3.4 ETIOLOGI
a. Pneumonia
c. Bronkiektasis
Sering ditemukannya bakteri gram negatif pada biakan terjadi diantaranya karena
tingginya insidensi resisten karena pemberian antibiotik pada fase awal pneumonia.
15
lainnya dapat melawan bakteri gram negatif. Namun telah diketahui bahwa
Untuk penderita dengan sosial ekonomi yang rendah dan tidak mampu untuk
tinggi. Fenomena yang jelas ini membutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Cairan
pleura yang purulen (empiema) hampir selalu disebabkan oleh bakterial pneumonia.
Efusi pleura yang berhubungan dengan peumonia bakterial, abses paru, atau
penyebab terbanyak, namun pada tahun tahun terakhir ini S. pneumoniae kembali
efusi paraneumonik tidaklah tinggi seperti yang terlihat pada penderita dengan
empiema yang disebabkan oleh S. aureus (sekitar 80% anak yang mengalami
pnemonia dengan penyebab S. aureus); selain itu juga dapat disebabkan oleh infeksi
streptokokus grup A , jarang oleh F. tularensis, H. influenzae tipe b, dan bakteri usus
gram negatif seperti Pseudomonas atau Salmonela. Streptokokus dan difteroid (flora
Pasteurela multosida juga penyebab empiema pada anak yang menderita pneumonia
dan terekspos dengan binatang. Nokardia jarang menyebabkan efusi pleura, khas
pada penderita yang sistem imunnya tertekan. Penyebab tidak lazim lainnya adalah
16
Yersinia, klamidia trakomatis, dan Liseria. Spesies bakteroides atau klostridium,
(terutama pada usia dewasa), sehingga cairan dibutuhkan kultur secara anaerob.
pleua purulenta ringan sampai sedang. fungi tersebut dan kriptokokus merupakan
suatu agen yang menjadi risiko penyebab infeksi pada penderita dengan
penderita dengan status imunologi yang normal yang banyak terpajan dengan fungi.
Empiema juga dapat disebabkan oleh parasit seperti paragonimiasis (pada imigran
3.5 PATOGENESIS
Invasi basil piogenik ke pleura akan mengakibatkan timbulnya radang akut yang
diikuti pembentukan eksudat serous. Dengan banyaknya sel PMN yang mati akan
bronkus pleural. Sedangkan bila nanah menembus dinding thorak dan keluar melalui
3.5.1 STADIUM 1
Disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-hari
terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit. Cairan yang dihasilkan
mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdiri atas netrofil. Stadium ini
17
terjadi selama 24-72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium fibropurulen.
Cairan pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang
rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan pH
perbaikan.
3.5.2 STADIUM 2
dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak leukosit polimorfonuklear, bakteri,
dan debris selular. Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan membran
fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini
berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa menjadi rendah sedangkan LDH meningkat.
Stadium ini berakhir setelah 7-10 hari dan sering membutuhkan penanganan yang
3.5.3 STADIUM 3
pada membran pleura, membentuk jaringan yang mencegah ekspansi pleura dan
drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan hasil
gejala awal.
18
Empiema adalah adanya pus dalam rongga pleura. Penderita dengan efusi
pleura dan fagosit akan resorbsi melalui sistem limfa di subpleura, sedangkan
antibiotika, respons inflamasi dini tidak cukup untuk mencegah penyebaran bakteri,
dan efusi parapneumonia dapat terus berkembang menjadi empiema dan berakhir ke
stadium kronik. Selama empiema terus berlanjut, akan terjadi perkembangan fibrosis
pada ruang pleura. Adanya fibrosis dalam ruang pleura menggambarkan suatu
keadaan yang paling menyebabkan kelemahan pada penderita empiema toraks. Bila
fibrosis pleura terus berlanjut akhirnya akan terjadi fibrotoraks. Mekanisme yang
Membran pleura menghasilkan cairan pleura yang kemudian diserap oleh saluran
limfa yang terletak pada kedua lapisan pleura. Peningkatan produksi cairan atau
penurunan resorpsi cairan akan menyebabkan akumulasi cairan yang patologis pada
ruang pleura. Cairan pleura dapat berupa transudat, transudat serofibrin, hemoragik,
Penyebab tersering adalah gagal jantung. Penyebab lainnya dapat karena gagal
kecoklatan atau purulen, dapat disebabkan oleh tuberkulosis, infeksi paru atau pleura
lainnya atau karena abses subfrenikus. Penyebab lainnya adalah kanker paru dan
penyakit jaringan ikat sistemik seperti lupus eritematous sistemik atau rheumatoid
arthritis. Pada posisi tegak lurus, sedikit cairan akan berkumpul di sudut
19
diafragma dan dada terisi dengan gambaran opak. Dimana selama volume cairan
terus bertambah maka secara bertahap akan semakin luas dan paru mengalami
perselubungan. jika tidak ditemukan kepastian antara cairan atau sisa infeksi pleura
tambahan, yakni penderita dalam posisi dekubitus lateral, bila cairan maka akan
kantong tertutup ( lokuli ) yang dibentuk oleh proses infeksi aktif dan menghasilkan
pus dalam jumlah yang besar, cairan pleura tidak hanya mengalir secara pasif
sepanjang dada pada batas cembung medial tapi juga menuju batas cekung medial.
