Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

JUDUL
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior pada Bagian / SMF Jantung dan Pembuluh Darah
Fakultas Kedokteran Unsyiah RSUD dr. Zainoel Abidin – BandaAceh

Disusun Oleh :

Pembimbing:

BAGIAN/SMF JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................. 3
2.1 Identitas Pasien ......................................................................................... 3
2.2 Anamnesis ............................................................................................... 3
2.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 4
2.4 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................ 6
2.5 Diagnosis.................................................................................................. 9
2.6 Tatalaksana ............................................................................................. 9
2.7 Planning................................................................................................... 9
2.8 Prognosis ................................................................................................. 9
BAB III ANALISA MASALAH ........................................................................ 11
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................... 211
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

i
BAB I
PENDAHULUAN

Gagal jantung adalah abnormalitas dari struktur jantung atau fungsi yang
menyebabkan kegagalan dari jantung untuk mendistribusikan oksigen ke seluruh
tubuh. Secara klinis, gagal jantung merupakan kumpulan gejala yang kompleks
dimana seseorang memiliki tampilan berupa sesak nafas saat istirahat atau
aktivitas, kelelahan, edema tungkai, dan tanda khas gagal jantung seperti
takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan tekanan vena jugularis,
edema perifer, hepatomegali, disertai tanda objektif gangguan struktur atau
fungsional jantung saat istirahat, kardiomegali, suara jantung tiga, murmur
jantung, abnormalitas dalam gambaran ekokardiografi, dan kenaikan konsentrasi
peptida natriuretik.1 Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Di negara
maju penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak
kejadian gagal jantung, sedangkan di negara berkembang adalah penyakit jantung
katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi.2
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskular
akan menjadi penyebab terbanyak kasus kematian di seluruh dunia.3 Sebanyak
17,9 juta kematian atau 32% kematian dunia disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular.4 Prevalensi penyakit jantung di Indonesia dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Daerah (RISKESDAS)
tahun 2018, prevalensi penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia sebesar
1,5% atau sekitar 1.017.290 orang di Indonesia menderita penyakit jantung. Aceh
merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi di atas rata-rata nasional yaitu
sebesar 1,6%.5
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung akut dan gagal jantung
kronik. Gagal jantung akut (acute heart failure) adalah kejadian atau perubahan
yang cepat dari tanda dan gejala gagal jantung. Gagal jantung akut dapat berupa
gagal jantung akut yang baru terjadi pertama kali (de novo) dan gagal jantung
dekompensasi akut (acute decompensated heart failure).6 ADHF atau gagal
jantung dekompensasi akut adalah perburukan kondisi yang ditandai dengan

1
memberatnya gejala gagal jantung yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba.
ADHF terjadi pada pasien dengan gagal jantung kronisyang sebelumnya stabil.7
Gagal jantung akut dekompensasi merupakan perburukan lebih lanjut dari
gagal jantung kronik, dimana penderita penyakit tersebut menunjukkan prognosis
yang buruk. Gagal jantung akut dekompensasi utamanya disebabkan oleh aktivasi
yang berlebihan dari sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf
simpatetik, yang pada awalnya merupakan bentuk kompensasi kerusakan jantung.
Manifestasi gangguan hemodinamik dari gagal jantung akut dekompensasi
tersebut akan mengarah pada akumulasi dan redistribusi cairan menuju jaringan.8
Manajemen terhadap gagal jantung akut dekompensasi berpusat pada
stabilisasi hemodinamik, penunjang untuk oksigenasi dan ventilasi, dan
peringanan gejala-gejala.9 Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung
meliputi penatalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis,
keduanya dibutuhkan karena akan saling melengkapi untuk penatalaksanaan
paripurna penderita gagal jantung. Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan
kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan prognosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.
Sehingga semakin cepat kita mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin
baik prognosisnya.10

2
BAB II LAPORAN
KASUS

2.1 Identitas Pasien Nama


: Azh No.CM : 1-03-
44-10
Tanggal Lahir : 03-04-1977
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Desa Ie Masen, Kabupaten Pidie
Tanggal Pemeriksaan : 14 Oktober 2021

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak nafas saat beraktivitas
Keluhan Tambahan : lemas, mudah lelah dan kaki bengkak sejak 3 hari
yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dialami sejak 1 minggu ini dan
memberat dalam 1 hari ini. Sesak nafas memberat bila pasien beraktivitas ringan
dan membaik jika beristirahat. Pasien juga merasa sesak jika berbaring terlentang.
Selama ini pasien rutin mengonsumsi obat jantung yang didapat di poliklinik
RSUDZA, namun 1 bulan ini pasien tidak minum obat. Pasien juga mengeluhkan
perut membesar disertai kaki bengkak dalam 1 minggu ini. Keluhan demam,
batuk dan nyeri dada disangkal. Pasien dengan riwayat hipertensi dan DM
disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat penyakit jantung (+), hipertensi (+), diabetes melitus (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengaku bahwa anggota keluarga tidak memiliki keluhan serupa.

3
Riwayat Pemakaian Obat :
Furosemide 40mg/24 jam
Tanapress 5mg/24 jam
Lain-lain tidak ingat

Riwayat Kebiasaan Sosial :


Pasien jarang berolahraga dan sering mengonsumsi kopi (3 kali sehari). Pasien
juga sudah merokok selama 20 tahun dengan menghabiskan 1 bungkus perhari.
Riwayat mengonsumsi alkohol disangkal.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 122/72 mmHg
Nadi : 87x/i, regular, isi cukup, kuat angkat
Pernapasan : 21x/i, regular
Suhu : 36,2o C
SpO2 : 95%
BB : 70 kg
LP : 101 cm
Balance Cairan :
- Input : 500 cc
- Output : 2500 cc
- BC : -2000 cc

Status General
Kepala dan Leher
Ukuran : Normocephali
Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, deformitas (-), edema (-).
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), ikterik (-/-), pupil
bulat isokor 3mm/3mm, RCL (+/+), dan RCTL(+/+)

4
Telinga : Normotia, sekret (-/-), massa (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Mulut : Bibir tidak pucat, mukosa bibir tidak sianosis
Leher : Massa (-), pembesaran KGB (-), TVJ(+) 2 cmH2O

Aksila
Pembesaran KGB tidak dijumpai
Thorax
Paru Anterior Posterior
Statis & dinamis : Simetris Statis & dinamis : Simetris
Inspeksi Normochest, retraksi (-) Normochest, retraksi (-)
Palpasi Nyeri (-), SF kanan = SF kiri Nyeri (-), SF kanan = SF kiri
Perkusi Sonor (+/+) Sonor (+/+)
Auskultasi Vesikuler (+/+), Rhonki Vesikuler (+/+), Rhonki (+/+) di
(+/+), wheezing (-/-) basal paru dextra, wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba pada ICS V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung
- Atas : ICS II linea parasternal dextra
- Kanan : ICS IV linea parasternal dextra
- Kiri : ICS V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi : S1 > S2 pada apeks jantung, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris, soepel (+), distensi (+), jejas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Renal tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik usus normal (4 kali per menit)
Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas

5
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis (-) (-) (-) (-)
Edema (-) (-) (-) (-)
Pucat (-) (-) (-) (-)
Hangat (+) (+) (+) (+)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
(11/10/2021)
Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil
HEMATOLOGI
DARAH RUTIN
Hemoglobin 14,0-17,0 gr/dl 13,2*
Hematokrit 45-55 % 38*
Trombosit 150-450 x103/ul 202
Eritrosit 4,7-6,1 x106/mm3 4,5*
Leukosit 4,5-10,5 x103/mm3 6,3
MCV 80-100 fL 84
MCH 27-31pg 29
MCHC 32-36% 35
RDW 11,5-14,5% 18,3*
MPV 7,2 – 11,1 fL 9,5
PDW 12,0
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 0-6% 5
Basofil 0-2% 1
Netrofil Batang 2-6% 0*
Netrofil Segmen 50-70% 59
Limfosit 20-40% 26
Monosit 2-8% 9*
Faal Hemostasis
PT 11,50-15,50 s 18,60*
APTT 26,00-37,00 s 34,90
KIMIA KLINIK
HATI & EMPEDU
Albumin 3,5-5,2 g/dL 3,70
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 8,6-10,3 mg/dL 8,9

6
Magnesium (Mg) 1,6-2,6 mg/dL 1,8
DIABETES
GDS <200 mg/dL 92
GINJAL-HIPERTENSI
Ureum 13-43 mg/dL 64*
Kreatinin 0,67-1,17 mg/dL 1,50*
ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na) 132-146 mmol/L 139
Kalium (K) 3,7-5,4 mmol/L 4,00
Klorida (Cl) 98-106 mmol/L 108*

Elektrokardiografi (14/10/2021)

Interpretasi hasil EKG :


1. Irama : Sinus rythm
2. Rate : Reguler, 95x/menit
3. Axis : normoaxis
4. Gelombang P : normal, lebar 0,16 s dan tinggi 0,1 mv
5. Interval PR : tidak memanjang, 0,16 s
6. Komplek QRS : 0,08 s
7. Q patologis : lead II, III, aVF (inferior), V1-V4 (anterior)

7
8. T inversi : lead II
9. Segmen ST : isoelektrik
Kesan : Irama sinus dengan laju 95 kali/menit, normoaxis, OMI di anteroseptal
dan inferior.

