Anda di halaman 1dari 21

PORTOFOLIO

Topik : Gagal Jantung Kongestif


Tanggal (Kasus) : 13 Juli 2016 Presenter : dr. Amelia
Tanggal Presentasi : 30 Juli 2016 Pendamping : dr. Pipin A, dr. Saidi M G

Tempat Presentasi : RSUD. Sultan Sulaiman


Objektif Presentasi :
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Bayi Anak Remaja Lansia Bumil
Neonatus Dewasa
Deskripsi : Perempuan berumur 78 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 3 tahun
yang lalu dan memberat dalam 1 minggu SMRS. Sesak terutama timbul saat pasien
berjalan ke kamar mandi dan beristirahat. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak
dijumpai. Riwayat tidur menggunakan 2-3 bantal dijumpai. Riwayat kaki bengkak
dijumpai. Riwayat batuk dijumpai disertai dahak berwarna putih. Riwayat nyeri dada
disebelah kiri dialami pasien 3 tahun ini. Nyeri terutama timbul saat pasien beraktivitas
berat dan menghilang saat istirahat. Nyeri tidak menjalar dan tidak disertai keringat
dingin. Tidak ada demam, mual, maupun muntah. Pasien sebelumnya sudah berobat ke
Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik dan dinyatakan mengalami pembesaran
jantung. Pasien dianjurkan untuk kateterisasi jantung namun pasien menolak.

Tujuan : Mendiagnosis dan memberikan tatalasana yang tepat sesuai dengan penyakit
yang dialami pasien
Bahan Bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara Membahas Diskusi Presentasidan diskusi Email Pos

Data Nama : Tn. T / 78 tahun No. Reg :


Pasien Alamat : Dusun X Panglong 05.56.85
Agama : Islam
Nama RS : RSUD Sultan Sulaiman Telp : Terdaftar Sejak:
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Deskripsi : Perempuan berumur 78 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 3 tahun yang
lalu dan memberat dalam 1 minggu SMRS. Sesak terutama timbul saat pasien berjalan ke
kamar mandi dan beristirahat. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak dijumpai.
Riwayat tidur menggunakan 2-3 bantal dijumpai. Riwayat kaki bengkak dijumpai. Riwayat
batuk dijumpai disertai dahak berwarna putih. Riwayat nyeri dada disebelah kiri dialami
pasien 3 tahun ini. Nyeri terutama timbul saat pasien beraktivitas berat dan menghilang saat
istirahat. Nyeri tidak menjalar dan tidak disertai keringat dingin. Tidak ada demam, mual,
maupun muntah. Pasien sebelumnya sudah berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam
Malik dan dinyatakan mengalami pembesaran jantung. Pasien dianjurkan untuk kateterisasi

1
PORTOFOLIO

jantung namun pasien menolak.

2. Riwayat Pengobatan : pasien tidak mengetahui obat apa yang diberikan doker
3. Riwayat Kesehatan/penyakit : -
4. Riwayat Keluarga : -
5. Riwayat Pekerjaan : ibu rumah tangga
Hasil Pembelajaran
1. Definisi dan Etiologi Gagal Jantung Kongestif
2. Patofisiologi, Gejala Klinis Gagal Jantung Kongestif
3. Penegakan Diagnosa Gagal Jantung Kongestif
4. Penatalaksanaan dan Prognosis Gagal Jantung Kongestif

1. Subjektif :

Deskripsi : Perempuan berumur 78 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 3 tahun
yang lalu dan memberat dalam 1 minggu SMRS. Sesak terutama timbul saat pasien
berjalan ke kamar mandi dan beristirahat. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak
dijumpai. Riwayat tidur menggunakan 2-3 bantal dijumpai. Riwayat kaki bengkak
dijumpai. Riwayat batuk dijumpai disertai dahak berwarna putih. Riwayat nyeri dada
disebelah kiri dialami pasien 3 tahun ini. Nyeri terutama timbul saat pasien beraktivitas
berat dan menghilang saat istirahat. Nyeri tidak menjalar dan tidak disertai keringat
dingin. Tidak ada demam, mual, maupun muntah. Pasien sebelumnya sudah berobat ke
Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik dan dinyatakan mengalami pembesaran
jantung. Pasien dianjurkan untuk kateterisasi jantung namun pasien menolak. Riwayat
penyakit terdahulu :

