Anda di halaman 1dari 31

Laporan kasus

COR PULMONAL CRHONIC (CPC)

Disusun oleh:

Marzatillah

110611014

Pembimbing:

dr. Fouzal Aswad, Sp.JP-FIHA

BAGIAN /SMF ILMU KARDIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD DR.
ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah

menciptakan manusia dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis

syukuri, keluarga yang mencintai dan teman-teman yang penuh semangat, karena

berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi

kasus ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar

Muhammad Saw, atas semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.

Adapun tugas presentasi kasus ini berjudul “Cor Pulmonal Cronic”.

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior

Unsyiah BLUD RSU dr. Zainoel Abidin – Banda Aceh. Penulis mengucapkan

terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada dr.Fauzal Aswad,

Sp. JP- FIHA yang telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan

bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh

dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman

akan penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan

pembelajaran dan bekal di masa mendatang.

Banda Aceh, Mei 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………....... i


DAFTAR ISI ………………………………………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………. 1
BAB II LAPORAN KASUS ……….……………………………… 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA …………………………………. 13
3.1. Definisi ……………………………………………… 13
3.2. Etiologi dan epidemiologi ….........…………………. 13
3.3. Patogenesis .........…………………………………… 14
3.4. Diagnosis ...........……………………………………. 16
3.5. Penatalaksanaan ....………………………………….. 20
3.6. Komplikasi .............………………………………… 22
3.7. Prognosis ......................…………………………….. 22
BAB IV KESIMPULAN ………………………………………… 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

Kor pulmonal adalah suatu peningkatan dari struktur dan fungsi dari

ventrikel kanan yang didasarkan pada hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh

penyakit yang menyerang paru-paru atau sirkulasi paru. Penyakit jantung bagian

kanan berasal dari penyakit primer dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung

kongenital masih belum diketahui1,2

Istilah cor pulmonale pertama kali dikenalkan pada tahun 1931 oleh Dr.

Paul D. White. Pada tahun 1963 komite ahli WHO mengusulkan sebuah definisi

untuk kor pulmonal yakni, hipertropi ventrikel kanan yang diakibatkan oleh

penyakit yang mengganggu fungsi dan atau struktur paru, tetapi gangguan paru

tersebut bukan akibat penyakit primer yang mengenai jantung sisi kiri seperti pada

penyakit jantung bawaan. Pada tahun 1970, Behnke et al mengganti konsep

hipertropi dengan “gangguan pada struktur dan fungsi ventrikel”, sehingga

definisi ini mencakup hal yang lebih luas mulai dari gangguan ringan hingga

terjadinya gagal jantung kanan.1,2

Menurut WHO, definisi kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan

ditemukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan

fungsional dan struktur paru, tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung

primer pada jantung kiri dan penyakit jantung kongenital (bawaan).3

Kor pulmonal kronik terjadi akibat dilatasi atau hipertropi yang

merupakan kompensasi langsung dari vasokonstriksi kronik pulmonal dan

hipertensi arteri pulmonal yang menyebabkan peningkatan beban kerja ventrikel


kanan. Ketika ventrikel kanan tidak dapat lagi melakukan kompensasi maka

terjadilah gagal jantung kanan.3

Prevalensi pasti kor pulmonal sulit dipastikan karena dua alasan. Pertama,

tidak semua kasus penyakit paru kronis menjadi kor pulmonal, dan kedua,

kemampuan kita untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan kor pulmonal

dengan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium tidaklah sensitif.

Namun, kemajuan terbaru dalam 2-D echo/Doppler memberikan kemudahan

untuk mendeteksi dan mendiagnosis suatu kor pulmonal.2

Cor pulmonal mempunyai insidensi sekitar 6-7 % dari seluruh kasus

penyakit jantung dewasa di Amerika Serikat, dengan penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK) karena bronchitis kronis dan emfisema menjadi penyebab lebih

dari 50% kasus cor pulmonale. 4

Secara global, insidensikor pulmonal bervariasiantartiapnegara,

tergantungpadaprevalensimerokok, polusiudara, dan faktor resiko lain

untukpenyakitparu-paru yang bervariasi.


