Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

DISUSUN OLEH:
DAVIEN UTOYO (133307010099)
CENDY JULIANA (133307010060)

Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Bagian Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Prima Indonesia
Rumah Sakit Royal Prima
Medan
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya laporan kasus
ini dapat terselesaikan. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu persyaratan
yang harus dipenuhi untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian stase Ilmu Penyakit
Dalam. Dan laporan kasus ini berjudul “Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas”.
Penulis juga berterima kasih kepada dokter pembimbing, “dr. Sahat Halim, Sp.PD,
karena atas bimbingannya, laporan kasus ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Penyusunan laporan ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca untuk penyempurnaan laporan kasus ini.

Medan, 28 September 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 3
Latar Belakang .............................................................................................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................... 4
2.1 Definisi........................................................................................................................................... 4
2.2 Etiologi........................................................................................................................................... 4
2.3 Tanda dan Gejala ........................................................................................................................... 4
2.4 Diagnosis........................................................................................................................................ 4
2.5 Tatalaksana .................................................................................................................................... 4
BAB 3 LAPORAN KASUS ......................................................................................................................... 4
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 15

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Setiap perdarahan baik sedikit maupun banyak dapat dianggap sebagai salah satu masalah
serius dibidang medis yang perlu mendapat penanganan segera, termasuk perdarahan yang sering
ditemukan dibidang gastroenterologi, yaitu perdarahan saluran cerna. Perdarahan saluran cerna
terbagi atas dua, yaitu perdarahan saluran cerna atas (PSCA) dan perdarahan saluran cerna
bawah (PSCB).
Perdarahan saluran cerana atas merupakan masalah yang sering dihadapi. Hematemesis
(muntah darah) dan melena (BAB berdarah) termasuk manifestasi klinis perdarahan saluran
cerna bagian atas yang perlu mendapatkan penanganan yang tepat. Faktor utama yang berperan
dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan
klinis yang gawat dan kesalahan diagnostic dalam menentukan sumber perdarahan.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hematemesis (muntah darah) sering dikaitkan dengan perdarahan dari bagian proximal
jejunum, sedangkan melena (buang air besar hitam) sering dikaitkan dengan kehilangan
darah proksimal dari caecum. (Emmanuel, Inns. 2011. pg. 52)
Helicobacter pylori (H. pylori) berperan penting untuk peptic ulcer disease dan gastric
maglinancies seperti MALT-L (mucosa-associated lymphoid tissue lymphoma) dan gastric
adenocarcinoma. (Safavi, Sabourian, Foroumadi. 2016)
2.2 Etiologi
Menurut Lecture Notes berdasarkan penyebabnya adalah: (Emmanuel, Inns. 2011. pg. 52)
 Peptic Ulcer (duodenal >  Esophagitis
gastric)  Tumor (Gaster > esophagus)
 Erosi gaster/gastritis  Gaster antral vaskular ectasia
 Mallory-Weiss tear (GAVE)
 Gastroesophageal varices  Gangguan pembekuan
 Duodenitis
2.3 Tanda dan Gejala
Tandanya adalah muntah seperti kopi, hematemesis, melena, hematochezia, gejala anemia.
(Hawkey, Bosch. 2012)
Gejalanya adalah hipotensi, takikardia, pucat, status kesadaran berubah, melena atau
darah dari rectum, penurunan urine output (Hawkey, Bosch. 2012). Kemudian
pertimbangkan pasien yang hypovolemia yang sering mengeluhkan haus, lemas, kepala
terasa sangat ringan. Refleks mekanisme yang tidak terkompensasi hilangnya jumlah,
hipotensi, dan gangguan perfusi organ. Ini dapat menyebabkan oliguria, penurunan
kesadaran, zsidosis metabolik, dan dyspnea. (Wolfson. 2015)
Hematemesis sering ditandai dengan perdarahan yang aktif. Muntah seperti kopi juga
memiliki tanda klasik untuk perdarahan gastrointestinal. Muntah seperti kopi dikarenakan
oksidasi besi dari molekul heme pada sel darah merah setelah terpapar asam lambung,
sedangkan melena sering dirubah hemoglobin menjadi hematin atau hemokrom oleh

