Tujuan : Mendiagnosis dan memberikan tatalasana yang tepat sesuai dengan penyakit
yang dialami pasien
Bahan Bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara Membahas Diskusi Presentasidan diskusi Email Pos
1
PORTOFOLIO
2. Riwayat Pengobatan : pasien tidak mengetahui obat apa yang diberikan doker
3. Riwayat Kesehatan/penyakit : -
4. Riwayat Keluarga : -
5. Riwayat Pekerjaan : ibu rumah tangga
Hasil Pembelajaran
1. Definisi dan Etiologi Gagal Jantung Kongestif
2. Patofisiologi, Gejala Klinis Gagal Jantung Kongestif
3. Penegakan Diagnosa Gagal Jantung Kongestif
4. Penatalaksanaan dan Prognosis Gagal Jantung Kongestif
1. Subjektif :
Deskripsi : Perempuan berumur 78 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 3 tahun
yang lalu dan memberat dalam 1 minggu SMRS. Sesak terutama timbul saat pasien
berjalan ke kamar mandi dan beristirahat. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak
dijumpai. Riwayat tidur menggunakan 2-3 bantal dijumpai. Riwayat kaki bengkak
dijumpai. Riwayat batuk dijumpai disertai dahak berwarna putih. Riwayat nyeri dada
disebelah kiri dialami pasien 3 tahun ini. Nyeri terutama timbul saat pasien beraktivitas
berat dan menghilang saat istirahat. Nyeri tidak menjalar dan tidak disertai keringat
dingin. Tidak ada demam, mual, maupun muntah. Pasien sebelumnya sudah berobat ke
Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik dan dinyatakan mengalami pembesaran
jantung. Pasien dianjurkan untuk kateterisasi jantung namun pasien menolak. Riwayat
penyakit terdahulu :
2. Objektif :
A. Status Generalis
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil
2
PORTOFOLIO
isokor (3 mm)
T/H/M : Dalam batas normal
Leher : Pemb. KGB (-)
Pulmo
Inspeksi : pergerakan dada simetris, ketinggalan pernafasan (-)
Palpasi : stem fremitus kiri=kanan
Perkusi : sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel, hepar dan lien tidak teraba
Auskultasi : peristaltik (+), Asites (-)
Perkusi : timpani
Ekstremitas
Akral hangat, oedem pretibial +/+, deformitas (-)
B. Pemeriksaan laboratorium:
Darah Rutin
3
PORTOFOLIO
Faal Ginjal
Tanggal 13 Juli 2016
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Ureum 42 17-43 mg/dl
Creatinin 0,8 L : 0.9-1.3 mg/dl
P : 0.6-1.1
Faal Hati
Tanggal 13 Juli 2016
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
SGOT (AST) 87 L : < 31 mg/dl
P : < 35
SGPT (ALT) 50 L : < 35 mg/dl
P : < 45
Profil Arthritis
Tanggal 13 Juli 2016
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Uric Acid 4,2 L : 3,5-7,2 mg/dl
P : 2,6-6,0
3. Diagnosis
4. Penatalaksanaan
Konsul Sp.JP
• Non medikamentosa:
4
PORTOFOLIO
• Tirah baring
• Diet tinggi kalori, rendah garam
• Medikamentosa
• IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/menit (mikro)
• Inj Ceftriaxone 1 amp/12 jam
• Inj Ranitidin 1 amp/ 8 jam
• Furosemid 2x1
• ISDN 3x1
• HCT 1x1
• Spironolakton 1x1
5. FOLLOW UP
Tanggal 14 Juli 2016
S : Sesak
O : Kesadaran kompos mentis,
TD 110/80 mmHg, napas 30x/menit, nadi 130x/menit, Toraks: murmur (-),
Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak datar, distensi (-), BU (+)
5x/menit, nyeri tekan (-), Shifting dullness (-), Ekstremitas bawah: pitting
edema (+/+), akral hangat
A : CHF ec. CAD
P : IVFD RL 10 gtt/I (mikro)
Inj Ceftriaxone 1 amp/12 jam
Inj Ranitidin 1 amp/ 8 jam
Furosemid 1x40mg
ISDN 3x5mg
HCT 3x1
Spironolakton 1x25mg
S : Sesak
P : Furosemid 1x40mg
ISDN 3x5mg
5
PORTOFOLIO
HCT 3x1
Spironolakton 1x25mg
Cefadroxyl 2x50mg
S : Sesak
P : Furosemid 1x40mg
Spironolakton 1x25mg
Cefadroxyl 2x50mg
Pasien PBJ
Tinjauan Pustaka
6.1. Gagal Jantung Kongestif
6.1.1 Definisi
Gagal jantung didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan
curah jantung dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Berdasarkan Jurnal
ACCF/AHA 2013, Gagal jantung didefinisikan sebagai suatu bentuk sindroma klinis
kompleks yang dihasilkan dari kelainan struktural atau fungsional dari pengisian atau ejeksi
darah. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik, gangguan irama
jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan tubuh. Disebut gagal jantung kongestif bila terjadi gagal jantung kiri disertai gagal
jantung kanan.
