LAPORAN KASUS
Nama : Tn. S
Umur : 56 tahun
1.2 ANAMNESA :
1
jumlahnya lebih banyak dari biasanya. Tidak
ditemukan demam (-), keringat dingin (-), jantung
berdebar-debar (-).
HT (-)
DM (-)
HT (-)
DM (-)
Riwayat alergi :-
Kesadaran : Composmentis
GCS : 456
Tinggi/BB : 145/45
Nadi : 106x/menit
Suhu : 37.5oC
2
Kepala / leher :
Rambut : normal
Telinga : normal
Thorax :
midclavicula sinistra.
3
Auskultasi : S1 S2 tunggal, murmur -, gallop
Abdomen :
Auskultasi : BU meningkat
Perkusi : timpani
Ekstremitas :
Laboratorium
1. Darah Lengkap
4
MCH 31 26 - 33
MCHC 36 32 - 36
MCV 85 80-94
2. Elektrolit
3. Fungsi Ginjal
4. Kadar Lemak
5. Faal Hati
5
SGOT 103.8 0-31 L
SGPT 57.1 0-32 L
Albumin 3.80 3.5-5.2 g/dL
Globulin 3.30 1-3 g/dL
Foto Thoraks
EKG
6
7
8
1.5 DIAGNOSA
1.6 PLANNING
Planning diagnosa
EKG, DL, LFT, kadar lemak, RFT, Foto thorax
Planning terapi
- Tab. ASA 1X1
- Tab. Clorpidogrel 1x1
- Tab Folavit 3x1
- Tab. Curcuma 3x1
- Tab. ISDN 3x5 mg
- Tab. Atorvastatin 1x20 mg
- Tab. NAC 3X1
- Inj. Lovenox 2x0,6
- Inj. Furosemid 2x1
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Tomit 3x1
- Inj. Pantoprazole 2x40 mg
Planning Monitoring
- EKG tiap pagi, vital sign.
9
BAB II
RESUME
Selain itu pasien juga mengeluh nyeri dada. Nyeri dada dirasakan sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan tembus hingga ke punggung.
Nyeri terasa seperti tertekan benda berat. Nyeri dirasakan kurang lebih selama 1
menit dan hilang ketika pasien beristirahat.
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Takikardi ventrikel / Ventricular Tachycardia (VT) adalah terdapat tiga
atau lebih premature ventricular contraction atau ventricular extrasystole
dengan laju lebih dari 120 kali per menit. Fokus takikardi dapat berasal dari
ventrikel (kiri atau kanan) atau akibat dari proses reeentry pada salah satu bagian
dari berkas cabang (bundle branch reentry VT).
Dari rekaman EKG permukaan VT umumnya memberikan gambaran EKG
dengan ciri kompleks QRS yang lebar (>0.12 detik). Namun tidak semua takikardi
dengan kompleks QRS yang lebar adalah VT karena takikardi supraventrikel
(SVT) dengan konduksi aberan atau dengan konduksi melalui jaras tambahan
(accesory pathway) juga akan memberikan gambaran takikardi dengan kompleks
QRS yang lebar. Oleh karena itu pengenalan VT menjadi penting dalam keadaan
kegawatan karena pemberian obat untuk SVT dapat membahayakan pada pasien
dengan VT. Pengenalan VT juga harus mencakup identifikasi etiologi, sumber,
fokus, terapi, dan prognosisnya. VT idiopatik misalnya, dapat diterapi secara
defenitif dengan ablasi kateter, sangat jarang menyebabkan kematian mendadak
dan memiliki prognosis yang baik. Sebaliknya VT iskemia (VT akibat penyakit
jantung koroner) memberikan resiko tinggi untuk terjadinya kematian mendadak
(sudden cardiac death) akibat aritmia fatal (VT yang berdegenerasi menjadi
ventrikular fibrillation).
11
3.2 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Secara umum VT dapat dibagi menjadi monoformik dan polimorfik. VT
monoformik memiliki kompleks QRS yang sama pada tiap denyutan (beat) dan
menandakan adanya depolarisasi yang berulang dari tempat yang sama.