- Riwayat Jantung : pembesaran jantung


- Riwayat DM disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat Asma, Alergi disangkal

2. Objektif :

Keadaan Umum : Compos mentis


Vital sign :
 TD = 130/80 mmHg
 HR = 104 x/i
 RR = 32 x/i
 T = 36,8OC

A. Status Generalis
 Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil

2
PORTOFOLIO

isokor (3 mm)
T/H/M : Dalam batas normal
Leher : Pemb. KGB (-)
 Pulmo
Inspeksi : pergerakan dada simetris, ketinggalan pernafasan (-)
Palpasi : stem fremitus kiri=kanan
Perkusi : sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

 Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

 Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel, hepar dan lien tidak teraba
Auskultasi : peristaltik (+), Asites (-)
Perkusi : timpani

 Ekstremitas
Akral hangat, oedem pretibial +/+, deformitas (-)

B. Pemeriksaan laboratorium:

Darah Rutin

Tanggal 13 Juli 2016

Pemeriksaan Unit Hasil Normal

HB gr % 10,7 12.0 - 16.0

Trombosit ribu/mm3 161.000 150 - 450

Eritrosit juta/mm3 3,76 3.8 – 5.8

Leukosit 10º/mm3 5.300 4000-10.000

Ht % 34,9 35.0 – 50.0

MCV µm3 93,0 82-95

MCH Pg 28,4 27-31

3
PORTOFOLIO

MCHC gram/dL 30,6 31.5 – 35.0

Nilai PCT % 0.144 0.100-0.500

Nilai RDW % 13,4 10.0-15.0

Nilai MPV µm3 9,0 6.5-11.0

Nilai PDW % 14,7 10.0-18.0

Glucose ad Random mg/dL 101 ≤ 200

Faal Ginjal
Tanggal 13 Juli 2016
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Ureum 42 17-43 mg/dl
Creatinin 0,8 L : 0.9-1.3 mg/dl
P : 0.6-1.1

Faal Hati
Tanggal 13 Juli 2016
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
SGOT (AST) 87 L : < 31 mg/dl
P : < 35
SGPT (ALT) 50 L : < 35 mg/dl
P : < 45

Profil Arthritis
Tanggal 13 Juli 2016
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Uric Acid 4,2 L : 3,5-7,2 mg/dl
P : 2,6-6,0

3. Diagnosis

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diagnosis


kasus ini adalah: CHF ec. CAD

4. Penatalaksanaan

Konsul Sp.JP
• Non medikamentosa:

4
PORTOFOLIO

• Tirah baring
• Diet tinggi kalori, rendah garam

• Medikamentosa
• IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/menit (mikro)
• Inj Ceftriaxone 1 amp/12 jam
• Inj Ranitidin 1 amp/ 8 jam
• Furosemid 2x1
• ISDN 3x1
• HCT 1x1
• Spironolakton 1x1

5. FOLLOW UP
Tanggal 14 Juli 2016
S : Sesak
O : Kesadaran kompos mentis,
TD 110/80 mmHg, napas 30x/menit, nadi 130x/menit, Toraks: murmur (-),
Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak datar, distensi (-), BU (+)
5x/menit, nyeri tekan (-), Shifting dullness (-), Ekstremitas bawah: pitting
edema (+/+), akral hangat
A : CHF ec. CAD
P : IVFD RL 10 gtt/I (mikro)
Inj Ceftriaxone 1 amp/12 jam
Inj Ranitidin 1 amp/ 8 jam
Furosemid 1x40mg
ISDN 3x5mg
HCT 3x1
Spironolakton 1x25mg

