Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab
perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid,
kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor
ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus peptik lambung
dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi
kantung buatan (perforatio tecta).5
Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk pertama kali, meskipun
baru pada tahun 1892, Ludwig Hensner, seorang Jerman, pertama kali melakukan tindaka
bedah pada ulkus peptik lambung. Pada tahun 1894, Henry Percy Dean melakukan tindakan
bedah pada ulkus perforasi usus kecil duodenum. Gastrektomi parsial, meskipun sudah
dilaksanakan untuk ulkus gaster perforasi dari awal 1892, tidak menjadi terapi populer
sampai tahun 1940. Hal ini karena dirasakan adanya rekurensi yang tinggi dari gejala-gejala
setelah perbaikan sederhana. Efek fisiologis vagotomi trunkal pada sekresi asam telah
diketahui sejak awal abad 19, dan pendekatan ini diperkenalkan sebagai terapi ulkus
duodenum pada tahun 1940.5
Perkembangan selanjutnya terapi ulkus peptik adalah diperkenalkannya vagotomi
selektif tinggi pada akhir 1960. Namun, tidak ada satupun pencapaian ini yang terbukti
berhasil, dan beberapa komplikasi postoperatif, termasuk angka rekurensi ulkus yang tinggi,
telah membatasi penggunaan teknik-teknik ini. Akhir-akhir ini, pada pasien dengan perforasi
gaster, penutupan sederhana lebih umum dikerjakan daripada reseksi gaster.5
Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen, sehingga
menyebabkan terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi gaster atau
perforasi duodenum.5
Selain itu, 10 15 % pasien yang didiagnosa divertikulitis akut akan berkembang
menjadi perforasi. Pasien biasanya akan datang ke tempat perawatan dengan gejala peritonitis
umum. Kadar mortalitas secara relatifnya tinggi yaitu hampir 20 40 %. Kebanyakkan
disebabkan oleh komplikasi seperti syok septik kegagalan multi organ.6

Kecederaan berkaitan usus yang disebabkan endoskopi (endoscopy-associated bowel


injuries) jarang menyebabkan terjadinya perforasi. Contohnya, perforasi yang berkaitan
dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) terjadi pada 1 % pasien.6

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1

2.2

IDENTITAS
Nama

: Tn. P

Umur

: 60 tahun

Alamat

: Balikpapan Timur

Pekerjaan

: Pedagang

Tanggal Masuk RS

: 2 Agustus 2016, Pukul 23.00 WITA

ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Pasien mengeluh nyeri ulu hati hebat sejak 6 jam Sebelum masuk rumah sakit
(SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh nyeri ulu hati hebat sejak 6 jam SMRS. Keluhan dirasa
tambah memberat. Nyeri kemudian menjalar dari ulu hati ke seluruh perut. Nyeri
bertambah hebat bila pasien bergerak, duduk, maupun berjalan. Keluhan dirasakan
setelah pasien meminum kopi. Keluhan demam disangkal oleh pasien. BAB pasien
normal, flatus (+), BAK dalami ti batas normal.
Pasien sudah dibawa ke klinik sekitar 4 jam SMRS, dari klinik diberikan
pronalges dan ranitidin namun belum ada perubahan. Sebelumnya pasien sering
mengeluh nyeri ulu hati seperti ini dan menghilang dengan meminum obat-obatan
maagh dari warung. Pasien juga memiliki alkebiasaan meminum kopi 3-5 gelas sehari
dan sering mengonsumsi jamu-jamu pegal linu.
Riwayat Penyakit Dahulu:
-

Riwayat Hipertensi disangkal pasien

Riwayat DIabetes Melitus disangkal pasien

Riwayat dyspepsia +

Riwayat operasi abdomen, riwayat batu ginjal, riwayat penyakit usus buntu
disangkal pasien
-

Riwayat TB disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


3

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan dan makanan tertentu.
2.3

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum

: Lemah

Kesadaran

: Compos mentis

GCS

: E4M5V6

Tekanan Darah

: 140/70 mmHg

Nadi

: 66x/menit

Pernapasan

: 23x/menit

Suhu

: 36oC

SpO2

: 99%

BB

: 60 Kg

Kepala - Leher :

Kepala : normocephali, bentuk simetris

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Refleks Cahaya (+/+)

isokor UK 3mm/3mm

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tyroid (-)

THT

: tidak ada kelainan.

Thorax :

Inspeksi

: gerakan dinding dada simetris, retraksi (-), tampak massa (-),

fossa supraklavikular kiri dan kanan tidak menonjol.

Palpasi

: pergerakan dinding dada simetris, nyeri tekan (-), massa (-)

pada regio aksila, iktus cordis (-)

Perkusi

: Paru-paru
: jantung
Batas atas

: sonor pada seluruh lapang paru


: pekak
: ICS 2 sinistra

Batas bawah: ICS 4 sinistra


4

Batas kanan : linea parasternalis dextra


Batas kiri

Auskultasi

: paru-paru
Jantung

: linea midclavikularis sinistra


: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/: S1-S2 tunggal, reguler, mur-mur (-), gallop (-)

Genitalia eksterna

Inspeksi : tak tampak adanya kelainan.

Anal-perianal

Inspeksi : fistula (-), hemmoroid (-), tanda-tanda abses (-).

Ekstremitas atas/bawah

Edema (-) pada lengan atas

Status Lokalis
Abdomen

Inspeksi

: distensi (-), perut tampak cembung, massa (-), venektasi (-),

sikatrik (-), striae (-)

Auskultasi : BU (+) menurun, suara tambahan (-), metallic sound (-)

Palpasi

: supel, nyeri tekan (+) pada seluruh kuadran abdomen, defans

muskuler (+) pada seluruh kuadran abdomen, hepar/lien sulit dinilai.

