PENDAHULUAN
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab
perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid,
kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor
ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus peptik lambung
dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi
kantung buatan (perforatio tecta).5
Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk pertama kali, meskipun
baru pada tahun 1892, Ludwig Hensner, seorang Jerman, pertama kali melakukan tindaka
bedah pada ulkus peptik lambung. Pada tahun 1894, Henry Percy Dean melakukan tindakan
bedah pada ulkus perforasi usus kecil duodenum. Gastrektomi parsial, meskipun sudah
dilaksanakan untuk ulkus gaster perforasi dari awal 1892, tidak menjadi terapi populer
sampai tahun 1940. Hal ini karena dirasakan adanya rekurensi yang tinggi dari gejala-gejala
setelah perbaikan sederhana. Efek fisiologis vagotomi trunkal pada sekresi asam telah
diketahui sejak awal abad 19, dan pendekatan ini diperkenalkan sebagai terapi ulkus
duodenum pada tahun 1940.5
Perkembangan selanjutnya terapi ulkus peptik adalah diperkenalkannya vagotomi
selektif tinggi pada akhir 1960. Namun, tidak ada satupun pencapaian ini yang terbukti
berhasil, dan beberapa komplikasi postoperatif, termasuk angka rekurensi ulkus yang tinggi,
telah membatasi penggunaan teknik-teknik ini. Akhir-akhir ini, pada pasien dengan perforasi
gaster, penutupan sederhana lebih umum dikerjakan daripada reseksi gaster.5
Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen, sehingga
menyebabkan terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi gaster atau
perforasi duodenum.5
Selain itu, 10 15 % pasien yang didiagnosa divertikulitis akut akan berkembang
menjadi perforasi. Pasien biasanya akan datang ke tempat perawatan dengan gejala peritonitis
umum. Kadar mortalitas secara relatifnya tinggi yaitu hampir 20 40 %. Kebanyakkan
disebabkan oleh komplikasi seperti syok septik kegagalan multi organ.6
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1
2.2
IDENTITAS
Nama
: Tn. P
Umur
: 60 tahun
Alamat
: Balikpapan Timur
Pekerjaan
: Pedagang
Tanggal Masuk RS
ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Pasien mengeluh nyeri ulu hati hebat sejak 6 jam Sebelum masuk rumah sakit
(SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh nyeri ulu hati hebat sejak 6 jam SMRS. Keluhan dirasa
tambah memberat. Nyeri kemudian menjalar dari ulu hati ke seluruh perut. Nyeri
bertambah hebat bila pasien bergerak, duduk, maupun berjalan. Keluhan dirasakan
setelah pasien meminum kopi. Keluhan demam disangkal oleh pasien. BAB pasien
normal, flatus (+), BAK dalami ti batas normal.
Pasien sudah dibawa ke klinik sekitar 4 jam SMRS, dari klinik diberikan
pronalges dan ranitidin namun belum ada perubahan. Sebelumnya pasien sering
mengeluh nyeri ulu hati seperti ini dan menghilang dengan meminum obat-obatan
maagh dari warung. Pasien juga memiliki alkebiasaan meminum kopi 3-5 gelas sehari
dan sering mengonsumsi jamu-jamu pegal linu.
Riwayat Penyakit Dahulu:
-
Riwayat dyspepsia +
Riwayat operasi abdomen, riwayat batu ginjal, riwayat penyakit usus buntu
disangkal pasien
-
Riwayat TB disangkal
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan dan makanan tertentu.
