Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn. S

Umur : 56 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Abdul Rokhim RT 03 RW 01, Kabupaten Gresik

Tanggal periksa : 30 Agustus 2017

1.2 ANAMNESA :

Keluhan utama : Sesak nafas

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 4


hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan
memberat saat beraktivitas, sehingga pasien tidak
bisa jalan jauh. Mual dikeluhkan muncul
berawalan dengan sesak. Untuk mengurangi sesak
pasien tidur dengan 3 bantal pada malam hari.

Selain itu pasien juga mengeluh nyeri dada.


Nyeri dada dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasakan tembus hingga ke
punggung. Nyeri terasa seperti tertekan benda
berat. Nyeri dirasakan kurang lebih selama 1 menit
dan hilang ketika pasien beristirahat.

Pasien mengeluh batuk berdahak sejak 3 hari


sebelum MRS. Dahak berwarna kekuningan dan

1
jumlahnya lebih banyak dari biasanya. Tidak
ditemukan demam (-), keringat dingin (-), jantung
berdebar-debar (-).

Riwayat penyakit dahulu :Asma (-)

HT (-)

DM (-)

Riwayat penyakit keluarga : Asma (-)

HT (-)

DM (-)

Riwayat alergi :-

1.3 PEMERIKSAAN FISIK :

Keadaan umum : Tampak lemah

Kesadaran : Composmentis

GCS : 456

Tinggi/BB : 145/45

Tekanan Darah :123/60 mmHg

Nadi : 106x/menit

Suhu : 37.5oC

Respiration Rate : 28x/menit

2
Kepala / leher :

Rambut : normal

Mata : isokor, Anemis -/-, Ikterus -/-

Telinga : normal

Hidung : normal, dypsneu +

Mulut : normal, sianosis -, bibir kering -, lidah kotor

Leher : pembesaran kelenjar getah bening -,

peningkatan JVP -, deviasi trakea

Thorax :

Paru : Inspeksi : bentuk dada normal,

pergerakan dada simetris,retraksi -/-

Palpasi : fremitus raba dan suara simetris.

Perkusi : sonor kedua lapang paru.

Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+

Ronkhi +/+, wheezing -/-

Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V

midclavicula sinistra.

Perkusi : batas jantung kanan PSL dextra,

Batas jantung kiri PSL sinistra ICS


V.

3
Auskultasi : S1 S2 tunggal, murmur -, gallop

Abdomen :

Inspeksi : soefle, scar , tampak datar

Auskultasi : BU meningkat

Palpasi : nyeri tekan epigastrium

Hepar/lien: tidak teraba

Perkusi : timpani

Ekstremitas :

Superior : akral hangat +/+ , oedem -/-,

inferior : akral hangat +/+, oedem -/-

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Laboratorium

1. Darah Lengkap

Pemeriksaan Hasil Normal


Hb 15.8 L : 13-17g%,
P : 11,4-15,19 g%
Leukosit 20.700 4.500 11.000
PCV 47 L : 40-50%
P : 37-47%
Thrombosit 232.000 150.000 450.000 L
LED 100

4
MCH 31 26 - 33
MCHC 36 32 - 36
MCV 85 80-94

2. Elektrolit

Pemeriksaan Hasil Normal


Natrium 138 135-145 mmol/Liter
Kalium 2.7 3.5-5.5 mmol/Liter
Chlorida 100 98-108 mmol/Liter

3. Fungsi Ginjal

Pemeriksaan Hasil Normal


BUN 29.8 4.8-23 mg/dL
Serum Creatinin 2.13 0.5-1.2 mg/dL

Uric acid 9.4 3.4-7.0 mg/dL

4. Kadar Lemak

Pemeriksaan Hasil Normal


Kolesterol 177 0-200 mg/dL
Trigliserida 165 0-150 mg/dL
LDL Kolesterol 33 40-60 mg/dL
HDL Kolesterol 120 0-130 mg/dL