4
degradasi bakteri. Darah yang diperoleh adalah 100-200mL. Darah yang terabsorpsi di usus
halus dapat menyebabkan peningkatan urea dalam darah. (Hawkey, Bosch. 2012)
2.4 Diagnosis
Menurut Buku Ajar Penyakit Dalam (Adi, Pangestu. 2014)
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu dilakukan: (Adi, Pangestu. 2014)
2.4.1 Anamnesis
a. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar?
b. Riwayat perdarahan yang sebelumnya
c. Riwayat perdarahan dalam keluarga
d. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh yang lain
e. Penggunaan obat-obatan terutama anti inflamasi non-steroid dan
antikoagulan
f. Kebiasaan minum alkohol
g. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam, berdarah,
demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi obat-
obatan
h. Riwayat transfusi sebelumnya
2.4.2 Pemeriksaan Fisik
a. Stigmata penyakit hati kronik
b. Suhu badan dan perdarahan di tempat lain
c. Tanda-tanda kulit dan mukosa penyakit sistematik dengan disertainya
perdarahan saluran makanan
2.4.3 Pemeriksaan Lanjutan
a. EKG, paling utama pada usia >40 tahun
b. BUN, kreatinin serum; pemecahan darah oleh kuman usus akan
mengakibatkan kenaikan BUN, sedangkan kreatinin serum tetap normal
atau sedikit meningkat
c. Elektrolit (Na, K, Cl); perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdarahan,
transfusi, atau kumbah lambung.
2.4.4 Pada pasien Gawat Darurat yang harus diperhatikan adalah (Wolfson. 2015)

5
a. Pemeriksaan Fisik
 Perdarahan dan hilangnya darah.
 Hipotensi seharusnya tidak ada hingga 30-40% pada julah sirkulasi
darah
 Tekanan darah supine sistolik <100 mmHg atau tekanan orthostatik
meningkat >20 hingga 30 kali per menit, hilang darah akut ± 1L.
Takikardi ada setelah hilang darah akut
 Hilang darah akut sering terlihat pada vena leher rata, mottled
ekstremitas, status mental berubah, atau pucat
 Pada pemeriksaan rectal dan feses bagian terpenting adalah darah yang
darah. Tidak semua feses darah hitam adalah melena, harus diperiksa
apakah adanya darah. Nyeri abdomen dikaitkan dengan perforasi ulkus
peptik atau gastritis.
b. Pada Pemeriksaan Laboratorium
 Darah lengkap  Creatinin
 Elektrolit  Tes fungsi ginjal, dan koagulasi
 AGDA

Menurut Penilaian Rockall pada perdarahan saluran cerna bagian atas: (Feldman, Friedman.
2016)
Poin
Variabel
0 1 2 3
Umur (tahun) <60 60-79 ≥80 -
Denyut nadi
<100 ≥100 - -
(detak/menit)
Tekanan darah
Normal ≥100 <100 -
sistolik (mmHg)
Kormobiditas Penyakit jantung Gagal ginjal, hepatic
Tidak ada - iskemik, gagal jantung, failure, metastatic
dan penyakit yang lain cancer

6
Diagnosis Mallory-Weiss tear Semua
atau tidak ada lesi diagnosis Lesi ganas -
yang terlihat jinak
Endoskopi Darah dari perdarahan
stigmata pada Tidak ada stigmata cerna saluran atas,
perdarahan yang atau tanda coklat - gumpalan, dapat terlihat -
baru dalam dasar ulkus pembuluh, perdarahan
aktif

Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Tukak Peptik menurut Forest: (Adi, Pangestu. 2014)
Aktivitas perdarahan Kriteria Endoskopis
Forest Ia-perdarahan aktif Perdarahan arteri menyembur
Forest Ib- perdarahan aktif Perdarahan merembes
Forest II- perdarahan berhenti dan masih Gumpalan darah pada dasar tukak atau terlihat
terdapat sisa perdarahan pembuluh darah
Forest III- perdarahan tanpa sisa perdarahan Lesi tanpa tanda sisa perdarahan