2.4

Perkusi

: timpani (+) seluruh lapang abdomen.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 2 Agustus 2016

Nama Pemeriksaan
Leukosit
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Trombosit

Hasil
6.510
74.4
17.3
5.41
2.00
0.857
5.44 x 106
15.0
43.3
79.6
27.6
34.7
11.7%
227.000

Nilai Normal
4.000-10.000
52.0-75.0
20.0-40.0
2.00-8.00
1.00-3.00
0.00-0.100
4.00-6.00 x 106
12.0-16.0
37.0-48.0
80.0-97.0
26.5-33.5
31.5-35.0
10.0-15.0
150.000-400.000
5

GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
Golongan darah

107
24
17
25.1
0.7
O+

70-115
<=35
<=45
16.0-43.0
0.6-1.4

Radiologi
Rontgent Thorax

Ekspertise:
-

Corakan Bronkovaskular normal, tidak tampak proses spesifik aktif

COR: bentuk dan ukuran normal

Sinus dan hemidia normal

Tulang-tulang intak

Kesan: Tidak tampak kelainan radiologik pada foto thorax di atas

BNO 3 Posisi

Ekspertise:
-

Bayangan udara bebas pada kedua subdiafragma yang cukup banyak

Bayangan cavum peritoneum cenderung groundglass

Tulang-tulang intak

Kesan: Pneumoperitoneum (susp ec perforasi gaster)

2.5

DIAGNOSIS
Peritonitis generalisata ec susp perforasi gaster

2.6

DIAGNOSIS BANDING
Apendisitis Perforasi
Pankreatitis akut

2.7

TERAPI

2.8

IVFD RL 20 tpm
pasang NGT
Pasang kateter urin (monitor urin output)
Inj Fosmicin 1 gram/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/24 jam
Inj Antrain 1 ampul/8 jam
Rencana pro op laparotomi besok pagi pukul 07.00 WITA

PROGNOSIS
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad Functionam: dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam: dubia ad malam

2.8

FOLLOW-UP
3 Agustus 2016
S: pasien post op Laparotomi + dilakukan Graham Procedure
P: Instruksi post op
IVFD Klinimix 20 tpm
posisi Fowler
Inj Antrain 1 gram/8 jam
Fosmicin 1 gram/ 12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/24 jam
puasa
hitung balans cairan
besok cek DL, GDS
4 Agustus 2016
S: Os mengeluh batuk, nyeri luka operasi
O: TD: 100/60, nadi: 80x/m, suhu: 36oC, RR: 20x/m
Terpasang selang NGT no 18 dan 12 dan terpasang 2 drain di abdomen
Luka op baik, pus (-), tanda infeksi (-)
PF thorax dan abdomen dalam batas normal
8

A: Post op laparotomi hari 1


P:

IVFD Klinimix 20 tpm


posisi Fowler
Inj Antrain 1 gram/ 8jam
Inj Fosmicin 1 gram/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/24 jam
Entrasol 100cc/8 jam via NGT kecil
Codein 3 x 1
Laboratorium tanggal 4 Agustus 2016

Nama Pemeriksaan
Leukosit
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Trombosit
GDS

Hasil
11.100
85.4
8.68
5.26
0.54
0.572
5.06 x 106
14.4
39.9
78.9
28.4
36.0
11.7%
199.000
102

Nilai Normal
4.000-10.000
52.0-75.0
20.0-40.0
2.00-8.00
1.00-3.00
0.00-0.100
4.00-6.00 x 106
12.0-16.0
37.0-48.0
80.0-97.0
26.5-33.5
31.5-35.0
10.0-15.0
150.000-400.000
70-115

5 Agustus 2016
S: nyeri setelah makanan masuk
O: TD: 130/80, nadi: 85x/m, RR: 20x/m, S: 36.7oC
Terpasang selang NGT no 18 dan 12 dan terpasang 2 drain di abdomen
Luka op baik, pus (-), tanda infeksi (-)
PF thorax dan abdomen dalam batas normal
A: Post op Laparotomi hari II

IVFD Klinimix 15 tpm


Inj Antrain 1 gram/ 8jam
Inj Fosmicin 1 gram/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/24 jam
Entrasol 150cc/8 jam via NGT kecil
9

Codein 3 x 1

6 Agustus 2016
S: nyeri pada luka op, batuk berdahak
O: KU: sedang, kes: CM, TD 140/80 Nadi: 85x/m RR: 20x/m suhu: 36.5oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, pus (-), tanda infeksi (-)
A: Post op Laparotomi hari III
P:

IVFD Klinimix 15 tpm


Inj Antrain 1 gram/ 8jam
Inj Fosmicin 1 gram/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/24 jam
Entrasol 150cc/8 jam via NGT
Bubur halus 2 x 100 cc via NGT
Cetirizine 1 x 10 mg
Ambroxol syr 3x2 cth

7 Agustus 2016
S: nyeri pada luka op, batuk berdahak
O: KU: sedang, kes: CM, TD 140/80 Nadi: 80x/m RR: 20x/m suhu: 37.3oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, pus (-), tanda infeksi (-)
A: Post op Laparotomi hari IV
P:

IVFD Klinimix 15 tpm


Inj Antrain 1 gram/ 8jam
Inj Fosmicin 1 gram/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/24 jam
Entrasol 150cc/8 jam via NGT
Bubur halus 2 x 100 cc via NGT
Cetirizine 1 x 10 mg
Ambroxol syr 3x2 cth
nebulizer ventolin : pulmicort / 8 jam

8 Agustus 2016
10

S: nyeri pada luka op, batuk berdahak


O: KU: sedang, kes: CM, TD 130/80 Nadi: 80x/m RR: 22x/m suhu: 36.6oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, pus (-), tanda infeksi (-)
A: Post op Laparotomi hari V
P:

IVFD Klinimix 15 tpm


Inj Antrain 1 gram/ 8jam
Inj Fosmicin 1 gram/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/24 jam
Entrasol 150cc/8 jam via NGT
Bubur halus 2 x 100 cc via NGT
Cetirizine 1 x 10 mg
Ambroxol syr 3x2 cth
nebulizer ventolin : pulmicort / 8 jam
AFF drain
AFF kateter
Cek albumin
Hasil Laboratorium 8 Agustus 2016

