Anda di halaman 1dari 15

Case Report

Congestive Heart Failure

Disusun oleh:

dr. Resta

Pembimbing:

dr. Nazif Fuadi Noer Sp.JP


BAB I

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
- Nama : NY. YO
- Usia : 21 tahun
- Pekerjaan : IRT
- Tanggal masuk: 02 Oktober 2022
2. Anamnesis
a. Keluhan utama: Sesak hebat sejak tadi malam dan tidak berkurang dengan istirahat
b. RPS:
Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RS Awal Bros Ujung Batu dengan
keluhan sesak nafas yang semakin memberat 1 minggu ini. Awalnya sesak dirasakan
mulai timbul sejak tahun 2021 saat pasien sedang hamil. Sejak 1 minggu ini pasien
merasakan sesak semakin bertambah parah saat beraktivitas seperti saat pergi ke toilet.
Sesak dirasakan semakin berat bila pasien berbaring apalagi tidur terlentang, pasien juga
mengatakan sering terbangun dimalam hari karena merasa tiba-tiba sesak. Pasien juga
mengeluh batuk kadang disertai dahak, nyeri dada -, demam 3 hari yang lalu, mual +,
muntah jika batuk, sembab di kaki (-).
c. RPD:
CHF MS severe AR mod TR severe hipoalbumin ascites  post op repair katup jantung
d. RPK: Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan yang serupa dengan pasien

3. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum: Tampak sakit berat
- Kesadaran: comps mentis
- GCS: 15
- Tanda vital: TD: 80/60 mmhg, HR: 100 x/i, RR: 23 x/I, T: 36.7 c, Spo2: 97%
- Status generalis:
Kepala : Normocephali, CA -/-, SI -/-
Mulut : Bibir sianosis -, mukosa bibir kering
Leher : JVP tidak meningkat
Thorax :
Paru :
Inspeksi: Normochest, simetris, retraksi otot bantu pernafasan –
Palpasi : Vocal fremitus di kedua lapang paru simetris
Perkusi: Sonor di lapang paru
Auskultasi: Suara nafas vesikuler, rhonki basal halus +/+, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi: Batas jantung kanan di ICS III-IV linea strenalis dextra, batas jantung
kiri atas di ICS II linea parasternalis sinistra, batas jantung kiri bawah
Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler, murmur -, gallop -
Abdomen : Datar, tak tampak massa, soepel, BU + N
Ekstremitas : Akral dingin, CRT <2 detik, edema pitting -/-
4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 02 Agustus 2022

Jenis Hasil Nilai normal


Hemoglobin 13.7
Leukosit 6.100 5000 – 10000
Trombosit 178.000 150000 – 500000
GDS 85 70.0 - 140.0
Ureum 3.9 10.0 - 55.0
Creatinin 0.7 0.6 - 1.3
Rontgen Thorax PA:
 Cardiomegali dengan edema pulmo ringan
 Pneumonia
EKG: SR + RAD + RVH

Echo:

MS severe kalsifikasi AML PML


TR severe
Fungsi sistolik LV baik, EF 53%
Global normokinetik
LA-RA-RV dilatasi, LV smallish
Kontraktilitas RV menurun
PH +, PASP 75 mmHg
Echo Hemodinamik
LVOT VTI 14.5
SV 29.1
CO 2.7 l/i
SVR 1432

5. Diagnosis
- CHF
- MS severe
- Pneumonia
6. Terapi
a. Non farmakologi
- O2 2-3 lpm
- Bad rest total
- Istirahay ½ duduk
- Diet rendah garam
- Edukasi
b. Farmakologi
- IVFD Nacl 0.9% 10 tpm
- Drip NE start 0.05 mcg/khbb/I  tapp up dosis
- Inj. Furosemid 20 mg/8 jam
- Inj. Ceftriaxone 750 mg/12 jam
- Bisoprolol 1x2.5 mg
- Sanadryl exp 3xc1

7. Pemeriksaan anjuran
- Elektrolit
- Albumin
- AGD
8. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Congestive Heart Failure (CHF)

2.1.1 Definisi Congestive Heart Failure (CHF)

Congestive Heart Failure adalah ketidakampuan jantung memompa darah dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadapa oksigen dan nutrisi. Pengertian lain
Congestive Heart Failure adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh
sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas).