2.3
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum
: Lemah
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: E4M5V6
Tekanan Darah
: 140/70 mmHg
Nadi
: 66x/menit
Pernapasan
: 23x/menit
Suhu
: 36oC
SpO2
: 99%
BB
: 60 Kg
Kepala - Leher :
Mata
isokor UK 3mm/3mm
THT
Thorax :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Paru-paru
: jantung
Batas atas
Auskultasi
: paru-paru
Jantung
Genitalia eksterna
Anal-perianal
Ekstremitas atas/bawah
Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
2.4
Perkusi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 2 Agustus 2016
Nama Pemeriksaan
Leukosit
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Trombosit
Hasil
6.510
74.4
17.3
5.41
2.00
0.857
5.44 x 106
15.0
43.3
79.6
27.6
34.7
11.7%
227.000
Nilai Normal
4.000-10.000
52.0-75.0
20.0-40.0
2.00-8.00
1.00-3.00
0.00-0.100
4.00-6.00 x 106
12.0-16.0
37.0-48.0
80.0-97.0
26.5-33.5
31.5-35.0
10.0-15.0
150.000-400.000
5
GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
Golongan darah
107
24
17
25.1
0.7
O+
70-115
<=35
<=45
16.0-43.0
0.6-1.4
Radiologi
Rontgent Thorax
Ekspertise:
-
Tulang-tulang intak
BNO 3 Posisi
Ekspertise:
-
Tulang-tulang intak
2.5
DIAGNOSIS
Peritonitis generalisata ec susp perforasi gaster
2.6
DIAGNOSIS BANDING
Apendisitis Perforasi
Pankreatitis akut
2.7
TERAPI
2.8
IVFD RL 20 tpm
pasang NGT
Pasang kateter urin (monitor urin output)
Inj Fosmicin 1 gram/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/24 jam
Inj Antrain 1 ampul/8 jam
Rencana pro op laparotomi besok pagi pukul 07.00 WITA
PROGNOSIS
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad Functionam: dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam: dubia ad malam
2.8
FOLLOW-UP
3 Agustus 2016
S: pasien post op Laparotomi + dilakukan Graham Procedure
P: Instruksi post op
IVFD Klinimix 20 tpm
posisi Fowler
Inj Antrain 1 gram/8 jam
Fosmicin 1 gram/ 12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/24 jam
puasa
hitung balans cairan
besok cek DL, GDS
4 Agustus 2016
S: Os mengeluh batuk, nyeri luka operasi
O: TD: 100/60, nadi: 80x/m, suhu: 36oC, RR: 20x/m
Terpasang selang NGT no 18 dan 12 dan terpasang 2 drain di abdomen
Luka op baik, pus (-), tanda infeksi (-)
PF thorax dan abdomen dalam batas normal
8
Nama Pemeriksaan
Leukosit
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Trombosit
GDS
Hasil
11.100
85.4
8.68
5.26
0.54
0.572
5.06 x 106
14.4
39.9
78.9
28.4
36.0
11.7%
199.000
102
Nilai Normal
4.000-10.000
52.0-75.0
20.0-40.0
2.00-8.00
1.00-3.00
0.00-0.100
4.00-6.00 x 106
12.0-16.0
37.0-48.0
80.0-97.0
26.5-33.5
31.5-35.0
10.0-15.0
150.000-400.000
70-115
5 Agustus 2016
S: nyeri setelah makanan masuk
O: TD: 130/80, nadi: 85x/m, RR: 20x/m, S: 36.7oC
Terpasang selang NGT no 18 dan 12 dan terpasang 2 drain di abdomen
Luka op baik, pus (-), tanda infeksi (-)
PF thorax dan abdomen dalam batas normal
A: Post op Laparotomi hari II
Codein 3 x 1
6 Agustus 2016
S: nyeri pada luka op, batuk berdahak
O: KU: sedang, kes: CM, TD 140/80 Nadi: 85x/m RR: 20x/m suhu: 36.5oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, pus (-), tanda infeksi (-)
A: Post op Laparotomi hari III
P:
7 Agustus 2016
S: nyeri pada luka op, batuk berdahak
O: KU: sedang, kes: CM, TD 140/80 Nadi: 80x/m RR: 20x/m suhu: 37.3oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, pus (-), tanda infeksi (-)
A: Post op Laparotomi hari IV
P:
8 Agustus 2016
10
Nama Pemeriksaan
ALbumin
Hasil
3.5 g/L
Nilai Normal
3.0-5.5
9 Agustus 2016
S: nyeri pada luka op, batuk berdahak, selang NGT besar (18) lepas
O: KU: sedang, kes: CM, TD 130/90 Nadi: 82x/m RR: 18x/m suhu: 37.4oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, pus (-), tanda infeksi (-)
A: Post op Laparotomi hari VI
P:
10 Agustus 2016
S: nyeri pada luka op, batuk berdahak
O: KU: sedang, kes: CM, TD 130/80 Nadi: 80x/m RR: 20x/m suhu: 36.8oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op kemerahan, verban basah (+) warna hijau (+) bau (+)
A: Post op Laparotomi hari VI
P:
11 Agustus 2016
S: nyeri pada luka op, batuk berdahak, luka op terdapat pus
O: KU: sedang, kes: CM, TD 130/80 Nadi: 80x/m RR: 20x/m suhu: 36.8oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op kemerahan, verban basah (+) warna hijau (+) bau (+) pus (+)
A: Post op Laparotomi hari VII + dehisensi luka post op
P:
pasien dipuasakan
cek Lab DL, SGOT. SGPT, ureum, creatinin
Pro eksplorasi dehisensi luka op
Hasil Lab 11 Agustus 2016
12
Nama Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Leukosit
13.300
4.000-10.000
Neutrofil
77.3
52.0-75.0
Limfosit
13.3
20.0-40.0
Monosit
5.02
2.00-8.00
Eosinofil
3.29
1.00-3.00
Basofil
1.15
0.00-0.100
Eritrosit
5.22 x 106
4.00-6.00 x 106
Hemoglobin
14.7
12.0-16.0
Hematokrit
42.1
37.0-48.0
MCV
80.6
80.0-97.0
MCH
28.1
26.5-33.5
MCHC
34.9
31.5-35.0
RDW
11.8%
10.0-15.0
Trombosit
439.000
150.000-400.000
Bleeding Time
2 menit
1-3 menit
Clothing Time
6 menit
1-6 menit
GDS
91
75-115
Ureum
58.4
10-50
Creatinin
1.3
0.5-1.2
SGOT
27
1-29
SGPT
35
1-35
14 Agustus 2016
S: tidak ada keluhan, BAB (+), BAK normal
O: : KU: sedang, kes: CM, TD 140/80 Nadi: 78x/m RR: 22x/m suhu: 36.5oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, terpasang 3 buah drain post op (drain besar 1, drain kecil 2)
Luka op terpasang gurita
A: Post op Laparotomi hari X + post eksplorasi dehisensi luka hr III
P:
Nama Pemeriksaan
ALbumin
Hasil
3.2 g/L
Nilai Normal
3.0-5.5
23 Agustus 2016
S: tidak ada keluhan
15
O: : KU: sedang, kes: CM, TD 130/80 Nadi: 80x/m RR: 22x/m suhu: 36.8oC
thorax dan abdomen dalam batas normal
Luka op baik, terpasang 2 buah drain kecil post op
A: Post op Laparotomi hari XIX + post eksplorasi dehisensi luka hr XII
P:
Cefixime 2 x 200 mg
Clindamicin 3 x 300 mg
Omeprazol 1 x 1 tab
Bcom-C 1 x 1 tab
Vip Albumin 3 x 1
AFF drain
pasien boleh pulang
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 PERITONITIS
Peritonitis adalah peradangan peritoneum ( membran serosa yang melapisi rongga
abdomen dan menutupi visera abdomen ) merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi
dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen.7
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan timbulnya
peritonitis generalisata, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus,
menyebabkan terjadinya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria, dan mungkin shock.7
Perforasi akut mungkin merupakan gejala pertama daripada ulkus peptik dan kasus
mortilitas pada orang tua dapat mencapai sehingga 20 peratus. Tanda dan gejala klasik seperti
nyeri epigastrium yang berat, rigiditas seperti papan (board-like rigidity) serta adanya udara
bebas di bawah diafragma pada foto toraks, selalu mengarah kepada 80 persen diagnosis
pada pasien. Namun, tidak semua kasus perforasi kelihatan jelas gejalanya (straightforward).7
16
Perforasi ke dalam bursa omental dapat memberikan gejala mirip dengan pancreatitis
(di mana pada kasus ini, kadar serum amilase dapat mengalami sedikit peningkatan karena
absorpsi cairan pancreas dari kavum peritoneum). Perforasi terutamanya sukar untuk
didiagnosa pada pasien yang menerima pengobatan steroid dosis tinggi, karena tanda dan
gejala biasanya samar (tidak pada gambaran radiologi).
Kadar mortilitas pada pasien dengan kasus perforasi mempunyai kaitan dengan
keterlambatan pengobatan. Diagnosis banding paling sering pada kasusu peritonitis dengan
udara di bawah diafragma adalah perforasi divertikulum pada kolon.7
Gambar 1.
Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal
yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang ditelan
17
serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan dinding korpus, apalagi antrum,
tebal, dan kuat lapisan ototnya.2
Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang
sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura
mayor dan minor serta dalam dinding lambung. Di belakang dan tepi madial duodenum, juga
ditemukan arteri besar (a.gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi
dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.2
Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali
dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional dengan lambung dan
duodenum. Saluran limf dari lambung juga cukup rumit. Semuanya akan berakhir di kelenjar
paraaorta dan preaorta di pangkal mesenterium embrional. Antara lambung dan pangkal
embrional itu terdapat kelenjar limfe yang letaknya tersebar di mana-mana akibat putaran
embrional.2
Gambar 2.
Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri.
Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis. Serabut parasimpatis berasal
18
dari n.vagus dan mengurus sel parietal di fundus dan korpus lambung. Nervus vagus anterior
(sinister) memberikan cabang ke kandung empedu, hati dan antrum sebagai saraf Laterjet
anterior, sedangkan n.vagus posterior (dekstra) memberikan cabang ke ganglion seliakus
untuk visera lain di perut kan ke antrum sebagai saraf Laterjet posterior.2
3.3 FISIOLOGI LAMBUNG
Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan oleh
fundus dan korpus, dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja dalam
pencernaan awal berkat kerja kimiawi asam lambung dan pepsin.3
Motilitas
Fungsi lambung yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan dan
pencampuran makanan serta pengosongan lambung. Kemampuan lambung menampung
makanan mencapai 1500 ml karena mampu menyesuaikan ukurannya dengan kenaikan
tekanan intraluminal tanpa peregangan dinding (relaksasi reseptif). Fungsi ini diatur oleh
n.vagus dan hilang setelah vagotomi. Ini antara lain yang mendasari turunnya kapasitas
penampungan pada penderita tumor lambung lanjut sehingga cepat kenyang.
Peristalsis terjadi bila lambung mengambang akibat adanya makanan dan minuman.
Kontraksi yang kuat pada antrum (dindingnya paling tebal) akan mencampur makanan
dengan enzim lambung, kemudian mengosongkannya ke duodenum secara bertahap. Daging
tidak berlemak, nasi, dan sayuran meninggalkan lambung dalam tiga jam, sedangkan
makanan yang tinggi lemak dapat bertahan di lambung 6-12 jam.3
Cairan lambung
Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari mengandung
lendir, pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal cairan
ini selalu ada dalam jumlah sedikit. Produksi asam merupakan hal yang kompleks, namun
secara sederhana dibagi atas tiga fase perangsangan. Ketiga fase, yaitu fase sefalik, fase
gastrik, dan fase intestinal ini saling mempengaruhi dan berhubungan.3
19
Fase sefalik
Rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan berpikir tentang
makanan akan meningkatkan produksi asam melalui aktivitas n.vagus.3
Fase gastrik
Distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia, seperti kalsium, asam amino, dan
peptida dalam makanan akan merangsang produksi gastrin, refleks vagus, dan reflek
kolinergik intramural. Semua itu akan merangsang sel parietal untuk memproduksi asam
lambung.3
Fase intestinal
Hormon enterooksintin merangsang produksi asam lambung setelah makanan sampai di usus
halus. Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh, cairan lambung bertindak sebagai
penghambat sekresinya sendiri berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang tinggi di
daerah antrum akan menghambat produksi gastrin oleh sel G sehingga sekresi fase gastrik
akan berkurang. Pada pH di bawah 2.5 produksi gastrin mulai dihambat.3
3.4.1 ETIOLOGI
Perforasi non-trauma, misalnya:
spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.
20
Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : terutama pada pasien usia
lanjut.
Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus, gaster,
atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.
Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)
Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada
dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera
gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk pengaman.
Ruptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam peritoneum.
pasien akan menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai peritonitis. Dari radiologis, sejumlah
besar udara bebas akan tampak di peritoneum dan ligamentum falsiparum tampak dikelilingi
udara.4
3.4.2 PATOFISIOLOGI
Tidak ada asam lambung, tidak ada ulkus peptikum "adalah konsep yang salah.
sekresi asam lambung yang berlebihan hanya salah satu faktor dalam patogenesis penyakit
ulkus peptikum. pertahanan mukosa menurun terhadap asam lambung adalah penyebab lain.
Integritas saluran pencernaan bagian atas tergantung pada keseimbangan antara faktor
"bertolak belakang" seperti asam lambung, H. pylori, NSAIDs dan pepsin, dan "pelindung"
faktor-faktor seperti prostaglandin, lendir, bikarbonat, dan aliran darah ke mukosa
mempengaruhi pencernaan mukosa 14
21
flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di area
memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid
dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel,
hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke
area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general,
kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.4
3.4.3 TANDA DAN GEJALA
Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami
perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak,
terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung,
empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan,
menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan
nyeri seluruh perut.4
Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia.
Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah
diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan
mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.4
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati
bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus menurun sampai
menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu
badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik
karena syok toksik. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum.4
Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas,
menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan
seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator.4
3.4.3.1 Tipe Ulkus Gaster
Ulkus Gaster Tipe I terletak di sepanjang kurvatura minor di atau sekitar incisura tersebut.
Ulkus tipe II melibatkan kelengkungan yang lebih rendah serta duodenum. Jenis ulkus III
adalah prepilorik, sedangkan ulkus tipe IV yang terletak proksimal pada kelengkungan yang
23
lebih rendah. Ulkus tipe V bisa berada di mana saja di perut tetapi terkait dengan penggunaan
NSAID. 20
24
Gambar 3.4.4
Gambaran
udara bebas pada foto toraks.
Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak mengandung udara,
jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20
menit setelah perforasi.4
Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting, karena keadaan
ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong
ahli bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu
dioperasi.4
Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena
perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan
abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman, dengan menggunakan teknik radiologi, dapat
mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto
abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.4
Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya,
kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien harus mengambil
posisi adekuat 10 menit sebelum pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas
dapat mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan kehadiran udara
bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi
decubitus lateral kiri.4
25
Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh
kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya 56%
kasus. Sekitar 50% pasien menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya
adalah subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau
linear.4
Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan usus.
Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah di
bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara bebas di
atas kumpulan cairan di bagian tengah abdomen.4
3.4.4.1.1Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada
kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini
khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik
kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.
3.4.4.1.2CT Scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara
setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen
murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi
gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat
membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area hipodens
dengan densitas negatif.
Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat
CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di
depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu
mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan
cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak
selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya.
Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada
scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan
26
keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa
nasogastrik 10 menit sebelum scanning.
Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral minimal
250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan
udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat
menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan
bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
3.4.5 PENATALAKSANAAN
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya
sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan
pemberian antibiotik mutlak diberikan.4
Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif
mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan
anaerob.
Tujuan dari terapi bedah adalah:
Koreksi masalah anatomi yang mendasari
Koreksi penyebab peritonitis
Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi
leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung).
Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir
selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi dan pencucian
pada rongga peritoneum (evacuasimedis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien
yang nontoxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan
intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah
eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini
dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis
purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi
dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.
27
Terapi utama perforasi gastrointestinal adalah tindakan bedah. Terapi gawat darurat dalam
kasus perforasi gastrointestinal adalah:
Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada pasien dengan
gejala klinis dehidrasi atau septikemia.8
Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala septicemia. Berikan
antibiotik spectrum luas. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk eradikasi infeksi
dan mengurangkan komplikasi post operasi.8
3.4.5.1 Antibiotik
Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post operasi dan dapat
memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum dan septikemia.8 Contoh
antibiotik yang diberikan adalah seperti:
Metronidazol
Dosis dewasa yang diberikan adalah 7,5 mg per kilogram. (7,5 KG/BB). Biasa diberikan
sebelum operasi. merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan (pregnancy category B
drug).8
Gentamisin
Sejenis antiobiotik aminoglikosida. Regimen dosis yang diberikan adalah berbeda
yaitu tergantung kepada klirens kreatinin dan perubahan distribusi volume. Dapat diberikan
secara intravena atau intra muskular. Pada dewasa, dosis yang diberikan sebelum operasi
adalah 2 mg/kg secara intravena. Merupakan obat kategori C dalam kehamilan (pregnancy
category C drug).8
Cefoprazone
28
Sefalosporin generasi ketiga yang menginhibisi sintesis dinding sel bakteri dengan
berikatan pada satu atau lebih penicillin-binding-protein. Dosis dewasa adalah 2 4 d per
hari. Juga merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan (pregnancy category B
drug).8
3.4.5.2 Terapi Bedah
Tujuan utama terapi bedah pada kasus perforasi gaster adalah seperti berikut:
Mengeluarkan sebarang materi asing pada ronga peritoneum yang dapat menginhibisi
fungsi sel darah putih dan menggalakkan pertumbuhan bakteri. Contohnya feses,
sekresi gaster dan darah.9
diletakkan di atas jahitan tersebut, yang kemudian diikat. Tidak ada upaya dilakukan untuk
benar-benar menutup perforasi. Graft omentum menyediakan stimulus untuk pembentukan
fibrin. Pendekatannya telah menjadi gold standar pada terapi perforasi. Sangat sering ahli
bedah menyebutkan mereka lebih banyak menggunakan Graham Patch. 17
Schein dalam bukunya menjelaskan bahwa belum jelas bagaimana indikasi
penggunaan teknik bedah perforasi gaster maupun doudenum: 'Jangan menjahit perforasi
tetapi pasang dengan layak omentum dan patch ulkus berlubang jika Anda bisa, jika Anda
tidak bisa, maka Anda harus mereseksi organ tersebut'. 18
30
3.4.5.2.3 Vagotomy
Prosedur ini bertujuan untuk menurunkan produksi gastrin yang dihasilkan pada
lambung. Prosedur ini dilakukan dengan memotong nervus vagus yang mempersarafi
lambung dan doudenum. Prosedur ini dilakukan pada pasien dengan ulkus yang refrater
dengan pemberian medikamentosa dan beberapa kasus perforasi dan perdarahan.21
31
Helicobacter, indikasi utama untuk TV dan antrectomy adalah dalam pengaturan obstruksi
pilorus dengan riwayat gejala ulkus lama atau komplikasi seperti perdarahan dan perforasi . 21
32
Indikasi umum untuk reseksi lambung termasuk penyakit ulkus peptikum dan tumor perut.
Reseksi lambung membutuhkan pemahaman berikut: (1) fisiologi persarafan vagal dan
pengosongan lambung; (2) permukaan dan anatomi pembuluh darah dari perut; (3) prinsipprinsip rekonstruksi setelah reseksi, khususnya Billroth I (B-I) gastroduodenostomy, yang
Billroth II (B-II) gastrojejunostomy, dan konfigurasi Roux-en-Y; (4) prinsip-prinsip teknik
stapel bedah serta teknik penjahitan yang dijahit tangan; dan (5) yang spesifik awal dan akhir
komplikasi pasca operasi yang timbul dari reseksi lambung yang berbeda dan berbagai
bentuk rekonstruksi.21
33
Administrasi analgesik seperti morfin, dengan dosis kecil, dianjurkan secara infus
kontinu (continuous infusion).9
Intraoperatif
Manajemen operasi tergantung kepada kausa daripada perforasi. Semua materi
nekrosis dan cairan yang terkontaminasi harus dibuang dan diteruskan dengan lavase dengan
antibiotic (tetrasiklin 1 mg/mL). Usus yang mengalami distensi dikompres dengan
nasogastric tube.10
Post operatif
Tujuannya adalah untuk menjaga volume intravascular dan hidrasi pasien. Dimonitor
dengan peritungan menggunakan CVP dan output urin.11
Drainase nasogastric
Antibiotik
Tujuan pemberian antibiotik pada post operasi adalah untuk mencapai kadar antibiotik
pada tempat infeksi yang melebihi konsentrasi inhibisi minimum pertumbuhan patogen. Pada
infeksi intra abdomen, fungsi gastrointestinal sering terhambat. Oleh kerana itu, pemberian
antibiotic secara oral tidak efektif dan dianjurkan pemberian secara intravena.11
Analgesik
Analgesik seperti intravena morfin diberikan secara kontinu atau pada dosis kecil dengan
interval yang sering.11
34
3.4.6 PROGNOSIS
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan
maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian
antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.12
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. 12 Faktor-faktor
berikut akan meningkatkan resiko kematian:
Usia lanjut >60
Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
Malnutrisi
Timbulnya komplikasi
Pembedahan > 24 jam onset 18
3.4.7 KOMPLIKASI
Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi)
dapat terjadi segera atau lambat.13 Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan
luka operasi:
Malnutrisi
Sepsis
Uremia
Diabetes mellitus
Terapi kortikosteroid
Obesitas
35
Syok septik
Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi sistemik,
seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia),
leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.13
Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut:
Depresi myokardial
36
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Tn. P 60 tahun dengan diagnosis peritonitis ec perforasi gaster
Anamnesis
Kasus
Pasien mengeluh nyeri ulu hati
Tinjauan Pustaka
- Perforasi akut mungkin merupakan
berjalan.
dan mengejan4
-Etiologi: Ingesti aspirin, anti inflamasi
non steroid, dan steroid : terutama pada
pasien usia lanjut.4
- Perforasi gaster akan menyebabkan
peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi akan tampak
kesakitan hebat, seperti ditikam di
perut. Nyeri ini timbul mendadak,
terutama dirasakan di daerah
epigastrium karena rangsang
Pemeriksaan
Fisik
Tekanan Darah
Nadi
: 140/70
: 66x/menit
Pernapasan
Suhu
SpO2
BB
: 23x/menit
: 36oC
: 99%
: 60 Kg
Abdomen:
Auskultasi: BU (+) menurun
Palpasi : supel, nyeri tekan (+)
pada seluruh kuadran abdomen,
defans muskuler (+) pada seluruh
kuadran abdomen, hepar/lien sulit
dinilai.
Pemeriksaa
n Penunjang
BNO 3 posisi:
Terapi
Laboratorium:
Leukosit 6.510
Neutrofil 74.4
Hemoglobin 15.0
Limfosit 17.3
Trombosit 227.000
GDS 107
SGOT 24
SGPT 17
IVFD RL 20 tpm
pasang NGT
Pasang kateter urin (monitor urin
output)
Inj Fosmicin 1 gram/12 jam
Inj Pantoprazol 40 mg/24 jam
peritonitis kimia.4
18
39
40
Available
Access
at
https://gi.jhsps.org/GDL_Disease.aspx?
CurrentUDV=31&GDL_Cat_ID=024CC2E1-2AEB-4D50-9E02C79825C9F9BF&GDL_Disease_ID=80ad1118-6659-4b04-b560-71b95e3b7fa9.
Diunduh tanggal 17 Oktober 2016
15. Bertleffm, M. Lange, JF. 2010. Perforated Peptic Ulcer Disease: A Review of History
and
Treatment.
Journal
of
Digestive
Surgery
2010;
27:161169.
DOI:10.1159/000264653
16. Cellan-Jones CJ: A rapid method of treatment in perforated duodenal ulcer. BMJ
1929; 10761077.
17. Graham RR: The treatment of perforated duodenal ulcers. Surg Gynecol Obstet 1937:
235238.
18. Schein M: Perforated peptic ulcer; in (ed.): Scheins Common Sense Emergency
Abdominal Surgery. Part III. Berlin, Springer,2005, pp 143150.
19. Satapathy MC, Dash D, Panda C. Modified Grahams omentopexy in acute
perforation of first part of duodenum; A tertiary level experience in South India. Saudi
Surg J 2013;1:33-6.
20. Grant, CN. Roberts, KE, Jackson P. 2015. Antrectomy. Medscape available access at
http://reference.medscape.com/article/1891351-overview. Diakses tanggal 18 Oktober
2010.
21. Zinner, MJ. Ashley, SW. 2013. Chapter 26: Stomach and Doudenum: Operative
Procedures. Maingot's Abdominal Operation Twelfth Edition. McGraw Hill
Companies Inc.
41