Anda di halaman 1dari 38

1

LAPORAN KASUS
CVA Bleeding
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik
Madya

Disusun oleh:
Lilian Ardhitaningrum 22304101024
Rona Maulidia Bakhita 22304101037
Maman Firdaus 22304101040

Dosen Pembimbing:
dr. Zainal Abidin, Sp.S.

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD SYARIFAH AMBAMI RATO EBU BANGKALAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2023
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit serebrovaskuler/cerebrovascular disease (CVD) merupakan
penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Stroke merupakan bagian
dari CVD. Menurut World Health Organization, stroke adalah manifestasi klinis
dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat
atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian,
dengan tidak tampaknya penyebab lain selain penyebab vaskular. Stroke juga
disebut sebagai Cerebrovascular accident (CVA) (WHO, 2012). Berdasarkan
American Heart Association (AHA), stroke ditandai sebagai defisit neurologi
yang dikaitkan dengan cedera fokal akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh pembuluh darah termasuk infark serebral, pendarahan
intraserebral (ICH) dan pendarahan subaraknoid (SAH) (AHA, 2017).
Stroke hemoragik menyumbang 10% hingga 20% stroke setiap tahunnya.
Persentase perdarahan pada stroke adalah 8-15% di Amerika Serikat, Inggris, dan
Australia, dan 18% hingga 24% di Jepang dan Korea. Insidennya sekitar 12%
hingga 15% kasus per 1.00.000 per tahun. Angka kejadiannya tinggi di negara-
negara berpendapatan rendah dan menengah serta di Asia. Insiden ini lebih sering
terjadi pada pria dan meningkat seiring bertambahnya usia. Insiden global
meningkat, terutama di negara-negara Afrika dan Asia. Data di Jepang
menunjukkan bahwa pengendalian hipertensi mengurangi kejadian ICH. Tingkat
kematian akibat penyakit ini adalah 25% hingga 30% di negara-negara
berpendapatan tinggi, sementara itu 30% hingga 48% di negara-negara
berpendapatan rendah dan menengah. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018
oleh Kementrian Kesehatan RI, prevalensi stroke adalah sebesar 10,9%. Sebanyak
713.783 orang menderita stroke setiap tahunnya. Kalimantan Timur merupakan
provinsi dengan angka kejadian stroke tertinggi di Indonesia, yaitu sebanyak
9.696 atau sebesar 14,7% dari total penduduknya. Selain itu, penderita ditemukan
paling banyak pada kelompok umur di atas 75 tahun. Menurut Sample
Registration System (SRS) Indonesia tahun 2016, stroke merupakan penyebab
3

kematian tertinggi, yaitu sebesar 19,9%. Tingkat kematian ICH bergantung pada
kemanjuran perawatan kritis. Stroke hemoragik disebabkan paling sering oleh
ruptur spontan pembuluh darah, aneurisma, atau kejadian sekunder karena trauma.
Stroke hemoragik dibagi menjadi dua tipe yaitu perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid. Perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik dapat
dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur saraf
di dalam tengkorak. Stroke hemoragik lebih jarang terjadi dibanding stroke
iskemik akan tetapi stroke hemoragik menyebabkan lebih banyak kematian.
Stroke menduduki peringkat kedua sebagai penyebab kematian di dunia.
Angka mortalitas tahunan mencapai 5,5 juta. Stroke juga memiliki morbiditas
yang tinggi karena dapat mengakibatkan disabilitas kronis pada hingga 50%
penderita. Pasien stroke dapat mengalami penurunan kemandirian bermakna,
seperti kesulitan dalam melakukan aktivitas harian, mengalami hendaya kognitif,
juga lebih rentan mengalami gangguan mental. Pasien stroke juga lebih rentan
terhadap infeksi. Infeksi ini dapat terjadi akibat adanya imobilitas ataupun
gangguan imun. Jenis infeksi yang sering dialami pasien stroke antara lain
pneumonia dan infeksi saluran kemih. Kasus stroke termasuk dalam Standar
Kompetensi Dokter dengan grade 3B yang berarti dokter umum harus mampu
mendiagnosa klinik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan sederhana. Dokter umum harus mampu memutuskan dan memberikan
terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi, etiopatofisiologi, epidemiologi, gejala, diagnosa,
tatalaksana, komplikasi dan prognosis CVA Bleeding ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang definisi, etiopatofisiologi, epidemiologi, gejala,
diagnosa, tatalaksana, komplikasi dan prognosis CVA Bleeding
1.4 Manfaat
Laporan kasus ini dibuat agar klinisi dapat menegakan diagnosis,
memberikan terapi kasus CVA Bleeding dengan mengetahui definisi, etiologi,
gejala yang ditimbulkan, alur penegakan diagnosa dan tatalaksana CVA
Bleeding.
4

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. M
Umur : 68 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal MRS : 07-01-2024
TTL : 04 April 1955
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : -
Suku : Madura
Alamat : Marenget Lao
Pekerjaan : Petani
Status Pernikahan : Sudah Menikah
No RM. : 0309363
2.2. Anamnesa
1. Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Syamrabu dengan keluhan mengalami
penurunan kesadaran secara tiba-tiba sejak 3 hari yang lalu. Sebelumnya
pasien sedang marit disawah dan tiba tiba terjadi penurunan kesadaran
dan kelemahan anggota gerak kiri. Sakit kepala (+), mual (-), muntah (+),
kejang (-), sesak (-).
Faktor yang memperberat :-
Faktor yang memperingan : -
Gejala Penyerta :-
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (+), DM (-), Stroke (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi (+), riwayat stroke disangkal,
riwayat diabetes (-)
5