BAB II

STATUS PASIEN RAWAT INAP IGD


BAGIAN/SMF KARDIOLOGI BPK RSUZA BANDA ACEH

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. NZ
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. CM : 1-12-49-99
Alamat : Drien Rampak
Pekerjaan : IRT
Tgl. Masuk RS : 5 April 2017
Tgl. Pemeriksaan : 9 April 2017

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama:
Sesak nafas
Keluhan Tambahan:
Batuk berdahak, nyeri dada dan cepat lelah
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien dikonsul dari obgyn dengan diagnosa G3P2 hamil 36-37 minggu
JPKTH KPD 1 hari oligohidromnion (ICA 2) susp IUGR ke kardiologi dengan
keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak + 1 bulan yang lalu dan memberat sejak
seminggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak memberat saat beraktivitas namun
dapat berkurang dengan beristirahat, kadang juga masih terasa sesak walaupun
dengan istirahat. Sesak dipengaruhi oleh berbaring/posisi, lalu dapat berkurang
apabila duduk. Os lebih nyaman tidur dengan 2 bantal sebagai sanderan. Sesak
pasien tidak dipengaruhi oleh cuaca atau debu. Selain itu pasien juga
mengeluhkan sering cepat lelah seperti berjalan beberapa meter.
Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 6 bulan SMRS, batuk berdahak
berwarna putih kadang bisa dikeluarkan kadang susah dikeluarkan, batuk berdarah
(-), pasien mengalami demam (+), keringat malam (+), dan penurunan BB (-),
pasien juga mengeluhkan nyeri dada tembus kebelakang, terutama ketika menarik
nafas. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat TB paru (+)
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, maupun asma.
Riwayat Penggunaan Obat:
OAT tahun 2015
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan asma pada keluarga juga tidak ada.
2.3 Pemeriksaan Fisik

a. Status Present

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 26 x/menit
Temperatur : 36,7 0C
b. Status General

Kulit

Warna : Hitam
Turgor : Cepat kembali
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)

Kepala

Bentuk : Normocephali
Rambut : Tersebar rata, sukar dicabut, berwarna hitam .
Mata : Cekung (-), refleks cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-),
Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+)
Telinga : Sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-), Nafas cuping hidung (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
Lidah : Beslag (-), tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : R + 2cmH2O
Thorax
Thorax depan dan belakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Retraksi : (-)
2. Palpasi
- Pergerakan dada simetris
- Nyeri tekan (-/-)
- Suara fremitus taktil kanan ≠ suara fremitus taktil kiri
3. Perkusi : Sonor
4. Auskultasi
Vesikuler (+/+), ronkhi (+/-), wheezing (-/-)
Jantung
1. Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
2. Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS V linea mid clavicula
sinistra
3. Perkusi : Batas jantung:
- Atas : ICS III sinistra
- Kanan: ICS IV linea parasternalis dextra
- Kiri : ICS V satu jari dalam linea
midklavikula sinistra
4. Auskultasi :BJ I > BJ II, regular, bising (-), gallop (-)
Abdomen
1. Inspeksi : perut nampak membesar
2. Palpasi : Nyeri tekan (-) Undulasi (-)
Lien, hepar dan renal tidak teraba
3. Perkusi : Timpani (+), Shifting dullness (-) undulasi (-)
4. Auskultasi : Peristaltik usus normal
Genetalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - + +
Ikterik - - - -
Kekuatan Otot 5555 5555 5555 5555
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -
Akral Dingin - - - -