Foto Thorax (11/10/2021)

Foto Thoraks AP
Cor : apeks jantung bergeser ke laterocaudal
Pulmo : Corakan vaskular tampak merapat disertai cephalisasi. Bercak
pada perihiler kanan-kiri dan basal paru kanan. Kesuraman pada
laterobasal hemithoraks kanan. Hemidiafragma kanan setinggi kosta 9
posterior. Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
Kesan : Cardiomegaly, bronchopneumonia curiga disertai kongestif
pulmonum, efusi pleura kanan

Echocardiography (12/10/2021)
Temuan :
- Katup-katup : MR Mild, TR Moderate
- Dimensi ruang-ruang jantung : all chamber dilatasi
- Tidak tampak thrombus/ vegetasi intrakardiak, SEC di LV

8
- Fungsi sistolik LV Menurun (EF 27% by Teich, EF 24% by Simpson
Biplane)
- Fungsi sistolik RV Menurun (TAPSE 1,3 cm)
- Fungsi diastolik LV Pseudonormal, LVEDP meningkat
- Terdapat LVH Konsentrik
- Tampak Efusi perikard 9 mm di superior RA
- Kesimpulan : Fungsi sistolik LV menurun, akinetik di anterior,
anteroseptal segmen lain severe hipokinetik, Apical Inferior. Fungsi
diastolik LV grade 2. MR Mild, TR Moderate. Efusi perikard minimal
tanpa tanda-tanda tamponade jantung

2.5 Diagnosis
1. ADHF tipe wet and warm
2. AKI Stage I
3. Efusi Pleura Berat

2.6 Tatalaksana
1. Bedrest semifowler
2. Threeway
3. Diet jantung MIII 1600 kkal/hari
4. Drip Furosemid 10 mg/jam
5. Drip Dobutamin 3 mcg/menit
6. Sc Lovenox 60 mg/12 jam
7. Clopidogrel 1x75 mg
8. Atorvastatin 1x20 mg
9. Spironolakton 1x100 mg
10. Laxadyn 1x30 ml
11. Ramipril 2x1,25 mg

2.7 Planning
a) Echocardiography

9
2.8 Prognosis
- Quo et Vitam : dubia ad bonam
- Quo et Functional : dubia ad bonam
- Quo et Sanactionam : dubia ad bonam

1
BAB III ANALISA
MASALAH

Seorang pasien laki-laki berusia 44 tahun datang dengan keluhan sesak


nafas yang dialami sejak 1 minggu ini dan memberat dalam 1 hari ini. Sesak nafas
memberat bila pasien beraktivitas ringan dan membaik jika beristirahat. Pasien
juga merasa sesak jika berbaring terlentang. Selama ini pasien rutin mengonsumsi
obat jantung yang didapat di poliklinik RSUDZA, namun 1 bulan ini pasien tidak
minum obat. Pasien juga mengeluhkan perut membesar disertai kaki bengkak
dalam 1 minggu ini. Pasien dengan riwayat hipertensi dan DM disangkal.
Keluhan sesak napas pada pasien dapat mengarahkan pada beberapa
diagnosis penyakit yaitu gagal jantung, penyakit arteri koroner, emboli paru,
pneumothoraks, PPOK, asma, atau penyakit paru lainnya.11 Sesak napas yang
terjadi pada pasien lebih mengarahkan diagnosis ke arah jantung. Hal ini dapat
diketahui karena sesak napas terjadi saat beraktifitas dan berhenti saat istirahat.
Selain itu pasien juga mengeluhkan rasa tidak nyaman ketika pasien berbaring
dalam posisi terlentang. Dispneu dapat terjadi pada pasien saat beraktivitas fisik
dengan memberatnya kodisi dispneu dapat terjadi hingga pada saat istirahat. Pada
pasien yang mengalami sesak nafas walau sedang beristirahat hal ini menandakan
gagal jantung pasien sudah mulai memberat.12
Pasien memiliki keluhan sesak napas. Pada disfungsi diastolik, ventrikel
yang terkena akan mempunyai kemampuan ejeksi yang berkurang akibat adanya
gangguan kontraktilitas miokard atau adanya beban tekanan yang berlebihan
sehingga akan terjadi peningkatan resistensi. Tekanan LV yang terus meningkat
saat diastol akan mengakibatkan peningkatan tekanan hidrostatik sehingga akan
terjadi transudasi cairan dari kompartemen vaskular. Normalnya, kelebihan cairan
di ruang interstisial akan dibersihkan oleh aliran limfatik, namun pada ADHF
akumulasi cairan interstisial yang terjadi melebihi drainase sistem limfatik
sehingga mengakibatkan edema pulmonal yang mengakibatkan sesak.13
Pasien juga mengatakan bahwa keluhan sesak memberat saat tidur dan
membaik saat posisi setengah duduk. Kondisi ini juga disebut Orthopnea.
Orthopnea adalah sensasi sesak napas pada saat berbaring datar dan membaik