Nama Pemeriksaan
ALbumin

Hasil
3.5 g/L

Nilai Normal
3.0-5.5

9 Agustus 2016
S: nyeri pada luka op, batuk berdahak, selang NGT besar (18) lepas
O: KU: sedang, kes: CM, TD 130/90 Nadi: 82x/m RR: 18x/m suhu: 37.4oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, pus (-), tanda infeksi (-)
A: Post op Laparotomi hari VI
P:

IVFD Klinimix 15 tpm


Inj Antrain 1 gram/ 8jam
Inj Fosmicin 1 gram/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/24 jam
Entrasol 200cc/8 jam via NGT
11

Bubur halus 2 x 100 cc via NGT


Cetirizine 1 x 10 mg
Ambroxol syr 3x2 cth
nebulizer ventolin : pulmicort / 8 jam
AFF NGT no 18
pasien dibolehkan minum sedikit-sedikit

10 Agustus 2016
S: nyeri pada luka op, batuk berdahak
O: KU: sedang, kes: CM, TD 130/80 Nadi: 80x/m RR: 20x/m suhu: 36.8oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op kemerahan, verban basah (+) warna hijau (+) bau (+)
A: Post op Laparotomi hari VI
P:

IVFD Klinimix 15 tpm


Inj Antrain 1 gram/ 8jam
Inj Fosmicin 1 gram/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/24 jam
Entrasol 200cc/8 jam via NGT
Bubur halus 2 x 100 cc via NGT
Cetirizine 1 x 10 mg
Ambroxol syr 3x2 cth
Drip Vit C 2 amp + neurobion 1 amp dalam D5% 100 cc/24 jam
nebulizer ventolin : pulmicort / 8 jam

11 Agustus 2016
S: nyeri pada luka op, batuk berdahak, luka op terdapat pus
O: KU: sedang, kes: CM, TD 130/80 Nadi: 80x/m RR: 20x/m suhu: 36.8oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op kemerahan, verban basah (+) warna hijau (+) bau (+) pus (+)
A: Post op Laparotomi hari VII + dehisensi luka post op
P:

pasien dipuasakan
cek Lab DL, SGOT. SGPT, ureum, creatinin
Pro eksplorasi dehisensi luka op
Hasil Lab 11 Agustus 2016
12

Nama Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Leukosit

13.300

4.000-10.000

Neutrofil

77.3

52.0-75.0

Limfosit

13.3

20.0-40.0

Monosit

5.02

2.00-8.00

Eosinofil

3.29

1.00-3.00

Basofil

1.15

0.00-0.100

Eritrosit

5.22 x 106

4.00-6.00 x 106

Hemoglobin

14.7

12.0-16.0

Hematokrit

42.1

37.0-48.0

MCV

80.6

80.0-97.0

MCH

28.1

26.5-33.5

MCHC

34.9

31.5-35.0

RDW

11.8%

10.0-15.0

Trombosit

439.000

150.000-400.000

Bleeding Time

2 menit

1-3 menit

Clothing Time

6 menit

1-6 menit

GDS

91

75-115

Ureum

58.4

10-50

Creatinin

1.3

0.5-1.2

SGOT

27

1-29

SGPT

35

1-35

12-13 Agustus 2016


S: tidak ada keluhan
O: : KU: sedang, kes: CM, TD 140/90 Nadi: 75x/m RR: 24x/m suhu: 36.7oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, terpasang 3 buah drain post op (drain besar 1, drain kecil 2)
A: Post op Laparotomi hari VIII + post eksplorasi dehisensi luka hr I
P:

IVFD Klinimix 20 tpm


13

IVFD D5% 5 tpm


Inj Antrain 1 gram/ 8jam
Inj Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/12 jam
Entrasol 200cc/8 jam via NGT
Bubur halus 2 x 100 cc via NGT
Vip Albumin 3 x 1
Ambroxol syr 3x2 cth
cetirizin tab 1 x 10 mg
Drip Vit C 2 amp + neurobion 1 amp dalam D5% 100 cc/24 jam

14 Agustus 2016
S: tidak ada keluhan, BAB (+), BAK normal
O: : KU: sedang, kes: CM, TD 140/80 Nadi: 78x/m RR: 22x/m suhu: 36.5oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, terpasang 3 buah drain post op (drain besar 1, drain kecil 2)
Luka op terpasang gurita
A: Post op Laparotomi hari X + post eksplorasi dehisensi luka hr III
P:

IVFD Klinimix 10 tpm


IVFD D5% 5 tpm
Inj Antrain 1 gram/ 8jam kp
Inj Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/12 jam
Entrasol 200cc/8 jam via NGT
Bubur halus 2 x 100 cc via NGT
Vip Albumin 3 x 1
Ambroxol syr 3x2 cth
cetirizin tab 1 x 10 mg
Drip Vit C 2 amp + neurobion 1 amp dalam D5% 100 cc/24 jam
AFF drain besar, drain kecil dipertahankan

15-17 Agustus 2016


S: tidak ada keluhan
O: : KU: sedang, kes: CM, TD 120/70 Nadi: 82x/m RR: 20x/m suhu: 36.5oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, terpasang 2 buah drain kecil post op
14

A: Post op Laparotomi hari XIII + post eksplorasi dehisensi luka hr VI


P:

IVFD Klinimix 10 tpm


IVFD D5% 5 tpm
Inj Antrain 1 gram/ 8jam kp
Inj Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/12 jam
Entrasol 200cc/8 jam via NGT
Bubur halus 2 x 100 cc via NGT
Vip Albumin 3 x 1
Ambroxol syr 3x2 cth
cetirizin tab 1 x 10 mg
Drip Vit C 2 amp + neurobion 1 amp dalam D5% 100 cc/24 jam

18-22 Agustus 2016


S: tidak ada keluhan
O: : KU: sedang, kes: CM, TD 130/80 Nadi: 80x/m RR: 22x/m suhu: 36.8oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, terpasang 2 buah drain kecil post op
A: Post op Laparotomi hari XIV + post eksplorasi dehisensi luka hr VII
P:

IVFD Combiplex 10 tpm


Inj Pantoprazol 40mg/12 jam
Cefixime 2 x 200 mg
Clindamicin 3 x 300 mg
Bcom-C 2 x 1
Vip Albumin 3 x 1
Entrasol 3 x 200 cc
Bubur halus 2 x 200 cc
mobilisasi duduk dan berjalan
Hasil Laboratorium 18 Agustus 2016