2.4 Pemeriksaan Penunjang

2.4.1 Laboratorium ( 6 Maret 2017)


6 Maret 2017
HEMATOLOGI
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 9,4 g/dL 12.0-15.0
Eritrosit 4,6 x 106/mm3 4,2-6,2
Leukosit 6,1 x 103/mm3 4-12
Hematokrit 32 % 45-55
Trombosit 272 x 103/mm3 150-450
MCV 68 fL 80-100
MCH 20 pg 27-31
MCHC 29 % 32-36
RDW 16,8 % 11,5-14,5
MPV 9.2 % 7,2-11,1
HITUNG JENIS
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Eosinofil 0% 0-6
Basofil 0% 0-2
Neutrofil batang 0% 2-6
Neutrofil Segmen 66% 50-70
Limfosit 23% 20-40
Monosit 11% 2-6
KIMIA KLINIK
Diabetes
Glukosa darah sewaktu 104 mg/dl ≤ 200
Ginjal-hipertensi
Ureum 13 mg/dl 13-43
Kreatinin 0,40 mg/dl 0,67-1,17

2.4.2 Elektrokardiografi (9 April 2017)

Interprestasi EKG

Irama : Sinus
Ritme : Reguler
HR : 93 kali per menit
Axis : RAD
Gel P : lebar 0,08 s, tinggi 0,02 mv
Komplek QRS : 0,06 s
Q patologis : (-)
ST- Segmented : (-)
T- Inverted : (-)
RVH : (+)
LVH : (-)
Kesan : EKG Sinus Ritme, HR 93x/menit, regular, RAD, RVH,
Infark miokard anteroseptal

2.4.3 Thorax AP (11 April 2017)

Kesan:

Cor : - Jantung tidak dapat dievaluasi


Pulmo :
- Tampak Fibroinfiltrat di paru kanan disertai dengan bullae
- Perselubungan massive diparu kiri
- Sinus phrenicocostalis kanan tajam dan kiri tertutup
perselubungan
- Trakea defiasi kekiri
- ICS kiri tampak menyempit
- Hemidiafragma kanan tampak tenting

Kesimpulan : TB paru dengan bullae

Perselubungan massive di paru kiri

DD/ 1. Atelektasis

2. destroyed lung kiri

3. Efusi pleura kiri yang sebagian mengalami organisasi


2.4.4 Echokardiografi

Temuan : - Katup-katup TR

- Dimensi ruang-ruang jantung : RV dilatasi

- Tidak tampak trombus/vegetasi intrakardiak

- Fungsi sistolik LV normal

- Funfsi sitolik RV normal

- Fungsi diastolik LV normal

- Tidak terdapat LVH

- Perikardium normal

- Pembuluh darah besar normal

Kesimpulan : Cor Pulmonal Chronic Dengan PH sedang

2.5 Diagnosa sementara

Cor Pulmonal Chronic + G3P2 hamil 36-37 minggu JPKTH KPD 1 hari
oligohidromnion (ICA 2) susp IUGR

2.6 Penatalaksanaan

Non farmakologi :
- Bedrest semifowler
- O2 3-4 L/i
- Diet jantung 1700 kkal

Farmakologi :
Kardiologi
• Three way
• Furosemide 1 amp/12 jam
• Spironolacton 1x25 mg
2.7 Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad malam

Quo ad Sanactionam : dubia ad malam

Quo ad Functionam : dubia ad malam

2.8 Follow UP
Tangg
al S O A P
11-04- Sesak nafas TD : 110/70 CorPulmonal Kardiologi
2017 (+), nyeri dada mmHg Chronic + POD • Three way
(H+1) saat menarik HR:84 x/i, 1 post sc a.i • Furosemide 1
nafas (+), reguler gagal induksi amp/12j (stop)
nyeri di bekas RR: 26x/i P4A0 tubektomi • Spironolacton 1x25
operasi (+) T: 36,7 0C mg
Rencana
Echocardiographi
12-04- Sesak nafas TD : 120/70 Cor Pulmonal Kardiologi
2017 sudah mmHg Chronic + POD • Three way
(H+2) berkurang, HR: 89 x/i, 2 post sc a.i • Furosemide 1
nyeri dada (-), reguler gagal induksi amp/8j
nyeri di bekas RR: 24x/i P4A0 tubektomi • Spironolacton 1x25
operasi (-) T: 36,5 0C mg
• Digoxin 1x0,25 mg
• Xarelto 1x20 mg

