Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA 21 TAHUN G1P1A0 DENGAN CHF EC


PERIPARTUM CARDIOMIOPATY (PPCM)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir Kepaniteraan Klinik Madya di
Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

PEMBIMBING : dr. Bhaskara, Sp.JP

PENYUSUN : Lidwina P. Fonataba (0120840158)


Liliana Hesti Roa (0120840159)

SMF KARDIOVASKULAR

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA-PAPUA

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Telah di presentasikan dan diterima serta disetujui oleh pembimbing,


laporan kasus dengan judul “Seorang Wanita dengan G1P1A0 dengan CHF ec
Peripartum Kardiomiopati (PPCM)” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
ujian akhir Kepaniteraan Klinik Madya pada SMF Jantung dan Pembuluh
Darah di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura yang dilaksanakan pada:

Hari : Jumat
Tanggal : 2 Maret 2018
Tempt : Polik Jantung Dan Pembuluh darah RSUD DOK II

Menyetujui,
Dosen Penguji/ Pembimbing
Fakultas Kodekteran Universitas Cenderawasih

dr. Bhaskara, Sp.JP

2
DAFTAR ISI

Lembar Pengasahan............................................................................ 2
Daftar Isi .............................................................................................. 3
Daftar Tabel .........................................................................................
Daftar Gambar ....................................................................................
BAB 1 Pendahuluan ............................................................................ 4
BAB 2 Laporan Kasus ........................................................................ 5
BAB 3 Diskusi Kasus ........................................................................ ..
Kesimpulan ........................................................................................ ..
Daftar Pustaka.......................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang
termasuk Indonesia. Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks
dimana seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung
(nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas
disertai/tidak kelelahan), tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema
pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi
jantung saat istirahat. Gagal Jantung Kongestif keadaan dimana terjadi kemacetan
sirkulasi normal sebagai akibat dari gagal jantung (Rampengan, 2014).

The European Society of Cardiology mendefinisikan Peripartum


Cardiomyopathy (PPCM) sebagai suatu keadaan kardiomiopati idiopatik,
berhubungan dengan kehamilan yang bermanifestasi sebagai gagal jantung karena
disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasa-nya terjadi selama 1 bulan terakhir
kehamilan sampai 5 bulan masa postpartum pada wanita tanpa penyakit
kardiovaskuler lain. Diagnosis PPCM adalah suatu diagnosis eksklusi, dapat tidak
disertai dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya selalu <45%.
Insidens PPCM adalah sebesar 1:2500-4000 (USA), 1:1000 (Afrika Selatan),
1:300 (Haiti), 1:6000 (Jepang). PPCM jarang didapat, namun merupakan
komplikasi serius kehamilan (Kleiner, dkk 2015)
Dalam laporan kasus ini akan di bahas mengenai Pasien 21 tahun G1P1A0
dengan CHF ec Peripartum Cardiomiopati.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS
Nama : Ny.H
Tanggal Lahir : 24-11-1996
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Polda
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : SWASTA
Suku : Makassar
Ruangan : RP3
Tanggal Masuk RS : 24 Februari 2018
Tanggal Keluar RS : 27 Februari 2018
Jaminan : BPJS
No. DM : 143578

2.2. ANAMNESA (Autoanamnesa)


 Keluhan utama : Pasien mengeluh sesak napas
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Sesak dirasakan oleh pasien sejak 1 bulan SMRS. Sesak napas
dirasakan oleh pasien pertama kali setelah melahirkan 1 bulan yang lalu.
Sesak nafas bersifat ringan namun 3 minggu berikutnya pasien merasakan
adanya perberatan sesak sehingga harus di rawat di RS Timika. Pasien
dirawat selama 1 minggu di rumah sakit dengan diagnosa efusi pleura. Saat
berada di Jayapura pasien kembali mengeluhkan sesak nafas yang berat
sehingga dilarikan ke RSUD DOK II Jayapura.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat Penyakit Jantung, paru, ginjal, lambung disangkal

5
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat penyakit PPCM dalam keluarga disangkal
- Riwayat penyakit jantung pada ayah.

Riwayat Kebiasaan Sosial dan Ekonomi :


- Pasien menikah
- Saat ini pasien tinggal dengan suami dan 1 orang anaknya
- Riwayat tranfusi darah (-)
- Kebiasaan merokok atau minum alkohol (-)
- tattoo (-), IVDU (-)
- Pembiayaan rumah sakit : dengan menggunakan BPJS
Riwayat Pengobatan :
- Pada usia anak pasien pernah meminum obat paru
Riwayat Obstetri:
- G1p1A0, Jenis persalinan Normal.

2.3. Status Presens


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 80 Kg

Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
SPO2 : 99%
Suhu badan : 37.10 C

ANAMESIS SISTEM
- Pasien merasa keadaanya semakin memburuk, karena sesak yang
dirasakan , dan tidak ada perubahan yang berarti

6
- Penglihatan : Gangguan penglihatan (-)
- Pendengaran : Gangguan pendengaran (-)
- Kardiovaskuler : Frekuensi Jantung Cepat
- Paru-paru : Sesak nafas
- Pencernaan : Tidak ada gangguan pada saluran cerna
- Saluran kemih : Tidak terdapat keluhan nyeri saat berkemih, warna urin
kuning seperti teh
- Hematologi : Tidak terdapat keluhan cepat timbul lebam di kulit,
mimisan, gusi berdarah. Tidak ada muntah darah atau BAB berdarah.
- Metabolik- endokrin : Tidak didapatkan keluhan sering haus, sering lapar
atau sering buang air kecil.
- Neurologi : Tidak didapatkan keluhan kelemahan, wajah asimetris, bicara
tidak pelo.
- Kulit : Kulit pasien lembab.
- Ekstremitas : kaki bengkak.

PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : kompos mentis GCS: E4 V5, M6.
- TD : 130/90 mmHg, N : 130 kali/menit (regular, kuat angkat), RR : 32
kali/menit S: 37,10C, SPO2: 99% dengan O2.
- BB : 80 kg TB : 155 cm, IMT : 33,05 kg/m2
- Kulit : : turgor cukup, ptekie/purpura/ekimosis (-), kulit lembab. Kulit
wajah tampak pucat.
- Otot : Tidak terdapat atrofi otot
- Tulang: Tidak terdapat deformitas pada tulang.
- Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, refleks
cahaya normal.
- Mulut : Mukosa basah, Oral hygiene baik, tidak memakai gigi palsu.
Bentuk tidak ada kelainan. Bibir tampak pucat.
- Leher : kelenjar tiroid tidak teraba membesar, tidak terdapat massa,KGB
tidak membesar.

7
- Tekanan vena jugularis : meningkat.
Thoraks :
- Paru
Inspeksi : Dada Simetris

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi: suara napas vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-

- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Teraba ictus cordis pada ICS V, 2 cm lateral dari garis
midclavicula kiri
Perkusi : Batas kanan : Sela iga V, garis sternal kanan, batas kiri
: Sela iga V, garis axilaris anterior kiri, batas atas atas :
sela iga III, garis sternal kiri, batas pinggang jantung : sela
iga III, garis midclavicula kiri, batas bawah jantung sela
iga IV, garis midclavicula kiri.
Auskultasi : BJ I- II reguler,kuat,cepat, Murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi: rata, tidak ada bekas operasi, tidak terlihat penonjolan massa
tidak terlihat dilatasi vena, tidak terdapat asites, tidak terdapat caput
medusa.
Palpasi :
Dinding perut : supel, tidak ada distensi, nyeri tekan (-), nyeri lepas(-)
Hati : tidak teraba pembesaran, tidak terdapat nyeri tekan
Limpa : tidak teraba pembesaran
Ginjal : tidak teraba
Kandung empedu : tidak terdapat nyeri tekan, murphy sign (-)
Perkusi: timpani pada abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi: bising usus (+)
- Ekstremitas:

8
o Edema : edema ektremitas atas dan bawah
-/-, +/+

o Akral Hangat : ekstremitas atas dan bawah hangat.


+/+, +/+

Elektrokardiografi IGD RSUD Jayapura (24 Februari 2018)

Interpretasi rekaman EKG :


Sinus Takikardi, QRS rate 115 x/menit, Normo Aksis, P mitral, bifasik di
V1,V2, I, III, Durasi QRS < 0,12 s, PR interval normal, T inverted di V4,
V5, V6, ST depresi di aVL.LVH, RBBB/LBB (-). Kesan : Dilatasi LA,
Iskemi (CAD)

9
Foto Toraks(tanggal 24 Februari 2018)

a b

Kesan :
- COR : TNB.
- Paru : sinus costophrenicus tumpul : efusi pleura.

10
Hasil Laboratorium: (tanggal 24 Februari 2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
DARAH RUTIN
Hemoglobin L 10,6 g/dl 13,2 – 17,3 g%
Eritrosit 4,72 jt/uL 4,20 – 4,87 x 106/mm3
Leukosit H 12,32/mm3 4,5 – 11,0 x 103/mm3
Hematokrit L 34,2 % 43 – 49 %
Trombosit L 150 /mm3 150 – 450 x 103/mm3
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu - mg/Dl 0 - 140 mg/Dl
FUNGSI GINJAL
BUN 7,7 mg/Dl 7,0 – 18,0 mg/dL
Kreatinin 0,68 mg/dl 0 – 0,95 mg/dL
ELEKTROLIT
Na Darah 140,70 mmol/L 135-145 mmol/L
Kalium Darah 3,81mmol/L 3,1-5,1mmol/L

2.4. DIAGNOSA KERJA


CHF ec Peripartum Kardiomiopati

2.5. PENGOBATAN
 O2 masker 8 lpm
 IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
 Inj Ranitidin
 Nebu Combivent
 Inj. Furosemid 2 amp
 Levofloksasin drip 1x 750
 Nebu Combivent/6 jam
 O2 NK 4 lpm

11
2.6. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

2.7. FOLLOW UP PASIEN


Nama : Ny. H
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl S O A P
24-02- Sesak Kesadaran: Susp. COR  Inj. Furosemid
2018 Napas Compos Mentis Pulmonal 3x1 ampl
(+), Nyeri TD:130/90mmHg  Digoxin 1x1/2
dada (-), HR:120x/m tab
Batuk (+) RR:32x/m Suhu:  Spironolakton
0
37,1 C 1x 25 mg
Sianosis:(-)
Thorax: S1S2 N,
murmur (-), gallop
(-)
Pulmo: SP
vesikuler, rh= +/+
Abdomen: simetris,
supel, H/L ttb, BU
(+)N
Extremitas : edema
(-/-), akral hangat

25-02- Sesak Kesadaran:  CHF ec  IVFD NaCl


2018 Napas Compos Mentis PPCM 0,9% 20 tpm
(+), Nyeri TD:100/80mmHg  Efusi  Furosemid 3x1

12
dada (-), HR:82x/m pleura amp (IV)
Batuk (+) RR:22x/m Suhu: sinistra  Digoksin 1x1/2
35,80C Sianosis:(-) tab (PO)
Thorax: S1S2 N,  Spironolakton
murmur (-), gallop 1x25 mg (PO)
(-)  Captopril 3x12,5
Pulmo: SP mg
vesikuler,  Inj Furosemid
Abdomen: simetris, 2A (ekstra)
supel, H/L ttb, BU  ISDN 5 mg k/p (
(+)N bila sesak
Extremitas : edema meningkat)
(-/-),  Cairan oral: 800
akral hangat cc/24 jam
 Cairan IV 1000
cm/24
26-02- Sesak Kesadaran: CHF ec PPCM  IVFD NaCl
2018 Nafas Compos Mentis 0,9% 20 tpm
(+), Nyeri TD:130/80mmHg  Furosemid 3x1
Dada (-), HR:68x/m ampul (IV)
Batuk (-) RR:20x/m Suhu:  Digoksin 1x1tab
36,20C  Spironolakton
Sianosis:(-) 1x25 mg
Thorax: S1S2 N,  Captopril 3x12,5
murmur (-), gallop mg
(-)  Inj. Furosemid
Pulmo: SP 2A (ekstra)
vesikuler,  ISDN 5 mg K/P
Abdomen: simetris, (bila sesak
supel, H/L ttb,
meningkat)
BU(+)N
 Cairan Oral 800
Extremitas : edema

13
(-/-), cc/24 jam
akral hangat  Cairan IV
1000cc/24 jam

14
BAB III

DISKUSI KASUS

1.Congestive Heart Failure (CHF) atau Gagal Jantung Kongestif

A. Definisi
Gagal Jantung merupakan kondisi dimana jantung tidak lagi mampu
memompa pasokan darah yang memadai dalam kaitannya dengan aliran balik
vena dan dalam kaitannya dengan kebutuhan metabolisme jaringan tubuh
pada saat itu. Semua bentuk penyakit jantung dapat menyebabkan
dekompensasi dan kegagalan. Gagal Jantung Kongestif keadaan dimana
terjadi kemacetan sirkulasi normal sebagai akibat dari gagal jantung
(Rampengan, 2014).

B. Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung : Gagal jantung sering terjadi pada penderita
kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau
inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner : Mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.Hipertensi sistemik atau pulmonal :
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.Peradangan dan penyakit miokardium

15
degeneratif : berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal : Meningkatkan beban kerja jantung
dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif : Berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.
6. Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung : Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam),
hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.

C. Patofisiologi
Gagal jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, dua ginjal,
saraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologi berupa
penurunan fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal
adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau
preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberpa mekanisme
kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang
jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertrofi otot jantung. Kondisi

16
ini juga menyebabkan aktifasi dari mekanisme kompensasitubuh yang akut
berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal.
Pada awal gagal jantung akibat cardiac output yang rendah, didalam
tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin
angiotensin , aldosterone, serta pelepasan arginin vasopresin yang merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penuruan curah jantung yang
selanjutnya diikuti penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah
arteri yang efektif. Sehingga terjadilah mekanisme kompensasi
neurohormonal.
Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload,
peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan menambah beban
jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi
ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik dan retensi cairan meningkatkan
volume ventrikel, jantung yang berdilatasi tidak efesien secara mekanis
sehingga persediaan energi terbatas dan dapat menyebabkan gangguan
kontraktilitas. Selain itu kekakuan ventrikel menyebabkan disfungsi ventrikel.
Pada gagal jantung kongestif, dapat terjadi stagnasi aliran darah,
embolisasi sistemik dari trombus moral dan disritmia ventrikel refrakter.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan carrdiac output lebih rendah dari
pada kardiak output normal, sehingga dapat mengakibatkan sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahan Cardiac
output.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Deskripsi Mekanisme
Umum
Sesak napas (juga Sesak napas selama Darah dikatakan
disebut dyspnea) melakukan aktivitas “backs up” di
(paling sering), saat pembuluh darah paru
istirahat, atau saat tidur, (pembuluh darah yang

17
yang mungkin datang kembali dari paru ke
tiba-tiba dan jantung) karena jantung
membangunkan. Pasien tidak dapat
sering mengalami mengkompensasi
kesulitan bernapas suplai darah.Hal ini
sambil berbaring datar menyebabkan cairan
dan mungkin perlu bocor ke paru-paru.
untuk menopang tubuh
bagian atas dan kepala
di dua bantal. Pasien
sering mengeluh bangun
lelah atau merasa cemas
dan gelisah.
Batuk atau mengi Batuk yang Cairan menumpuk di
yang persisten menghasilkan lendir paru-paru
darah-diwarnai putih
atau pink.
Penumpukan Bengkak pada Aliran darah dari
kelebihan cairan pergelangan kaki, kaki jantung yang melambat
dalam jaringan tubuh atau perut atau tertahan dan
(edema) penambahan berat menyebabkan cairan
badan. untuk menumpuk
dalam jaringan. Ginjal
kurang mampu
membuang natrium dan
air, juga menyebabkan
retensi cairan di dalam
jaringan.
Kelelahan Perasaan lelah Jantung tidak dapat
sepanjang waktu dan memompa cukup darah
kesulitan dengan untuk memenuhi
kegiatan sehari-hari, kebutuhan jaringan

18
seperti belanja, naik tubuh.
tangga, membawa
belanjaan atau berjalan.
Kurangnya nafsu Perasaan penuh atau Sistem pencernaan
makan dan mual sakit perut. menerima darah yang
kurang, menyebabkan
masalah dengan
pencernaan.
Kebingungan dan Kehilangan memori dan Perubahan pada tingkat
gangguan berpikir perasaan menjadi zat tertentu dalam
disorientasi. darah, seperti sodium,
dapat menyebabkan
kebingungan.
Peningkatan denyut Jantung berdebar-debar, Untuk "menebus"
jantung yang merasa seperti kerugian dalam
jantung Anda balap atau memompa kapasitas,
berdenyut. jantung berdetak lebih
cepat.
Tabel 1. AHA 2011

Kelas Fungsional Deskripsi Petunjuk Umum


I Dispnea terjadi dengan Naik >2 anak tangga
aktivitas fisik biasa yang dengan mudah (>7
berlebih mets)
II Dispnea terjadi dengan Dapat naik 2 anak
aktivitas fisik biasa tangga tetapi sulit
(5-6 mets)
III Dispnea terjadi dengan Dapat naik < 1 anak
saktivitas fisik biasa tangga (2-4 mets)
IV Dispnea dapat terjadi bahkan Dispnea saat
pada saat istirahat istirahat (0-1 met)

19
Tabel 2. Pengelompokan Gagal Jantung Kongestif berdasarkan New York
Heart Association (NYHA)

E. Pemeriksaan penunjang
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua
pasiendiduga gagal jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai
pada gagal jantung.Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif
yang kecil dalammendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal,
diagnosis gagal jantungkhususnya dengan disfungsi sistolik sangat
kecil (< 10%).
2. Foto Thoraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung.
Rontgentoraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi
pleura dandapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang
menyebabkan ataumemperberat sesak nafas. Kardiomegali dapat
tidak ditemukanpada gagal jantung akut dan kronik.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung
adalahdarah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit),
elektrolit, kreatinin,laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes
fungsi hati dan urinalisis.Pemeriksaan tambahan
laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis.Gangguan hematologis
atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpaipada pasien dengan
gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi,meskipun
anemia ringan, hiponatremia, iperkalemia dan penurunanfungsi
ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan
terapimenggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin
Converting EnzimeInhibitor), ARB (Angiotensin Receptor
Blocker), atau antagonis aldosterone.
4. Pemeriksaan troponin

20
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung
jikagambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut.
Peningkatanringan kadar troponin kardiak sering pada gagal
jantung berat atauselama episode dekompensasi gagal jantung pada
penderita tanpaiskemia miokard.

F. Tatalaksana
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas (Tabel 8). Tindakan preventif dan
pencegahan perburukan penyakit jantung tetap merupakan bagian
penting dalam tata laksana penyakit jantung. Sangatlah penting untuk
mendeteksi dan mempertimbangkan pengobatan terhadap kormorbid
kardiovaskular dan non kardiovaskular yang sering dijumpai.

1. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)


Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua
pasien gagaljantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤
40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi perawatan rumah sakit karenaperburukan gagal
jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas

21
rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang
menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI
hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan
kadar kalium normal.

2. Penyekat β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada
semua pasiengagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel
kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel dan kualita
hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.

3. Antagonis Aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis
aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien
dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung simtomatik berat
(kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan
gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.

4. Angiotensin Receptor Blockers (ARB)


Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien
gagal jantungdengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap
simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis
optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. Terapi
dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada

22
pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka
kematian karena penyebab kardiovaskular.

2. Peripartum Kardiomiopati (PPCM)


A. Definisi
Peripartum Kardiomiopati/PPCM adalah suatu bentuk kardiomiopati
dilatasi yang terjadi pada bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan pasca
melahirkan dan tidak ditemukan penyebab lain. Pada tahun 2000 The
National Heart Lung and Blood Institute and the of Rare Diseases
menyatakan bahwa kardiomiopati peripartum adalah suatu gagal jantung
yang terjadi selama 1 bulan terakhir pada kehamilan, atau dalam jangka
waktu 5 bulan setelah melahirkan. Sedangkan pengertian baru menurut
Heart Failure Association of the European Society of Cardiology Working
Group on kardiomiopati peripartum 2010 menyatakan bahwa
kardiomiopati peripartum adalah suatu kardiomiopati dilatasi yang
menunjukan gejala gagal jantung yang secara sekunder disebabkan karena
gangguan fungsi pompa sistolik menjelang akhir kehamilan atau beberapa

23
bulan setelah melahirkan, yang merupakan diagnosis eksklusi dimana
tidak ada penyebab lain yang menyertai gagal jantung, kardiomiopati
peripartum dapat terjadi tanpa pembesaran jantung kiri tetapi fraksi ejeksi
selalu menurun dibawah 45%. Karena dikatakan kardiomiopati peripartum
adalah suatu diagnosis eksklusi maka diperlukan pemeriksaan untuk
menyingkirkan penyabab kardiak maupun non kardiak (ESC, 2015).

B. Patofisiologi

Etiopatogenesis PPCM masih bersifat hipotesis. Beberapa hipotesis


mengacu pada hubungan stres oksidatif dan hormon prolaktin, miokarditis,
reaksi autoimun, dan genetik. Stres oksidatif telah terbukti menjadi
penyebab utama aktivasi prolaktin, prolaktin 16 Kda, dan Cathepsin D
yang berperan aktif pada patogenesis PCM. Hal ini dibuktikan dengan data
eksperimen menggunakan mencit PPCM. Penelitian tersebut menyatakan
bahwa produksi prolaktin yang ditekan oleh dopamine D2 receptor
agonist bromocriptine dapat mencegah terjadinya PPCM
(Setianingrum,dkk,2015).

C. DIAGNOSIS
Tanda dan gejala PPCM biasanya ditemukan pada tahap lanjut karena
awal perjalanan penyakit serupa dengan keadaan fisiologis kehamilan
yang berupa edema pedis, dyspnoe d’eff ort, orthopnea, paroxysmal
nocturnaldyspnea, dan batuk persisten.6,7 Pada tahaplanjut, akan
ditemukan gejala tambahan berupa rasa tidak nyaman sekunder terhadap
kongesti hepar, pusing, nyeri epigastrium atau dada kiri, dan palpitasi;
pada stadium akhir juga disertai hipotensi postural, peningkatan tekanan
vena jugularis, murmur regurgitasi yang tidak ditemukan sebelumnya,
serta bunyi gallop S3 dan S4.
Pemeriksaan laboratorium pada PPCM biasanya tidak menunjukkan
kelainan, kecuali telah terjadi komplikasi hipoksia kronik. Pemeriksaan
dapat digunakan untukmenyingkirkan diagnosis diferensial, seperti pre-
eklampsia dan noncardiogenic pulmonary edema. Pada sebagian besar

24
pasien PPCM ditemukan peningkatan konsentrasi BNP plasma atau N-
terminal pro-BNP (NT-proBNP) yang meningkat. Pemeriksaan tambahan
seperti pada keadaan gagal jantung dapat dilakukan, seperti rontgen
toraks, EKG, dan pencitraan jantung (echocardiography dan MRI).
Namun, gold standard penegakan diagnosis PPCM adalah
echocardiography, yang dapat memeriksa fungsi ventrikel kiri untuk
menentukan prognosis, adanya trombosis, dan morfologi katup jantung.

D. Tatalaksana
Penatalaksanaan medis PPCM secara garis besar sama dengan terapi
Congestive Heart Failure (CHF) karena disfungsi sistolik, dengan
pengecualian pemberian terapi pada ibu hamil harus dipikirkan efek
toksisitas pada janin.Tujuan akhir penatalaksanaan medis pasien PPCM
adalah memperbaiki oksigenasi dan menjaga cardiac output demi
meningkatkan prognosis ibu dan anak.
1. Penatalaksanaan awal PPCM adalah istirahat, pembatasan garam, dan
terapi diuretik. Oksigen dapat diberikan lewat face mask atau
continuous positive airway pressure (CPAP) dengan tekanan 5-7,5 cm
H2O untuk membantu meringankan cardiac output dan mendapatkan
saturasi oksigen arteri ≥95%. Pembatasan garam kurang dari 2 g/ hari
dapat mencegah retensi air, sedangkan loop-diuretic dengan dosis
efektif terkecil dapat menurunkan pulmonary congestion. Restriksi
cairan kurang dari 2 L/hari mungkin tidak diperlukan pada kasus
PPCM ringan sedang.

2. Terapi angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I) adalah terapi


lini pertama pada wanita postpartum, tetapi kontraindikasi pada ibu
hamil karena efek teratogeniknya terutama pada trimester kedua dan
ketiga, adanya hubungan peningkatan angka abortus, fetopati karena
hipotensi fetus, oligohidramnion-anuria, dan renal tubular dysplasia.
ACE-I dapat dan harus digunakan pada pasien PPCM masa
postpartum dan aman untuk wanita menyusui. Selain ACE-I,

25
angiotensin receptorblock er (ARB) juga dikontraindikasikan pada
saat kehamilan karena efek toksisitasnya pada janin.

3. Hydralazine dan nitrat mengurangi afterload dan merupakan terapi


dasar untuk wanita hamil dengan PPCM. Nitrogliserin harus diberikan
secara parenteral untuk mengurangi afterload jika tekanan darah
sistolik di atas 110 mmHg. Pemberian dengan titrasi mulai dosis 10-
20 μg/menit sampai maksimum 200 μg/menit.1 Nitroprusside
dikontraindikasikan pada wanita hamil karena adanya risiko
penumpukan thiocyanate dan cyanide pada fetus.

4. Dobutamin dan milrinon dapat digunakan untuk memberikan support


inotropic pada pasien dengan cardiac output rendah yang mempunyai
gejala kulit dingin dan lembap, vasokonstriksi sistemik yang
menyebabkan asidosis, gagal ginjal, disfungsi hati, dan gangguan
kesadaran. Dobutamin memerlukan β-receptors untuk efek
inotropiknya, sedangkan milrinon tidak; hal ini penting dalam terapi
pasien yang juga mendapat β-blocker. Milrinon mempunyai sifat
vasodilatasi sistemik dan pulmoner; pada wanita dengan tekanan
sistolik kurang dari 90 mmHg, dobutamin lebih menguntungkan
dibanding milrinon. Digoxin, digitalis dengan efek inotropik, aman
untuk kehamilan, dapat digunakan untuk memaksimalkan kontraksi
dan kontrol laju denyut jantung, tetapi kadar dalam serum harus
dipantau, karena jika berlebihan dapat menyebabkan prognosis buruk.

5. Calcium channel blockers (CCB), kecuali amlodipin, memberikan


efek inotropik negatif dan harus dihindari. Amlodipin, suatu CCB
golongan dihidropiridin telah dibuktikan dapat meningkatkan angka
kehidupan pada non-ischemic cardiomyopathy. Pada studi prospective
randomized amlodipin survival evaluation (PRAISE), ditemukan
adanya penurunan kadar interleukin-6 yang merupakan proinfl
ammatory interleukin pada plasma.

26
6. Beta-blockers, seperti metoprolol, dapat menurunkan denyut jantung,
memperbaiki fungsi diastolik ventrikel kiri dan melindungi terhadap
aritmia. Beta-blockers digunakan sebagai terapi lini kedua karena
penggunaan jangka panjang pada masa prenatal dapat menyebabkan
berat badan lahir rendah (BBLR) pada bayi, meskipun beta-blocker
relatif aman untuk wanita menyusui. β-1 selective beta blocker lebih
disukai dibanding β-2 receptor blockade, karena secara teori β-2 dapat
mempunyai aksi anti-tocolytic.

7. Diuretik harus digunakan secara terbatas pada kehamilan karena dapat


mengurangi peredaran darah plasenta. Diuretik terutama yang
digunakan adalah loop diuretic (furosemide) dan golongan thiazide
(hydrochlorothiazide/ HCT). Aldosteron antagonis, seperti
spironolakton, ditemukan memiliki efek anti-androgenik pada
trimester pertama. Karena efek eplerenon pada fetus manusia tidak
dapat diprediksi, maka disarankan untuk dihindari pemakaiannya pada
saat kehamilan.

8. Levosimendan merupakan agen kardiotropik lain yang dapat


memperbaiki cardiac output dengan meningkatkan respons miofi
lamen terhadap kalsium intraseluler, dan peningkatan kadar kalsium
intraseluler. Levosimendan telah terbukti efektif meningkatkan
cardiac output dan menurunkan mortalitas. Levosimendan digunakan
per parenteral dengan laju 0,1-0,2 μg/kg/menit pada gagal jantung
dengan atau tanpa loading dose 3-12 μg/kg dalam 10 menit.

9. Antikoagulan disarankan untuk pasien PPCM, terutama bagi yang


mempunyai ejection fraction <35% dan mempunyai beberapa faktor
risiko, seperti dilatasi ventrikel berat, fibrilasi atrium, dan adanya
trombus mural pada echocardiography atau riwayat adanya awal
kehamilan dan dapat menyebabkan fetal warfarin syndrome,
sedangkan pemakaian pada trimester kedua dan ketiga menyebabkan
fetal cerebral hemorrhage, microcephaly, buta, tuli, dan gangguan

27
pertumbuhan. Guideline American College of Cardiology and the
American Heart Association on the management of patients with heart
valve disease mengatakan bahwa jika diperlukan, warfarin mungkin
aman digunakan pada 6 minggu pertama kehamilan, akan tetapi
terdapat risiko embryopathy jika digunakan lebih dari itu. Namun,
mengingat banyaknya risiko yang menyertai pemakaiannya, warfarin
sebaiknya digunakan pada masa postpartum.

10. Low-molecular-weight heparin (enoxaparin) lebih disukai pada saat


kehamilan karena tidak menembus plasenta dan mempunyai risiko
rendah untuk terjadinya osteoporosis dan trombositopenia, selain itu
bioavailabilitas lebih dapat diprediksi. Enoxaparin tidak boleh
digunakan pada wanita yang mempunyai artifi cial valves. Dosis yang
biasa diberikan adalah 40 mg qd atau bid. The American Society of
Anesthesiology merekomendasikan bahwa wanita dengan dosis tinggi
LMWH tidak mendapatkan anestesi spinal dan epidural untuk 24 jam
setelah injeksi terakhir. Selain itu, dapat pula digunakan low dose
unfractionated heparin (UFH). Pada PPCM dosisnya adalah 5.000
unit UFH subcutan dua atau tiga kali sehari pada trimester pertama,
7.500 unit di trimester kedua, dan 10.000 unit dua kali sehari di
trimester ketiga.8 Pada dasarnya, pasien dengan PPCM disarankan
untuk mendapatkan terapi antikoagulan sampai fungsi ventrikel kiri
menjadi normal menurut kriteria ekokardiografi.

11. Cardiac Resynchronization Therapy dan Implantable


Cardioverters/Defi brillators. Jika pasien PPCM mempunyai
persistently severe LV-dysfunction 6 bulan setelah didiagnosis,
walaupun telah menerima terapi medis secara optimal, banyak yang
menganjurkan pemasangan ICD (implantable cardioverters/ defi
brillator) yang
dapat dikombinasi dengan CRT (cardiac resynchronization therapy)
jika pasien tersebut juga memiliki gejala NYHA (New York Heart
Association) FC III atau IV dan durasi QRS > 120 ms.

28
BAB IV

KESIMPULAN

Peripartum Cardiomyopaty (PPCM) adalah suatu keadaan kardiomiopati


idiopatik, berhubungan dengan kehamilan yang bermanifestasi sebagai gagal
jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan
terakhir kehamilan sampai 5 bulan masa postpartum pada wanita tanpa penyakit
kardiovaskuler lain.
Manifestasi klinis PPCM serupa dengan gagal jantung pada umumnya,
namun dapat dibedakan dari perjalanan penyakit, pemeriksaan laboratorium, dan
terutama pemeriksaan echocardiography sebagai gold standar.
Penatalaksanaan medis PPCM secara garis besar sama dengan terapi
Congestive Heart Failure (CHF) karena disfungsi sistolik.
Pada kasus ini, pasien seorang wanita, usia 21 tahun datang dengan
keluhan sesak, sesak mulai terjadi 1 bulan setelah pasien melahirkan, pasien
mengeluh jika sesak awalnya bersifat ringan namun memberat saat melakukan
aktifitas berat. Berdasarkan dari gejala klinis dan faktor resiko yang mendukung
maka pasien ini dapat didiagnosis dengan CHF ec Peripartum Cardiomiopati.
Pada pasien ini di berikan terapi O2 mask 10-15 ltr/mnt untuk
mempertahankan saturasi O2 serta obat-obat yang sesuai dengan tatalaksana CHF
yaitu pemberian diuretik berupa Furosemid, Digitalis dengan Digoksin, Antagonis
Aldosteron yaitu Spironolakton, ACEI dengan Captopril dan obat Golongan
Nitrat (ISDN 5 mg bila pasien sesak).

29
DAFTAR PUSTAKA
1. Lok SI, Kirkels JH, Klopping C, Doevendans PA, de Jonge N. Peripartum
cardiomyopathy: the need for a national database. Neth Heart J. 2011
Mar;19(3):126-33.
2. Setiantiningrum M H., Vallentino J. E, Rehatta E. Penatalaksanaan
Kardiomiopati Peripartum.Vol 42. Jakarta: 2015. 42 (5): 356- 59.
3. Wang M. Peripartum cardiomyopathy: case reports. Perm J. 2009
Fall;13(4):42-5.
4. de Jong JS, Rietveld K, van Lochem LT, Bouma BJ. Rapid left ventricular
recovery after cabergoline treatment in a patient with peripartum
cardiomyopathy. Eur J Heart Fail. [Case Reports]. 2009 Feb;11(2):220-2.
5. Ramaraj R, Sorrell VL. Peripartum cardiomyopathy: Causes, diagnosis, and
treatment. Cleve Clin J Med. [Review]. 2009 May;76(5):289-96.
6. Hilfiker-Kleiner D, Sliwa K, Drexler H. Peripartum cardiomyopathy: recent
insights in its pathophysiology. Trends Cardiovasc Med. [Research Support,
Non-U.S. Gov't Review]. 2008 Jul;18(5):173-9.

30

Anda mungkin juga menyukai