Nama Pemeriksaan
ALbumin

Hasil
3.2 g/L

Nilai Normal
3.0-5.5

23 Agustus 2016
S: tidak ada keluhan
15

O: : KU: sedang, kes: CM, TD 130/80 Nadi: 80x/m RR: 22x/m suhu: 36.8oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, terpasang 2 buah drain kecil post op
A: Post op Laparotomi hari XIX + post eksplorasi dehisensi luka hr XII
P:

Cefixime 2 x 200 mg
Clindamicin 3 x 300 mg
Omeprazol 1 x 1 tab
Bcom-C 1 x 1 tab
Vip Albumin 3 x 1
AFF drain
pasien boleh pulang

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 PERITONITIS
Peritonitis adalah peradangan peritoneum ( membran serosa yang melapisi rongga
abdomen dan menutupi visera abdomen ) merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi
dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen.7
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan timbulnya
peritonitis generalisata, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus,
menyebabkan terjadinya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria, dan mungkin shock.7
Perforasi akut mungkin merupakan gejala pertama daripada ulkus peptik dan kasus
mortilitas pada orang tua dapat mencapai sehingga 20 peratus. Tanda dan gejala klasik seperti
nyeri epigastrium yang berat, rigiditas seperti papan (board-like rigidity) serta adanya udara
bebas di bawah diafragma pada foto toraks, selalu mengarah kepada 80 persen diagnosis
pada pasien. Namun, tidak semua kasus perforasi kelihatan jelas gejalanya (straightforward).7
16

Perforasi ke dalam bursa omental dapat memberikan gejala mirip dengan pancreatitis
(di mana pada kasus ini, kadar serum amilase dapat mengalami sedikit peningkatan karena
absorpsi cairan pancreas dari kavum peritoneum). Perforasi terutamanya sukar untuk
didiagnosa pada pasien yang menerima pengobatan steroid dosis tinggi, karena tanda dan
gejala biasanya samar (tidak pada gambaran radiologi).
Kadar mortilitas pada pasien dengan kasus perforasi mempunyai kaitan dengan
keterlambatan pengobatan. Diagnosis banding paling sering pada kasusu peritonitis dengan
udara di bawah diafragma adalah perforasi divertikulum pada kolon.7

3.2 ANATOMI LAMBUNG


Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara esofagus
dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum dengan hati,
pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan mengalami perforasi ke
rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam organ di dekatnya, bergantung pada
letak tukak.2

Gambar 1.
Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal
yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang ditelan

17

serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan dinding korpus, apalagi antrum,
tebal, dan kuat lapisan ototnya.2
Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang
sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura
mayor dan minor serta dalam dinding lambung. Di belakang dan tepi madial duodenum, juga
ditemukan arteri besar (a.gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi
dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.2
Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali
dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional dengan lambung dan
duodenum. Saluran limf dari lambung juga cukup rumit. Semuanya akan berakhir di kelenjar
paraaorta dan preaorta di pangkal mesenterium embrional. Antara lambung dan pangkal
embrional itu terdapat kelenjar limfe yang letaknya tersebar di mana-mana akibat putaran
embrional.2

Gambar 2.
Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri.
Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis. Serabut parasimpatis berasal
18

dari n.vagus dan mengurus sel parietal di fundus dan korpus lambung. Nervus vagus anterior
(sinister) memberikan cabang ke kandung empedu, hati dan antrum sebagai saraf Laterjet
anterior, sedangkan n.vagus posterior (dekstra) memberikan cabang ke ganglion seliakus
untuk visera lain di perut kan ke antrum sebagai saraf Laterjet posterior.2
3.3 FISIOLOGI LAMBUNG
Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan oleh
fundus dan korpus, dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja dalam
pencernaan awal berkat kerja kimiawi asam lambung dan pepsin.3
Motilitas
Fungsi lambung yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan dan
pencampuran makanan serta pengosongan lambung. Kemampuan lambung menampung
makanan mencapai 1500 ml karena mampu menyesuaikan ukurannya dengan kenaikan
tekanan intraluminal tanpa peregangan dinding (relaksasi reseptif). Fungsi ini diatur oleh
n.vagus dan hilang setelah vagotomi. Ini antara lain yang mendasari turunnya kapasitas
penampungan pada penderita tumor lambung lanjut sehingga cepat kenyang.
Peristalsis terjadi bila lambung mengambang akibat adanya makanan dan minuman.
Kontraksi yang kuat pada antrum (dindingnya paling tebal) akan mencampur makanan
dengan enzim lambung, kemudian mengosongkannya ke duodenum secara bertahap. Daging
tidak berlemak, nasi, dan sayuran meninggalkan lambung dalam tiga jam, sedangkan
makanan yang tinggi lemak dapat bertahan di lambung 6-12 jam.3
Cairan lambung
Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari mengandung
lendir, pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal cairan
ini selalu ada dalam jumlah sedikit. Produksi asam merupakan hal yang kompleks, namun
secara sederhana dibagi atas tiga fase perangsangan. Ketiga fase, yaitu fase sefalik, fase
gastrik, dan fase intestinal ini saling mempengaruhi dan berhubungan.3

19

Fase sefalik
Rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan berpikir tentang
makanan akan meningkatkan produksi asam melalui aktivitas n.vagus.3
Fase gastrik
Distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia, seperti kalsium, asam amino, dan
peptida dalam makanan akan merangsang produksi gastrin, refleks vagus, dan reflek
kolinergik intramural. Semua itu akan merangsang sel parietal untuk memproduksi asam
lambung.3
Fase intestinal
Hormon enterooksintin merangsang produksi asam lambung setelah makanan sampai di usus
halus. Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh, cairan lambung bertindak sebagai
penghambat sekresinya sendiri berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang tinggi di
daerah antrum akan menghambat produksi gastrin oleh sel G sehingga sekresi fase gastrik
akan berkurang. Pada pH di bawah 2.5 produksi gastrin mulai dihambat.3

3.4 PERFORASI GASTER


Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetaerasi yang komplek dari
dinding lambung, susu halus, usu besar akibat bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut.
Pada orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari morbiditas dan
mortalitas akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian menurun secara
paralel dengan penurunan umum dari prevalensi ulkus peptik. Ulkus duodenum 2-3 kali lebih
sering dari perforasi ulkus gaster. Sekitar satu pertiga perforasi gaster berkaitan dengan
karsinoma gaster.1

3.4.1 ETIOLOGI
Perforasi non-trauma, misalnya:

akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia

spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.