2.5 Tatalaksana
A. Non-Endoskopi
1. Kumbah lambung
2. Obat vasoaktif
 Vasopressin + Nitrogliserin
Vasopressin 50 unit diencerkan dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0.5-1
mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam atau setelah
pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1-0.5 U/menit
Nitrogliserin IV dosis awal 40 mcg/menit kemudian titrasi dinaikkan sampai
maksimal 400 mcg/menit dengan tetap pertahankan tekanan sistolik >90
mmHg.
 Somatostatin dan analognya (octreotide)

7
Somatostatin diawali bolus 250 mcg/iv dilanjutkan per infus 250 mcg/jam
selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti
Ocreotide dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8-
24 jam atau sampai perdarahan berhenti.
3. Obat golongan anti sekresi asam
 Proton Pump Inhibitor (PPI)
Omeprazole 80 mg/IV kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama
72 jam
B. Endoskopi
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan
pembuluh darah yang tampak.
C. Terapi Radiologi
Terapi angiografi dapat dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan belum
bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan
pembedahan sangat beresiko.
D. Pembedahan
Pembedahan dilakukan bila terapi medik, endoskopi, dan radiologi dinilai gagal.
E. Pemilihan Terapi pada infeksi H. pylori (Safavi, Sabourian, Foroumadi. 2016.)
E.1 Agen Antimikrobakteri
Pada penelitian, pengobatan yang optimal pada infeksi H. pylori belum
ditemukan dan pengobatan klinis seperti pemberian terapi obat antibiotik secara
3 atau 4 macam. Pegobatan dapat resisten pada beberapa antimikrobakteri setiap
konsumsi antibiotik. Antibiotik yang sering dipakai adalah imidazole
(metrodinazole atau tinidazol), makrolida (klaritromisin atau azitromisin),
tetrasiklin, amoxicilin, rifabutin, dan furazolidon. Bismuth berguna untuk
aktifitas anti H.pylori pada terapi 4 macam obat dan mengatur, pada antibiotik
yang resisten. (Safavi, Sabourian, Foroumadi. 2016.)
E.2 Agen antisekresi PPI
Kombinasi pengobatan H.pylori pada antimikrobial dan agen antisekretori untuk
7 sampai 14 hari. PPI menghambat sel parietal H+/K+ adenosine triphosphatase
(ATP), enzim pada membran kanalikular pada parietal gastric cell yang

8
bertanggung jawab pada sekresi asam lambang. (Safavi, Sabourian, Foroumadi.
2016.)
PPI dengan anti sekresi menurunkan produksi asam dari lambung, diikuti
dengan kerusakan jaringan oleh infeksi. PPI juga dapat membuat asam menjadi
seimbang dan meningkat stabil pada pH asam lambung, dan juga mendekati
konsentrasi transport luminal antibiotik dari plasma ke cairan lambung dan
meningkat baik. (Safavi, Sabourian, Foroumadi. 2016.)
Jangka panjang terapi omeprazole H.pylori pada pasien positif ternasuk
perubahan inflamasi mukosa dan atropi glandular. Hypergastrinemia termasuk
pemberian PPI dan atropik corpus gastritis pada pasien infeksi H.pylori yang
dapat berkembang menjadi kanker gastric.
E.3 Terapi Regimen
E.3.1 Dua Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi termasuk PPI dengan claritromycin atau amoxicilin atau
metrodinazole. Resisten primer dan sekunder untuk amoxicilin pada H.
pylori umumnya rendah dan jarang berpengaruh, meskipun obat biasa
dalam terapi standart dan dapat digunakan untuk terapi kombinasi infeksi
H.pylori.
Amoxicilin efektif pada pH >5.5. Menurut data yang didapatkan
PPI dengan dosis standar tidak mampu metabolisme dengan cepat untuk
mencapai hambatan pH untuk aktivitas antibiotik pada mukosa lambung.
Beberapa peneliti secara langsung dan tidak langsung
menunjukkan PPI dosis tinggi, sering diatas standar. PPI dengan
konsentrasi dosis tinggi ditambahkan amoxicilin memiliki resistensi
dengan dormant H.pylori, bakteri dapat replikasi dan menjadi sensitif
untuk antibiotik.
E.3.2 Tiga Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi PPI, amoxicilin dan claritromisin digunakan sebagai
terapi first line. Claritromycin atau metrodinazole sudah resisten, dan
signifikan membuat pengobatan pada H. pylori gagal. Faktor lain seperti
metabolisme yang cepat pada PPI, dan mengurangi komplikasi, asam