1
dengan duduk tegak. Gejala ini merupakan hasil dari redistribusi darah
intravaskular dari berbagai bagian tubuh yang dipengaruhi gravitasi menuju paru-
paru saat posisi berbaring.14
Pasien mengeluhkan terdapat adanya pembengkakan pada perut dan kedua
tungkai bawah. Edema perifer adalah manifestasi utama dari gagal jantung, tetapi
tidak spesifik dan biasanya tidak ada pada pasien yang telah diobati secara adekuat
dengan diuretik. Edema perifer biasanya simetris dan tergantung pada gagal
jantung dan terjadi terutama pada pergelangan kaki dan daerah pretibial pada
pasien rawat jalan. Pada pasien yang terbaring di tempat tidur, edema dapat
ditemukan di daerah sakral (edema presakral) dan skrotum. Asites, terjadi sebagai
akibat dari peningkatan tekanan pada vena hepatika dan vena yang mengalirkan
peritoneum.12
Pasien ini juga mengeluhkan mudah lelah saat berjalan dan lemas. Pada
penderita ADHF terdapat adanya peningkatan tekanan pada arteri dan vena.
Tekanan ini mengakibatkan tingginya tekanan vena pulmonalis sehingga cairan
mengalir dari kapiler ke alveoli dan terjadilah edema paru. Edema paru
mengganggu pertukaran gas di alveoli sehingga timbul dispnoe dan ortopnoe.
Keadaan ini membuat tubuh memerlukan energi yang tinggi untuk bernafas
sehingga menyebabkan pasien mudah lelah.15
Pasien ini juga memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi yang tidak
terkontrol, iskemia baru atau yang memburuk, dan aritmia merupakan
komorbiditas paling umum yang menjadi pemicu masuk ke rumah sakit pada
pasien dengan kardiomiopati yang sudah ada sebelumnya.16
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan vesikuler dan terdapat ronki basah
pada basal paru kanan. Bunyi tambahan seperti ronkhi dapat disebabkan oleh
penumpukan cairan di paru akibat aliran balik darah ke paru-paru.15 Ronki basal
sebagai akibat ekstravasasi cairan dari kapiler paru ke alveoli akibat peningkatan
tekanan ventrikel kiri. Krepitasi paru (ronki atau krepitasi) terjadi dikarenakan
transudasi cairan dari ruang intravaskular ke dalam alveoli. Pada pasien dengan
edema paru, ronki dapat terdengar luas di kedua lapang paru dan dapat disertai
dengan mengi saat ekspirasi (asma jantung). Ketika hadir pada pasien tanpa
penyakit paru-paru, maka spesifik untuk gagal jantung.12

1
Pada pemeriksaan jantung secara inspeksi tidak terdapat adanya pulsasi
iktus kordis, pada pemeriksaan palpasi didapatkan pulsasi iktus kordis dibagian
ICS V linea axilaris anterior sinistra, pada pemeriksaan perkusi didapat batas
jantung kiri bergeser ke ICS V linea axilaris anterior sinistra. Hal ini menandakan
adanya pembesaran pada jantung pasien atau kardiomegali. Keadaan kardiomegali
dapat ditinjau dari hukum frank starling yang menyebutkan bahwa:
1. makin besar isi jantung sewaktu diastol, maka makin besar jumlah
darah yang dipompakan ke aorta.
2. jantung memompakan ke seluruh tubuh darah yang kembali ke
jantung, tanpa menyebabkan penumpukan di vena.
3. jantung dapat memompakan jumlah darah yang sedikit ataupun
jumlah darah yang besar bergantung pada jumlah darah yang mengalir
kembali dari vena.
Pada keadaan gagal jantung, diastol mengalami peningkatan karena
ketidakmampuan pengosongan ventrikel. Keadaan tersebut akan direspon dengan
adanya penambahan jumlah sarkomer pada miokardium. Keadaan kardiomegali
akan berefek pada penurunan kualitas kontraksi ventrikel.17
Patofisiologi ADHF bersifat pleiotropik dan bergantung pada sejumlah
faktor, termasuk derajat disfungsi jantung sistolik dan diastolik, keterlibatan
relatif ventrikel kanan dan kiri, tonus vaskular arteri dan vena, status aktivasi
neurohormonal dan inflamasi, dan komorbiditas yang berkontribusi.18