20

Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : terutama pada pasien usia
lanjut.

Adanya faktor predisposisi: termasuk ulkus peptik

Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma

Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus, gaster,
atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.

Perforasi trauma (tajam atau tumpul) misalnya:

Trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi.

Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)

Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada
dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera
gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk pengaman.

Ruptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam peritoneum.
pasien akan menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai peritonitis. Dari radiologis, sejumlah
besar udara bebas akan tampak di peritoneum dan ligamentum falsiparum tampak dikelilingi
udara.4
3.4.2 PATOFISIOLOGI
Tidak ada asam lambung, tidak ada ulkus peptikum "adalah konsep yang salah.
sekresi asam lambung yang berlebihan hanya salah satu faktor dalam patogenesis penyakit
ulkus peptikum. pertahanan mukosa menurun terhadap asam lambung adalah penyebab lain.
Integritas saluran pencernaan bagian atas tergantung pada keseimbangan antara faktor
"bertolak belakang" seperti asam lambung, H. pylori, NSAIDs dan pepsin, dan "pelindung"
faktor-faktor seperti prostaglandin, lendir, bikarbonat, dan aliran darah ke mukosa
mempengaruhi pencernaan mukosa 14

21

Gambar 3.1 faktor agresif dan defensif mukosa lambung 14


Cedera mukosa lambung dan duodenum terjadi ketika efek merusak dari asam
lambung membanjiri sifat defensif mukosa. Penghambatan sintesis prostaglandin endogen
menyebabkan penurunan lendir epitel, sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa, proliferasi
epitel, dan ketahanan mukosa cedera. resistensi mukosa rendah meningkatkan insiden cedera
oleh faktor endogen seperti asam, pepsin, dan garam empedu serta faktor eksogen seperti
NSAID, etanol dan agen berbahaya lainnya.14

Gambar 3.2 Mekanisme ulkus pada mukosa14


Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain
karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma
abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri
setelah perforasi gaster.4
Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap
kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga
peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan
partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis
bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal
sampai peritonitis bakterial kemudian.4
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut.
Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk
22

flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di area
memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid
dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel,
hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke
area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general,
kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.4
3.4.3 TANDA DAN GEJALA
Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami
perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak,
terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung,
empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan,
menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan
nyeri seluruh perut.4
Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia.
Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah
diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan
mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.4
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati
bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus menurun sampai
menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu
badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik
karena syok toksik. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum.4
Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas,
menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan
seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator.4
3.4.3.1 Tipe Ulkus Gaster
Ulkus Gaster Tipe I terletak di sepanjang kurvatura minor di atau sekitar incisura tersebut.
Ulkus tipe II melibatkan kelengkungan yang lebih rendah serta duodenum. Jenis ulkus III
adalah prepilorik, sedangkan ulkus tipe IV yang terletak proksimal pada kelengkungan yang
23

lebih rendah. Ulkus tipe V bisa berada di mana saja di perut tetapi terkait dengan penggunaan
NSAID. 20

Gambar 3.3 Tiper Ulkus Gaster20

3.4.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah foto
polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh, CT-scan
murni dan CT-scan dengan kontras.
Jika temuan foto Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk
menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah
udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang disebutkan
sebelumnya.
3.4.4.1 Radiologi
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi yang keluar
dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan duodenum, empedu, makanan,
dan bakteri. Udara bebas atau pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem
gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus
besar.4

24

Gambar 3.4.4

Gambaran
udara bebas pada foto toraks.

Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak mengandung udara,
jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20
menit setelah perforasi.4
Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting, karena keadaan
ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong
ahli bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu
dioperasi.4
Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena
perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan
abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman, dengan menggunakan teknik radiologi, dapat
mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto
abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.4
Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya,
kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien harus mengambil
posisi adekuat 10 menit sebelum pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas
dapat mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan kehadiran udara
bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi
decubitus lateral kiri.4
25

Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh
kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya 56%
kasus. Sekitar 50% pasien menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya
adalah subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau
linear.4
Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan usus.
Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah di
bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara bebas di
atas kumpulan cairan di bagian tengah abdomen.4
3.4.4.1.1Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada
kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini
khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik
kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.
3.4.4.1.2CT Scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara
setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen
murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi
gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat
membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area hipodens
dengan densitas negatif.
Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat
CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di
depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu
mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan
cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak
selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya.
Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada
scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan

26

keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa
nasogastrik 10 menit sebelum scanning.
Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral minimal
250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan
udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat
menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan
bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
3.4.5 PENATALAKSANAAN
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya
sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan
pemberian antibiotik mutlak diberikan.4
Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif
mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan
anaerob.
Tujuan dari terapi bedah adalah:
Koreksi masalah anatomi yang mendasari
Koreksi penyebab peritonitis
Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi
leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung).
Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir
selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi dan pencucian
pada rongga peritoneum (evacuasimedis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien
yang nontoxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan
intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah
eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini
dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis
purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi
dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.