Hal ini mengarah kecurigaan pada empiema dimana dapat terjadi hubungan antara
pneumoni dengan abses paru. Empiema dapat menembus pleura viseral dan
terhubung dengan jaringan paru yang mengandung udara dan cabang bronkial.
Hubungan seperti ini dapat juga terjadi ketika suatu infeksi pada paru menembus
pleura.
3.6 DIAGNOSIS
gejalanya antara lain adalah panas akut, nyeri dada (pleuritic chest pain), batuk,
sesak, dan dapa juga sianosis. Inflamasi pada ruang pleura dapat menyebabkan nyeri
abdomen dan muntah. Gejala dapat terlihat tidak jelas dan panas mungkin tidak
dialami penderita dengan sistem imun yang tertekan2. Gejala dan Tanda Empiema
biasanya adalah: Batuk, Pekak Pada Perkusi Dada, Dispneu, Menurunnya Suara
Pernapasan, Demam, Pleural Rub (pada fase awal), Ortopneu, Menurunnya vokal
20
fremitus, Nyeri Dada, Menyempitnya ruangan interkosta, Nyeri Abdomen, Daerah
bronkial, normalnya didengar di trakea, yang pada auskultasi inspirasi dan ekspirasi
jelas terlihat. Suara pernafasan perifer lainnya yang dapat terdengar adalah suara
pernapasan vesikular, yakni rasio inspirasi yang terdengar lebih panjang dari
ekspirasi. Suara pernapasan bronkial yang terdengar pada paru perifer diperkirakan
terjadi konsolidasi atau adanya efusi pleura. Menurunnya suara pernafasan saat
usaha bernapas merupakan alasan yang cukup untuk mencurigai adanya atelektasis,
konsolidasi lobaris (pneumonia) atau efusi pleura. Temuan yang didapatkan dari
pemeriksaan fisik, dipadukan dengan inspeksi yang terlihat adanya deviasi trakea
dengan jantung, pergerakan dinding dada, perkusi, fremitus, suara pernafasan, dan
patologi intratoraks. Bentuk torak bayi lebih melengkung daripada anak anak dan
dewasa. Selain itu dinding dada bayi tipis dengan otot otot yang kecil sehingga suara
paru dan jantung diteruskan lebih jelas. Tulang dan tulang rawannya masih sangat
lemah dan elastis. Ujung dari prosesus xifoid sering terlihat menonjol ke depan di
kulit pada apeks lengkung iga. Pada bayi yang sehat, iga tidak banyak bergerak saat
bayi bernapas biasa, iga bergerak keluar karena diafragma turun dan menekan isi
lesion seperti efusi pleura. Pada pemeriksaan pernapasan yang harus dinilai :
pernapasan yang terdengar, dan usaha bernapas. Pernapasan didominasi oleh gerak
21
diafragma dengan sedikit bantuan dari otot otot dada. Selain melihat gerak
pernapasan, juga penting untuk menilai adakah retraksi ( chest indrawing ) yang
merupakan indikator adanya penyakit paru pada bayi kurang dari 2 tahun oleh
WHO. Tipe tipe retraksi : supraklavikular, interkosta, dan subkosta. Perkusi tidak
banyak membantu pemeriksaan karena pada bayi memang hiperesonansi dan sulit
dikatakan sebelumnya bahwa suara akan diteruskan menjadi lebih keras dan lebih
kasar daripada pada dewasa. Selain itu, sulit untuk dibedakan dengan suara dari
beberapa petunjuk yang berguna, suara napas dari saluran napas atas cenderung kuat
dan diteruskan simetris ke kedua dada dan semakin menguat saat stetoskop
saluran napas bawah akan terdengarlebih kuat pada daerah yang patologis dan sering
2. Tes kultur dan kepekaan dari drainase hasil aspirasi dari pleura
3. Computed tomography
22
untuk pertimbangan terapi, yang akan menurunkan morbiditas, mortalitas
4. Torakosenstesis
yang diambil dari torakosentesis adalah lemah, namun tinggi pada anak
dengan infeksi yang jelas dan mendapatkan antibiotika lebih dalam waktu 24
jam. Tanpa adanya infeksi, normalnya cairan pleura memiliki berat jenis yang
rendah (<1.015) dan protein (<2.5 g/dL), kadar laktat dehidrogenase yang
rendah (3 g/dL) dan laktat dehidrogenase yang tinggi (>250 IU/L), pH yang
rendah (<7.2), glukosa yang rendah (<40 mg/dL), dan hitung selular yang
ditegakkan bila ditemukan cairan pleura yang purulen, terdeteksi bakteri gram
atau adanya hitung sel darah putih lebih dari 5 x 109 sel
glucosa, dan pH, Kultur bakteri aerob dan anaerob, mikobakteri, fungi,
mikoplasma, dan bila ada indikasi disertai dengan pemeriksaan viral patogen.
23
3.7 KOMPLIKASI
2. Syok
3. Sepsis
3.8 PENATALAKSANAAN
1. Pengosongan pus
2. Antibiotik
3. Fibrinolitik Intrapeura
5. Pengobatan tambahan
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek
toksisnya.
- Terjadinya piopneumotoraks.
24
Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negatif sebesar 1020 cmH 2O.
Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus diempuh cara lain seperti
empiema kronis.
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan
reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa
terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang
terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus mengganti atau
membersihkan drain.
3.8.2 ANTIBIOTIK
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotik memegang
peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan
dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram
dan apusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan
diberikan penicilin. Pemilihan awal didasarkan pada CAP dan HAP (β laktam,
Diberikan pada empiema dengan pus yang kental dan atau empiema yang
Fibrinolitik intra pleura volume total 50-100ml. Jenis obat yang diberikan
25
streptokinase 200.000 – 250.000 IU 1-2x/hari , Urokinase 50.000 – 100.000 IU 1 x 1
hari. Saat pemberian WSD di klem 4 – 8 jam. Obat diberikan selama 3 hari berturut-
turut.
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena
a. Dekortikasi
b. Torakoplasti
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak
mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga
dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh kedalam rogga pleura
Perbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan nafas. Infeksi
3.9 PROGNOSIS
26
Prognosis dipengaruhi oleh umur serta penyakit yang melatarbelakanginya. Angka
kematian meningkat pada usia tua, penyakit asal yang berat, dan pengobatan yang
BAB IV
27
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien
ini, didiagnosa Empyema Paru Sinistra dengan Pleura TB. Pada kasus diatas, Seorang Laki-
laki usia 21 tahun datang ke IGD RSUD DR. PP. Magretti dengan keluhan sesak nafas sejak
3 bulan memberat 1 minggu. Sesak memberat saat batuk. Batuk kurang lebih 3 bulan
memberat 1 minggu, dahak (-), demam (-), Selain itu pasien juga mengeluh nyeri dada kiri
yang muncul saat batuk dan sesak. keringat malam (+), penurunan BB (+). Pasien nyaman
dengan duduk tegak. Rasa tidak nyaman diperut bagian atas seperti tertusuk. Makan minum
baik, mual (-), muntah (-), BAB dan BAK baik. BAB terkahir kemarin warna kuning. Minum
alkohol (+), merokok (+), Sering Menyelam (+), dari riwayat sosialdan kebiasaan pasien
memiliki kebiasaan Merokok (+), minum alcohol (+), dan menyelam. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pada region thorax Vokal Fremitus Dextra tidak sama dengan Sinistra dan pada
Perkusi sonor dilapang paru kanan, Hipersonor di Sinistra Pada Auskultas didapatkan suara
napas vesikuler menurun pada lapang paru kiri dan pada pemeriksaan foto thorax didapatkan
cairan pleura tampak purulen Hal tersebut sesuai dengan Empyema Paru. Penatalaksanaan
pada pasien ini berupa Pemasangan WSD Diet TKTP tinggi Serat, IVFD NaCl 0.9% 500
(450/300/1000/1000), PCT 3x1 gr iv, Ambroxol 3x10 mg, Albumin 3x1 tab, Tablet Tambah
Darah 1x1 tab, Tiup Balon 6x/hr, Chest Fisioterapi 4x/hr, Inhalasi Ventolin/8 jam
28
29
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
udara dan cairan di rongga pleura serta meningkatkan daya compliance paru
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2012: 495-506.
5. Ahmed AE, Yacoub TE, Empyema Thoracis. Clinical Medicine Insights: Respiratory and
7. Sakakura dkk. Surgical Treatment of Empyema after Pulmonary Resection Using Pedicle
Fluid from The Largest Chest Hospital in Delhi. IOSR Journal of Dental and Medical
31