9
lambung yang sangat tinggi dan bakteri dapat terlihat sebagai penyebab
utama kegagalan.
Levofloxacine dapat dijadikan alternatif dari claritromisin dan
terapi tiga kombinasi (levofloxacin, amoxicilin, esomeprazole) sebagai
terapi yang tidak terlalu memuaskan, hanya levofloxacin sebagai terapi
yang adekuat.
Dosis standar (amoxicilin 1 g, claritromycin 500 mg dan
rabeprazole 20 mg, digunakan dua kali dalam 1 hari untuk 10 hari). Hasil
dari tiga kombinasi yang mengandung claritromisin, amoxicilin dan
esomeprazole 40 mg atau omeprazole 20 mg dapat meningkatkan
metabolisme.
E.3.3 Empat Terapi Kombinasi
Terapi empat kombinasi termasuk bismuth subcitrate, PPI, metrodinazole
dan tetrasiklin yang dapat diterima lebih baik dari terapi tiga kombinasi.
10 hari menggunakan terapi yang mengandung bismuthate dicitrate,
esomeprazole, levofloxacin dan tetrasiklin menunjukkan angka
kesuksesan 95.8%. Regimen yang seharusnya dipilih pada resisten
klaritromisin yang tinggi. Pada 14 hari terapi dengan esomeprazole,
amoxicilin, levofloxacin dan bismuth mencapai lebih dari 90% tingkat
eradikasi setelah kegagalan yang berurutan. (Safavi, Sabourian,
Foroumadi. 2016.)
E.4 Terapi Regimen Eradikasi H. pylori (Makmun, Abdulah,dkk. 2014)
Terapi eradikasi H. pylori yang dilakukan oleh Syam AF, dkk pada tahun 2010
secara prospektif dengan terapi triple (rabeprazole, amoxicilin, dan claritromisin)
selama 7 hari lebih baik dari terapi selama 5 hari. (Makmun, Abdulah,dkk. 2014)
Daerah yang dengan resistensi klaritromisin tinggi, disarankan untuk
melakukan kultur dan tes resistensi (melalui sampel endoskopi) sebelum
memberikan terapi. Tes molekular dapat dilakukan untuk mendeteksi H. pylori
dan resistensi klaritromisin dan/atau fluorokuinolon secara langsung melalui
biopsi lambung. (Makmun, Abdulah,dkk. 2014)

10
Setelah pemberian terapi eradikasi, maka pemeriksaan dapat dikonfirmasi
harus dilakukan dengan menggunakan UBT atau H.pylori stool antigen
monoclonal test. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam waktu paling tidak 4 minggu
setelah akhir dari terapi yang diberikan. Untuk HpSA, kemungkinan ada hasil
false positive. (Makmun, Abdulah,dkk. 2014)

11
Tabel 1. Regimen Eradikasi H. Pylori
Obat Dosis Durasi
Lini Pertama:
PPI* 2x1
Amoxicilin 1000 mg (2x1) 7-14 hari
Klaritromisin 500 mg (2x1)
Didaerah yang diketahui resistensi klaritromisin >20%
PPI* 2x1
Bismuth subsalisilat 2x2 tablet
7-14 hari
Metrodinazole 500 mg (3x1)
Tetrasiklin 250 mg (4x1)
Jika bismuth tidak ada:
PPI* 2x1
Amoxicilin 1000 mg (2x1)
7-14 hari
Klaritromisin 500 mg (2x1)
Metrodinazole 500 mg (3x1)
Lini Kedua: Golongan obat ini dipakai bila gagal dengan regimen yang mengandung klaritromisin
PPI* 2x1
Bismuth subsalisilat 2x2 tablet
7-14 hari
Metrodinazole 500 mg (3x1)
Tetrasiklin 250 mg (4x1)
PPI* 2x1
Amoxicilin 1000 mg (2x1) 7-14 hari
Levofloksasin 500 mg (2x1)
Lini ketiga: Jika gagal dengan regimen lini kedua. Bila memungkinkan, pilihan ditentukan berdasarkan
uji resistensi dan/ atau perubahan klinis
PPI* 2x1
Amoxicilin 1000 mg (2x1)
7-14 hari
Levofloksasin 500 mg (2x1)
Rifabutin