5. Faal Hati

Pemeriksaan Hasil Normal


Bilirubin Direk 0.36 <0.2 mg/dL
Bilirubin Total 0.75 0,1-1,2 mg/dL

5
SGOT 103.8 0-31 L
SGPT 57.1 0-32 L
Albumin 3.80 3.5-5.2 g/dL
Globulin 3.30 1-3 g/dL

Foto Thoraks

EKG

6
7
8
1.5 DIAGNOSA

Penyakit Jantung Koroner + Decomp Cordis + COPD Eksaserbasi Akut

1.6 PLANNING

Planning diagnosa
EKG, DL, LFT, kadar lemak, RFT, Foto thorax
Planning terapi
- Tab. ASA 1X1
- Tab. Clorpidogrel 1x1
- Tab Folavit 3x1
- Tab. Curcuma 3x1
- Tab. ISDN 3x5 mg
- Tab. Atorvastatin 1x20 mg
- Tab. NAC 3X1
- Inj. Lovenox 2x0,6
- Inj. Furosemid 2x1
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Tomit 3x1
- Inj. Pantoprazole 2x40 mg
Planning Monitoring
- EKG tiap pagi, vital sign.

9
BAB II
RESUME

Pasien datang dengan keluhan BAB cair. Dari anamnesa didapatkan,


Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak dirasakan memberat saat beraktivitas, sehingga pasien tidak bisa jalan jauh.
Mual dikeluhkan muncul berawalan dengan sesak. Untuk mengurangi sesak
pasien tidur dengan 3 bantal pada malam hari.

Selain itu pasien juga mengeluh nyeri dada. Nyeri dada dirasakan sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan tembus hingga ke punggung.
Nyeri terasa seperti tertekan benda berat. Nyeri dirasakan kurang lebih selama 1
menit dan hilang ketika pasien beristirahat.

Pasien mengeluh batuk berdahak sejak 2 hari sebelum MRS. Dahak


berwarna kekuningan dan jumlahnya lebih banyak dari biasanya. Tidak ditemukan
demam(-), keringat dingin (-), jantung berdebar-debar (-).

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 123/60 nadi 106x/menit


suhu 37,5o C Respiration rate 28x/menit, dyspnea (+). Pada auskultasi paru
ditemukan rhonki pada kedua lapang paru. Dari pemeriksaan penunjang hasil
laboratorium didapatkan leukosit 20700, BUN 29.8 mg/dL , kreatinin 2.13 mg/dL,
trigliserida 165 mg/dL, LDL kolesterol 33 mg/dL, SGOT 103.8, L SGPT 57.1
L. Pada foto thoraks menunjukkan adanya kardiomegali, sela iga melebar,
flattening diafragma, tear drop appearance..

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan


hasil yang menunjukkan diagnosa pada Penyakit Jnatung Koroner + Decomp
Cordis + COPD eksaserbasi akut. Sehingga diberikan terapi tab. ASA 1X1, tab.
Clorpidogrel 1x1, tab Folavit 3x1, tab. Curcuma 3x1, tab. ISDN 3x5 mg, tab.
Atorvastatin 1x20 mg, tab. NAC 3X1, Inj. Lovenox 2x0,6 , Inj. Furosemid 2x1,
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr, Inj. Tomit 3x1, Inj. Pantoprazole 2x40 mg.

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Takikardi ventrikel / Ventricular Tachycardia (VT) adalah terdapat tiga
atau lebih premature ventricular contraction atau ventricular extrasystole
dengan laju lebih dari 120 kali per menit. Fokus takikardi dapat berasal dari
ventrikel (kiri atau kanan) atau akibat dari proses reeentry pada salah satu bagian
dari berkas cabang (bundle branch reentry VT).
Dari rekaman EKG permukaan VT umumnya memberikan gambaran EKG
dengan ciri kompleks QRS yang lebar (>0.12 detik). Namun tidak semua takikardi
dengan kompleks QRS yang lebar adalah VT karena takikardi supraventrikel
(SVT) dengan konduksi aberan atau dengan konduksi melalui jaras tambahan
(accesory pathway) juga akan memberikan gambaran takikardi dengan kompleks
QRS yang lebar. Oleh karena itu pengenalan VT menjadi penting dalam keadaan
kegawatan karena pemberian obat untuk SVT dapat membahayakan pada pasien
dengan VT. Pengenalan VT juga harus mencakup identifikasi etiologi, sumber,
fokus, terapi, dan prognosisnya. VT idiopatik misalnya, dapat diterapi secara
defenitif dengan ablasi kateter, sangat jarang menyebabkan kematian mendadak
dan memiliki prognosis yang baik. Sebaliknya VT iskemia (VT akibat penyakit
jantung koroner) memberikan resiko tinggi untuk terjadinya kematian mendadak
(sudden cardiac death) akibat aritmia fatal (VT yang berdegenerasi menjadi
ventrikular fibrillation).