Kesimpulan CHF adalah ketidakefektifan jantung dalam memompa darah sehingga


kebutuhan darah bagi tubuh kurang terpenuhi dan menimbulkan berbagai gejala klinis.

2.1.2 Etiologi Congestive Heart Failure (CHF)

a. Kelainan otot jantung: Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif
atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner: Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal: Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif: Berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
e. Penyakit jantung lain: Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
f. Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan
anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik
atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

Mekanisme fisiologis yang menjadi penyebab gagal jantung dapat berupa :

a. Meningkatnya beban awal karena regurgitasi aorta dan adanya cacat septum ventrikel.
b. Meningkatnya beban akhir karena stenosis aorta serta hipertensi sistemik.
c. Penurunan kontraktibilitas miokardium karena infark miokard, ataupun kardiomiopati.
d. Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

2.1.3 Patofisiologi Congestive Heart Failure (CHF)

Patofisiologi dari gagal jantung dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :

a. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure)


1. Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)
Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik sehingga
keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri keseluruh tubuh.
Akibatnya, darah akan mengalir balik ke dalam vaskulator pulmonal. Pada saat terjadinya
aliran balik darah kembali menuju ventrikular pulmonaris, tekanan kapiler paru akan
meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg). Keadaan ini
akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke dalam interstitium paru dan
menginisiasi edema.

2. Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)

Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan disfungsi


ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan yang diderita oleh kedua
sisi jantung, misalnya setelah terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi yang
ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri. Pada gagal
jantung kanan dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di
ekstermitas bawah.

b. Mekanisme neurohormonal
Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana neurohormon pada gagal
jantung diproduksi dari banyak molekul yang diuraikan oleh neuroendokrin. Renin
merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan sebagai respon dari
penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem syaraf simpatik.
c. Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan mengaktivasi RAAS.
Angiotensinogen yang diproduksi oleh hati dirubah menjadi angiotensin I dan
angiotensinogen II. Angiotensin II berikatan dengan dinding pembuluh darah ventrikel dan
menstimulasi pelepasan endotelin sebagai agen vasokontriktor. Selain itu, angiotensin II juga
dapat menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi hormon aldosteron. Hormon inilah
yang dapat meningkatkan retensi garam dan air di ginjal, akibatnya cairan didalam tubuh ikut
meningkat. Hal inilah yang mendasari timbulnya edema cairan pada gagal jantung kongestif.
d. Cardiac remodelin
Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis sebagai
perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya stimulasi stress ataupun
cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta interstitial.
2.1.4 Klasifikasi Congestive Heart Failure (CHF)

Berdasarkan American Heart Association, klasifikasi dari gagal jantung kongestif yaitu
sebagai berikut :

a. Stage A: Merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi, tetapi belum
ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta tanpa adanya tanda dan gejala
(symptom) dari gagal jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage A
umumnya terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus,
atau pasien yang mengalami keracunan pada jantungnya (cardiotoxins).
b. Stage B: Apabila ditemukan adanya kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa
menunjukkan tanda dan gejala dari gagal jantung tersebut. Stage B pada umumnya
ditemukan pada pasien dengan infark miokard, disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun
penyakit valvular asimptomatik.
c. Stage C: Menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada jantung bersamaan
dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan. Gejala yang timbul dapat
berupa nafas pendek, lemah, tidak dapat melakukan aktivitas berat.
d. Stage D: Pasien yang membutuhkan penanganan ataupun intervensi khusus dan gejala dapat
timbul bahkan pada saat keadaan istirahat, serta pasien yang perlu dimonitoring secara ketat.

The New York Heart Association mengklasifikasikan gagal jantung dalam empat kelas,
meliputi :

a. Kelas I: Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal tidak
menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
b. Kelas II: Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pektoris (mild CHF).
c. Kelas III: Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja mampu
menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
d. Kelas IV: Tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun, bahkan dalam keadaan istirahat
mampu menimbulkan gejala yang berat (severe CHF).