6
PORTOFOLIO
6.1.2 Etiologi.
Tabel 6.1. Penyebab gagal jantung kiri
Gangguan kontraktilitas
Infark miokardium
Transient myocardial ischemia
Beban volume: regurgitasi katup (mitral atau aorta)
Kardiomiopati dilatasi
Peningkatan afterload (beban tekanan)
Hipertensi sistemik
Obstruksi aliran: stenosis aorta
Obstruksi pengisian ventrikel kiri
Stenosis mitral
Konstriksi pericardial atau tamponade
Gangguan relaksasi ventrikel
Hipertrofi ventrikel kiri
Kardiomiopati hipertrofi
Kardiomiopati restriktif
Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of
Heart Disease. 4thed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 234
7
PORTOFOLIO
Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of
Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 235
6.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung yang paling banyak ditemukan adalah klasifikasi menurut
New York Heart Association (NYHA). Klasifikasi NYHA berdasarkan symptom pasien yang
didapat dari anamnesis dan bukan berdasarkan pengukuran objektif.
Klasifikasi NYHA juga dapat memprediksi mortalitas. Menurut satu studi, tafsiran
mortalitas satu tahan pada pasien gagal jantung kelas II, III, dan IV NYHA berturut-turut
adalah 7%, 15%, dan 28%.
Tabel 6.3. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association
Kelas Simptom
I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik
II Pembatasan ringan pada aktivitas fisik, dispnea dan kelelahan
pada aktivitas fisik sedang, seperti menaiki tangga dengan
cepat
III Pembatasan pada aktivitas fisik, dispnea muncul pada aktivitas
fisik minimal
IV Pembatasan berat pada aktivitas fisik, symptom muncul bahkan
pada saat istirahat
8
PORTOFOLIO
Stadium B
Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan dengan perkembangan gagal
jantung, tidak terdapat tanda dan gejala.
Stadium C
Gagal jantung yang simpatomatis berhubungan dengan penyakit struktural jantung yang
mendasari.
Stadium D
Penyakit struktural jantung yang lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat bermakna saat
istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal.
9
PORTOFOLIO
6.1.4 Patofisiologi
Gagal jantung kongestif tidak hanya mengindikasikan ketidakmampuan jantung untuk
mempertahankan aliran oksigen yang adekuat, tetapi juga merupakan suatu respon sistemik
untuk mengkompensasi ketidakmampuan itu. Determinan dari curah jantung adalah
kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Volume sekuncup ditentukan oleh preload
(volume yang masuk ke ventrikel kiri), kontraktilitas, dan afterload (impedansi aliran dari
ventrikel kiri). Variabel ini penting dalam memahami patofisiologi dari gagal jantung.
10
PORTOFOLIO
mempertahankan perfusi normal. Jika volume sekuncup tidak bisa dipertahankan, maka
kecepatan denyut jantung harus meningkat untuk mempertahankan curah jantung.
Pada disfungsi sistolik, kontraktilitas miokard mengalami gangguan dan dibandingkan
dengan keadaan normal, stroke volume berkurang dan timbullah gejala penurunan dari
cardiac output (CO) yang menyebabkan volume akhir sistolik meningkat. Akibat dari
peningkatan volume akhir sistolik, darah dari vena pulmonalis kembali ke jantung yang
sedang payah, volume ruangan jantung pada diastole meningkat lebih besar dibandingkan
pada jantung normal. Ini mengakibatkan tekanan dan volume akhir diastolik lebih tinggi dari
normal.