5. Riwayat Alergi :-
6. Riwayat Kebiasaan : Kopi (-) Rokok (-)
7. Riwayat Sosial Ekonomi : Menengah

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Presens
1. Keadaan Umum : Tampak lemah
2. Kesadaran : Somnolen GCS :E2V2 M4
3. Vital sign : TD : 140/90 mmHg Nadi : 68 x/menit regular
RR : 20 x/menit Suhu : 36 oC
SpO2 : 99% (dengan NRM)
4. Antopometri : TB : - cm BB : - kg BMI : -
5. Kulit
Warna kulit coklat, turgor kulit normal, ikterik (-), pucat (-), ptechie (-)
6. Kepala
Bentuk normosephalic, luka (-), makula (-), papula (-), nodul (-).
7. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), katarak (-/-),
edema palpebra (-/-), cowong (-/-), pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm,
radang (-/-).
8. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas (-/-).
9. Mulut
Sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), tremor (-), gusi berdarah (-),
deviasi pada bibir saat pasien diminta untuk meringis (SDE)
10. Telinga
Secret (-/-), pendengaran berkurang (-/-)
11. Tenggorokan
Hiperemi (-), tonsil membesar (-/-)
12. Leher
Trakea ditengah, pembesaran KGB (-)
13. Toraks
6

Simetris, retraksi subkostal (-), pembesaran kelenjar limfe (-)


Cor
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis kuat angkat
P : Batas kiri atas : ICS II linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas : ICS II linea para sternalis dekstra
Batas kiri bawah : ICS V linea medio clavicularis sinistra
Batas kanan bawah : ICS IV linea para sterna dekstra
A : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo : statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan dan kiri simetris, benjolan (-), luka (-)
P : fremitus taktil kanan = kiri, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
P :

A : suara dasar vesikuler di semua lapang paru, suara tambahan (-)


Rhonki Wheezing
- - - -
- - - -
- - - -

14. Abdomen
I : dinding perut tampak datar
A : bising usus normal
P : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, pembesaran lien (-)
P : timpani seluruh lapang perut, nyeri ketok abdomen (-)
15. Sistem Collumna Vertebralis :
I : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
7

P : nyeri tekan (-)


16. Ektremitas:
Atas : HKM, Edema (-/-), parese dextra (+)
Bawah : HKM, Edema (-/-), parese dextra (+)
17. Sistem genetalia : Tidak dievaluasi
Status Psikis
i. Cara berpikir : Sulit dievaluasi
ii. Perasaan hati : Sulit dievaluasi
iii. Tingkah Laku : Menurun
iv. Ingatan : Sulit dievaluasi
v. Kecerdasan : Sulit dievaluasi
Status Neurologi
1. Kepala
Bentuk : Normosefal
Nyeri tekan : Sulit dievaluasi
Simetris : Simetris
Mata ( Pupil ) : Bentuk bulat isokor,
ukuran 3mm/ 3mm
Reflek Cahaya :+/+
2. Leher
Sikap : Tegak, lurus
Pergerakan : Bebas
Meningeal Sign : Kaku kuduk ( - ) Kernig sign (-), Laseque (-), Brudzinski
I/ II (-)
3. Nervus Kranial
Nevus I : Pembauan (SDE)
Nervus II : Visus (SDE), konfrontasi (SDE), pemeriksaan buta warna
(SDE), funduskopi (tidak dilakukan)
Nervus III : Pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm, Reflek cahaya
(+/+), ptosis (-), konvergensi (SDE), gerak bola mata (SDE)
Nervus IV : Gerak bola mata (SDE)
8

Nervus V : Rangsangan nyeri suhu raba (SDE), gerak mengunyah


(SDE), reflek kornea (SDE), reflek maseter (SDE)
Nervus VI : Gerak bola mata (SDE)
Nervus VII : Pengecapan 2/3 anterior lidah (SDE), otot gerak wajah
(SDE), sekresi kelenjar lakrimalis (SDE)
Nervus VIII : Rinne (tidak dilakukan), webber (tidak dilakukan),
swabach (tidak dilakukan), reflek vestibulospinal (SDE),
reflek vestibulookular (dBN), nistagmus (SDE)
Nervus IX : Pengecapan 1/3 posterior (SDE), deviasi uvula dan arkus
faring (SDE)
Nervus X : Reflek muntah/batuk (SDE)
Nervus XI : m. trapezius (SDE), m. sternocleidomastoid (SDE)
Nervus XII : Deviasi lidah (SDE) Atrofi lidah (SDE) Fasikulasi lidah
(SDE)
4. Anggota Gerak
Motorik : Kesan lateralisasi dextra
Motorik Superior Inferior

Gerak N/menurun N/menurun

Kekuatan Kesan lateralisasi ke Kesan lateralisasi ke


sinistra sinistra

Tonus N/N N/N

Trofi E/E E/E

Reflek Fisiologis BPR+/+ APR+/+

TPR +/+ KPR+/+

Reflek patologis Hoffman -/- Babinski -/-

Tromner -/- Chaddock -/-

Openheim -/-

Gonda -/-
9

Gordon -/-

Schaefer -/-

Klonus -/-

Sensorik
Sensorik Superior Inferior

Tekan SDE SDE

Raba SDE SDE

Nyeri SDE SDE

5. Gerakan-Gerakan Abnormal
Tremor :-
Athetose :-
Mioklonik :-
Khorea :-
6. Alat Vegetatif
Miksi : Inkontinensi (-), Retensi (-)
Defekasi : Inkontinesi (-), Retensi (-)

2.4. Perhitungan Score


Siriraj Score
(2,5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0,1 x D) – (3 x A) – 12
(2,5 x 1) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 95) – (3 x 0) – 12
2,5 + 2 + 2 + 9,5 – 0 – 12
4 (CVA Bleeding)
10