Tanggal 15 Juli 2016

S : Sesak

O : Kesadaran kompos mentis, TD 120/90 mmHg, napas 28x/menit, nadi


100x/menit, Toraks: murmur (-), Abdomen: inspeksi dinding abdomen
tampak datar, distensi (-), BU (+) , nyeri tekan (-), Shifting dullness (-),
Ekstremitas bawah: pitting edema berkurang, akral hangat

A : CHF ec. CAD

P : Furosemid 1x40mg
ISDN 3x5mg

5
PORTOFOLIO

HCT 3x1
Spironolakton 1x25mg
Cefadroxyl 2x50mg

Tanggal 16 Juli 2016

S : Sesak

O : Kesadaran kompos mentis, TD 110/70 mmHg, napas 28x/menit, nadi


98x/menit, Toraks: murmur (-), Abdomen: inspeksi dinding abdomen
tampak datar, distensi (-), BU (+) , nyeri tekan (-), Shifting dullness (-),
Ekstremitas bawah: pitting edema berkurang, akral hangat

A : CHF ec. CAD

P : Furosemid 1x40mg
Spironolakton 1x25mg
Cefadroxyl 2x50mg

Pasien PBJ

Tinjauan Pustaka
6.1. Gagal Jantung Kongestif
6.1.1 Definisi
Gagal jantung didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan
curah jantung dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Berdasarkan Jurnal
ACCF/AHA 2013, Gagal jantung didefinisikan sebagai suatu bentuk sindroma klinis
kompleks yang dihasilkan dari kelainan struktural atau fungsional dari pengisian atau ejeksi
darah. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik, gangguan irama
jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan tubuh. Disebut gagal jantung kongestif bila terjadi gagal jantung kiri disertai gagal
jantung kanan.

6
PORTOFOLIO

6.1.2 Etiologi.
Tabel 6.1. Penyebab gagal jantung kiri
Gangguan kontraktilitas
Infark miokardium
Transient myocardial ischemia
Beban volume: regurgitasi katup (mitral atau aorta)
Kardiomiopati dilatasi
Peningkatan afterload (beban tekanan)
Hipertensi sistemik
Obstruksi aliran: stenosis aorta
Obstruksi pengisian ventrikel kiri
Stenosis mitral
Konstriksi pericardial atau tamponade
Gangguan relaksasi ventrikel
Hipertrofi ventrikel kiri
Kardiomiopati hipertrofi
Kardiomiopati restriktif
Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of
Heart Disease. 4thed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 234

Tabel 6.2. Penyebab gagal jantung kanan


Penyebab jantung
Gagal jantung kiri
Stenosis katup pulmonal
Infark ventrikel kanan
Penyakit parenkim paru
Penyakit paru obstruksi kronis
Penyakit paru interstisial
Adult respiratory distress syndrome
Infeksi paru kronis atau bronkiektasis
Penyakit vaskular paru
Emboli paru
Hipertensi pulmonal primer

7
PORTOFOLIO

Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of
Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 235

6.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung yang paling banyak ditemukan adalah klasifikasi menurut
New York Heart Association (NYHA). Klasifikasi NYHA berdasarkan symptom pasien yang
didapat dari anamnesis dan bukan berdasarkan pengukuran objektif.
Klasifikasi NYHA juga dapat memprediksi mortalitas. Menurut satu studi, tafsiran
mortalitas satu tahan pada pasien gagal jantung kelas II, III, dan IV NYHA berturut-turut
adalah 7%, 15%, dan 28%.

Tabel 6.3. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association
Kelas Simptom
I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik
II Pembatasan ringan pada aktivitas fisik, dispnea dan kelelahan
pada aktivitas fisik sedang, seperti menaiki tangga dengan
cepat
III Pembatasan pada aktivitas fisik, dispnea muncul pada aktivitas
fisik minimal
IV Pembatasan berat pada aktivitas fisik, symptom muncul bahkan
pada saat istirahat

8
PORTOFOLIO

Tabel 2.4. Klasifikasi gagal jantung menurut ACC/AHA


Stadium A
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung.
Tidak terdapat gangguan struktural atau fungsional jantung, tidak terdapat tanda atau gejala.

Stadium B
Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan dengan perkembangan gagal
jantung, tidak terdapat tanda dan gejala.

Stadium C
Gagal jantung yang simpatomatis berhubungan dengan penyakit struktural jantung yang
mendasari.

Stadium D
Penyakit struktural jantung yang lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat bermakna saat
istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal.

ACC = American College of Cardiology


AHA = American Heart Association

Hunt SA et al. Circulation. 2005;112:1825-1852

Klasifikasi gagal Jantung secara umum :


a) Gagal jantung Akut
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat
fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya penyakit jantung
sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik,
keadaan irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan preload atau afterload. Gagal
jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau
dekompensasi akut dari gagal jantung kronis. Pada gagal jantung akut ini dapat pula
diklasifikasikan lagi baik dari gejala klinis dan foto thorax (Killip), klinis dan karateristik
hemodinamik (Forrester) atau berdasarkan sirkulasi perifer dan auskultasi paru.
b) Gagal jantung Kronik
Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang
disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatigue, baik dalam keadaan istirahat maupun
beraktivitas, edema, dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.

9
PORTOFOLIO

6.1.4 Patofisiologi
Gagal jantung kongestif tidak hanya mengindikasikan ketidakmampuan jantung untuk
mempertahankan aliran oksigen yang adekuat, tetapi juga merupakan suatu respon sistemik
untuk mengkompensasi ketidakmampuan itu. Determinan dari curah jantung adalah
kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Volume sekuncup ditentukan oleh preload
(volume yang masuk ke ventrikel kiri), kontraktilitas, dan afterload (impedansi aliran dari
ventrikel kiri). Variabel ini penting dalam memahami patofisiologi dari gagal jantung.

Gambar 6.1. Determinan dari curah jantung


Sumber: Figueroa, M.S., Peters, J.I., 2006. Congestive Heart Failure: Diagnosis,
Pathophysiology, Therapy, and Implications for Respiratory Care, University of Texas
Health Science Center.
Preload biasanya dinyatakan sebagai volume akhir diastolik dari ventrikel kiri dan
secara klinis dapat dinilai dengan mengukur tekanan atrium kanan. Kontraktilitas
menggambarkan pemompaan oleh otot jantung dan biasanya dinyatakan sebagai fraksi ejeksi.
Afterload adalah tahanan yang harus dilawan oleh jantung untuk memompa darah
keluar, biasanya dinilai dengan mengukur tekanan arteri rata – rata. Gangguan jantung pada
gagal jantung kongestif dapat dievaluasi dari variabel – variabel di atas. Jika curah jantung
menurun, kecepatan denyut jantung atau volume sekuncup harus berubah untuk

10
PORTOFOLIO

mempertahankan perfusi normal. Jika volume sekuncup tidak bisa dipertahankan, maka
kecepatan denyut jantung harus meningkat untuk mempertahankan curah jantung.
Pada disfungsi sistolik, kontraktilitas miokard mengalami gangguan dan dibandingkan
dengan keadaan normal, stroke volume berkurang dan timbullah gejala penurunan dari
cardiac output (CO) yang menyebabkan volume akhir sistolik meningkat. Akibat dari
peningkatan volume akhir sistolik, darah dari vena pulmonalis kembali ke jantung yang
sedang payah, volume ruangan jantung pada diastole meningkat lebih besar dibandingkan
pada jantung normal. Ini mengakibatkan tekanan dan volume akhir diastolik lebih tinggi dari
normal.
Pada gagal jantung kiri juga terjadi kenaikan tekanan distolik diteruskan secara
retrograde ke atrium kiri kemudian ke vena dan kapiler paru. Kenaikan tekanan hidrostatik
kapiler paru melebihi 20 mmHg bisa menyebabkan ekstravasasi cairan ke intertisium paru,
dan menyebabkan keluhan kongesti paru. Bila ventrikel kanan gagal, kenaikan tekanan
diastolik diteruskan ke atrium kanan selanjutnya timbul bendungan pada vena sistemik dan
tanda gagal jantung kanan.
Akan tetapi, patofisiologi dari gagal jantung kongestif tidak hanya mencakup
abnormalitas struktural jantung, tetapi juga mencakup respon kardiovaskular terhadap perfusi
yang menurun dengan cara pengaktivasian dari sistem neurohumoral. Sistem renin-
angiotensin akan teraktivasi untuk meningkatkan preload dengan cara menstimulasi retensi
garam dan air, meningkatkan vasokonstriksi, dan memperbesar kontraksi jantung.
Pengurangan cardiac output menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi
neurohormonal, system rennin – angiotensin – Aldosteron (system RAA) serta kadar
vasopressin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung
sehingga aktivasi jantung dapat terjaga. Stimulasi system RAA menyebabkan peningkatan
vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang
pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang
pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan tretensi natrium dan air serta
meningkatkan sekresi kalium. Kenaikan volume intravaskuler lalu meningkatkan beban
cardiac output melalui mekanisme Frank Starling.
Selain itu, sekresi hormone antidiuretik oleh kelenjar hipofisis posterior meningkat
volume intravaskuler karena ia meningkatkan retensi cairan dan dapat meningkatkan cardiac
output. Meskipun mekanisme kompensasi neurohormonal pada awalnya bermanfaat,
peningkatan volume sirkulasi dan aliran balik vena ke jantung dapat memperburuk

11
PORTOFOLIO

bendungan pada vaskuler paru sehingga memperberat keluhan kongesti paru. Peninggian
tahanan arteriol meningkatkan beban akhir dimana jantung yang sudah payah harus
berkontraksi sehingga akhirnya stroke valume dan cardiac output menjadi lebih menurun.

6.1.5 Manifestasi Klinis.


Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatnya tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien menjadi sesak nafas dan ortopnea. Gagal jantung
kanan terjadi jika kelainannya menyebabkan kelemahan ventrikel kanan, seperti pada
hipertensi pulmonal primer/ sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti
vena sistemik yang menyebabkan peningkatan edema perifer, hepatomegali, dan distensi
vena jugularis.
Pada gagal jantung tahap akhir dapat ditemukan pola pernafasan hiperpnea dan apnea
yang disebut sebagai pernafasan Cheyne-Stokes. Beberapa faktor yang menyebabkan
pernafasan ini adalah hiperventilasi akibat kongesti paru dan hipoksia. Hiperventilasi
menyebabkan kadar CO2 arteri menjadi rendah dan memicu apnea sentral.
Tabel 6.5. Gejala Klinis Gagal Jantung
Gagal Jantung Kiri Gagal Jantung Kanan
Gejala Temuan Klinis Gejala Temuan Klinis
Dyspnoea Diaphoresis Edem Perifer Tekanan Vena
Orthopnoea Takikardi Jugular
Paroxysmal Takipnoe Tidak nyaman pada meningkat
Nocturnal Dyspnoea Ronki paru perut kuadran Hepatomegali
Fatigue P2 mengeras kanan atas Edem perifer
S3 gallop

6.1.6 Diagnosis
Menurut Kriteria Framingham, diagnosa gagal jantung kongestif adalah berdasarkan
kriteria mayor dan kriteria minor. Diagnosa gagal jantung kongestif memerlukan 2 kriteria
mayor atau 1 kriteria mayor dengan 2 kriteria minor.

12
PORTOFOLIO

Tabel 6.6. Kriteria Framingham untuk diagnosis gagal jantung kongestif


Kriteria Mayor
Paroksismal nokturnal dispnea
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peningkatan tekanan vena jugularis ( > 16 cmH2 O)
Refleks hepatojugular

Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnea d’ effort
Hepatomegali
Efusi Pleura
Penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Takikardia ( > 120 kali/menit)
Mayor atau Minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Sumber: Braunwald, E., 2005. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper, D.L et al., eds.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA: McGraw-Hill, 1371

6.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis adanya gagal
jantung adalah antara lain dengan foto thoraks, elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi,
pemeriksaan darah, angiografi, dan tes fungsi paru.
Pada pemeriksaan foto thoraks dapat ditemukan adanya pembesaran sillouett jantung
(cardiothoraxic ratio > 50 %), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada
tahap awal, bila tekanan vena pulmonal > 20 mmHg, dapat timbul gambaran cairan pada
fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut costophrenicus. Bila tekanan > 25 mmHg,

13
PORTOFOLIO

didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya edema paru
bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang
lebih banyak terkena adalah bagian kanan.
EKG merupakan pemeriksaan non invasif yang sangat berguna pada gagal jantung.
EKG dapat menunjukkan gambaran objektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita
yang perlu dilakukan EKG adalah semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernapas
yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta
penderita dengan resiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tidak
terkontrol atau aritmia). EKG dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi
diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui resiko emboli. Pada EKG 12
lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita gagal jantung, meskipun
gambaran normal dapat dijumpai pada 10 % kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara
lain gelombang Q, abnormalitas ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block, dan
fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto thoraks menunjukkan gambaran yang normal,
kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dyspnoe pada pasien sangat kecil
kemungkinannya.
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab
susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar, serta komplikasi. Pemeriksaan
serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga
mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah
pemberian ACE-inhibitor, dan diuretic dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi
proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium
dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan
penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada
gagal jantung kongestif, tes fungsi hati (bilirubin,AST,LDH) gambarannya abnormal karena
kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum, fungsi tiroid dianjurkan sesuai
kebutuhan.
Pemeriksaan penanda BNP (B tipe natriuretik peptide) sebagai penanda biologis gagal
jantung dengan kadar BNP plasma 100 pg/ml dan plasma NT pro-BNP adalah 300 pg/ml.
Pemeriksaan radionuklir atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection faction ,
laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding.
Troponin-I atau T harus diambil pada pasien yang diduga gagal jantung ketika klinis
menunjukkan sebuah sindrom koroner akut (ACS). Sebuah peningkatan troponin jantung

14
PORTOFOLIO

menunjukkan nekrosis miosit dan potensi revaskularisasi harus dipertimbangkan dan sesuai
diagnosis. Peningkatan troponin juga terjadi di miokarditis akut. Peningkatan troponin
jantung ringan sering terlihat pada gagal jantung parah atau selama episode gagal jantung
dekompensasi pada pasien tanpa bukti miokard skemia akibat ACS dan dalam situasi seperti
sepsis.
Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi
ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta
mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui
tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary
artery capillary wedge pressure.

6.1.8 Penatalaksanaan.
Penatalaksanaan non-farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah dengan
menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat
dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat
badan pada penderita dengan obesitas. Pembatasan asupan garam, konsumsi alcohol, serta
pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung
kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang
positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap
sensitivitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelangsungan hidup belum dapat
dibuktikan.

Farmakologis
ACE inhibitor
Indikasi :
LVEF ≤ 40 %, tidak berpengaruh pada gejala
Kontraindikasi :
 Riwayat angioedema
 Stenosis bilateral arteri ginjal
 Konsentrasi kalium serum > 5 mmol/l
 Serum kreatinin > 220 µmol
 Stenosis aorta berat

15
PORTOFOLIO

Jenis obat : Captopril (starting dose 6,25 mg t.i.d dan target dose 50mg t.i.d), Enalapril
(starting dose 25 mg b.i.d dan target dose 10-20 mg b.i.d), Lisinopril (starting dose 2,5-5,0
mg o.d dan target dose 20-35 mg t.i.d)

β Blocker
Indikasi :
 LVEF ≤ 40 %
 Gejala ringan sampai berat (NYHA fungsional kelas II-IV), pasien dengan disfungsi
LV sistolik tanpa gejala setelah MI juga memiliku inidikasi untuk β blocker.
 Untuk meningkatkan dosis optimal suatu ACE-I atau ARB (dan aldosteron antagonis
juga diindikasikan)
 Pasien garus secara klinis stabil (misalnya tidak ada perubahan terbaru dalam dosis
diuretic).
Kontraindikasi :

 Penyakit Asma
 Second or third degree heart block, sindrom sinus sakit, sinus bradikardia.

Jenis obat : Bisoprolol (starting dose 1,25 mg o.d dan target dose 10 mg o.d), Carvedilol
(starting dose 3,125 mg b.i.d dan target dose 25-50 mg b.i.d)

Antagonis Aldosteron
Indikasi :
 LVEF ≤ 35%
 Gejala sedang sampai parah (fungsional NYHA kelas III-IV)
 Dosis optimal β-Blocker dan ACE-I atau ARB
Kontraindikasi :
 Serum kalium > 5.0 mmol/L
 Serum keratin > 0,220 µmol/L
 Bersamaan dengan suplemen kalium atau diuretik hemat kalium
Jenis obat : Eplerenone (starting dose 25 mg o.d dan target dose 50 mg o.d), Spironolactone
(starting dose 25 mg o.d dan target dose 25-50 mg o.d).

Angiotensin Reseptor Blocker


Indikasi :

16
PORTOFOLIO

 LVEF ≤ 40%
 Sebagai alternative pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (fungsional NYHA
kelas II-IV) tidak toleran ACE-I
 Atau pada pasien dengan gejala persisten (NYHA kelas fungsional II-IV) meskipun
perawatan dengan ACE-I dan β-Blocker.
 ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan gejala hipotensi
dengan kejadian yang mirip dengan ACE-I. Mereka tidak menyebabkan batuk.
Kontraindikasi :
 Seperti ACE-I, dengan pengecualian angiodema
 Pasien yang diobati dengan ACE-I dan antagonis aldosteron
 Sebuah ARB hanya boleh digunakan pada pasien dengan fungsi ginjal dan
konsentrasi kalium serum normal, serial pemantauan elektrolit serum dan fungsi
ginjal adalah wajib, terutama jika suatu ARB digunakan bersama dengan ACE-I.
Jenis obat : Candesartan (starting dose 4-8 mg o.d dan target dose 32 mg o.d), Valsartan
(starting dose 40 mg b.i.d dan target dose 160 mg b.i.d), Losartan (starting dose 50 mg o. d
dan target dose 150 mg o.d)

Hydralazine dan Isosorbide Dinitrate


Indikasi :
 Alternatif ke ACE-I /ARB ketika kedua yang disebut terakhir tidak ditoleransi.
 Seperti add-on terapi ke ACE-I jika antagonis ARB atau aldosteron tidak ditoleransi.
 Bukti yang kuat pada pasien keturunan Afrika-Amerika.
Kontraindikasi :
 Gejala hipotensi
 Sindrom Lupus.
 Gagal ginjal (pengurangan dosis mungkin diperlukan)
Dosis : kombinasi fixed dose (starting dose 37,5 mg hydralazine/ 20 mg isosorbide dinitrate
t.i.d, target dose 75 mg hydralazine/ 40 mg isosorbide dinitrate t.i.d), hydralazine dan
isosorbide dinitrate (starting dose hydralazine 25-50 mg/ 3-4/hari dan ISDN 20-30 mg/3-
4/hari dan target dose hydralazine 300 mg/hari dalam dosis terbagi , ISDN 120 mg/hari dalam
dosis terbagi).

*t.i.d : ter in die (3 kali sehari), b.i.d : bis in die (2 kali sehari), o.d : omni die (1 kali sehari)

17
PORTOFOLIO

Digoxin
Digoxin biasanya tidak diperlukan pada pasien stabil dengan ritme sinus. Sebuah
perawatan harian dosis tunggal 0,25 mg umumnya digunakan pada orang dewasa dengan
fungsi ginjal normal. Pada orang tua dan pada mereka dengan kerusakan ginjal, mengurangi
dosis 0,125 atau 0,0625 mg harus dilakukan. Konsentrasi digoksin harus diperiksa awal
selama terapi pada orang-orang dengan fungsi ginjal normal. Tidak ada bukti bahwa
konsentrasi digoksin regular memberikan hasil yang lebih baik. Konsentrasi serum harus
berada di antara 0,6 dan 1,2 mg / ml, lebih rendah dari yang direkomendasikan sebelumnya.
Obat tertentu dapat meningkatan kadar digoksin.

Diuretik
Diuretik digunakan untuk mengeliminasi natrium dan air melalui ginjal dan
menurunkan volume intravascular dan venous return pada jantung. Dengan itu, preload dari
ventrikel kiri akan berkurang. Jenis-jenis diuretik yang sering digunakan bagi pasien gagal
jantung adalah yang bekerja di lengkung Henle ginjal contohnya furosemide. Diuretik jenis
Thiazide contohnya hydrochlorothiazide juga dapat digunakan namun kurang efektif.
Efek samping dari diuretik yang digunakan adalah penurunan dari cardiac output yang
berkepanjangan dan gangguan elektrolit tubuh (paling sering hipokalemia dan
hipomagnesemia).

Terapi sinkronisasi jantung (CRT)


CRT dianjurkan untuk mengurangi morbiditas dan kematian di pasien kelas III-IV
NYHA yang gejala tetap meskipun terapi medis yang optimal, dan yang memiliki EF
berkurang (LVEF ≤ 35%) dan perpanjangan QRS (QRS lebar ≥ 120 ms).

Transplantasi jantung
Transplantasi jantung adalah pengobatan yang diterima untuk gagal jantung stadium
akhir. Meskipun percobaan terkontrol belum pernah dilakukan, ada consensus bahwa
transplantasi, asalkan kriteria seleksi yang tepat diterapkan, secara signifikan meningkatkan
kelangsungan hidup, kapasitas latihan, kembali bekerja, dan kualitas hidup dibandingkan
dengan pengobatan konvensional. Pasien dengan gejala gagal jantung berat, prognosis yang
buruk dan tanpa bentuk alternative pengobatan harus dipertimbangkan untuk transplantasi

18
PORTOFOLIO

jantung. Transplantasi jantung harus dipertimbangkan dalam pasien dengan gagal jantung
tahap akhir, gejala-gejala berat, co morbiditas yang serius, dan tidak ada pemilihan
pengobatan alternative.

Gambar 6.2. Algoritme Terapi Pasien Gagal Jantung

6.1.9 Prognosis
Gagal jantung merupakan tahap akhir penyakit jantung yang dapat menyebabkan
meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit jantung. Prognosis individu
pasien dengan gagal jantung seringkali sulit diprediksi.

19
PORTOFOLIO

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif, Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI,
Jakarta. 2000.
2. Corwin, JE. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2009: 509-515.
3. Dumitru, I. Heart Failure. 2013. Available :
http://emedicine.medscape.com/article/163062-differential. [Last accessed 19 Juli
2016]
4. Figueroa, M.S., Peters, J.I. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology,
Therapy, and Implications for Respiratory Care, University of Texas Health Science
Center. 2006. Available :
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf. [Last Accessed 19 Juli
2016].
5. Gopal, M., Karnath, B. Clinical Diagnosis of Heart Failure, University Boulevard.
2009. Available : http://www.turner-
white.com/memberfile.php?PubCode=hp_dec09_heart.pdf [Last accessed 19 Juli
2016]
6. Shah, R.V., Fifer, M.A. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of Heart
Disease. 4th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2007;234-242.
7. Marantz, P.R. The Relationship between left ventricular systolic function and
congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. American Heart Association.
2013. Available : http://circ.ahajournals.org/content/77/3/607.full.pdf [Last accessed
19 Juli 2016]
8. Panggabean, M. Gagal Jantung. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PDUI, Jilid
2. 2007;342;1514.

20
PORTOFOLIO

21

Anda mungkin juga menyukai