Pada gagal jantung kiri juga terjadi kenaikan tekanan distolik diteruskan secara
retrograde ke atrium kiri kemudian ke vena dan kapiler paru. Kenaikan tekanan hidrostatik
kapiler paru melebihi 20 mmHg bisa menyebabkan ekstravasasi cairan ke intertisium paru,
dan menyebabkan keluhan kongesti paru. Bila ventrikel kanan gagal, kenaikan tekanan
diastolik diteruskan ke atrium kanan selanjutnya timbul bendungan pada vena sistemik dan
tanda gagal jantung kanan.
Akan tetapi, patofisiologi dari gagal jantung kongestif tidak hanya mencakup
abnormalitas struktural jantung, tetapi juga mencakup respon kardiovaskular terhadap perfusi
yang menurun dengan cara pengaktivasian dari sistem neurohumoral. Sistem renin-
angiotensin akan teraktivasi untuk meningkatkan preload dengan cara menstimulasi retensi
garam dan air, meningkatkan vasokonstriksi, dan memperbesar kontraksi jantung.
Pengurangan cardiac output menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi
neurohormonal, system rennin – angiotensin – Aldosteron (system RAA) serta kadar
vasopressin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung
sehingga aktivasi jantung dapat terjaga. Stimulasi system RAA menyebabkan peningkatan
vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang
pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang
pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan tretensi natrium dan air serta
meningkatkan sekresi kalium. Kenaikan volume intravaskuler lalu meningkatkan beban
cardiac output melalui mekanisme Frank Starling.
Selain itu, sekresi hormone antidiuretik oleh kelenjar hipofisis posterior meningkat
volume intravaskuler karena ia meningkatkan retensi cairan dan dapat meningkatkan cardiac
output. Meskipun mekanisme kompensasi neurohormonal pada awalnya bermanfaat,
peningkatan volume sirkulasi dan aliran balik vena ke jantung dapat memperburuk
11
PORTOFOLIO
bendungan pada vaskuler paru sehingga memperberat keluhan kongesti paru. Peninggian
tahanan arteriol meningkatkan beban akhir dimana jantung yang sudah payah harus
berkontraksi sehingga akhirnya stroke valume dan cardiac output menjadi lebih menurun.
6.1.6 Diagnosis
Menurut Kriteria Framingham, diagnosa gagal jantung kongestif adalah berdasarkan
kriteria mayor dan kriteria minor. Diagnosa gagal jantung kongestif memerlukan 2 kriteria
mayor atau 1 kriteria mayor dengan 2 kriteria minor.
12
PORTOFOLIO
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnea d’ effort
Hepatomegali
Efusi Pleura
Penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Takikardia ( > 120 kali/menit)
Mayor atau Minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Sumber: Braunwald, E., 2005. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper, D.L et al., eds.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA: McGraw-Hill, 1371
13
PORTOFOLIO
didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya edema paru
bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang
lebih banyak terkena adalah bagian kanan.
EKG merupakan pemeriksaan non invasif yang sangat berguna pada gagal jantung.
EKG dapat menunjukkan gambaran objektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita
yang perlu dilakukan EKG adalah semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernapas
yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta
penderita dengan resiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tidak
terkontrol atau aritmia). EKG dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi
diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui resiko emboli. Pada EKG 12
lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita gagal jantung, meskipun
gambaran normal dapat dijumpai pada 10 % kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara
lain gelombang Q, abnormalitas ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block, dan
fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto thoraks menunjukkan gambaran yang normal,
kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dyspnoe pada pasien sangat kecil
kemungkinannya.
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab
susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar, serta komplikasi. Pemeriksaan
serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga
mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah
pemberian ACE-inhibitor, dan diuretic dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi
proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium
dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan
penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada
gagal jantung kongestif, tes fungsi hati (bilirubin,AST,LDH) gambarannya abnormal karena
kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum, fungsi tiroid dianjurkan sesuai
kebutuhan.
Pemeriksaan penanda BNP (B tipe natriuretik peptide) sebagai penanda biologis gagal
jantung dengan kadar BNP plasma 100 pg/ml dan plasma NT pro-BNP adalah 300 pg/ml.
Pemeriksaan radionuklir atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection faction ,
laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding.
Troponin-I atau T harus diambil pada pasien yang diduga gagal jantung ketika klinis
menunjukkan sebuah sindrom koroner akut (ACS). Sebuah peningkatan troponin jantung
14
PORTOFOLIO
menunjukkan nekrosis miosit dan potensi revaskularisasi harus dipertimbangkan dan sesuai
diagnosis. Peningkatan troponin juga terjadi di miokarditis akut. Peningkatan troponin
jantung ringan sering terlihat pada gagal jantung parah atau selama episode gagal jantung
dekompensasi pada pasien tanpa bukti miokard skemia akibat ACS dan dalam situasi seperti
sepsis.
Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi
ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta
mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui
tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary
artery capillary wedge pressure.
6.1.8 Penatalaksanaan.
Penatalaksanaan non-farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah dengan
menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat
dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat
badan pada penderita dengan obesitas. Pembatasan asupan garam, konsumsi alcohol, serta
pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung
kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang
positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap
sensitivitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelangsungan hidup belum dapat
dibuktikan.
Farmakologis
ACE inhibitor
Indikasi :
LVEF ≤ 40 %, tidak berpengaruh pada gejala
Kontraindikasi :
Riwayat angioedema
Stenosis bilateral arteri ginjal
Konsentrasi kalium serum > 5 mmol/l
Serum kreatinin > 220 µmol
Stenosis aorta berat
15
PORTOFOLIO
Jenis obat : Captopril (starting dose 6,25 mg t.i.d dan target dose 50mg t.i.d), Enalapril
(starting dose 25 mg b.i.d dan target dose 10-20 mg b.i.d), Lisinopril (starting dose 2,5-5,0
mg o.d dan target dose 20-35 mg t.i.d)
β Blocker
Indikasi :
LVEF ≤ 40 %
Gejala ringan sampai berat (NYHA fungsional kelas II-IV), pasien dengan disfungsi
LV sistolik tanpa gejala setelah MI juga memiliku inidikasi untuk β blocker.
Untuk meningkatkan dosis optimal suatu ACE-I atau ARB (dan aldosteron antagonis
juga diindikasikan)
Pasien garus secara klinis stabil (misalnya tidak ada perubahan terbaru dalam dosis
diuretic).
Kontraindikasi :
Penyakit Asma
Second or third degree heart block, sindrom sinus sakit, sinus bradikardia.
Jenis obat : Bisoprolol (starting dose 1,25 mg o.d dan target dose 10 mg o.d), Carvedilol
(starting dose 3,125 mg b.i.d dan target dose 25-50 mg b.i.d)
Antagonis Aldosteron
Indikasi :
LVEF ≤ 35%
Gejala sedang sampai parah (fungsional NYHA kelas III-IV)
Dosis optimal β-Blocker dan ACE-I atau ARB
Kontraindikasi :
Serum kalium > 5.0 mmol/L
Serum keratin > 0,220 µmol/L
Bersamaan dengan suplemen kalium atau diuretik hemat kalium
Jenis obat : Eplerenone (starting dose 25 mg o.d dan target dose 50 mg o.d), Spironolactone
(starting dose 25 mg o.d dan target dose 25-50 mg o.d).
16
PORTOFOLIO
LVEF ≤ 40%
Sebagai alternative pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (fungsional NYHA
kelas II-IV) tidak toleran ACE-I
Atau pada pasien dengan gejala persisten (NYHA kelas fungsional II-IV) meskipun
perawatan dengan ACE-I dan β-Blocker.
ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan gejala hipotensi
dengan kejadian yang mirip dengan ACE-I. Mereka tidak menyebabkan batuk.
Kontraindikasi :
Seperti ACE-I, dengan pengecualian angiodema
Pasien yang diobati dengan ACE-I dan antagonis aldosteron
Sebuah ARB hanya boleh digunakan pada pasien dengan fungsi ginjal dan
konsentrasi kalium serum normal, serial pemantauan elektrolit serum dan fungsi
ginjal adalah wajib, terutama jika suatu ARB digunakan bersama dengan ACE-I.