Skor Gajah Mada

Penurunan kesadaran + Nyeri kepala = Stroke Perdarahan


Skor Hasanuddin

Skor Hasanuddin = 1 + 6,5 + 7,5 + 10 + 10 = 35 (Stroke Hemorragik)


2.5. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Lengkap dan Elektrolit (07/01/2024)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
11

rujukan

Hematologi lengkap

Hemogloibin 12.0 gr/Dl 11,7 – 15,5

Eritrosit 4,25 Juta/uL 3,8 – 5,2

Leukosit 9,3 Ribu/uL 3,6 – 11,0

Trombosit 295 Ribu/mm3 150-440

MPV 6,5 fL 7,2 – 11,1

Hematokrit 34,3 % 35 – 47

Index Eritrosit

MCV 80,6 Fl 70 – 96

MCH 28,1 Pg 26 – 34

MCHC 34,9 % 30 – 36

RDW-CV 12,7 % 11,5 – 14,5

Hitung Jenis Leukosit

Basofil 1,0 % 0–1

Neutrofil 82,6 % 40 – 70

Limfosit 8,3 % 22 – 40

Eosinofil 0,6 % 2– 4

Monosit 7,3 % 4–8

Klinik

Natrium 143 mmol/L 137 – 150

Kalium 3,85 mmol/L 3,5 – 5,0

Fungsi Ginjal

Blood Urea Nitrogen 31 mg/Dl 4,6 – 23

Kreatinin 1,01 mg/dL 0,45 – 0,75

2. Foto Thorax
12

Hasil foto thorax didapatkan kesan aorta elongasi ringan, kalsifikasi di


arcus aorta, cor dan pulmo normal.

3. CT Scan Kepala
13

Hasil CT Scan didapatkan gambaran ICH di parietal dextra dengan volume


61,4 cc disertai ischemia jaringan disekitarnya, kesan SAH parietal dextra
dan sinistra, IVH di ventrikel lateral dextra dan sinistra.

2.6. Resume
Pasien datang ke RSUD dengan keluhan mengalami penurunan
kesadaran secara tiba – tiba sejak 3 hari yang lalu Ketika sedang di sawah.
Sebelum penurunan kesadaran pasien merasa pusing hebat dan muntah. Pasien
datang dengan GCS E2 V2 M4, dengan TD : 140/90 mmHg Nadi : 68 x/menit
RR : 20 x/menit Suhu : 36 oC. Pemeriksaan motorik didapatkan kesan
lateralisasi sinistra. Reflex fisiologis dan reflex patologis dalam batas normal.
Status psikis meliputi cara berpikir, perasaan hati, ingatan, dan kecerdasan
sulit dievaluasi karena pasien memiliki GC5 E2 V2 M4. Status psikis
mengenai tingkah laku mengalami penurunan. Hasil dari pemeriksaan darah
lengkap didapatkan hasil MPV menurun, hematokrit menurun, neutrofil
meningkat, eosinofil menurun, limfosit menurun dengan fungsi ginjal
memiliki nilai yang baik. Hasil CT Scan didapatkan gambaran ICH di parietal
14

dextra dengan volume 61,4 cc disertai ischemia jaringan disekitarnya, kesan


SAH parietal dextra dan sinistra, IVH di ventrikel lateral dextra dan sinistra.
Hasil foto thorax didapatkan kesan aorta elongasi ringan, kalsifikasi di arcus
aorta, cor dan pulmo normal.
2.7 Diagnosa Kerja
Diagnosa klinis : Penurunan kesadaran + Hipertensi + Cephalgia + Kesan
lateralisasi sinistra
Diagnosa etiologi : Perdarahan Intra cerebral + Perdarahan Intra Ventrikel +
Perdarahan Sub arachnoid
Diagnosa topis : Intracerebral + Intraventrikel + Subaracnoid
2.8 Penatalaksanaan

● Non farmakologi :
Bed rest
Head up 30o
Pasang Nasogastric tube (NGT) dan DC (Dower Cateter)
● Farmakologi:
IVFD RL 14 tpm
Inj. Asam traneksamat 3 x 1 gr
Inj. Citicolin 2 x 250 mg
Inj. Paracetamiol 3 x 500 mg
Inj. Manitol 20% 4 x 125 cc
Inj. Nicardipin 2 mg/jam
Diet Entrasol 5 x 100 cc

2.9 SOAP

Hari
S O A P
Tanggal

Senin, 08 Diagnosa - Non farmakologi :


● Penurunan ● KU: tampak lemah
Jan 2024 klinis :
kesadaran Penurunan Bed rest
● GCS: 214 kesadaran +
Pasang NGT dan DC
Hipertensi +
Cephalgia + - Farmakologi:
● VS :
Kesan
lateralisasi IVFD RL + Neurosanbe
TD: 145/95 mmHg
sinistra 5000 2 fl/hari
HR:81x/mnt
Inj. Asam traneksamat 3 x

Diagnosa
15

RR: 18x/mnt etiologi : 1 gr


Perdarahan
T: 36oC Intra cerebral Inj. Citicolin 2 x 250 mg
+ Perdarahan
SpO2 : 99 % NRM Inj. Paracetamiol 3 x 500
Intra Ventrikel
mg
+ Perdarahan
● Mata : Pupil bulat isokor 3mm/3mm, Sub arachnoid Inj. Manitol 20% 4 x 125
cc
RC +/+
Diet Entrasol 5 x 100 cc
Diagnosa
● MS : KK -, L -, K -, Brudz I/II –
topis:
Intracerebral +
● N. Cranialis (N.I-XII) : SDE Intraventrikel
+ Subaracnoid

● Motorik : Kesan lateralisasi Sinistra

Gerakan ↓/↓ ↓/↓

Kekuatan SDE SDE

Tonus N/N N/N

Trofi E/E E/E

Klonus -/- -/-

● RF (++)