Umumnya disebabkan oleh adanya fokus atau substrat aritmia yang mudah
dieliminasi dengan teknik ablasi kateter. Sedangkan VT polimorfik ditandai
dengan adanya kompleks QRS yang bervariasi (berubah) dan menunjukkan
adanya urutan depolarisasi yang berubah dari beberapa tempat. Biasanya VT jenis
ini berkaitan dengan jaringan parut (scar tissue) akibat infark miokard (ischemic
VT). Bila VT berlangsung lebih dari 30 detik disebut sustained dan sebaliknya
bila kurang dari 30 detik disebut non-sustained.
Berdasarkan etiologi VT dikelompokkan menjadi:
VT idiopatik (idiopathic VT)
- VT idiopatik alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow
tract VT=RVOT VTt)
- VT idiopatik ventrikel kiri (idiopathic left ventricular VT)
VT pada kardiomiopati dilatasi non-iskemia
- Bundle Branch Reentrant VT
- Arrythmogenic Right Ventricular Dysplasia(ARVD)
VT iskemia (ischemic VT)
a) Monoformik VT
b). Poliformik VT
Gambar 2. Monomorfik VT dan polimorfik VT
12
3.3 PATOFISIOLOGI
Secara umum terdapat tiga mekanisme terjadinya aritmia, termasuk aritmia
ventrikel, yaitu automaticity, reentrant, dan triggered activity.
Automaticity terjadi karena adanya percepatan aktivitas fase 4 dari
potensial aksi jantung. Aritmia ventrikel karena gangguan automaticity biasanya
tercetus pada keadaan akut dan kritis seperti infark miokard akut, gangguan
elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan tonus adrenergik yang
meninggi. Oleh karena itu, bila berhadapan dengan aritmia ventrikel karena
gangguan automaticity, perlu dikoreksi faktor penyebab yang mendasarinya.
Aritmia ventrikel yang terjadi pada keadaaan akut tidaklah memiliki aspek
prognostik jangka panjang yang penting.
Mekanisme aritmia ventrikel yang tersering adalah reentry dan biasanya
disebabkan oleh kelainan kronis seperti infark miokard lama atau kardiomiopati
dilatasi (dilated cardiomyopathy). Jaringan parut (scar tissue) yang terbentuk
akibat infark miokard yang berbatasan dengan jaringan sehat menjadi keadaan
yang ideal untuk terbentuknya sirkuit reentry. Bila sirkuit ini telah terbentuk maka
aritmia ventrikel reentrant dapat timbul setiap saat dan menyebabkan kematian
mendadak.
Triggered activity memiliki gambaran campuran dari kedua mekanisme di
atas. Mekanismenya adalah adanya kebocoran ion positif ke dalam sel sehingga
terjadi lonjakan potensial pada akhir fase 3 atau awal fase 4 dari aksi potensial
jantung. Bila lonjakan ini cukup bermakna maka akan tercetus aksi potensial baru.
Keadaan ini disebut after depolarization.
13
Gambar 3. Patofisiologi VT
14
Aksis kompleks QRS tidak hanya penting untuk diagnosis tapi juga
untuk menentukan asal fokus. Adanya perubahan aksis lebih dari dari 40
derajat baik ke kiri maupun ke kanan umumnya adalah VT. Kompleks
QRS pada sandapan aVR berada pada posisi -210 derajat dengan
kompleks QRS negatif. Bila kompleks QRS berubah menjadi positif pada
saat takikardi sangat menyokong adanya VT yang berasal dari apeks
mengarah ke bagian basal ventrikel. Aksis ke superior pada takikardi QRS
lebar dengan morfologi RBBB sangat menyokong ke arah VT. Adanya
takikardia QRS lebar dengan aksis inferior dan morfologi LBBB
mendukung adanya VT yang berasal dari right ventrikular outflow tract.
15
a) Capture beat
b) Fusion beat
Gambar 4. Capture beat dan fusion beat
16
Gambar 5. A menunjukkan kesesuaian negatif (negative concordance) dan
B menunjukkan kesesuaian positif (positive concordance)
17
Bila terdapat jaras tambahan yang memintas jalur konduksi normal
dari atrium ke ventrikel, maka pada saat takikardi supraventrikel (SVT)
ventrikel diaktivasi tidak melalui jalur konduksi normal sehingga ventrikel
mengalami inaktivasi dini (preeksitasi). Akibatnya kompleks QRS akan
terlihat lebar.