Jenis obat : Candesartan (starting dose 4-8 mg o.d dan target dose 32 mg o.d), Valsartan
(starting dose 40 mg b.i.d dan target dose 160 mg b.i.d), Losartan (starting dose 50 mg o. d
dan target dose 150 mg o.d)
*t.i.d : ter in die (3 kali sehari), b.i.d : bis in die (2 kali sehari), o.d : omni die (1 kali sehari)
17
PORTOFOLIO
Digoxin
Digoxin biasanya tidak diperlukan pada pasien stabil dengan ritme sinus. Sebuah
perawatan harian dosis tunggal 0,25 mg umumnya digunakan pada orang dewasa dengan
fungsi ginjal normal. Pada orang tua dan pada mereka dengan kerusakan ginjal, mengurangi
dosis 0,125 atau 0,0625 mg harus dilakukan. Konsentrasi digoksin harus diperiksa awal
selama terapi pada orang-orang dengan fungsi ginjal normal. Tidak ada bukti bahwa
konsentrasi digoksin regular memberikan hasil yang lebih baik. Konsentrasi serum harus
berada di antara 0,6 dan 1,2 mg / ml, lebih rendah dari yang direkomendasikan sebelumnya.
Obat tertentu dapat meningkatan kadar digoksin.
Diuretik
Diuretik digunakan untuk mengeliminasi natrium dan air melalui ginjal dan
menurunkan volume intravascular dan venous return pada jantung. Dengan itu, preload dari
ventrikel kiri akan berkurang. Jenis-jenis diuretik yang sering digunakan bagi pasien gagal
jantung adalah yang bekerja di lengkung Henle ginjal contohnya furosemide. Diuretik jenis
Thiazide contohnya hydrochlorothiazide juga dapat digunakan namun kurang efektif.
Efek samping dari diuretik yang digunakan adalah penurunan dari cardiac output yang
berkepanjangan dan gangguan elektrolit tubuh (paling sering hipokalemia dan
hipomagnesemia).
Transplantasi jantung
Transplantasi jantung adalah pengobatan yang diterima untuk gagal jantung stadium
akhir. Meskipun percobaan terkontrol belum pernah dilakukan, ada consensus bahwa
transplantasi, asalkan kriteria seleksi yang tepat diterapkan, secara signifikan meningkatkan
kelangsungan hidup, kapasitas latihan, kembali bekerja, dan kualitas hidup dibandingkan
dengan pengobatan konvensional. Pasien dengan gejala gagal jantung berat, prognosis yang
buruk dan tanpa bentuk alternative pengobatan harus dipertimbangkan untuk transplantasi
18
PORTOFOLIO
jantung. Transplantasi jantung harus dipertimbangkan dalam pasien dengan gagal jantung
tahap akhir, gejala-gejala berat, co morbiditas yang serius, dan tidak ada pemilihan
pengobatan alternative.
6.1.9 Prognosis
Gagal jantung merupakan tahap akhir penyakit jantung yang dapat menyebabkan
meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit jantung. Prognosis individu
pasien dengan gagal jantung seringkali sulit diprediksi.
19
PORTOFOLIO
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif, Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI,
Jakarta. 2000.
2. Corwin, JE. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2009: 509-515.
3. Dumitru, I. Heart Failure. 2013. Available :
http://emedicine.medscape.com/article/163062-differential. [Last accessed 19 Juli
2016]
4. Figueroa, M.S., Peters, J.I. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology,
Therapy, and Implications for Respiratory Care, University of Texas Health Science
Center. 2006. Available :
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf. [Last Accessed 19 Juli
2016].
5. Gopal, M., Karnath, B. Clinical Diagnosis of Heart Failure, University Boulevard.
2009. Available : http://www.turner-
white.com/memberfile.php?PubCode=hp_dec09_heart.pdf [Last accessed 19 Juli
2016]
6. Shah, R.V., Fifer, M.A. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of Heart
Disease. 4th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2007;234-242.
7. Marantz, P.R. The Relationship between left ventricular systolic function and
congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. American Heart Association.
2013. Available : http://circ.ahajournals.org/content/77/3/607.full.pdf [Last accessed
19 Juli 2016]
8. Panggabean, M. Gagal Jantung. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PDUI, Jilid
2. 2007;342;1514.
20
PORTOFOLIO
21