1
Gambar 3.1 Mekanisme kompensasi pada gagal jantung
Mekanisme Frank Starling memiliki peranan penting dalam kompensasi
gagal jantung. Peningkatan preload akan menyebabkan peningkatan left
ventricular end diastolic pressure (LVEDP). Hal ini mengakibatkan dilatasi otot
jantung sebagai respon terhadap peningkatan curah jantung. Hal ini yang dikenal
sebagai mekanisme Frank Starling. Pada mekanisme Frank Starling kemampuan
otot jantung dioptimalkan sampai batas maksimal dengan memperpanjang
panjang awal otot jantung dan menambah elemen kontraktil untuk meningkatkan
kekuatan kontraksi otot jantung.19
Kelainan pada otot jantung dapat menurunkan kontraktilitas otot jantung
dan menurunkan isi sekuncup serta kekuatan kontraksi otot jantung sehingga
terjadi penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit sistemik
menyebabkan jantung berkompensasi memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Bila
terjadi terus menerus, jantung akan gagal berkompensasi sehingga mengakibatkan
penurunan curah jantung. Hal ini akan menimbukan penurunan volume darah
akibatnya terjadi penurunan curah jantung, penurunan kontraktilitas miokard pada

1
ventrikel kiri (apabila terjadi infark di ventrikel kiri) akan menyebabkan
peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurunan
kontraktilitas disertai dengan peningkatan venous return (aliran darah balik vena).
Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru-paru. Bendungan
akan mengakibatkan aliran ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadi edema
pada paru-paru. Edema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas
di paru-paru.15
Tanda dominan ADHF yaitu tekanan arteri dan vena meningkat. Tekanan
ini mengakibatkan peningkatan tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir
dari kapiler ke alveoli dan terjadilah edema paru. Edema paru mengganggu
pertukaran gas di alveoli sehingga timbul dispnoe dan ortopnoe. Keadaan ini
membuat tubuh memerlukan energi yang tinggi untuk bernafas sehingga
menyebabkan pasien mudah lelah. Dengan keadaan yang mudah lelah ini
penderita cenderung immobilisasi lama sehingga berpotensi menimbulkan
thrombus intrakardial dan intravaskuler. Apabila penderita meningkatkan
aktivitasnya sebuah thrombus akan terlepas menjadi embolus dan dapat terbawa
ke ginjal, otak, usus dan tersering adalah ke paru-paru menimbulkan emboli paru.
Emboli sistemik juga dapat menyebabkan stroke dan infark ginjal.15
Karena sifat kronis dari penyakit yang mendasarinya, pasien yang
mengalami ADHF akan selalu menunjukkan sejumlah komorbiditas medis yang
berkontribusi terhadap timbulnya dan tingkat keparahan masuk rumah sakit.16
Pada foto toraks pasien didapatkan hasil kardiomegali, hal ini bisa terjadi
akibat dari kompensasi jantung untuk meningkatkan cardiac output. Pada awalnya
hipertrofi ventrikel ini memungkinkan jantung untuk berkontraksi lebih kuat,
tetapi efek dari hipertrofi jantung harus diikuti oleh peninggian tekanan diastolik
ventrikel yang lebih tinggi dari normal, dengan demikian tekanan atrium juga
meningkat, akibat dari kekakuan dinding yang mengalami hipertrofi, yang pada
akhirnya menurunkan cardiac output.12
Temuan klinis yang terdapat pada pasien mengarahkan ke diagnosis gagal
jantung. Hal tersebut didukung dengan keluhan sesak napas saat beraktivitas dan
berkurang ketika beristirahat.11 Untuk klasifikasi gagal jantung berdasarkan New
York Hearth Association dapat dilihat pada tabel berikut:

1
Tabel 1. Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan New York Hearth Association5
Kelas I Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik.
Aktifitas fisik sehari-hari tidak menmbulkan kelelahan,
palpitasi, atau sesak napas.
Kelas II Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat, namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
kelelahan, palpitasi atau sesak napas.
Kelas III Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan
saat istirahat, tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak.
Kelas IV Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan. Terdapat
gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan
aktifitas.

Gejala dan tanda yang dijumpai pada pasien ini telah memenuhi kriteria
Framingham (Tabel 2). Gagal jantung ditegakkan bila memenuhi 2 kriteria mayor
atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor. Kriteria mayor yang terdapat pada
pasien ini yaitu kardiomegali, ortopnea, dan ronkhi basah. Kriteria minor meliputi
edema ekstremitas, sesak napas saat beraktifitas, dan efusi pleura dextra.20

Tabel 2. Kriteria Framingham20


Kriteria Mayor Kriteria Minor
- Edema paru akut - Edema ekstremitas
- Kardiomegali - Batuk malam hari
- Refluks hepatojugular - Sesak napas saat beraktivitas
- Peningkatan vena jugular - Hepatomegali
- Paroxysmal Nocturnal - Batuk malam hari
Dyspnea dan ortopnea - Efusi pleura
- Ronki paru - Takikardi
- S3 Gallop

Gagal jantung dapat terjadi oleh berbagai sebab, seperti penyakit jantung
iskemik, penyakit katup, penyakit jantung hipertensi, dan kardiomiopati. Namun,
penyebab tersering gagal jantung yaitu (1) kerusakan otot jantung akibat serangan
jantung atau gangguan sirkulasi ke otot jantung dan (2) pemompaan terus menerus
ke beban akhir akhir yang meningkat secara kronis, misalnya pada stenosis katup
semilunar atau peningkatan menetap tekanan darah.11,21

1
Pada tahap awal kasus gagal jantung, terdapat dua mekanisme kompensasi
utama untuk memulihkan isi sekuncup (volume darah yang dipompa per kali
denyut). Pertama, aktivitas simpatis ke jantung secara refleks meningkat yang
dapat meningkatkan kontaktilitas jantung ke arah normal. Namun, stimulasi
simpatis dapat membantu mengkompensasi hanya dalam waktu singkat karena
jantung menjadi kurang responsif terhadap noreprinefrin setelah pajanan
berkepanjangan dan selain itu simpanan norepinefrin di ujung saraf simpatis
jantung terkuras. Kedua, ketika curah jantung berkurang, ginjal akan menahan
lebih banyak garam dan air ditubuh untuk menambah volume darah.
Meningkatnya volume darah dalam sirkulasi akan meningkatkan VDA.21
Pasien dengan ADHF cenderung hadir dengan perburukan gejala gagal
jantung kronis, ditandai dengan sesak napas yang makin memberat, edema
tungkai, ortopnea, dan ronki basah halus.22 Pada pasien ini didiagnosis menjadi
ADHF tipe wet and warm dikarenakan terdapat ronki basah halus, edema
ekstremitas bawah (wet) dan akral hangat saat perabaan (warm).
Berdasarkan pedoman European Society of Cardiology, klasifikasi
dikelompokkan pada penilaian klinis awal pasien untuk memperhitungkan tanda
dan gejala kongesti (ortopnu, edema, peningkatan pulsasi vena jugularis) dan
gangguan perfusi di perifer (ekstremitas dingin, oliguria, dan tekanan nadi
sempit). Pasien digambarkan sebagai basah/wet atau kering/dry dan dingin/cold
atau hangat/warm tergantung pada penilaian status perfusinya. Penilaian klinis
gabungan ini mengidentifikasi empat kelompok yaitu pasien basah dan hangat
(wet and warm), kering dan hangat (dry and warm), kering dan dingin (dry and
cold), basah dan dingin (wet and cold) yang tidak hanya memungkinkan untuk
stratifikasi awal sebagai panduan untuk terapi, tetapi juga sebagai faktor
prognostik.

1
Gambar 3.2 Klasifikasi Forrester23
Pada pemeriksaan elektrokardiogram didapatkan irama jantung sinus,
dengan laju 95 x/menit, normoaxis, dan ditemukan OMI pada anterior dan
inferior. Pasien yang diduga gagal jantung, pemeriksaan EKG harus dikerjakan.
Pemeriksaan EKG dapat menunjukkan hasil normal, atau adanya perubahan
iskemik dan hipertensif. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung
berupa adanya temuan iskemik dan kardiomegali. Hasil pemeriksaan EKG yang
abnormal memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung.
Sedangkan hasil EKG yang normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan
disfungsi sistolik sangat kecil (<10%).11,24
Pasien ini dilakukan pemeriksaan ekokardiografi, merupakan pemeriksaan
yang sangat esensial pada pasien gagal jantung. Temuan ekokardiografi yang
didapatkan pasien ini yaitu fungsi sistolik menurun (EF 27% by Teich, EF 24% by
Sympson Biplane), fungsi sistolik RV menurun (TAPSE 1,3 cm) dan fungsi
diastolik LV pseudonormal. Dengan kesimpulan fungsi sistolik LV menurun,
akinetik di anterior, anteroseptal segmen lain severe hipokinetik, apical inferior.
Fungsi diastolik LV grade 2. MR Mild, TR Moderate. Efusi perikard minimal
tanpa tanda-tanda tamponade jantung. Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan

1
atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan
dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung.11,24
Ekokardiografi berguna untuk menilai struktur dan fungsi jantung.
Abnormalitas yang ditemukan pada pasien gagal jantung adalah:25
1. EF yang menurun dibawah 40%, hal ini menandakan adanya disfungsi
sistolik.
2. Akinesis/hypokinesis/diskinesis menandakan adanya infark/iskmia
miokard, kardiomiopati dan miokarditis.
Pasien ini didiagnosis dengan Acute Decompensated Heart Failure yang
merupakan perburukan tanda dan gejala dari gagal jantung. Gagal jantung
dekompensasi terjadi pada pasien dengan penurunan fungsi ventrikel kiri.
Pada tatalaksana kasus ini, pasien dianjurkan bedrest untuk dapat
membantu kerja pompa jantung yang minimal. Hal ini membantu keadaan pasien
untuk tidak lebih parah. Terapi yang diberikan pada pasien tersebut adalah:
a) Drip Furosemid 10 mg/jam
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan bekerja dengan
cara blok transpoter Na/K/Cl, sehingga akan terjadi peningkatan volume
urin dengan cara meningkatkan ekskresi air, garam, dan ion lainnya. Obat
ini memiliki peran penting dalam sekresi cairan dan garam. Pemberian
terapi ini pada pasien gagal jantung memerlukan perhatian khusus dengan
memantau status dehidrasi pasien, fungsi ginjal, dan serum elektrolit.11
b) Drip Dobutamin 3 mcg/menit
Dobutamin adalah obat golongan agonis beta yang digunakan untuk
pengobatan gagal jantung. Pada prinsipnya, obat-obat agonis beta bekerja
dengan meningkatkan respon reseptor sehingga efek akibat ikatan
senyawareseptor lebih besar. Dobutamin bekerja dengan meningkatkan
sintesis cAMP (cyclic Adenosine-3’,5’-Monophosphate) sehingga
kontraktilitas jantung meningkat.26
c) Sc Lovenox 60 mg/12 jam
Lovenox adalah obat antikoagulan yang berperan dalam menghambat
bekuan darah dari prothrombin menjadi thrombin, menghambat agregasi

1
platelet oleh thrombin dan mencegah tromboemboli di pembuluh darah
arteri dan vena.27
d) Clopidogrel 1x75 mg
Clopidogrel berperan dalam mencegah trombosit atau sel keping darah
saling menempel dan membentuk gumpalan darah serta meminimalisir
sumbatan pembuluh jantung. Clopidogrel merupakan golongan antiplatelet
yang bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet sehingga dapat
menghambat pembentukkan trombus pada sirkulasi arteri. Pemberian
terapi ini hanya diberikan jika ada indikasi tertentu.11,24
e) Atorvastatin 1x20 mg
Obat golongan statin yang selama ini rutin diberikan sebagai penurun
kadar kolesterol LDL, ternyata terbukti memiliki efek dalam menurunkan
kejadian kardiovaskular termasuk Fibrilasi Atrium paska bedah. Efek
tersebut berhubungan dengan kemampuan statin dalam memperbaiki profil
kolesterol dan efek pleiotropiknya. Efek pleiotropik yang dimaksud antara
lain efek antiinflamasi, antioksidan, efek kardioprotektif, modulasi
neurohumoral, dan efek stabilisasi plak.25
f) Spironolakton 1x100 mg
Penambahan spironolakton pada pasien yang menerima terapi Furosemide
dan ACE Inhibitor bertujuan untuk memberikan efek sinergis dalam
penghambatan RAAS yaitu peniadaan efek RAAS terhadap system
kardiovaskular diantaranya remodeling ventrikel kiri, vasokontriksi/
hipertensi, dan hipertrofi ventrikel.
g) Laxadyn 1x30 ml
Terapi Laxadyn digunakan untuk mengatasi susah buang air besar atau
konstipasi.
h) Ramipril 2x1,25 mg
Ramipril adalah obat antihipertensi golongan ACE-Inhibitor, obat ini
termasuk drug of choice. ACE-I bekerja menghambat produksi
angiotensin II yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Eliminasi
natrium juga meningkat, hal ini dapat membantu pengurangan volume

2
intravaskular yang akan berpengaruh terhadap perbaikan kondisi kongesti
pada pasien.28

2
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,


pasien ini didiagnosis dengan Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) yang
memiliki keluhan sesak saat istirahat dan semakin memberat terutama saat
beraktivitas. Pasien ini tergolong kedalam tipe wet and warm karena pasien
mengalami gejala kongesti berupa sesak dan adanya ronki basah pada basal paru
kanan serta fungsi perfusi baik yang ditandai dengan akral ekstremitas atas dan
bawah yang hangat. Pasien dengan ADHF cenderung hadir dengan perburukan
gejala gagal jantung kronis, ditandai dengan sesak napas yang makin memberat,
edema tungkai, ortopnea, dan ronki basah halus.
Pasien ditatalaksana untuk mengurangi tekanan pengisian jantung,
meredakan gejala melalui diuresis, vasodilatasi, atau keduanya, dan menghindari
perburukan lebih lanjut. Edukasi terkait faktor risiko penyakit jantung diperlukan
untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas.

2
DAFTAR PUSTAKA

1. PERKI. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung 2020. 2nd ed. Perhimpun Dr


Spes Kardiovask Indones 2020. 2020;6(11):951–2.

2. Mariyono H, Santoso A. Gagal Jantung. :85–94.

3. Umara AF, Purnamasari E, Usniah U. Hubungan Kepatuhan Minum Obat


Dengan Kejadian Rawat Inap Ulang Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif
Di Rsu Kabupaten Tangerang. J JKFT. 2017;1(2):77.

4. World Health Organization. WHO | Cardiovascular diseases (CVDs)


factsheet. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/index.html.
2021.

5. Laporan Nasional Riskesdas. Laporan Nasional RISKESDAS 2018. Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. p. 145–6.

6. Mitter SS, Pinney SP. Advances in the Management of Acute


Decompensated Heart Failure. Med Clin North Am. 2020;104(4):601–14.

7. McDonagh TA, Metra M, Adamo M, Gardner RS, Baumbach A, Böhm M,


et al. 2021 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure. Eur Heart J. 2021;42(36):3599–726.

8. Nursabur BM. Perkembangan Terapi Farmakologis pada Gagal Jantung


Akut Dekompensasi. JIMKI J Ilm Mhs Kedokt Indones. 2021;8(3):158–73.

9. Raj L, Maidman SD, Adhyaru BB. Inpatient management of acute


decompensated heart failure. Postgrad Med J. 2020;96(1131):33–42.

10. Upadhya B, Kitzman DW. Heart failure with preserved ejection fraction:
New approaches to diagnosis and management. Clin Cardiol.
2020;43(2):145–55.

11. Churchhouse A, Ormerod J. Kardiologi dan Kelainan Vaskular. Kalim H,


editor. Elsevier. Elsevier; 2017. 259–282 p.

12. J L. Harrison’s Cardiovascular Medicine. McGraw Hill Companies; 2010.


7–9 p.

13. Onwuanyi A, Taylor M. Acute Decompensated Heart Failure:


Pathophysiology and Treatment. Am J Cardiol. 2007;99(6 SUPPL. 2).

14. Mukerji V. Dyspnea, Orthopnea, and Paroxysmal Nocturnal Dyspnea. Clin


Methods Hist Phys Lab Exam [Internet]. 1990;78–80. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21250057

2
15. Yesa SE. Asuhan Keperawatan Pada Tn S Dengan ADHF (Acute
Decompecated Heart Failure) Melalui Latihan Deep Diafragmatic
Breathing Diruangan ICU RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi.
2019;1(1):1–100.

16. Kurmani S, Squire I. Acute Heart Failure: Definition, Classification and


Epidemiology. Curr Heart Fail Rep. 2017;14(5):385–92.

17. Prasetyo AS. Keadaan Kardiomegali pada Pasien Gagal Jantung Kongestif.
J Keperawatan dan Kesehat Masy STIKES Cendekia Utama Kudus.
2015;2(3):1689–99.

18. Njoroge JN, Teerlink JR. Pathophysiology and Therapeutic Approaches to


Acute Decompensated Heart Failure. Circ Res. 2021;1468–86.

19. Kemp CD, Conte J V. The pathophysiology of heart failure. Cardiovasc


Pathol [Internet]. 2012;21(5):365–71. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.carpath.2011.11.007

20. Mahmood SS, Wanh TJ. The epidemiology of congestive heart failure: the
Framingham Heart Study perspective. NIH Public Access. 2014;8(1):77–
82.

21. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2014. 353–354 p.

22. Ilhami Y. Disfungsi Mitokondria pada Gagal Jantung Akut. J Kedokt dan
Kesehat Publ Ilmu Fak Kedokt Univ Sriwij. 2020;1:67–75.

23. Ali D, Banerjee P. Inpatient Monitoring of Decompensated Heart Failure:


What Is Needed? Curr Heart Fail Rep. 2017;14(5):393–7.

24. PERKI. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung 2020 edisi kedua.


Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2020. 2020.

25. PERKI. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. 4th ed. IEEE International
Conference NEMS; 2015. 53–848 p.

26. Nurkhalis, Adista RJ. Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Gagal Jantung. J
Kedokt Nanggroe Med. 2020;3(3):36–46.

27. Hariyono H. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Cardiovaskuler Untuk


Profesi Ners [Internet]. Buku Ajar Cardio.pdf; 2020.

28. Lily L. Patophysiology of Heart Disease. 2016;

Anda mungkin juga menyukai