18
bigemini atau VTnon-sustained yang simpatomatik dan mengganggu.
Pemeriksaan ekokardiografi dan angiografi koroner biasanya normal.
Gambaran ekokardiogram (EKG) menunjukkan suatu takikardi dengan
kompleks QRS lebar, morfologi kompleks QRS left bunddle branch block
(LBBB) pada sandapan V1, dengan aksis kompleks QRS ke arah inferior (right
axis deviation) atau normal.
Umumnya VT jenis ini disebabkan oleh proses otomatisasi, triggered
activity, dan takikardi dengan perantaraan siklik-AMP yang dirangsang oleh
sistem saraf adrenergik dan sensitif terhadap peningkatan kalsium intrasel. Oleh
karena itu dapat diberikan pengobatan dengan obat penyekat kalsium (calsium
channel blocker) seperti verapamil. Sedangkan pada VT jenis lain obat ini adalah
kontraindikasi. Karena salah satu VT jenis ini dicetuskan oleh latihan (exercise
induced) maka obat penyekat beta (beta blocker) juga efektif. Dapat diberikan
metoprolol sampai dosis optimal 2x100 mg per hari. Bila pasien tetap bergejala
maka dapat diberikan terapi definitif dengan ablasi kateter.
Diagnosis banding VT tipe ini adalah jenis VT lainnya. Hanya saja perlu
diperhatikan jenis VT yang paling mirip denganVT ini yaitu Arrhythmogenic
Right Ventricular Dysplasia (ARVD). Perbedaannya adalah pada ARVD
didapatkan adanya infiltrasi lemak pada ventrikel kanan (terdapat kelainan
struktural).
19
septum (lokasi jaringan konduksi normal). Takikardi ini sering dikelirukan dengan
SVT karena kompleks QRS tidak terlalu lebar dan sensitif terhadap verapamil
sehingga dapat diterminasi dengan verapamil serperti umumnya SVT.
Pada pasien yang simptomatik dapat diberikan terapi obat-obatan. Bila
gagala dapat dilakukan eliminasi dengan ablasi kateter dengan angka keberhasilan
rata-raat 87%. Ablasi kateter juga diindikasikan pada pasien yang tidak ingin
minum obat dalam jangka waktu lama.
20
menyebabkan kematian jantung mendadak. VT iskemia terjadi karena adanya
jaringan parut di sekitar jaringan sehat. Secara umum, semakin luas jaringan
infark semakin besar peluang terjadinya reentry. VT iskemia cenderung bersifat
fatal karena dapat bedegenerasi menjadi fibrilasi venrtrikel dan kematian
mendadak. Prediktor kematian jantung mendadak adalah adanya riwayat serangan
jantung sebelumnya, penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi <40%), dan
adanya premature ventricular contraction yang sering.
Terapi VT iskemia pada umunya adalah dengan obat-obatan. Sedangkan
ablasi kateter pada VT iskemia belum memberikan hasil yang memadai.
21
a. Tatalaksana pada Keadaan Akut
Bila keadaan hemodinamik stabil, terminasi VT dilakukan dengan
pemberian obat-obatan secara intravena seperti amiodaron, lidokaine,dan
prokainamid. Dua obat yang pertama tersedia di Indonesia. Amiodaron dan
prokainamid lebih unggul dibanding lidokain.
Amiodaron dapat diberikan dengan dosis pembebanan (loading dose)
15mg/menit diberikan dalam 10 menit dan diikuti dengan infus kontinu
1mg/menit selama 6 jam, dan dosis pemeliharaan 0.5 mg/menit dalam 18 jam
berikutnya. Bila gagal dengan obat, dilakukan kardioversi elektrik yang dapat
dimulai denga energi rendah (10 joule dan 50 joule).
Dalam tatalaksana akut perlu dicari faktor penyebab yang dikorekasi
seperti iskemia, gangguan elektrolit, hipotensi dan asidosis. Bila keadaan
hemodinamik tidak stabil (hipotensi,syok, angina,gagal jantung dan gejala
hipoperfusi otak) maka pilihan pertama adalah kardioversi elektrik.
22
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I.M dan Suastika, I.K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta : EGC.
Sudoyo, A.W. et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta :
Interna Publishing.
23