12
*PPI yang digunakan antara lain rabeprazole 20 mg, lansoprazole 30 mg, omeprazole
20 mg, pantoprazole 40 mg, esomeprazole 40 mg. (Makmun, Abdulah,dkk. 2014)
Catatan: Terapi sekuensial (dapat diberikan sebagai lini pertama apabila tidak ada data
resistensi klaritromisin): PPI + amoxicilin selama 5 hari diikuti PPI + klaritromisin dan
nitroimidszole (tinidazole) selama 5 hari. Dikutip dari (Makmun, Abdulah,dkk. 2014)

Algoritma 1 Tatalaksana Eradikasi Infeksi H. Pylori (Makmun, Abdulah,dkk.


2014)

13
14
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Sumihar
Tanggal lahir : 7 Agustus 1972 (45 tahun)
No. RM : 053516
Jenis kelamin : Laki-laki
ANAMNESA (autoanamnesa)
Keluhan utama : Buang air besar (BAB) berwarna hitam
Telaah : BAB berwarna hitam dialami sejak ±2 minggu yang lalu,
frekuensi BAB 1-3 kali sehari dengan konsistensi padat dan
kadang-kadang agak lembek. Selain itu, pasien juga mengeluhkan
adanya mual dan muntah yang dialami sejak 2 minggu yang lalu.
Muntah berisi makanan yang dimakan setelah 2-3 suapan, muntah
berdarah tidak ada. Pasien juga mengalami batuk sesekali dan
nyeri perut bagian kanan dan ulu hati.
Riwayat penyakit terdahulu : Pernah dirawat inap pada tanggal 7 Agustus 2017 akibat jatuh
tanpa fraktur oleh Dokter Spesialis Saraf dan didiagnosa dengan
Spondilosis Lumbalis. Setiap pasien merasakan nyeri, diberikan
obat anti nyeri dan pasien merasakan panas di lambung. Kemudian
diberikan obat asam lambung oleh Dokter Spesialis Penyakit
Dalam untuk mengatasi keluhan tersebut.
Riwayat pemakaian obat : Omeprazole, Ranitidin, Counter Pain, OBH Combi, Ambroxol,
Camidryl
Riwayat penyakit keluarga :-
Habitualis : -. Selera makan berkurang sejak sakit
-. Tidur tidak teratur
Riwayat alergi obat : Novalgin
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/70 T : 37oC
FN : 93 BB : 60 kg
RR : 20 TB : 162 cm

15
STATUS GENERALIS
1. Kepala : Normocephali
2. Mata : Pupil : Isokor Sklera : Ikterik (-/-)
Konjungtiva : Hiperemis Refleks cahaya : +/+
3. Telinga : Deformitas (-/-), sekret (-/-), serumen (-/-)
4. Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-)
5. Mulut : Bibir kering, sianosis (-)
6. Leher : TVJ (normal), pembesaran KGB (-)
7. Thorax
 Depan
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Stem fremitus (kanan=kiri)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
 Belakang
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Stem fremitus (kanan=kiri)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
8. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela Iga V Mid Clavicula Sinistra
Perkusi : Batas atas  ICR II Linea Parasternalis Dextra
Batas Kanan  ICR IV Linea Parasternal Dextra
Batas Kiri  ICR IV Linea Mid Clavicularis Sinistra
Auskultasi : BJ I/BJ II regular
9. Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Nyeri tekan hipokondria dextra, lumbar dextra, illiaka dextra
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Normoperistaltik

16
10. Genitalia : Tidak ditemukan kelainan
11. Ekstremitas
Superior : Normal, edema (-)
Inferior : Normal, edema (-)
RESUME MEDIS
Anamnesis :
 BAB berwarna hitam ±2 minggu
 Mual dan muntah
 Batuk sesekali
 Nyeri perut kanan dan ulu hati
Pemeriksaan fisik :
 Nyeri tekan hipokondria dextra, epigastrium, lumbar dextra, illiaka dextra
Pemeriksaan penunjang
 Darah lengkap
 Diabetic
 USG Upper Lower-Abdomen
 Gastroscopy
 Biopsi (Pemeriksaan Histopatologi)