13-04- Sesak nafas (- TD : 110/60 Cor Pulmonal Kardiologi


2017 ), nyeri dada (- mmHg Chronic + POD • Three way
(H+3) ) HR: 81x/i, 3 post sc a.i • Furosemide 1
reguler gagal induksi amp/8j
RR: 22 x/i P4A0 tubektomi • Spironolacton 1x25
T: Afebris mg
• Digoxin 1x0,25 mg
• Xarelto 1x20 mg

PBJ
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Kor pulmonal / Cor Pulmonale atau disebut juga Pulmonary Heart Disease

adalah suatu kondisi gagal jantung sisi kanan (bilik kanan) dimana terjadi

perubahan struktur atau fungsi dengan penyebab primer (diakibatkan) kelainan

paru yang kronik yang dapat berupa hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh

penyakit pembuluh darah paru atau parenkim paru.1,2

Menurut WHO, definisi kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan

ditemukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan

fungsional dan struktur paru, tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung

primer pada jantung kiri dan penyakit jantung kongenital (bawaan).3

3.2 Etiologi dan Epidemiologi

Kor pulmonal terjadi akibat adanya perubahan akut atau kronis pada

pembuluh darah paru dan atau parenkim paru yang dapat menyebabkan terjadinya

hipertensi pulmonal.8

Prevalensi pasti kor pulmonal sulit dipastikan karena dua alasan. Pertama,

tidak semua kasus penyakit paru kronis menjadi kor pulmonal, dan kedua,

kemampuan kita untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan kor pulmonal

dengan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium tidaklah sensitif.

Namun, kemajuan terbaru dalam 2-D echo/Doppler memberikan kemudahan

untuk mendeteksi dan mendiagnosis suatu kor pulmonal.2 Diperkirakan prevalensi


kor pulmonal adalah 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung berdasarkan

hasil penyelidikan yang memakai kriteria ketebalan dinding ventrikel post

mortem.6

Penyakit yang mendasari terjadinya kor pulmonal dapat digolongkan

menjadi 4 kelompok :

1. Penyakit pembuluh darah paru.

2. Penekanan pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum,

aneurisma, granuloma atau fibrosis.

3. Penyakit neuro muskular dan dinding dada.

4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), penyakit paru interstisial

dan gangguan pernafasaan saat tidur.Penyakit yang menjadi

penyebab utama dari kor pulmonal kronis adalah PPOK,

diperkirakan 80-90% kasus.1

3.3 Patofisiologi

Kelainan paru kronik seringkali menyebabkan jaringan paru menjadi

mengeras karena terbentuk jaringan ikat (fibrosis) yang menyebabkan bilik kanan

harus memompa lebih kuat untuk mengalirkan darah ke paru. Dalam jangka

waktu lama hal ini menyebabkan bilik kanan menebal dan membengkak yang

pada akhirnya menurunkan kemampuan kontraksi atau pompa bilik kanan.3

Hipertensi pulmonal merupakan kaitan umum antara disfungsi paru dan

jantung pada kor pulmonal. Penyakit ventrikel sisi kanan jantung yang disebabkan
kelainan primer dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung kongenital tidak

termasuk kor pulmonal, akan tetapi kor pulmonal dapat berkembang menjadi

berbagai macam proses penyakit kardiopulmonal. Walaupun kor pulmonal lebih

dikenal dengan perjalanan penyakit yang kronik dan progresif lambat, onset akut

atau perburukan kor pulmonal dengan komplikasi yang mengancam nyawa dapat

terjadi. 5

Kor pulmonal kronik biasanya berakibat pada hipertrofi (pembesaran)

ventrikel kanan / right ventricular hypertrophy (RVH), dimana kor pulmonal akut

biasanya berakibat pada dilatasi. Hipertrofi merupakan respons adaptif terhadap

peningkatan tekanan dalam jangka waktu yang lama. Masing-masing sel otot

bertambah besar (dalam ketebalan) dan berubah untuk mendorong daya kontraktil

yang meningkat yang dibutuhkan untuk menggerakkan darah terhadap tahanan

yang membesar. Dilatasi adalah peregangan (dalam panjang) dari ventrikel

sebagai respons terhadap peningkatan tekanan dalam jangka waktu pendek (akut),

contohnya disebabkan emboli pulmonal atau embolism atau ARDS (acute

respiratory distress syndrome). Agar dapat diklasifikasikan sebagai kor pulmonal,

penyebab harus berasal dari sistem sirkulasi pulmonal. Dua penyebab utama

adalah perubahan vaskuler sebagai akibat dari kerusakan jaringan (misalnya

penyakit, cedera hipoksik, agen kimia, dan lain-lain), penyebab kedua adalah

vasokonstriksi hipoksik pulmonal. Jika dibiarkan, dapat terjadi kematian. RVH

(hipertrofi ventrikel kanan) karena defek sistemik tidak diklasifikasikan sebagai

kor pulmonal. 1,2


Pada kondisi ini dapat terjadi perengangan ruang ventrikel kanan sebagai

hasil cepat dari peningkatan tekanan pada tempat yang elastis. Hipertrofi ventrikel

adalah respon adaptif dari peningkatan tekanan dalam jangka waktu lama. Setiap

sel otot berkembang membesar dan mengalami perubahan morfologis yang khas

agar dapat mencukupi peningkatan kekuatan kontraksi yang diperlukan untuk

menggerakkan darah melawan tahanan yang lebih besar. Untuk dapat

diklasifikasikan sebagai CPC (Cor Purmonale Chronic) penyebab utama harus

berasal dari system pernafasan. Dua penyebab utama terjadinya perubahan

vaskuler adalah adanya kerusakan jaringan (misalnya penyakit, jejas hipoksia,

bahan kimia dan lain-lain), dan vasokonstriksi paru hipoksia kronis.6

Dilatasi ventrikel kanan atau hipertrofi dalam CPC adalah efek kompensasi

langsung dari vasokonstriksi pulmoner kronis dan hipertensi arteri pulmoner yang

menyebabkan peningkatan kerja dan beban ventrikel kanan. Saat ventrikel kanan

tidak dapat mengkompensasi dilatasi dan hipertrofi yang terjadi, maka terjadilah

gagal jantung kanan.6


Untuk mempermudah pemahaman mengenai patogenesis kor pulmonal,

disediakan ringkasan pada gambar 1

Penyakit paru kronis

Kerusakan paru & semakin Asidosis dan Hipoksia Polisitemia dan


terdesaknya pembuluh hiperkapnia alveolar hiperviskositas
darah oleh paru yang darah
mengembang

Berkurangnya vascular bed Vasokonstriksi


paru

Hipertensi Pulmonal

kroniS
s
Hipertrofi dan dilatasi
ventrikel kanan

Kor pulmonal

Gambar 1. Patogenesis Kor Pulmonal

3.4 Diagnosis

Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya

hipertensi pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Untuk

menegakkan diagnosis kor pulmonal secara pasti maka dilakukan prosedur

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara tepat. Pada

anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan data-data yang

mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural maupun


fungsional. Adanya hipertensi pulmonal tidak dapat ditegakkan secara pasti

dengan hanya pemeriksaan fisik dan anamnesis tetapi membutuhkan pemeriksaan

penunjang.

3.4.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Perlu dilakukan anamnesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru yang

mendasari dan jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak nafas

waktu beraktifitas, nafas yang berbunyi, mudah lelah. Pada fase awal berupa

pembesaran ventrikel kanan, tidak menimbulkan keluhan jadi lebih banyak

keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat pembesaran ventrikel kanan

baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya edema dan nyeri parut

kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi branchus,

edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul

gagal jantung kanan.

Dispnea merupakan gejala yang paling umum terjadi, biasanya karena

adanya peningkatan kerja pernapasan akibat adanya perubahan dalam elastisitas

paru-paru (fibrosis penyakit paru) atau adanya over inflasi pada penyakit PPOK).

Nyeri dada atau angina juga dapat terjadi. Hal ini terjadi disebabkan oleh iskemia

pada ventrikel kanan atau teregangnya arteri pulmonalis. Hemoptisis, karena

rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami arteroslerotik atau terdilatasi

akibat hipertensi pulmonal juga dapat terjadi. Bisa juga ditemukan variasi gejala-

gejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia.12


Selanjutnya pada pemeriksaan fisik, kita bisa mendapatkan keadaan

sianosis, suara P2 yang mengeras, ventrikel kanan dapat teraba di parasternal

kanan. Terdapatnya murmur pada daerah pulmonal dan triskuspid dan terabanya

ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih lanjut. Bila sudah terjadi fase

dekompensasi, maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu juga dapat

ditemukan murmur akibat insufisiensi trikuspid. Dilatasi vena jugularis,

hepatomegali, splenomegali, asites dan efusi pleura merupakan tanda-tanda

terjadinya overload pada ventrikel kanan.2

3.4.2 Pemeriksaan Penunjang

Radiologi

Etiologi kor pulmonal kronis amat banyak dan semua etiologi itu akan

menyebabkan berbagai gambaran parenkim dan pleura yang mungkin dapat

menunjukkan penyakit primernya. Gambaran radiologi hipertensi pulmonal

adalah dilatasi arteri pulmonalis utama dan cabang-cabangnya, meruncing ke

perifer, dan lapang paru perifer tampak relatif oligemia. Pada hipertensi pulmonal,

diameter arteri pulmonalis kanan >16mm dan diameter arteri pulmonalis kiri

>18mm pada 93% penderita. Hipertrofi ventrikel kanan terlihat pada rontgen

thoraks PA sebagai pembesaran batas kanan jantung, pergeseran kearah lateral

batas jantung kiri dan pembesaran bayangan jantung ke anterior, ke daerah

retrosternal pada foto dada lateral.3


Gambar 2. Foto thoraks anteroposterior dan lateral kor pulmonal

Elektrokardiogram

Gambaran abnormal kor pulmonal pada pemeriksaan EKG dapat berupa:

1. Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.

2. Terdapat pola S1 S2 S3

3. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1

4. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1

5. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF

6. Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet atau

inkomplet.

7. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan

prekordial.

8. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena

adanya hiperinflasi.
9. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran

gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan

infark miokard.

10. Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi prematur

atrium terisolasi hingga supraventrikuler takikardi, termasuk takikardi atrial

paroksismal, takikardi atrial multifokal, fibrilasi atrium, dan atrial flutter.

Disritmia ini dapat dicetuskan karena keadaan penyakit yang mendasari

(kecemasan, hipoksemia, gangguan keseimbangan asam- basa, gangguan

elektrolit, serta penggunaan bronkodilator berlebihan).13

Ekokardiografi

Gambar 3. Elektrokardiografi Kor Pulmonal

Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan

diagnosis kor pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dari hasil ekokardiografi

dapat ditemukan dimensi ruang ventrikel kanan yang membesar, tapi struktur dan
dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup pulmonal,

gelombang “a” hilang, menunjukkan hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan

pemeriksaan ekokardiografi susah terlihat katup pulmonal karena “accoustic

window” sempit akibat penyakit paru.14

Gambar 4. Ekokardiografi Kor Pulmonal (Dilatasi atrium dan ventrikel kanan)

3.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk

menurunkan hipertensi pulmonal, mengobati gagal jantung kanan, meningkatkan

kelangsungan hidup, dan mengobati penyakit dasar dan komplikasinya.1

Tirah Baring dan Pembatasan Garam


Tirah baring sangat penting untuk mencegah memburuknya

hipoksemia, yang nantinya akan lebih menaikkan lagi tekanan arteri pulmonalis.

Garam perlu dibatasi tetapi tidak secara berlebihan karena klorida serum yang

rendah akan menghalangi usaha untuk menurunkan hiperkapnia.12

Terapi Oksigen

Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan

hidup belum diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis: (1) terapi oksigen

mengurangi vasokontriksi dan menurunkan resistensi vaskuler paru yang

kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan, (2) terapi oksigen

meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke

jantung, otak, dan organ vital lainnya.

Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of

Health, USA); 15 jam (British Medical Research Counsil) , dan 24 jam (NIH)

meningkatkan kelangsungan hidup dibanding kan dengan pasien tanpa terapi

oksigen.

Indikasi terapi oksigen adalah PaO2 ≤ 55 mmHg atau SaO2 ≤ 88%,

PaO2 55-59 mmHg, dan disertai salah satu dari tanda seperti, edema yang

disebabkan gagal jantung kanan, P pulmonal pada EKG, dan eritrositosis

hematokrit > 56%.1


Diuretika

Diuretika diberikan untuk mengurangi tanda-tanda gagal jantung kanan.

Namun harus dingat, pemberian diuretika yang berlebihan dapat menimbulkan

alkalosis metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping itu,

dengan terapi diuretika dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan

preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun.1,3,8

Vasodilator

Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis

alfa adrenergik, ACE-I, dan postaglandin belum direkomendasikan pemakaiannya

secara rutin. Vasodilator dapat menurunkan tekanan pulmonal pada kor pulmonal

kronik, meskipun efisiensinya lebih baik pada hipertensi pulmonal yang primer.1

Digitalis

Digitalis hnya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal

jantung kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada

pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel normal, hanya pada pasien kor

pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun, digoksin bisa meningkatkan

fungsi ventrikel kanan. Pada pemberian digitalis perlu diwaspadai resiko

aritmia.1,3
Antikoagulan

Diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tromboemboli akibat

disfungsi dan pembesaran ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada

pasien.1

3.6 Komplikasi

Komplikasi dari cor pulmonale adalah bisa terjadi syncope,

hypoxia, pedal edema, passive hepatic congestion dan kematian.

3.7 Prognosis

Prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh PPOK lebih baik dari

prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh penyakit paru lain seperti

"restrictive pulmonary disease", dan kelainan pembuluh darah paru. Forrer

mengatakan penderita kor pulmonal masih dapat hidup antara 5 sampai 17 tahun

setelah serangan pertama kegagalan jantung kanan, asalkan mendapat pengobatan

yang baik. Padmavati dkk di India mendapatkan angka antara 14 tahun. Sadouls di

Perancis mendapatkan angka 10 sampai 12 tahun.3


BAB IV
DISKUSI KASUS

Manifestasi klinis dari cor pulmunal biasanya tidak spesifik, beberapa

gejala biasanya tidak muncul pada fase awal. Keluhan kelelahan, sesak, dan batuk

juga dapat terjadi karena iskemik ventrikel kanan. Beberapa gejala dapat timbul

akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia. Pada tahap lanjut dapat terjadi

kongestif hepar sekunder karena kegagalan ventrikel kanan menyebabkan

anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut kanan atas.

Pada pasien didapatkan dispnea merupakan gejala yang paling umum

terjadi, biasanya karena adanya peningkatan kerja pernapasan akibat adanya

perubahan dalam elastisitas paru-paru (fibrosis penyakit paru) atau (adanya over

inflasi pada penyakit PPOK). Nyeri dada pada pasien dapat terjadi disebabkan

oleh iskemia pada ventrikel kanan atau teregangnya arteri pulmonalis.

Kelainan paru kronik seringkali menyebabkan jaringan paru menjadi

mengeras karena terbentuk jaringan ikat (fibrosis) yang menyebabkan bilik kanan

harus memompa lebih kuat untuk mengalirkan darah ke paru. Dalam jangka

waktu lama hal ini menyebabkan bilik kanan menebal dan membengkak yang

pada akhirnya menurunkan kemampuan kontraksi atau pompa bilik kanan. Pada

pasien tersebut terlihat jaringan fibrotik pada hasil pemeriksaan rontgen thorax PA

mendukung terjadinya patofisiologi cor pulmonal. Pada pemeriksaan EKG

didapatkankan Sinus rithme, HR 93x/menit reguler, RAD, RVH, Infark miokard

anteroseptal.
Peningkatan tekanan arteri pulmonalis dapat menyebabkan peningkatan

tekanan tekanan vena periver dan tekanan kapiler. Dengan adanya peningkatan

gradient tekanan hidrostatik mengakibatkan terjadinya transudasi cairan yang

terakumulasi menjadi edema perifer. Hal ini sesuai dengann keadaan yang

dikeluhkan oleh pasien, yakni mengalami sesak, peningkatan TVJ pada

pemeriksaan dan riwayat bengkak pada kaki.

Pemeriksaan fisik, pada auskultasi thorax, dapat terdengar wheezing

maupun rhonki mencerminkan penyakit paru yang mendasari terjadinya cor

pulmonal. Menegakkan diagnosis cor pulmonal penting untuk memperhatikan

kemungkinan penyakit tromboemboli dan hipertensi pulmonal sebagai etiologi,

sulit dipastikan untuk menegakkan cor pulmonal karena dari kemampuan

menegakkan hipertensi pulmonal dengan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium

tidaklah sensitif, kemajuan terbaru dalam 2-D ECHO memberikan kemudahan

untuk mendeteksi dan mendiagnosa suatu cor pulmonal.

Terapi medis untuk cor pulmonal kronis umumnya difokuskan pada

pengobatan penyakit paru yang mendasarinya dan meningkatkan oksigenasi serta

fungsi ventrikel kanan dengan meningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan dan

mengurangi vasokontriksi pulmonal Terapi oksigen, diuretic, vasodilator dan

antikoagulasi merupakan modalitas berbeda yang dapat digunakan pada terapi

jangka panjang cor pulmonale kronik. Terapi oksigen sangat penting pada pasien

dengan penyakit paru kronik yang mendasarinya. Terapi oksigen dapat

mengurangi vasokonstriksi pulmonal akibat hipoksia yang kemudian dapat


meningkatkan curah jantung, meredakan hipoksemia jaringan dan meningkatkan

perfusi ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Harun S, Ika PW. KorPulmonalKronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, Ed 4. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006; 1680-81

2. Fauci AS, Dennis LK, dkk. Heart Failure and CorPulmonale.Dalam

Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th ed. United States of

America. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 217-244

3. Weitzenblum E. Chronic CorPulmonale. Dalam :Education in

Hearthttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1767533/. 2003;

89:225-30

4. Dines DE, Parkin TW. Some Observation on the Value of the

Electrocardiogram in Patient with Chronic CorPulmonale. Mayo Clinic-

Proc 2005; 40: 745-750

5. Sovari AA. CorPulmonale: Overview of CorPulmonale Management.

Medscape. 2011. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/154062-lverview#showall

6. Han MK et all. Pulmonary disease and the heart. Medscape. 2007;116(25):

2992-3005.Available

athttp://www.medscape.com/medline/abstract/18086941

7. Mekontso DA et all. Prevalence and prognosis of shunting across patent

foramen ovale during acute respiratory distress syndrome. Medscape.


2010;38(9):1786-1792.Available at

http://www.medscape.com/medline/abstract/20601861

8. Fedullo PF et all. Chronic thromboembolic pulmonary hypertension.

Medscape. 2001;345(20): 1465-1472. Available at

http://www.medscape.com/medline/abstract/11794196

9. Anderson JR, Nawarskas JJ. Pharmacotheurapetic management of

pulmonary arterial hypertension. Medscape. 2010;18(3): 148-162.

Available at http://www.medscape.com/medline/abstract/20395700

10. Hoeper MM. Drug treatment of pulmonary arterial hypertension : current

and future agents. Medscape. 2005;65(10): 1337-1354. Available at

http://www.medscape.com/medline/abstract/15977967

11. Sitbon O et all. Long term response to calcium channel blockers in

idhiopathic pulmonary arterial hipetension. Medscape. 2005;111(23):

3105-3111.Availableat

http://www.medscape.com/medline/abstract/15939821

Anda mungkin juga menyukai