Gambar 1. VT dengan laju 235 kali per menit.

11
3.2 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Secara umum VT dapat dibagi menjadi monoformik dan polimorfik. VT
monoformik memiliki kompleks QRS yang sama pada tiap denyutan (beat) dan
menandakan adanya depolarisasi yang berulang dari tempat yang sama.
Umumnya disebabkan oleh adanya fokus atau substrat aritmia yang mudah
dieliminasi dengan teknik ablasi kateter. Sedangkan VT polimorfik ditandai
dengan adanya kompleks QRS yang bervariasi (berubah) dan menunjukkan
adanya urutan depolarisasi yang berubah dari beberapa tempat. Biasanya VT jenis
ini berkaitan dengan jaringan parut (scar tissue) akibat infark miokard (ischemic
VT). Bila VT berlangsung lebih dari 30 detik disebut sustained dan sebaliknya
bila kurang dari 30 detik disebut non-sustained.
Berdasarkan etiologi VT dikelompokkan menjadi:
VT idiopatik (idiopathic VT)
- VT idiopatik alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow
tract VT=RVOT VTt)
- VT idiopatik ventrikel kiri (idiopathic left ventricular VT)
VT pada kardiomiopati dilatasi non-iskemia
- Bundle Branch Reentrant VT
- Arrythmogenic Right Ventricular Dysplasia(ARVD)
VT iskemia (ischemic VT)

a) Monoformik VT

b). Poliformik VT
Gambar 2. Monomorfik VT dan polimorfik VT

12
3.3 PATOFISIOLOGI
Secara umum terdapat tiga mekanisme terjadinya aritmia, termasuk aritmia
ventrikel, yaitu automaticity, reentrant, dan triggered activity.
Automaticity terjadi karena adanya percepatan aktivitas fase 4 dari
potensial aksi jantung. Aritmia ventrikel karena gangguan automaticity biasanya
tercetus pada keadaan akut dan kritis seperti infark miokard akut, gangguan
elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan tonus adrenergik yang
meninggi. Oleh karena itu, bila berhadapan dengan aritmia ventrikel karena
gangguan automaticity, perlu dikoreksi faktor penyebab yang mendasarinya.
Aritmia ventrikel yang terjadi pada keadaaan akut tidaklah memiliki aspek
prognostik jangka panjang yang penting.
Mekanisme aritmia ventrikel yang tersering adalah reentry dan biasanya
disebabkan oleh kelainan kronis seperti infark miokard lama atau kardiomiopati
dilatasi (dilated cardiomyopathy). Jaringan parut (scar tissue) yang terbentuk
akibat infark miokard yang berbatasan dengan jaringan sehat menjadi keadaan
yang ideal untuk terbentuknya sirkuit reentry. Bila sirkuit ini telah terbentuk maka
aritmia ventrikel reentrant dapat timbul setiap saat dan menyebabkan kematian
mendadak.
Triggered activity memiliki gambaran campuran dari kedua mekanisme di
atas. Mekanismenya adalah adanya kebocoran ion positif ke dalam sel sehingga
terjadi lonjakan potensial pada akhir fase 3 atau awal fase 4 dari aksi potensial
jantung. Bila lonjakan ini cukup bermakna maka akan tercetus aksi potensial baru.
Keadaan ini disebut after depolarization.