● RP (-)

● Sensitibilitas : Hipestesi -, parestesi –

● Vegetatif

DC +

Retensi urin/alvi -/-

Inkontinensia urin/alvi -/-

Selasa, Diagnosa - Non farmakologi :


● Penurunan ● KU : tampak lemah
09 Jan klinis :
2024 kesadaran Penurunan Bed rest
● GCS : 111 kesadaran +
● Cairan Pasang NGT dan DC
Hipertensi +
coklat di Cephalgia + Suction berkala
● VS :
bibir (+) Kesan
lateralisasi
16

TD : 157/99 mmHg sinistra Pasang mayo

HR : 98x/mnt - Farmakologi:

RR : 24x/mnt Diagnosa IVFD RL + Neurosanbe


etiologi : 5000 2 fl/hari
T : 37,9oC Perdarahan
Intra cerebral Inj. Asam traneksamat 3 x
● Mata : Pupil bulat isokor 3mm/3mm, + Perdarahan 1 gr
Intra Ventrikel
Inj. Citicolin 2 x 250 mg
RC +/+ + Perdarahan
Sub arachnoid Inj. Paracetamiol 3 x 500
● MS : KK -, L -, K -, Brudz I/II – mg

Inj. Manitol 20% 4 x 125


● N. Cranialis (N.I-XII) : SDE Diagnosa
cc
topis:
Intracerebral + Diet Entrasol 5 x 100 cc
● Motorik : Kesan Lateralisasi Sinistra Intraventrikel
+ Subaracnoid
Gerakan ↓/↓ ↓/↓

Kekuatan SDE SDE

Tonus N/N N/N

Trofi E/E E/E

Klonus -/- -/-

● RF (+)

● RP (-)

● Sensitibilitas : Hipestesi -, parestesi –

● Vegetatif

DC +

Retensi urin/alvi -/-

Inkontinensia urin/alvi -/-

Rabu, 10 Diagnosa - Non farmakologi :


● Penurunan ● KU: tampak lemah
Jan 2024 klinis :
kesadaran Penurunan Bed rest
● GCS: 111 kesadaran +
● Cairan Pasang NGT dan DC
Hipertensi +
coklat di Cephalgia +
17

bibir (+) Kesan Suction berkala


● VS :
lateralisasi
sinistra Pasang mayo
TD: 165/92 mmHg
Pasien pulang paksa
HR:92x/mnt
Diagnosa - Farmakologi:
RR: 20x/mnt
etiologi :
IVFD RL + Neurosanbe
T: 38oC Perdarahan
5000 2 fl/hari
Intra cerebral
+ Perdarahan Inj. Asam traneksamat 3 x
● Mata : Pupil bulat isokor 3mm/3mm,
Intra Ventrikel 1 gr
+ Perdarahan
RC +/+
Sub arachnoid Inj. Citicolin 2 x 250 mg

● MS : KK -, L -, K -, Brudz I/II – Inj. Paracetamiol 3 x 500


mg
Diagnosa
● N. Cranialis (N.I-XII) : SDE topis: Inj. Manitol 20% 4 x 125
Intracerebral + cc
● Motorik : Kesan Lateralisasi Dextra Intraventrikel
+ Subaracnoid Diet Entrasol 5 x 100 cc

Gerakan ↓/↓ ↓/↓

Kekuatan SDE SDE

Tonus N/N N/N

Trofi E/E E/E

Klonus -/- -/-

● RF (+)

● RP (-)

● Sensitibilitas : Hipestesi -, parestesi –

● Vegetatif

DC +

Retensi urin/alvi -/-

Inkontinensia urin/alvi -/-


18

2.10 PROGNOSIS
Skor ICH untuk memprediksi klinis kematian dalam 30 hari perawatan :

2 + 1 +1 + 0 + 0 = 4 (97 %
kematian dalam 30 hari)

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Stroke

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) merupakan


kondisi terjadinya kematian beberapa sel otak secara mendadak yang dapat
mengarah kepada defisit neurologi baik bersifat fokal maupun global. Gejala
awitan stroke terjadi secara tiba-tiba dan dapat berlangsung selama 24 jam atau
lebih dimana gejala dapat memberat bahkan mengakibatkan kematian (World
Health Organization, 2016). Stroke terjadi ketika pembuluh darah otak tidak
mendapat suplai oksigen yang cukup dikarenakan adanya sumbatan maupun
karena pecahnya pembuluh darah sehingga otak dapat mengalami kematian sel
atau jaringan (Pusdatin Kemenkes RI, 2014).
19

Menurut Geyer (2009) stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan
berkembangnya tiba-tiba defisit neurologis persisten fokus sekunder terhadap
peristiwa pembuluh darah. Defisit neurologis baik bersifat ringan maupun berat
tergantung pada letak kerusakan, seberapa luas area yang mengalami
ketidakadequatan perfusi, dan tergantung dari fungsi area yang rusak itu sendiri.
Defisit neurologis yang seringkali muncul adalah hemiparesis dan hemiplegia
pada sisi tubuh yang berlawanan dengan sisi belahan yang rusak (kontra lesi),
afasia atau penurunan kemampuan berkomunikasi, disartia (hambatan dalam
pelafalan sehingga kesulitan untuk berbicara), disfagia (gangguan menelan),
apraksia (gangguan integritas motorik kompleks), perubahan penglihatan,
hemianopia homonimus (kehilangan sebagian lapang pandang), sindrom horner
(paralisis pada saraf simpatik area mata), agnosia (penurunan kemampuan indra
dalam mengenali benda), perubahan perilaku, dan inkontinensia yang diakibatkan
penurunan fungsi pada system pencernaan dan perkemihan (Black, 2014).

Stroke menjadi salah satu masalah kesehatan dan penyebab kematian tertinggi
dalam skala Internasional. Setiap tahunnya, tercatat sekitar 13,7 juta kasus baru
stroke, dan kematian akibat stroke kurang lebih pada 5,5 juta jiwa di mana stroke
hemoragik menyumbang kematian sebanyak 51% dari seluruh total kematian
akibat stroke (World Stroke Organization, 2019). Kejadian stroke diidentifikasi
meningkat sebanyak dua kali lipat di negara-negara dengan pendapatan rendah
dan menengah dalam lebih dari empat dekade terakhir (Kemenkes, 2019).

Stroke juga ditengarai menjadi penyebab kecacatan nomer tiga di dunia


dengan angka mencapai 5 juta kasus. Diperkirakan jumlah kematian dan
kecacatan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2035 mendatang (Feigin et
al., 2015). Dalam skala nasional, prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 2018
mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2013. Berdasarkan diagnosis
dokter pada kelompok usia >15 tahun, kasus stroke yang terjadi di Indonesia
adalah sebesar 10,9 per mil dengan prevalensi tertinggi terjadi di provinsi
Kalimantan Timur yaitu sebesar 14,7 permil (Riskesdas, 2018).

3.2 Etiologi Stroke


20

Stroke pada anak-anak dan orang dewasa muda sering ditemukan jauh lebih
sedikit daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada kelompok usia yang
lebih muda bisa lebih buruk. Kondisi turun temurun predisposisi untuk stroke
termasuk penyakit sel sabit, sifat sel sabit, penyakit hemoglobin SC (sickle cell),
homosistinuria, hiperlipidemia dan trombositosis. Namun belum ada perawatan
yang memadai untuk hemoglobinopati, tetapi homosistinuria dapat diobati dengan
diet dan hiperlipidemia akan merespon untuk diet atau mengurangi lemak obat
jika perlu. Identifikasi dan pengobatan hiperlipidemia pada usia dini dapat
memperlambat proses aterosklerosis dan mengurangi risiko stroke atau infark
miokard pada usia dewasa (Gilroy, 1992).
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:

● Stroke Iskemik

Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi
akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum. Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:
1. Transient Ischaemic Attack (TIA) : defisit neurologis membaik dalam
waktu kurang dari 30 menit
2. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND) : defisit neurologis
membaik kurang dari 1 minggu
3. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke
4. Completed Stroke.

Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi :

● Trombosis

Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis, poliarteritis


nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis (spontan atau traumatik);
Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
21

● Embolisme

Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium,


penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik,
kardiomiopati iskemik; Sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri:
bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan
hiperkoagulasi: kontrasepsi oral, karsinoma.

● Vasokonstriksi

Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan


Subarakhnoid).

Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan penyebab:


lakunar, thrombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik dan kriptogenik
(Dewanto dkk, 2009).

2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam
jaringan otak.
Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan intraserebrum
hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura aneurisma sakular
(Berry), ruptura malformasi arteriovena (MAV), trauma; penyalahgunaan kokain,
amfetamin; perdarahan akibat tumor otak; infark hemoragik; penyakit perdarahan
sistemik termasuk terapi antikoagulan (Price, 2005).
3.2 Faktor Risiko Terjadinya Stroke
Tidak dapat dimodifikasi, meliputi: usia, jenis kelamin, herediter, ras/etnik.
Dapat dimodifikasi, meliputi: riwayat stroke, hipertensi, penyakit jantung,
diabetes mellitus, Transient Ischemic Attack (TIA), hiperkolesterol, obesitas,
merokok, alkoholik, hiperurisemia, peninggian hematokrit (Mansjoer, 2000).

3.3 Patofisiologi Stroke


22

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 1): arteria karotis interna
dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak
selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke
daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari
berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti
pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan;
(2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus
infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur
vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price et al, 2005).
23

Gambar 1. Sirkulus Willisi

Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) yang
serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan
defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang
cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi
biasanya dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar 50%
sampai 75% pasien (Harsono, 2009).
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Stroke Iskemik
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat
menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan aterom
c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.
Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia
jaringan otak di bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga
bertindak sebagai iritan yang menyebabkan terjadinya vasospasme lokal di
segmen di mana embolus berada. Gejala kliniknya bergantung pada
pembuluh darah yang tersumbat.
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka
area sistem saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika
tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik
sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap viabel untuk suatu waktu,
artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali. Iskemia SSP
dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan: Edema sitotoksik
yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak; Edema
24

vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat perombakan sawar


darah-otak.
Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat
beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan
intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al,
2001).
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari
semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami
ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau
langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat
menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma sakular
dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke
hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini
dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau
subarakhnoid.
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling
sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur
salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan
otak. Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan
defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam
beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang
berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada
keterlibatan kapsula interna.
Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan
dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan
di dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang
subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama
cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung
oleh karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi
selaput otak (Price, 2005).
25

3.4 Gejala Klinis


3.4.1 Infark Pada Sistem Saraf Pusat
Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang terkena.

● Infark total sirkulasi anterior (karotis) :

Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus kortikospinal)


Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus)
Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya fungsi
visuospasial (hemisfer nondominan).

● Infark parsial sirkulasi anterior:

Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit kortikal saja.

● Infark lakunar:

Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda


menyebabkan sindrom yang karakteristik.

● Infark sirkulasi posterior (vertebrobasilar):

Tanda-tanda lesi batang otak


Hemianopia homonim.

● Infark medulla spinalis (Price, 2005).

3.4.2 Serangan Iskemik Transien


Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara mendadak; gejala
seperti sinkop, bingung, dan pusing tidak cukup untuk menegakkan diagnosis.
TIA umumnya berlangsung selama beberapa menit saja, jarang berjam-jam.
Daerah arteri yang terkena akan menentukan gejala yang terjadi:

● Karotis (paling sering):

Hemiparesis
Hilangnya sensasi hemisensorik
Disfasia
Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh iskemia
retina.
26

● Vertebrobasilar:

Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif


Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut)
Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga gejala ini
terjadi secara bersamaan (Price, 2005).
3.4.3 Perdarahan Subarakhnoid
Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala nyeri
kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai fotofobia,
mual, muntah, dan tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan tanda Kernig).
Pada perdarahan yang lebih berat, dapat terjadi peningkatan tekanan
intrakranial dan gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat dilihat edema papil
dan perdarahan retina. Tanda neurologis fokal dapat terjadi sebagai akibat dari:
- Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intracranial
- Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan
- Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan dengan
iskemia (Price, 2005).

3.4.4 Perdarahan Intraserebral Spontan


Pasien datang dengan tanda-tanda neurologis fokal yang tergantung dari
lokasi perdarahan, kejang, dan gambaran peningkatan tekanan intrakranial.
Sering terjadi pada usia decade 5-8, tidak ada gejala prodromal yang
jelas( terkadang berupa nyeri kepala hebat, mual, dan muntah), sering terjadi
disiang hari saat beraktivitas, sering disertai penurunan kesadaran dan tekanan
darah meningkat. Diagnosis biasanya jelas dari CT scan (Price, 2005).
3.5 Diagnosis
Untuk mendapatkan diagnosis dan penentuan jenis patologi stroke, segera
ditegakkan dengan:
1. Siriraj Score
(2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
diastolik) - (3 x ateroma) – 12

● Kesadaran koma/stupor : 2
27

Kesadaran somnolen :1
Kesadaran compos mentis: 0

● Muntah :1

Tidak muntah :0

● Nyeri kepala :1

Tidak nyeri kepala :0

● Ateroma : 1 (DM, Hipertensi, PJK, angina)

Tidak ada :0

Intepretasi :
< -1 : infark serebri
>1 : perdarahan supratentorial
-1 s/d 1 : meragukan (indikasi CT Scan)
2. Skor Stroke: Algoritma Gajah Mada
Penurunan
Nyeri kepala Babinski Jenis Stroke
kesadaran

+ + + Perdarahan

+ - - Perdarahan

- + - Perdarahan

- - + Iskemik

- - - Iskemik

Tabel 1. Algoritma Stroke Gajah Mada

3.3 Pemeriksaan Penunjang


Untuk membedakan jenis stroke iskemik dengan stroke perdarahan
dilakukan pemeriksaan radiologi CT-Scan kepala. Pada stroke hemoragik akan
terlihat adanya gambaran hiperdens, sedangkan pada stroke iskemik akan terlihat
adanya gambaran hipodens (Misbach, 1998).
3.4 Penatalaksanaan
28

Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar


dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya pengobatan stroke
sedini mungkin, karena ‘jendela terapi’ dari stroke hanya 3-6 jam. Hal yang harus
dilakukan adalah:

● Stabilitas pasien dengan tindakan 5B (Breath, Blood, Brain,

Bladder, Bowel )

● Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal

napas

● Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan

kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti


dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat memperhebat
edema otak

● Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung

● Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut

● Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen

toraks

● Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer

lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan


kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial

● Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati,

gas darah arteri, dan skrining toksikologi

● Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

● CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia (Mansjoer, 2000).

Pada prinsipnya penatalaksaan stroke dibagi menjadi dua yaitu pengobatan


umum dan pengobatan spesifik. Pada pengobatan umum perlu memperhatikan
prinsip 5B ( Breathing, Blood, Brain, Bladder, dan Bowel)
29

1. Breathing
Harus diusahakan jalan pernafasan bebas dari obstruksi. Posisi yang baik
adalah penderita miring agar lidah tidak jatuh ke belakang, serta bila muntah
tidak terjadi aspirasi. Bila pernafasan berhenti, segera lakukan resusitasi.
2. Blood
Usahakan agar tekanan darah cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke
otak. Tekanan darah yang terlalu rendah berbahaya untuk susunan saraf pusat.
Komposisi kimiawi darah sebaiknya dipertahankan semaksimal mungkin,
karena perubahan-perubahan tersebut akan mengganggu perfusi dan
metabolism otak.
3. Brain
Usahakan untuk mengurangi edema otak yang timbul. Bila penderita
kejang, sebaiknya diberikan difenhidantoin 3x100 mg atau karbamazepin
3x200 mg per os atau nasogastric. Bila perlu difenilhidantoin diberikan
intravena dengan sangat perlahan.
4. Bladder
Harus diperhatikan fungsi ginjal, cairan, elektrolit, dan miksi. Kateter
harus digunakan sesedikit mungkin untuk menghindari infeksi. Pada laki-laki
bila inkontinensia dipasang kateter kondom, bila terjadi retensio, setelah di
pasang kateter secepatnya dilepas. Demikian juga pada wanita.
5. Bowel
Makanan penderita harus cukup mengandung kalori dan vitamin.
Kebutuhan kalori dipertahankan sebaik mungkin sesuai dengan kebutuhan
penderita. Pada usia lanjut seringkali terdapat kekurangan albumin, hal ini
perlu segera dikoreksi karena kekurangan albumin akan memperberat
terjadinya edema otak. Bila terdapat kesukaran menelan, pasang sonde
hidung. Perhatikan defekasinya, hindari terjadinya obstipasi.
Pada pengobatan khusus stroke hemoragik terutama pada ICH adalah
sebagai berikut :
1. Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau trombositopenia berat
sebaiknya mendapat terapi penggantian faktor koagulasi atau trombosit
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
30

2. Pasien dengan perdarahan intracranial dan peningkatan INR terkait obat


antikoagulan oral sebaiknya tidak diberikan walfarin, tetapi mendapat
terapi untuk menggganti vitamin K-dependent factor dan mengkoreksi
INR, serta mendapat vitamin K intravena (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C). Konsentrat kompleks protrombin tidak menunjukkan
perbaikan keluaran dibandingkan dengan Fresh Frozen Plasma (FFP).
Namun, pemberian konsentrat kompleks protrombin dapat mengurangi
komplikasi dibandingkan dengan FFP dan dapat dipertimbangkan sebagai
alternative FFP (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B).
3. Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut :

● Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan

INR dan diberikan dalam waktu yang sma dengan terapi yang lain
karena efek akan timbul 80 6 jam kemudian. Kecepatan pemberian
<1 mg/menit untuk meminimalkan resiko anafilaksis.

● FFP 2-6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi factor

pembekuan darah bila ditemukan sehingga dengan cepat


memperbaiki INR atau aPTT. Terapi FFP ini untuk mengganti
pada kehilangan factor koagulasi.
4. Faktor VIIa rekobinan tidak mengganti semua factor pembekuan, dan
walaupun INR menurun, pembekuan bisa jadi tidak membaik. Oleh karena
itu, factor VIIa rekombinan tidak secara rutin direkomendasikan sebagai
agen tunggal untuk mengganti antikoagulan oral pada perdarahan
intracranial. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C). Walaupun factor
VII a rekombinan dapat membatasi perluasan hematoma pada pasien ICH
tanpa koagulopati, risiko kejadian tromboemboli akan meningkat dengan
factor VIIa rekombinan dan tidak ada keuntungan nyata pada pasien yang
tidak terseleksi (AHA/ASA, Class III, Level of evidence A).
5. Kegunaan dari transfuse trombosit pada pasien perdarahan intracranial
dengan riwayat penggunaan antiplatelet masih tidak jelas dan dalam tahap
penelitian(AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence B).
31

6. Untuk mencegah tromboemboli vena pada pasien dengan perdarahan


intracranial, sebaiknya mendapat pneumatic intermittent compression
selain dengan stoking elastis (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).
7. Setelah dokumentai penghentian perdarahan LMWH atau UFH subkutan
dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk pencegahan tromboembolin
vena pada pasien dengan mobilitas yang kurang setelah satu hingga empat
hari pascaawitan (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence B).
8. Efek heparin dapat diatasi dengan pemberian proamin sulfat 10-50 mg IV
dalam waktu 1-3 menit. Penderita dengan pemberian protamin sulfat perlu
pengawasan ketat untuk melihat tanda-tanda hipersensitif (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence B).
3.5 Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut
terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek
tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus
dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi
oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus-menerus selama 24 jam
setelah serangan stroke (Asmedi & Lamsudin, 1998).
Asmedi & Lamsudin (1998) mengatakan prognosis fungsional stroke pada
infark lakuner cukup baik karena tingkat ketergantungan dalam activity daily
living (ADL) hanya 19 % pada bulan pertama dan meningkat sedikit (20 %)
sampai tahun pertama. Bermawi, et al., (2000) mengatakan bahwa sekitar 30-60
% penderita stroke yang bertahan hidup menjadi tergantung dalam beberapa aspek
aktivitas hidup sehari-hari. Dari berbagai penelitian, perbaikan fungsi neurologik
dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari pasca stroke menurut waktu cukup
bervariasi. Suatu penelitian mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat pada
minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke.
Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang terjadi
pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur diantaranya
outcome fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life, serta
mortalitas.
32

BAB IV
PEMBAHASAN

Dasar penegakan diagnosis pada kasus,berdasarkan data anamnesis pasien


datang ke RSUD Syamrabu dengan keluhan mendadak mengalami penurunan
33

kesadaran sejak 3 hari yang lalu. Didapatkan juga suatu kumpulan gejala berupa
kelemahan anggota gerak kiri, yang sifatnya mendadak disertai nyeri
kepala,muntah dan penurunan kesadaran dengan onset akut. Pada penderita tidak
didapatkan defisit neurologis yang terjadi secara progresif, berupa kelemahan
motorik yang terjadi akibat suatu proses destruksi maupun nyeri kepala kronik
akibat dari proses kompresi dengan segala akibatnya yang merupakan gambaran
umum pada tumor otak (Greenberg, 2001).
Defisit neurologis akut yang terjadi secara spontan tanpa adanya faktor
pencetus yang jelas berupa trauma dan gejala infeksi sebelumnya mengarah ke
suatu lesi vaskuler karena onsetnya yang mendadak. Sehingga pada penderita
mengarah pada diagnosis stroke. Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis
yang berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke juga
didefinisikan oleh Davenport & Davis sebagai gangguan fungsi otak akut akibat
gangguan suplai darah di otak, atau perdarahan yang terjadi mendadak,
berlangsung dalam atau lebih dari 24 jam yang menyebabkan cacat atau kematian.
Pasien berumur 68 tahun berjenis kelamin laki-laki dan memiliki riwayat
hipertensi yang tidak terkontrol. Tekanan darah menahun mempengaruhi
autoregulasi aliran darah otak (ADO) dan aliran darah otak regional (ADOR).
Kemampuan intrinsik pembuluh darah otak agar ADO tetap walaupun ada
perubahan dari tekanan perfusi otak dinamakan autoregulasi ADO (Mansjoer,
2000). Hipertensi merupakan penyebab lazim dari stroke, 60% dari penderita
hipertensi yang tidak terobati dapat menimbulkan stroke. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila
pembuluh darah otak pecah maka akan timbul perdarahan otak, dan apabila
pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan
sel-sel otak akan mengalami kematian. Hipertensi meningkatkan risiko stroke 2-4
kali lipat tanpa tergantung pada faktor risiko lain (Price, 2005).
Ada beberapa sistem skoring yang dapat dipakai untuk membantu dokter
membedakan antara stroke iskemik atau stroke hemorhagik. Yang cukup banyak
dipakai adalah Siriraj Score yang pertama kali dikembangkan di Thailand.
34

Kolapo, dkk di Nigeria membandingkan skor siriraj dgn CT-Scan. Sensitivitas


(Sn) dan spesifisitas (Sp) berkisar antara 71-82%.
Siriraj Score
(2,5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0,1 x D) – (3 x A) – 12
(2,5 x 1) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 95) – (3 x 0) – 12
2,5 + 2 + 2 + 9,5 – 0 – 12
4 (CVA Bleeding)

Skor Gajah Mada

Penurunan kesadaran + Nyeri kepala = Stroke Perdarahan


35

Skor Hasanuddin

Skor Hasanuddin = 1 + 6,5 + 7,5 + 10 + 10 = 35 (Stroke Hemorragik)


Berdasarkan anamnesa, pasien didapatkan jumlah skor siriraj >1 dan skor
hasanudin >15 yang mengacu pada diagnosis stroke hemoragik. Berdasarkan
pemaparan diatas didapatkan diagnosis berupa :
Diagnosa klinis : Penurunan kesadaran + Hipertensi + Cephalgia + Kesan
lateralisasi sinistra
Diagnosa etiologi : Perdarahan Intra cerebral + Perdarahan Intra Ventrikel +
Perdarahan Sub arachnoid
Diagnosa topis : Intracerebral + Intraventrikel + Subaracnoid
Sehingga diperlukan penatalaksanaan dengan prinsip 5B sebagai berikut :

● Non farmakologi :
Bed rest
Head up 30o
Pasang Nasogastric tube (NGT) dan DC (Dower Cateter)
● Farmakologi:
IVFD RL 14 tpm
Inj. Asam traneksamat 3 x 1 gr
Inj. Citicolin 2 x 250 mg
Inj. Paracetamiol 3 x 500 mg
Inj. Manitol 20% 4 x 125 cc
Inj. Nicardipin 2 mg/jam
Diet Entrasol 5 x 100 cc
36

BAB V
PENUTUP

5. 1 Kesimpulan
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
diduga mengalami Penurunan Kesadaran + Hipertensi + Cephalgia + Kesan
Lateralisasi Sinistra berdasarkan diagnosa klinis. Perdarahan Intra Serebral pada
parietal dextra dengan volume 61,4 cc diserta ischemia jaringan disekitarnya ,
kesan Perdarahan Sub Arachnoid parietal dextra dan sinistra,dan kesan Perdarahan
Intra Ventrikel ventrikel lateral dextra dan sinistra ,Berdasarkan diagnosa etiologi
dan berdasarkan diagnosa topis perdarahan terjadi pada daerah Intracerebral +
Intraventrikel + Subaracnoid.

5. 2 Saran
Perlu menyampaikan ke wali pasien mengenai penyakit yang dialami dan
cara penanganan jika terdapat gejala berulang.
37

DAFTAR PUSTAKA
Gilroy, John. 1992. Basic Neurology Second Edition. McGraw-Hill. Singapore.
Page: 175
Pusdatin Kemenkes RI. (2014). Pusdatin STROKE. Pusat Data Dan Informasi
Kementrian Kesehatan.
Kemenkes, R. (2019). Infodantin Stroke Kemenkes Ri 2019. In Infodantin Stroke
Kemenkes RI 2019.
World Stroke Organization. (2019). Global Stroke Fact Sheet
Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). Journal
of Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–200.
https://doi.org/10.1088/1751- 8113/44/8/085201

Feigin, V. L., Krishnamurthi, R. V., Parmar, P., Norrving, B., Mensah, G. A.,
Bennett, D. A., Barker-Collo, S., Moran, A. E., Sacco, R. L., Truelsen, T.,
Davis, S., Pandian, J. D., Naghavi, M., Forouzanfar, M. H., Nguyen, G.,
Johnson, C. O., Vos, T., Meretoja, A.,Murray, C. J. L., & Roth, G. A.
(2015). Update on the global burden of ischemic and hemorrhagic stroke
in 1990-2013: The GBD 2013 study. Neuroepidemiology, 45(3), 161–176.
https://doi.org/10.1159/000441085

WHO (World Health Organization), 2016. Ischaemic and Haemorrhagic Stroke


Dewanto, G. dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit
Saraf. hal.25. Jakarta: EGC
Geyer, James D. & Gomez, Camilo R. 2009. Stroke A Practical Approach.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolter Kluwer Business.
Page: 15.
Black, J. M. & H. (2014). Keperawatan medikal bedah black vol 3.pdf. In 3.
Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses
Penyakit, Edisi 6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H.,
Wulansari, p., Mahanani, D. A.,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.
Harsono, 2009. Kapita Selekta Neurologi. Cetakan ketujuh. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Smith, W.S., Hauser, S.L., Easton, J.D., 2001. Cerebrovascular Dissease. New
York: McGraw-Hill pp 1269-77
38

Misbach, J., 1998. Pandangan umum mengenai stroke dalam: rasyid A Soertidewi
L. hipertensi sebagai faktor risiko stroke.Tesis magister epidemiologi
klinik. Universitas Indonesia.
AHA (American Heart Association),2017.Hemorrhagic Stroke.United State.
Neurological Surgery

Asmedi A & Lamsuddin R. 1998. Prognosis Stroke. Dalam : Manajemen Stroke


Mutakhir. h. 89-94. Suplemen BKM XIV.

Anda mungkin juga menyukai