27

Terapi utama perforasi gastrointestinal adalah tindakan bedah. Terapi gawat darurat dalam
kasus perforasi gastrointestinal adalah:

Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada pasien dengan
gejala klinis dehidrasi atau septikemia.8

Jangan berikan apapun secara oral.8

Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala septicemia. Berikan
antibiotik spectrum luas. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk eradikasi infeksi
dan mengurangkan komplikasi post operasi.8

3.4.5.1 Antibiotik
Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post operasi dan dapat
memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum dan septikemia.8 Contoh
antibiotik yang diberikan adalah seperti:
Metronidazol
Dosis dewasa yang diberikan adalah 7,5 mg per kilogram. (7,5 KG/BB). Biasa diberikan
sebelum operasi. merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan (pregnancy category B
drug).8
Gentamisin
Sejenis antiobiotik aminoglikosida. Regimen dosis yang diberikan adalah berbeda
yaitu tergantung kepada klirens kreatinin dan perubahan distribusi volume. Dapat diberikan
secara intravena atau intra muskular. Pada dewasa, dosis yang diberikan sebelum operasi
adalah 2 mg/kg secara intravena. Merupakan obat kategori C dalam kehamilan (pregnancy
category C drug).8
Cefoprazone

28

Sefalosporin generasi ketiga yang menginhibisi sintesis dinding sel bakteri dengan
berikatan pada satu atau lebih penicillin-binding-protein. Dosis dewasa adalah 2 4 d per
hari. Juga merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan (pregnancy category B
drug).8
3.4.5.2 Terapi Bedah
Tujuan utama terapi bedah pada kasus perforasi gaster adalah seperti berikut:

Koreksi masalah dasar secara anatomis.9

Koreksi penyebab peritonitis.9

Mengeluarkan sebarang materi asing pada ronga peritoneum yang dapat menginhibisi
fungsi sel darah putih dan menggalakkan pertumbuhan bakteri. Contohnya feses,
sekresi gaster dan darah.9

3.4.5.2.1 Penutupan sederhana (Simple Suture)


Penutupan sederhana perforasi yang dapat dilakukan dalam berbagai cara: penutupan
sederhana perforasi dengan terputus jahitan tanpa omentoplasty atau omentum patch,
penutupan sederhana perforasi dengan pedicled sebuah omentum dijahit di atas jaringan yang
telah ditutup.15
3.4.5.2.2 Omentoplasty
Cellan-Jones menerbitkan sebuah artikel pada tahun 1929 yang berjudul 'a rapid
method of treatment in perforated duodenal ulcers ', cara dari Cellan-Jones ini merupakan
pengobatan pilihan pada waktu itu. Pada Simple Suture setelah eksisi mukosa yang rapuh
akibat ulkus lalu dilakukan penjahitan pada dinding yang perforasi kemudian ditempatkan
graft omentum di atasnya. Ternyata dengan cara yang demikian, terdapat masalah yaitu
mempersempit ruang doudenum. Untuk menghindari hal ini, ia menyarankan omentoplasty
tanpa penutupan primer dari defek pada mukosa. tekniknya terdiri dari menempatkan 4-6
jahitan, memilih untai omentum panjang melewati jahitan halus melalui itu, ujung untai
kemudian berlabuh di wilayah perforasi dan akhirnya diikat dengan jaringan. 16
Pada tahun 1937 Graham menerbitkan bukunya hasil penutupan perforasi dengan
graft omentum bebas. Dia menempatkan tiga jahitan dengan sepotong omentum bebas
29

diletakkan di atas jahitan tersebut, yang kemudian diikat. Tidak ada upaya dilakukan untuk
benar-benar menutup perforasi. Graft omentum menyediakan stimulus untuk pembentukan
fibrin. Pendekatannya telah menjadi gold standar pada terapi perforasi. Sangat sering ahli
bedah menyebutkan mereka lebih banyak menggunakan Graham Patch. 17
Schein dalam bukunya menjelaskan bahwa belum jelas bagaimana indikasi
penggunaan teknik bedah perforasi gaster maupun doudenum: 'Jangan menjahit perforasi
tetapi pasang dengan layak omentum dan patch ulkus berlubang jika Anda bisa, jika Anda
tidak bisa, maka Anda harus mereseksi organ tersebut'. 18

Gambar 3.5 Macam-macam Teknik penutupan Perforasi 15


Satapathy dkk pada penelitiannya tahun 2012 memperkenalkan Modified Graham
Omentopexy (GMO). Cara ini pada dasarnya sama seperti Graham prosedur, namun terdapat
beberapa modifikasi. Setelah menempatkan omentum pada defek melalui jahitan seperti
Graham Prosedur, tanpa memotong jahitan, segmen yang kaya pembuluh darah dari omentum
kemudian dibawa di atas perforasi yang telah tertutup dan diikat knot pada jahitan yang sama
yang digunakan untuk mengikat omentum. Hal ini terlihat menjadi 2 lapis omentum seperti
lapisan sandwich. Modifikasi ini dipercaya dapat mencegah omentoplasty dari kebocoran,
mencegah parsial obstruksi dari doudenum, mencegah strangulasi pembuluh omental patch
dari jahitan yang terlalu kuat pada prosedur Graham biasa. 19

30

Gambar Modified Graham Omentoplasty19

3.4.5.2.3 Vagotomy
Prosedur ini bertujuan untuk menurunkan produksi gastrin yang dihasilkan pada
lambung. Prosedur ini dilakukan dengan memotong nervus vagus yang mempersarafi
lambung dan doudenum. Prosedur ini dilakukan pada pasien dengan ulkus yang refrater
dengan pemberian medikamentosa dan beberapa kasus perforasi dan perdarahan.21

Gambar 3.6 distribusi nervus vagus anterior dan posterior21


3.4.5.2.4 Truncal Vagotomy
Truncal Vagotomy (TV) biasanya dilakukan bersamaan dengan beberapa bentuk
prosedur drainase. Dalam bedah elektif, digunakan bersamaan dengan antrectomy untuk
manajemen definitif gejala refrakter ulkus duodenum, pilorus saluran ulkus (lambung ulkus
tipe III), atau ulkus lambung dikombinasikan dengan duodenum ulkus (Dragstedt). Dalam era
saat ini terapi antisecretory sangat efektif seperti omeprazole, dan antibiotik anti-

31

Helicobacter, indikasi utama untuk TV dan antrectomy adalah dalam pengaturan obstruksi
pilorus dengan riwayat gejala ulkus lama atau komplikasi seperti perdarahan dan perforasi . 21

Gambar 3.7 Truncal Vagotomy21


3.4.5.2.5 High Selective Vagotomy
Indikasi umum untuk vagotomy sangat selektif (HSV) termasuk manajemen elektif gejala
penyakit ulkus duodenum, perawatan darurat untuk ulkus duodenum berlubang, dan
perawatan darurat ulkus lambung perforasi. HSV juga telah dianjurkan untuk pengelolaan
perdarahan ulkus lambung atau duodenum, tapi ini belum banyak dilakukan.21

Gambar 3.8 High Selective Vagotomy21


3.4.5.2.6 Reseksi Lambung

32

Indikasi umum untuk reseksi lambung termasuk penyakit ulkus peptikum dan tumor perut.
Reseksi lambung membutuhkan pemahaman berikut: (1) fisiologi persarafan vagal dan
pengosongan lambung; (2) permukaan dan anatomi pembuluh darah dari perut; (3) prinsipprinsip rekonstruksi setelah reseksi, khususnya Billroth I (B-I) gastroduodenostomy, yang
Billroth II (B-II) gastrojejunostomy, dan konfigurasi Roux-en-Y; (4) prinsip-prinsip teknik
stapel bedah serta teknik penjahitan yang dijahit tangan; dan (5) yang spesifik awal dan akhir
komplikasi pasca operasi yang timbul dari reseksi lambung yang berbeda dan berbagai
bentuk rekonstruksi.21

Gambar 3.9 Bilroth I, Bilroth II, dan Roux-en -Y21

Tabel 3.1 Pemilihan Prosedur Operasi untuk ulkus perforasi18


Preoperatif

33

Koreksi ketidakseimbangan cairan atau elektrolit. Ganti kehilangan cairan


ekstraseluler dengan administrasi cairan Hartmann (Hartmann solution) atau sebarang
cairan yang mempunyai komposisi elektrolit sama seperti plasma.9

Administrasi antiobiotik sistemik seperti ampisilin, gentamisin dan metronidazol.9

Pasang kateter urin untuk menghitung output cairan.9

Administrasi analgesik seperti morfin, dengan dosis kecil, dianjurkan secara infus
kontinu (continuous infusion).9

Intraoperatif
Manajemen operasi tergantung kepada kausa daripada perforasi. Semua materi
nekrosis dan cairan yang terkontaminasi harus dibuang dan diteruskan dengan lavase dengan
antibiotic (tetrasiklin 1 mg/mL). Usus yang mengalami distensi dikompres dengan
nasogastric tube.10
Post operatif

Menggantikan cairan secara intravena

Tujuannya adalah untuk menjaga volume intravascular dan hidrasi pasien. Dimonitor
dengan peritungan menggunakan CVP dan output urin.11

Drainase nasogastric

Lakukan drainase nasogastric secara kontinu sehinggalah drainase minimal.11

Antibiotik

Tujuan pemberian antibiotik pada post operasi adalah untuk mencapai kadar antibiotik
pada tempat infeksi yang melebihi konsentrasi inhibisi minimum pertumbuhan patogen. Pada
infeksi intra abdomen, fungsi gastrointestinal sering terhambat. Oleh kerana itu, pemberian
antibiotic secara oral tidak efektif dan dianjurkan pemberian secara intravena.11

Analgesik

Analgesik seperti intravena morfin diberikan secara kontinu atau pada dosis kecil dengan
interval yang sering.11
34

3.4.6 PROGNOSIS
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan
maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian
antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.12
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. 12 Faktor-faktor
berikut akan meningkatkan resiko kematian:
Usia lanjut >60
Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
Malnutrisi
Timbulnya komplikasi
Pembedahan > 24 jam onset 18
3.4.7 KOMPLIKASI
Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi)
dapat terjadi segera atau lambat.13 Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan
luka operasi:

Malnutrisi

Sepsis

Uremia

Diabetes mellitus

Terapi kortikosteroid

Obesitas

35

Batuk yang berat

Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)

Abses abdominal terlokalisasi

Kegagalan multiorgan dan syok septik

Syok septik
Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi sistemik,
seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia),
leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.13
Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut:

Hilangnya tonus vasomotor

Peningkatan permeabilitas kapiler

Depresi myokardial

Pemakaian leukosit dan trombosit

Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin, dan prostaglandin,


menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler

Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler

36

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Tn. P 60 tahun dengan diagnosis peritonitis ec perforasi gaster

Anamnesis

Kasus
Pasien mengeluh nyeri ulu hati

Tinjauan Pustaka
- Perforasi akut mungkin merupakan

hebat 6 jam SMRS.

gejala pertama daripada ulkus peptik

Nyeri menjalar ke seluruh perut.

dan kasus mortilitas pada orang tua

Nyeri bertambah bila pasien

dapat mencapai sehingga 20 peratus.

bergerak, duduk, maupun

Tanda dan gejala klasik seperti nyeri

berjalan.

epigastrium yang berat,7

Nyeri dirasakan setelah pasien

- Nyeri subjektif dirasakan waktu

mengkonsumsi kopi, pasien

penderita bergerak, seperti berjalan,

memiliki riwayat sering konsumsi

bernapas, menggerakkan badan, batuk,

obat-obat pegal linu

dan mengejan4
-Etiologi: Ingesti aspirin, anti inflamasi
non steroid, dan steroid : terutama pada
pasien usia lanjut.4
- Perforasi gaster akan menyebabkan
peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi akan tampak
kesakitan hebat, seperti ditikam di
perut. Nyeri ini timbul mendadak,
terutama dirasakan di daerah
epigastrium karena rangsang

Pemeriksaan
Fisik

Tekanan Darah
Nadi

: 140/70
: 66x/menit

peritoneum oleh asam lambung4


- Tanda dan gejala klasik seperti nyeri
epigastrium yang berat, rigiditas seperti
37

Pernapasan
Suhu
SpO2
BB

: 23x/menit
: 36oC
: 99%
: 60 Kg

papan (board-like rigidity) serta adanya


udara bebas di bawah diafragma pada
foto toraks, selalu mengarah kepada 80
persen diagnosis pada pasien.7

Abdomen:
Auskultasi: BU (+) menurun
Palpasi : supel, nyeri tekan (+)
pada seluruh kuadran abdomen,
defans muskuler (+) pada seluruh
kuadran abdomen, hepar/lien sulit
dinilai.