Diagnosis Banding : 1. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

2. Peptic Ulcer Disease

3. Mallory-Weiss tear

Diagnosis Kerja : Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSCBA)

Terapi :

 Bed rest  Inj. Asam Transeksamat 500 mg/8 jam


 Diet MII  Omeprazole 2x20 mg
 IVFD RL 20 gtt/i  Sucralfat 3xCI
 Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam  Domperidone 3x10mg

17
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM / RADIOLOGI
 Darah lengkap
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Hemoglobin 10.2 mg/dl 13.5-15.5
Leukosit 11200 /mm3 5.000-11.000
Laju endap darah 45 Mm/jam 0-20
Trombosit 638000 /mm3 150000-450000
Hematocrit 32.4 % 30.5-45.0
Eritrosit 3.59 10^6/mm3 4.50-6.50
MCV 90.3 Fl 75.0-95.0
MCH 28.5 Pg 27.0-31.0
MCHC 31.6 g/dl 33.0-37.0
RDW 14.5 % 11.50-14.50
PDW 37.6 Fl 12.0-55.0
MPV 8.6 Fl 6.50-9.50
PCT 0.55 % 0.100-0.500
Eosinofil 2.4 % 1-3
Basofil 0.4 % 0-1
Monosit 10.8 % 2-8
Neutrofil 60.9 % 50-70
Limfosit 22.8 % 20-40
LUC 2.7 % 0-4

 Diabetic
Glukosa ad random : 126 mg/dL (Normal : <200 mg/dL)

 USG Upper Lower-Abdomen


Hepar : Ukuran tidak membesar, tekstur parenkim meningkat hiperekhoik
homogen, tidak tampak focal mass. Duktus biliaris
intra/ekstrahepatal tidak melebar.
Kandung empedu : Besar normal, dinding tidak menebal, tidak tampak echostone.
Pankreas dan limpa : Tidak tampak kelainan.

18
Ginjal kanan dan kiri : Ukuran normal, parenkim homogen. Batas tekstur parenkim
dengan central echocomplex jelas. Sistem pelvokalises tidak
melebar. Tidak tampak echostone.
Vesica urinaria : Terisi penuh, dinding tidak menebal, tidak tampak echostone.
Prostat : Ukuran normal, ekhoparenkim homogen, tidak tampak massa.

Kesimpulan : Fatty Liver

 Gastroscopy
Hasil :
Scope masuk ke esofagus lancar, EGJ 38cm, mukosa normal, varices (-), pada corpus
terdapat massa protruded, mudah berdarah dan dilakukan biopsi dua kali, pyloric ring
normal, first part duodeni normal, second part duodeni tampak massa protruded, tidak
dilakukan biopsi, scope ditarik keluar.

 Biopsi (Hasil Pemeriksaan Histopatologi)


No. Slide : 0.17.09.722
Klinis : Jaringan biopsi dari lesi di lambung daerah corpus dan antrum. D.D.:
Suspect ca lambung.
Makroskopis : Diterima beberapa jaringan biopsi dari lambung ukuran sebesar pecahan
beras, warna putih keabuan. (Jaringan habis diprosessing).
Mikroskopis : Sediaan terdiri dari jaringan mukosa lambung tipe antral yang
berfragmentasi dan dilapisi oleh sel kolumner. Kelenjar dengan bentuk
tubuler. Pelapis epitel kelenjar terdiri dari sel kuboid yang sebagian inti
relatif membesar, kromatin pada basofilik dengan anak inti yang
menonjol. Stroma terdiri dari jaringan ikat dan pembuluh darah yang
proliferasi dengan sebukan berat sel radang mononukleus, serta
perdarahan interstitial.
Kesimpulan : Gastritis kronik dengan sel-sel atipik (dysplasia)