13
Gambar 3. Patofisiologi VT

3.4 PENEGAKAN DIAGNOSIS TAKIKARDI VENTRIKEL


Diagnosis takikardi didasarkan pada gambaran berikut ini.

a. Durasi dan morfologi kompleks QRS


Pada VT urutan aktivasi tidak mengikuti arah konduksi normal
(terganggu) sehingga bentuk kompleks QRS akan kacau dan durasi
kompleks QRS menjadi panjang (biasanya lebih dari 0.12 detik). Pedoman
umum yang berlaku adalah semakin lebar kompleks QRS semakin besar
kemungkinannya adalah suatu VT , khususnya bila lebih dari 0.16 detik.
Pengecualian adalah VT yang bersasal dari fasikel posterior berkas cabang
kiri (idiopathic left ventrikular tachycardia) yang memiliki kompleks
QRS kurang dari 0.12 detik karena pada VT jenis ini lokasi reentry dekat
dengan septum interventrikel seperti konduksi normal.
Morfologi kompleks QRS bergantung pada asal fokus VT. Bila
berasal dari ventrikel kanan akan memberikan gambaran morfologi blok
berkas cabang kiri (left bundle branch block morphology) dan jika berasal
dari ventrikel kiri akan menunjukkan gambaran blok berkas cabang kanan
(right bundle branch block morphology). Kalau morfologi QRS adalah
RBBB maka takikardia adalah VT jika morfologi kompleks qrs adalah
monoformik atau bifasik (QR atau RS). Jika morfologi qrs adalah LBBB
maka akan menguatkan diagnosis VT jika adanya takik (notching)
gelombang S atau nadir S yang lambat (>70milidetik).

b. Laju dan irama


Laju (rate) VT berkisar antara 120-300 kali per menit dengan
irama yang teratur atau hampir teratur (variasi antar denyut adalah <0.04
detik). Jika takikardi disertai irama yang tidak teratur (irregular) maka
harus dipikirkan adanya AF dengan konduksi aberan atau preeksitasi.

c. Aksis kompleks QRS

14
Aksis kompleks QRS tidak hanya penting untuk diagnosis tapi juga
untuk menentukan asal fokus. Adanya perubahan aksis lebih dari dari 40
derajat baik ke kiri maupun ke kanan umumnya adalah VT. Kompleks
QRS pada sandapan aVR berada pada posisi -210 derajat dengan
kompleks QRS negatif. Bila kompleks QRS berubah menjadi positif pada
saat takikardi sangat menyokong adanya VT yang berasal dari apeks
mengarah ke bagian basal ventrikel. Aksis ke superior pada takikardi QRS
lebar dengan morfologi RBBB sangat menyokong ke arah VT. Adanya
takikardia QRS lebar dengan aksis inferior dan morfologi LBBB
mendukung adanya VT yang berasal dari right ventrikular outflow tract.

d. Dissosiasi antara atrium dan ventrikel (atrio-ventriculardissociation)


Pada VT nodus sinus terus memberikan impuls secara bebas tanpa
ada hubungan dengan aktivitas ventrikel (atrium dikontrol oleh nodus
sinus dan ventrikel dikontrol oleh fokus takikardia denga laju lebih cepat)
sehingga gelombang P yang muncul tidak berkaitan denga kompleks QRS
(dikenal denganAVdissociation). Adnya disossiasi AV sangat khas untuk
VT walaupun adanya asosisasi (hubungan) AV belum dapat
menyingkirikan VT . Secara klinis dissosiasi AV dapat dikenal dengan
adnya variasi bunyi jantung satu dan varisasi tekan darah sistolik.

e. Capture beat dan fusion beat


Kadangkadang saat berlangsungnya VT, impuls dari atrium dapat
mendepolarisasi ventrikel melalui sisterm konduksi normal sehingga
memunculkan kompleks QRS yang lebih awal dengan ukuran normal
(sempit). Keadaan ini disebut capture beat. Fusion beat terjadi bila impuls
dari nodus sinus dihantarkan ke ventrkel melalui nodus atrioventrikel
(nodus AV) dan bergabung dengan impuls dari ventrikel. Jadi ventrikel
sebagian didepolarisasi dari nodus sinus dan sebagian dari ventrikel
sehingga kompleks QRS berbentuk antara kompleks normal dan VT.
Capture dan fusion beat jarang ditemukan dan sangat khas untuk VT
walaupun tidak adanya mereka bukan berarti VT dapat disingkirkan.

15
a) Capture beat

b) Fusion beat
Gambar 4. Capture beat dan fusion beat

f. Konfigurasi kompleks QRS


Adanya concordance (kesesuaian) dari kompleks QRS pada
sandapan dada sangat menyokong diagnosis VT. Kesesuiaan positif
(positive concordance) kompleks QRS pada sandapan dada dominan
positif menunjukkan asal fokus takikardi dari dinding posterior ventrikel.
Kesesuaian negatif (negative concordance) kompleks QRS pada sandapan
dada dominan negatif menunjukan asal fokus dari dinding anterior
ventrikel.
Kriteria untuk diagnosis VT yang telah dibahas tadi, tidak selalu
didapatkan dan tidak jarang hanya satu atau dua kriteria saja yang
ditemukan.
Selain rekaman EKG, anamnesis, pemeriksaan fisik, data
penunjang lainnya (foto toraks, dan ekokardiografi) dapat membantu. Pada
pasien yang pernah mengalami infark miokard dengan gannguan fungsi
ventrikel misalnya, maka diagnosis VT lebih diutamakan bila pasien
tersebut mendapat takikardi dengan kompleks QRS lebar. Penting diingat
untuk selalu membuat EKG lengkap 12 sandapan saat dan sesudah
takikardi.

16
Gambar 5. A menunjukkan kesesuaian negatif (negative concordance) dan
B menunjukkan kesesuaian positif (positive concordance)

3.5 DIAGNOSIS BANDING


Tidak semua takikardi dengan kompleks QRS lebar adalah VT meskipun
70% takikardi jenis ini adalah VT. Takikardi dengan kompleks QRS lebar bisa
terjadi pada:

a. Takikardi supraventrikel (SVT) dengan konduksi aberan


Pada keadaan SVT biasa maka konduksi adari atrium ke ventrikel
melaui jalur jalur konduksi normal sehinggga kompleks QRS akan
normal.namun secara fisiologis dapat terjadi hambatan (blok) pada salah
satu berkas cabang (kiri atau kanan) karena adanya perbedaan masa
refrakter di antara keduanya. Keadaan ini disebut konduksi aberan
(aberrant coinduction). Karena adanya hambatan berkas cabang maka
kompleks QRS akan lebar seperti keadaan LBBB atau RBBB biasa.

b. Takikardi supraventrikel (SVT) dengan konduksi melalui jaras


tambahan (accesory pathway)

17
Bila terdapat jaras tambahan yang memintas jalur konduksi normal
dari atrium ke ventrikel, maka pada saat takikardi supraventrikel (SVT)
ventrikel diaktivasi tidak melalui jalur konduksi normal sehingga ventrikel
mengalami inaktivasi dini (preeksitasi). Akibatnya kompleks QRS akan
terlihat lebar.

c. Takikardi supraventrikel (SVT) pada keadaan hambatan berkas


cabang yang sudah ada
Bila pada keadaan irama sinus sudah terdapat gambartan hambatan
berkas cabang (kiri atau kanan) maka saat timbul SVT kompleks QRS
akan terlihat lebar seperti pada keadaan sinus. Oleh karena itu sangat
penting untuk membandingkan EKG sebelum dengan pada saat takikardia.

3.6 KEPENTINGAN KLINIS TAKIKARDI VENTRIKEL


a. Takikardia Ventrikel Idiopatik
Dijumpai pada pasien dengan jantung normal (tidak ada kelainan
struktur). Umumnya VT tidak berbahaya, tidak mengganggu hemodinamik, dan
tidak menyebabkan kematian mendadak (sudden cardiac death). Namun bila
timbul VT denga laju yang cepat dapat menyebabkan sinkop. Karena disebabakan
oleh fokus ektopik yang terbatas pada satu lokasi maka umumnya sangat mudah
dihilangkan dengan cara ablasi kateter.

b. VT idiopatik alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow


tract VT)
Berasal dari RVOT dan jenis VT ini merupakan 90% dari VT
idiopatik.pasien umumnya adalah perempuan muda. VT dapat dapat dicetuskan
oleh ketegangan, emosidan aktivitas fisik. Manifestasi klinis jenis ini dapat berupa
VT yang dicetuskan oleh latihan (exercise-induced VT) atau VT monoformik yang
berulang (repetitive monophormic VT) yang timbul saat istirahat. Pada beberapa
pasien kerap dijumpai dalam bentuk premature ventricular contraction (PVC)