- Rangsangan peritoneum menimbulkan


nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak
hati bisa hilang karena adanya udara
bebas di bawah diafragma. Peristaltis
usus menurun sampai
menghilang akibat kelumpuhan
sementara usus4

Pemeriksaa

Ro/ Thorax: normal

- Udara bebas atau pneumoperitoneum

n Penunjang

BNO 3 posisi:

terbentuk jika udara keluar dari sistem

Bayangan udara bebas


pada kedua subdiafragma yang
cukup banyak
Bayangan cavum
peritoneum cenderung
groundglass
Tulang-tulang intak
Kesan: Pneumoperitoneum (susp
ec perforasi gaster)

gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah


perforasi lambung, bagian oral
duodenum, dan usus besar.4
- Banyak peneliti menunjukkan
kehadiran udara bebas dapat terlihat
pada 75-80% kasus. Udara bebas
tampak pada posisi berdiri atau posisi
decubitus lateral kiri.4

Terapi

Laboratorium:

- Pada awal perforasi, belum ada

Leukosit 6.510
Neutrofil 74.4
Hemoglobin 15.0
Limfosit 17.3
Trombosit 227.000
GDS 107
SGOT 24
SGPT 17

infeksi bakteria, fase ini disebut fase

IVFD RL 20 tpm
pasang NGT
Pasang kateter urin (monitor urin
output)
Inj Fosmicin 1 gram/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/24 jam

peritonitis kimia.4

- Terapi utama perforasi gastrointestinal


adalah tindakan bedah. Terapi gawat
darurat dalam kasus perforasi
gastrointestinal adalah:
38

Inj Antrain 1 ampul/8 jam


Pasang akses intravena (infuse).
Rencana pro op laparotomi besok
Berikan terapi cairan kristaloid pada
pagi pukul 07.00 WITA
pasien dengan gejala klinis dehidrasi
atau septikemia.8
Laparotomi: Graham Procedure Jangan berikan apapun secara oral.8
Berikan antibiotik secara intravena
pada pasien dengan gejala septicemia.
Berikan antibiotik spectrum luas.
Tujuan pemberian antibiotik adalah
untuk eradikasi infeksi dan
mengurangkan komplikasi post
operasi.8
- Pada tahun 1937 Graham menerbitkan
bukunya hasil penutupan perforasi
dengan graft omentum bebas. Dia
menempatkan tiga jahitan dengan
sepotong omentum bebas diletakkan di
atas jahitan tersebut, yang kemudian
diikat. Tidak ada upaya dilakukan untuk
benar-benar menutup perforasi. Graft
omentum menyediakan stimulus untuk
pembentukan fibrin. Pendekatannya
telah menjadi gold standar pada terapi
perforasi. Sangat sering ahli bedah
menyebutkan mereka lebih banyak
menggunakan Graham Patch15

18

39

XII. DAFTAR PUSTAKA


1. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Perforasi. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke 2. 2003.
Jakarta. 245.
2. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum, Anatomi. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi ke 2. 2003. Jakarta. 643 644.
3. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum, Fisiologi. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi ke 2. 2003. Jakarta. 644 645.
4. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi ke 2. 2003. Jakarta. 642 - 705.
5. Intestinal perforation. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/195537overview#a0103 pada 10 Oktober 2016.
6. Epidemiology. Intestinal Perforation. Diunduh
http://emedicine.medscape.com/article/195537-overview#a0199 pada 10 Oktober
2016.
7.

Oxford Textbook Of Surgery, 2nd Edition. The Acute Abdomen.

8. Medical Therapy. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537treatment#a1127 pada 10 Oktober 2016.


9. Preoperative Details. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537treatment#a1132 pada 10 Oktober 2016.
10. Intra Operative Details. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537treatment#a1133 pada 10 Oktober 2016.

40

11. Post Operative Details. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537treatment#a1134 pada 10 Oktober 2016.


12. Outcome and Prognosis. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537treatment#a25 pada 10 Oktober 2016.
13. Complications. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537treatment#a17 pada 10 Oktober 2016.
14. John Hopkins Hospital Division Gastroenterology and Hepatology. Peptic Ulcer
Disease.

Available

Access

at

https://gi.jhsps.org/GDL_Disease.aspx?

CurrentUDV=31&GDL_Cat_ID=024CC2E1-2AEB-4D50-9E02C79825C9F9BF&GDL_Disease_ID=80ad1118-6659-4b04-b560-71b95e3b7fa9.
Diunduh tanggal 17 Oktober 2016
15. Bertleffm, M. Lange, JF. 2010. Perforated Peptic Ulcer Disease: A Review of History
and

Treatment.

Journal

of

Digestive

Surgery

2010;

27:161169.

DOI:10.1159/000264653
16. Cellan-Jones CJ: A rapid method of treatment in perforated duodenal ulcer. BMJ
1929; 10761077.
17. Graham RR: The treatment of perforated duodenal ulcers. Surg Gynecol Obstet 1937:
235238.
18. Schein M: Perforated peptic ulcer; in (ed.): Scheins Common Sense Emergency
Abdominal Surgery. Part III. Berlin, Springer,2005, pp 143150.
19. Satapathy MC, Dash D, Panda C. Modified Grahams omentopexy in acute
perforation of first part of duodenum; A tertiary level experience in South India. Saudi
Surg J 2013;1:33-6.
20. Grant, CN. Roberts, KE, Jackson P. 2015. Antrectomy. Medscape available access at
http://reference.medscape.com/article/1891351-overview. Diakses tanggal 18 Oktober
2010.
21. Zinner, MJ. Ashley, SW. 2013. Chapter 26: Stomach and Doudenum: Operative
Procedures. Maingot's Abdominal Operation Twelfth Edition. McGraw Hill
Companies Inc.

41

Anda mungkin juga menyukai