Klasifikasi gagal jantung baik klasifikasi menurut AHA maupun NYHA memiliki
perbedaan yang tidak signifikan. Klasifikasi menurut AHA berfokus pada faktor resiko dan
abnormalitas struktural jantung, sedangkan klasifikasi menurut NYHA berfokus pada
pembatasan aktivitas dan gejala yang ditimbulkan yang pada akhirnya kedua macam klasifikasi
ini menentukan seberapa berat gagal jantung yang dialami oleh pasien.

2.1.5 Manifestasi Klinis

a. Gagal jantung kiri


Manifestasi klinis gagal jantung kiri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
penurunan curah jantung dan kongesti pulmonal. Penurunan curah jantung berupa kelelahan,
oliguria, angina, konfusi, geliaj, takikardi, palpitas, pucat, nadi perifer melemah, akral dingin.
Kongesti pulmonal berupa batuk yang bertambah buruk saat malam hari (paroxymal
nocturnal dyspnea), krakels, takipnea, orthopnea.
b. Gagal jantung kanan
Kongesti sistemik yaitu berupa distensi vena jugulars, pembesaran hati dan lien,
anoreksia, nausea, edema menetap, distensi abdomen, bengkak pada tangan dan jari, poliuria,
peningkatan tekanan darah karena kelebihan cairan atau penurunan tekanan darah karena
kegagalan pompa jantung.
c. Gagal jantung kongesti
Terjadinya kardiomegali, regurgitasi mitral/trikuspid sekunder. Penurunan otot skelet
bisa substansial dan menyebabkan fatigue, kelelahan, dan kelemahan.

Manifestasi klinis lain, yaitu:

1) Dypsnea: Terjadi akibat dari penimbunan cairan pada alveoli dan juga mengganggu
pertukaran gas. Selain itu juga beberapa pasien dapat mengalami orthopnea pada malam hari
atau yang sering disebut Paroksimal Nokturnal Dipsnea (PND)
2) Batuk
3) Mudah lelah: Terjadi karena kurangnya curah jantung sehingga dapat menghambat jaringan
dari sirkulasi normal dan oksigen. Pembuangan sisa hasil metabolisme yang menurun terjadi
karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas. Dan insomnia yang terjadi
karena distres pernapasan dan batuk.
4) Kegelisahan atau Kecemasan: Terjadi karena adanya gangguan oksigenasi, kesakitan saat
bernapas dapat membuat stress dan pengetahuannya bahwa jantung tidak berfungsi dengan
baik.
5) Sianosis adalah kurangnya oksigen dalam darah ditandai dengan jari tangan, kuku dan bibir
tampak kebiruan

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis gagal jantung ditegagkan berdasarkan gejala, penilaian klinis, dan pemeriksaan
penunjang. Kriteria Framingham dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung yaitu
dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau (1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor). Kriteria minor
tidak boleh berkaitan dengan kondisi penyakit lain. Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:
1. Kriteria mayor:

a. Paroxysmal nocturnal dyspnea

b. Distensi vena leher

c. Ronki paru

d. Kardiomegali
e. Edema paru akut

f. Gallop bunyi jantung III

g. Peningkatan vena jugularis

h. Refluks hepatojugular positif

2. Kriteria minor:

a. Edema ekstremitas

b. Batuk malam

c. Dyspnea on effort ( sesak pada aktivitas)

d. Hepatomegali

e. Efusi pleura

f. Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

g. Takikardia

Pemeriksaan penunjang:

1) Elektrokardiografi (EKG): Pada pasien CHF terdapat kelainan pada hasil pemeriksaan EKG
diantaranya yaitu : a. Sinus takikardi dan bradikardi b. Atrial takikardia/ futer/ fibrilasi c. Aritmia
ventrikel d. Iskemia infark e. Gelombang Q menunjukkan infark dan kelainan pada segmen ST
menunjukkan penyakit jantung iskemik f. Gelombang T terbalik dan hipertrofi pada ventrikel
kiri menunjukkan hipertensi dan stenosis aorta. g. Blok atrioventikular dan mikrovoltase h. Left
bunddle branch block (LBBB) kelainan segmen ST/T menunjukkan adanya disfungsi ventrikel
kiri kronis. i. Deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block dan hipertrofi kanan
menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.

2) Ekokardografi : adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan gelombang suara


ultra untuk mengamati struktur dan menilai fungsi jantung, serta mengamati struktur pembuluh
darah. Selain itu ekokardiografi dapat menilai ringan beratnya suatu penyakit.Ekokardiografi
dapat digunakan untuk menilai pergerakan dinding jantung. Hal tersebut dapat menduga adanya
gangguan aliran darah pada arteri. Salah satu tolak ukur untuk menilai fungsi jantung yaitu fraksi
ejeksi (EF). Fraksi ejeksi adalah persentase darah yang dikeluarkan oleh ventrikel kiri setiap
denyut jantung. EF memiliki nilai normal yaitu lebih dari 60%. Jika nilainya lebih rendah misal
40% maka fungsi jantung mengalami penurunan.

3) Rontgen Toraks : Abnormalitas foto toraks yang ditemukan pada pasien CHF menurut
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (2015) yaitu:

a) Kardiomegali ( Cardio Thorax Ratio> 50%. Normalnya CTR di proyeksi AP < 56% dan
di PA < 50%

b) Efusi pleura

c) Edema intertisial

d) Infiltrat paru

e) Kongesti vena paru

4) Pemeriksaan Laboratorium

a) Enzim hepar : meningkat pada gagal jantung

b) Oksimetri nadi : kemungkinan saturasi oksigen rendah

c) Elektrolit : kemungkinan dapat berubah dikarenakan adanya perpindahan cairan dan


penurunan fungsi ginjal.

d) Albumin : kemungkinan menurun sebagai akibat penurunan protein

e) Analisa Gas Darah (AGD) : CHF ventrikel kiri ditandai dengan alkalos hipoksemia
dengan peningkatan CO2 atau respiratorik ringan.
2.1.7 Tatalaksana

a. Non Farmakologis

1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen


dengan istirahat yang cukup atau pembatasan aktivitas

2) Diet pembatasan natrium (<4 gr/hari) untuk menurunkan edema

3) Pembatasan cairan

4) Menghentikan obat – obatan yang memperparah seperti NSAIDs (golongan obat-obatan untuk
meredakan inflamasi dan nyeri) karena efek prostaglandin pada ginjal yang menyebabkan retensi
air dan natrium.

b. Farmakologis

1) Diuretic bertujuan untuk mengurangi pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti
pulmonal pada disfungsi diastolic.

2) ACE inhibitor bertujuan untuk meningkatkan curah jantung dan menurunkan kerja jantung

a) Digoxin : meningkatkan kontraktilitas

b) Hidralazin : menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.

c) Isobarbide dinitrat : mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik.

d) Calsium Channel Blocker : untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi dan pengisisan
ventrikel.

e) Beta Blocker : sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard. Digunakan pada
disfungsi diastolic untuk mengurangi denyut jantung, mencegah iskemi miocard, menurunkan
tekanan darah, hipertrofi ventrikel kiri.

2.1.8 Komplikasi

1. Syok kardigenik: Merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri  terjadi bila ventrikel kiri
mengalami kerusakan yang luas, otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,
menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adukuat ke organ vital
(jnatung, otak, ginjal)

2. Efusi perikardial dan tamponade perikardium: Efusi perikardial masuknya cairan kedalam
kantung perikardium. Perkembangan efusi yang cepat dan meregangkan perikardium sampai
ukuran maksimal dan menyebabkan penurunan curah jantung serta aliranbalik ke jantung, hasil
akhir proses ini adalah tampnade jantung.

3. Episode tramboemboli karena pembentukan bekuan darah karena statis darah

Anda mungkin juga menyukai