18
bigemini atau VTnon-sustained yang simpatomatik dan mengganggu.
Pemeriksaan ekokardiografi dan angiografi koroner biasanya normal.
Gambaran ekokardiogram (EKG) menunjukkan suatu takikardi dengan
kompleks QRS lebar, morfologi kompleks QRS left bunddle branch block
(LBBB) pada sandapan V1, dengan aksis kompleks QRS ke arah inferior (right
axis deviation) atau normal.
Umumnya VT jenis ini disebabkan oleh proses otomatisasi, triggered
activity, dan takikardi dengan perantaraan siklik-AMP yang dirangsang oleh
sistem saraf adrenergik dan sensitif terhadap peningkatan kalsium intrasel. Oleh
karena itu dapat diberikan pengobatan dengan obat penyekat kalsium (calsium
channel blocker) seperti verapamil. Sedangkan pada VT jenis lain obat ini adalah
kontraindikasi. Karena salah satu VT jenis ini dicetuskan oleh latihan (exercise
induced) maka obat penyekat beta (beta blocker) juga efektif. Dapat diberikan
metoprolol sampai dosis optimal 2x100 mg per hari. Bila pasien tetap bergejala
maka dapat diberikan terapi definitif dengan ablasi kateter.
Diagnosis banding VT tipe ini adalah jenis VT lainnya. Hanya saja perlu
diperhatikan jenis VT yang paling mirip denganVT ini yaitu Arrhythmogenic
Right Ventricular Dysplasia (ARVD). Perbedaannya adalah pada ARVD
didapatkan adanya infiltrasi lemak pada ventrikel kanan (terdapat kelainan
struktural).

c. VT idiopatik dari ventrikel kiri (Idiopathic Left Ventrikular


Tachycardia =ILVT)
Istilah lain untuk VT jenis ini adalah takikardi fasikular karena adanya
proses reentry pada fasikel posterior dan anterior sebagai penyebab takikardi. Ada
tiga subkelompok pada VT ini, yaitu kelompok yang sensitf terhadap verapamil
(verapamil sensitive), sensitif terhadap adenosine (adenosine sensitive) dan
sensitif terhadap propanolol (propanolol sensitive). Yang terbanyak adalah
kelompok sensitif terhadap verapamil. VT jenis ini umunya diderita oleh pria usia
muda. Pada rekaman EKG permukaan terlihat takikardi dengan morfologi
kompleks QRS berbentuk blok berkas cabang kanan (RBBB), dengan aksis
superior. Kompleks QRS tidak begitu lebar karena fokus takikardi dekat dengan

19
septum (lokasi jaringan konduksi normal). Takikardi ini sering dikelirukan dengan
SVT karena kompleks QRS tidak terlalu lebar dan sensitif terhadap verapamil
sehingga dapat diterminasi dengan verapamil serperti umumnya SVT.
Pada pasien yang simptomatik dapat diberikan terapi obat-obatan. Bila
gagala dapat dilakukan eliminasi dengan ablasi kateter dengan angka keberhasilan
rata-raat 87%. Ablasi kateter juga diindikasikan pada pasien yang tidak ingin
minum obat dalam jangka waktu lama.

d. Takikardi ventrikel pada kardiomiopati dilatasi non-iskemia


e. Bundle Branch Reentrant Ventricular Tachycardia
VT jenis ini ditemukan sekitar 40% pada pasien kardiomiopati dilatasi
idiopatik (non-iskemia) dan 6% dari seluruh jenis VT yang dirujuk ke
laboratorium elektrofioslogi. Secara klinis VT jenis ini bersifat berbahaya
sehingga menyebabkan sinkop atau henti jantung. Pada EKG biasanya ditandai
oleh kompleks QRS dengan morfologi blok berkas cabang kiri (LBBB). Takikardi
dapat dihilangkan dengan melakukan ablasi kateter pada berkas cabang kanan tapi
kesintasan pasien menurun karena adanya disfungsi ventrikel kiri sebagai
penyerta.

f. Arrythmogenic Right Ventricular Dysplasia (ARVD)


Kelainan ini sangat jarang,biasanya didertita oleh kelompok usia muda,
dimana terdapat infiltrasi lemak dan jaringan parut pada miokard ventrikel kanan.
Karakteristik VT adalh kompleks QRS dengan morfologi blok berkas cabang kiri
(LBBB). Tatalaksana VT jenis ini hampir sama dengan VT iskemia dengan peran
ICD (Implantable Cardioverter Defibrillator) yang efektif utnuk mencegah
kematian jantung mendadak (sudden cardiac death). Terapi pembedahan dengan
mengisolasi daerah yang displastik ternyata tidak efektif karena timbulnya gagal
jantung kanan.

g. Takikardi Ventrikel Iskemia


VT iskemia disebabkan oleh penyakit jantung koroner seperti infark
miokard akut. Secara prognostik VT jenis ini sangat penting karena dapat

20
menyebabkan kematian jantung mendadak. VT iskemia terjadi karena adanya
jaringan parut di sekitar jaringan sehat. Secara umum, semakin luas jaringan
infark semakin besar peluang terjadinya reentry. VT iskemia cenderung bersifat
fatal karena dapat bedegenerasi menjadi fibrilasi venrtrikel dan kematian
mendadak. Prediktor kematian jantung mendadak adalah adanya riwayat serangan
jantung sebelumnya, penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi <40%), dan
adanya premature ventricular contraction yang sering.
Terapi VT iskemia pada umunya adalah dengan obat-obatan. Sedangkan
ablasi kateter pada VT iskemia belum memberikan hasil yang memadai.

3.7 TATALAKSANA UMUM

Gambar 6. Algoritma Takikardia (dikutip dari Circulation. 2010;122[suppl


3]:S729 S767)

21
a. Tatalaksana pada Keadaan Akut
Bila keadaan hemodinamik stabil, terminasi VT dilakukan dengan
pemberian obat-obatan secara intravena seperti amiodaron, lidokaine,dan
prokainamid. Dua obat yang pertama tersedia di Indonesia. Amiodaron dan
prokainamid lebih unggul dibanding lidokain.
Amiodaron dapat diberikan dengan dosis pembebanan (loading dose)
15mg/menit diberikan dalam 10 menit dan diikuti dengan infus kontinu
1mg/menit selama 6 jam, dan dosis pemeliharaan 0.5 mg/menit dalam 18 jam
berikutnya. Bila gagal dengan obat, dilakukan kardioversi elektrik yang dapat
dimulai denga energi rendah (10 joule dan 50 joule).
Dalam tatalaksana akut perlu dicari faktor penyebab yang dikorekasi
seperti iskemia, gangguan elektrolit, hipotensi dan asidosis. Bila keadaan
hemodinamik tidak stabil (hipotensi,syok, angina,gagal jantung dan gejala
hipoperfusi otak) maka pilihan pertama adalah kardioversi elektrik.

b. Tatalaksana Jangka Panjang


Tujuan terapi jangka panjang adalah mencegah kematian mendadak. Pada
pasien dengan VT non-sustained dan bergejala dapat diberikan obat penyekat
beta. Bila tidak efektif dapat diberikan sotalol atau amiodaron. Pada pasien
dengan riwayat miokard infark akut dan penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi
ejeksi <35%) terdapat VT yang dapat dicetuskan dan tidak dapat dihilangkan
dengan obat, maka ICD lebih lebih unggul dalam menurunkan mortalitas (The
Multicenter Automatic Defibrillator Trial = MADIT). Untuk pencegahan
sekunder kematian mendadak (pasien yang berhasil diselamatkan dari aritmia
fatal) pada pasien pasca infark miokard dengan penurunan fungsi ventrikel kiri,
ICD telah terbukti lebih unggul daripada amiodaron.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I.M dan Suastika, I.K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.

Jakarta : EGC.

Boru, C.Y. 2011. http://dokumen.tips/documents/makalah-blok-29-vt.html.

Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Sudoyo, A.W. et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta :

Interna Publishing.

Yuniadi, Y. (2009). Clinical Aplication of Amiodarone Trials, 30(1), 2531.

23

Anda mungkin juga menyukai