19
FOLLOW UP
Senin, S : BAB berwarna hitam, nyeri ulu hati
11 September 2017 O : -. TD : 110/70 mmHg
-. HR : 88 x/i
-. RR : 24 x/i
A : PSCBA
P : -. Bed rest
-. Diet MII
-. IVFD RL 20 gtt/i
-. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
-. Inj. Asam Transeksamat 500 mg/8 jam
-. Omeprazole 2x20 mg
-. Sucralfat 3xCI
-. Domperidone 3x10mg
Selasa, S : BAB masih berwarna hitam, mual mutah, nyeri ulu hati menetap
12 September2017 O : -. TD : 130/90 mmHg
-. HR : 80 x/i
-. RR : 24 x/i
A : PSCBA
P : -. Bed rest
-. Diet MII
-. IVFD RL 20 gtt/i
-. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
-. Inj. Asam Transeksamat 500 mg/8 jam
-. Omeprazole 2x20 mg
-. Sucralfat 3xCI
-. Domperidone 3x10mg
Rabu, S : BAB masih berwarna hitam, mual, nyeri ulu hati ↓
13 September 2017 O : -. TD : 130/90 mmHg
-. HR : 80 x/i
-. RR : 24 x/i
A : PSCBA
P : -. Bed rest
-. Diet MII
-. IVFD RL 20 gtt/i
-. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
-. Inj. Asam Transeksamat 500 mg/8 jam
-. Omeprazole 2x20 mg
-. Sucralfat 3xCI

20
Kamis, S : BAB masih berwarna hitam, mual, nyeri ulu hati (+), keringat dingin
14 September 2017 O : -. TD : 115/80 mmHg
-. HR : 60 x/i
-. RR : 24 x/i
A : PSCBA
P : -. Bed rest
-. Diet MII
-. IVFD RL 20 gtt/i
-. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
-. Inj. Asam Transeksamat 500 mg/8 jam
-. Omeprazole 2x20 mg
-. Sucralfat 3xCI

Jumat, S : BAB masih berwarna hitam, mual, nyeri ulu hati (+)
15 September 2017 O : -. TD : 110/70 mmHg
-. HR : 82 x/i
-. RR : 20 x/i
A : PSCBA
P : -. Bed rest
-. Diet MII
-. IVFD RL 20 gtt/i
-. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
-. Inj. Asam Transeksamat 500 mg/8 jam
-. Omeprazole 2x20 mg
-. Sucralfat 3xCI

Sabtu, S : BAB masih berwarna hitam berkurang, nyeri ulu hati berkurang
16 September 2017 O : -. TD : 115/70 mmHg
-. HR : 70 x/i
-. RR : 18 x/i
A : PSCBA
P : -. Bed rest
-. Diet MII
-. IVFD RL 20 gtt/i
-. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
-. Inj. Asam Transeksamat 500 mg/8 jam
-. Omeprazole 2x20 mg
-. Sucralfat 3xCI

21
Minggu, S : BAB normal, nyeri ulu hati berkurang
17 September 2017 O : -. TD : 110/70 mmHg
-. HR : 90 x/i
-. RR : 18 x/i
A : PSCBA
P : -. Bed rest
-. Diet MII
-. IVFD RL 20 gtt/i
-. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
-. Omeprazole 2x20 mg
-. Sucralfat 3xCI

Senin, S : nyeri ulu hati berkurang


18 September 2017 O : -. TD : 125/70 mmHg
-. HR : 88 x/i
-. RR : 20 x/i
A : PSCBA
P : Obat PBJ
-. Lansoprazole 2x1
-. Domperidone 3x1
-. Sucralfat 3xCI
-. B-complex 3x1

22
DAFTAR PUSTAKA
Emmanuel, Inns. 2011. Lecture Note Gastroenterology and Hepatology. UK: Wiley-
Blackwell
Hawkey, Bosch. 2012. Textbook of Clinical Gastroenterology and Hepatology, Second
Edition. UK: Wiley-Blackwell
Adi, Pangestu. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke 6. Jakarta: Interna
Publishing
Feldman, Friedman. 2016. Sleisenger Fordtran Gastrointestinal and Liver Disease
Pathophysiology/Diagnosis/Management, 10th edition. Philadelphia: Elsevier
Wolfson. 2015.Clinical Practice of Emergency Medicine 6th edition. USA: Wolters
Kluwer
Safavi, Sabourian, Foroumadi. 2016. Treatment of Helicobacter pylori infection: Current
and future insights.
Makmun, Abdulah,dkk. 2014. Konsensus Nasional: Penatalaksaan Dispepsia dan Infeksi
Helicobacter pylori. PGI: Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai