PENDAHULUAN
1
2
Sebagian besar penyakit stroke datang tanpa peringatan. Ini berarti bahwa
penatalaksanaan dari stroke haruslah bertujuan untuk membatasi kerusakan otak,
mengoptimalkan pemulihan dan mencegah kekambuhan. Strategi dari pencegahan
stroke dan diagnosa secara dini sangatlah penting. 1 Sementara itu, untuk diagnosa
dini diperlukan modalitas yang baik dan cepat dalam menemukan infark ataupun
perdarahan yang terjadi dalam otak.1,2,5 Pada dasarnya, stroke dapat disebabkan
oleh oklusi arteri yang menimbulkan iskemik atau infark serebri atau dapat juga
disebabkan pecahnya pembuluh darah arteri, sehingga menimbulkan perdarahan
intrakranial.1,5
BAB II
LAPORAN KASUS
3
Nama : LA
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 14 Tahun
Alamat : Aceh Selatan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Masuk : 09-01-2018
Rekam Medis : 1-15-71-48
2.2 Anamnesis
Secara alloanamnesis kepada ibu pasien saat pasien dikonsulkan dari bagian
anak ke bagian neurologi pada tanggal 5-02-2018 pada pukul 15.00.
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien telah mengalami penurunan kesadaran sejak ± 26 hari yang lalu,
secara tiba-tiba, pagi hari, saat istirahat. Sebelumnya pasien mengalami kejang
sejak ± 28 hari yang lalu, kejang seluruh tubuh, frekuensi 8 kali, lama kejang ± 2-
3 menit. Saat kejang mata pasien melihat ke atas dan seluruh badan kaku. Setelah
kejang pasien tidak sadar sampai saat ini, dan sempat mengigau selama ± 30
menit. Pasien pernah mengeluh nyeri kepala dan pusing sejak ± 2 bulan yang lalu.
Pasien sering muntah setelah makan. Batuk juga dialami sejak 2 bulan yang lalu,
yaitu batuk berdahak. Demam dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, saat ini tidak
demam lagi. Bengkak seluruh badan terjadi sejak 1,5 bulan yang lalu, awalnya
bengkak di kaki, kemudian bengkak seluruh tubuh. Saat ini tidak ditemukan
bengkak. Tidak didapatkan kelemahan anggota gerak sesisi tubuh, bicara pelo,
mulut merot, sulit menelan atau tersedak saat makan atau minum.
Riwayat Penyakit
4
Riwayat Pengobatan
Pasien mendapatkan terapi drip albumin, injeksi antibiotika Meropenem 1
g/12 jam, injeksi Furosemid 4 mg/8 jam, injeksi Dexamethasone 1 amp/12 jam
dan injeksi Diazepam (k/p).
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normosefali, rambut hitam tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
Ptosis (-/-), lagoftalmus (-/-), pupil bulat isokor,
Ø 2mm/2mm, RCL (+/+), RCTL (+ /+)
Telinga : Perdarahan (-/-)
Hidung : Deviasi septum -/-, perdarahan -/-
Mulut : Bibir sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah,
Tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid
Jantung : BJ I > BJ II, bising jantung tidak ada
Paru
5
Pemeriksaan Neurologis
GCS : E2M5V2
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)
Nervus Cranialis : Parese N. (-)
Sistem Motorik
Pergerakan : Bebas
Tonus
Ekstremitas superior : Normotonus
Ekstremitas inferior : Normotonus
Kekuatan otot : Kesan lateralisasi (-)
Gerakan involunter : Tremor (-), Chorea (-), Atetose (-),
Miokloni : (-), Tic : (-)
Refleks Fisiologis
Biseps : (1+/1+)
Triseps : (1+/1+)
Patella : (1+/1+)
Achilles : (1+/1+)
Refleks Patologis : -/-
6
Fungsi Ginjal
1. Ureum 140 mg/dL
2. Creatinin 1.23 mg/dL
2.5 Resume
8
Tatalaksana Awal:
1. Primary survey
Airway : Head Up 300
Breathing : O2 Nasal Kanul 2-4 L/menit
Circulation : IVFD NaCl 0,45% 20 gtt/’ (mikro)
2. Medikamentosa
a. Antiplatelet : Clopidogrel 1 x 75 mg
b. Atasi kejang : Depakene syr 2 x cth I
9
2.7 Prognosis
Quo et Vitam : dubia et malam
Quo et Functional : dubia et malam
Quo et Sanactionam : dubia et malam
Follow Up Harian
Tanggal S O A P
Tanggal S O A P
Tanggal S O A P
Tanggal S O A P
Tanggal S O A P
Tanggal S O A P
R. Patologis : ( - / - )
Otonom : BAK (+)
15/2/2018 - Penurunan GCS : E3M4V2 - Penurunan Th/
Pukul 09.30 kesadaran TD : 140/40 mmHg kesadaran ec - Inj citicolin 250 mg/12
Hari - N : 90 x/i Uremic jam
rawatan RR : 18 x/i ensepalopati - Inj mecobalamin 500
bersama T : 36.90C - Infark Cerebri mg/12 jam
dengan Mata : pupil isokor - CKD St IV On - Depaken syrup 2x cth I
neuro: 10 3mm/3mm RCL (+/+) HD Reguler - Asam folat 2x1
RCTL (+/+)
THM : (-)
Motorik: Lateralisasi (-)
Sensorik : belum dapat
- Neuro dinilai
R. Fisiologis : +1 /+1
+1/ +1
R. Patologis : ( - / - )
Otonom : BAK (+)
BAB III
15
ANALISA KASUS
Penyebab lain penurunan kesadaran pada pasien ini adalah adanya riwayat
CKD dan nefritis lupus, serta hasil laboratorium berupa peningkatan nilai ureum,
creatinin dan elektrolit yang tinggi memberikan informasi bahwa salah satu
dugaan penyebab penurunan kesadaran pada pasien adalah metabolik, nutrisi atau
toksik. Hal ini sesuai dengan diagnosis kerja yang diambil dimana salah satu
penyebab penurunan kesadaran pada pasien adalah metabolik ensefalopati.
Namun terlepas daripada kondisi tersebut, melihat lagi dari hasil laboratorium
pasien dimana leukosit dan neutrofil segmen pasien yang meningkat maka
kecenderungan untuk penyebab dari penurunan kesadaran yang dialami oleh
pasien berasal dari proses infeksi atau inflamasi yang bisa saja terjadi akibat
hospital pneumonia yang mungkin terjadi pada pasien, atau bisa dari infeksi ginjal
yang terjadi pada pasien dengan CKD.
Terdapat banyak sekali faktor risiko dari stroke yang bisa terjadi pada usia
muda. Pada pasien ini, terdapat kondisi nefritis lupus dengan manifestasi kelainan
neurologis sangat bervariasi, dapat berupa nyeri kepala, depresi, kejang, psikosis,
korea, neuritis optik, hemiparsesis/hemiplegia, paralisis nervus kranialis, stroke,
dan koma yang ditemukan pada 20-30% kasus. Manifestasi yang mendadak dapat
terjadi pada penyakit yang kronis sebagai akibat komplikasi uremia, infeksi, atau
stroke. Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa kondisi nefritis lupus sendiri
adalah lingkaran setan dari tiga kelompok penyebab penurunan kesadaran pada
pasien anak yang mungkin terjadi. Patofisiologi nefritis lupus yang dapat
menyebabkan kondisi stroke paling sering adalah karena oklusi vaskular akibat
vaskulopati, vaskulitis, trombosis atau leukoaglutinasi, serta disfungsi sel neuron
yang dimediasi oleh antibodi. Sehingga kondisi nefritis lupus dan CKD harus
dipantau untuk mencegah komplikasi dan manifestasi klinis lainnya.
Kejang dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu stroke, kelainan metabolik,
keracunan, cedera otak, infeksi, atau tumor otak. Kejang pada pasien ini diduga
akibat kelainan metabolik yaitu gagal ginjal akibat akumulasi sisa metabolisme
protein ureum, kreatinin dan zat lainnya. Peningkatan ureum di dalam darah
disebut dengan uremia, yang mengganggu metabolisme energi pada korteks
serebri. Gangguan ini ditandai berkurangnya kadar glukosa otak dan gangguan
pemakaian ATP dan kreatinin fosfat, sehingga menimbulkan ensefalopati. Pada
ensefalopati uremikum terjadi perubahan permeabilitas sawar darah otak terhadap
ion-anionik, dan terjadi peningkatan kandungan guanidin (neurotoksin uremia)
dalam serum. Meningkatnya kandungan guanidin ini akan menghambat GABA
dan glisin, menghambat jalur transketolase sehingga menyebabkan perubahan
demyelinasi sistem saraf pusat dan tepi. Salah satu kandungan guanidin yang
meningkat adalah metilguanin, yang menyebabkan timbulnya kejang. Kejang
dapat bersifat fokal atau umum. Kejadian kejang lebih signifikan bila kadar blood
urea nitrogen > 250 mg/dl.
Selain itu, dapat juga disebabkan gangguan vaskular yaitu stroke. Stroke
diakibatkan oleh terganggunya vaskularisasi aliran darah ke otak secara tiba-tiba.
Berkurangnya aliran darah akibat penyempitan pembuluh darah atau sklerosis
jaringan otak dapat menyebabkan perubahan baik anatomis atau biokimia pada
sel-sel otak atau pada lingkungan di sekitarnya, sehingga terbentuk sekelompok
sel-sel otak yang melepaskan muatan listrik secara spontan dan di luar kehendak.
Akibat lepasnya muatan listrik yang tidak terkendali, timbul kejang yang dapat
dimulai dari lengan atau tungkai, kemudian menyebar ke seluruh tubuh.
Intoksikasi uremia juga terkait dengan ketidakseimbangan elektrolit. Kondisi
hiponatremia akibat pengeluaran natrium yang banyak melalui urin atau karena
kelebihan cairan, dapat menunjukkan gejala kejang umum.
3.3 Stroke
Stroke merupakan defisit neurologis fokal maupun global yang terjadi tiba-
tiba, progresif, dapat menetap lebih dari 24 jam dan dapat menyebabkan kematian,
yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak non-
traumatik. Angka kejadian stroke meningkat pada usia lanjut, lebih sedikit pada
18
anak dan dewasa muda. Akan tetapi stroke pada kelompok usia lebih muda dapat
berdampak buruk. Secara umum, stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Angka kejadian stroke iskemik lebih tinggi dibanding stroke
hemoragik, yaitu berkisar 80%-85%. Stroke iskemik disebabkan oleh obstruksi
atau adanya bekuan di satu atau lebih pembuluh darah otak pada sirkulasi otak.
Gangguan peredaran darah mengakibatkan gangguan pada fungsi otak dan
berujung pada kematian sel-sel otak atau yang biasa disebut dengan infark.
Gangguan peredaran darah otak pada usia muda banyak didapati akibat infark
karena emboli, yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada
dekade ke-4 hingga ke-6, lalu menurun dan jarang dijumpai pada usia yang lebih
tua.
Manifestasi klinis stroke dapat berupa kelumpuhan anggota tubuh atau wajah
yang timbul mendadak, perubahan mendadak status mental (delirium, letargi,
stupor, koma), gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota tubuh
(gangguan sensorik), afasia, disartria, gangguan penglihatan atau diplopia,
vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala.
Jepang, stroke ditemukan menjadi salah satu penyebab utama kematian untuk
12,7% dari total kematian terkait GGK.
dan muntah, papil edema, paresis N VI. Gejala mirip hipertensi intracranial.
Kejang lebih sering terjadi daripada pada SIA. Survey Canadian Pediatric
Ischemic stroke registry mendapatkan kejang (48%), sakit kepala (54%), papil
edema (22%), perubahan dari kesadaran (49%), dan defisit fokal (53%).17,18
Pada kasus ini, pasien mengalami penurunan kesadaran dan kejang. Banyak
faktor dan mekanisme yang diduga terlibat dalam patogenesa penurunan kognisi
dan ensefalopati terkait uremia. Gagal ginjal terkait akumulasi sejumlah subtansi
eksogen dan endogen di darah dan cairan tubuh yang toksik terhadap otak. Studi
menunjukkan bahwa struktur blood brain barrier mengalami perubahan sehingga
lebih permeabel (pada kondisi gagal ginjal), menyebabkan influx bahan-bahan
berbahaya ke otak. Gangguan blood brain barrier pada GGK dimediasi oleh
inflamasi sistemik, dimana sitokin dan kemokin termasuk interleukin yang
berbeda-beda mencapai jaringan otak, dan mengakibatkan kerusakan saraf dan
astrosit. Berdasarkan studi hewan coba yang mengalami uremia, terjadi piknosis
dan apoptosis neuron hipokampus.
Berkurangnya clearance homosistein melalui ginjal akibat gagal ginjal,
meningkatkan kadar homosistein di sirkulasi darah; dan perubahan menjadi
bentuk asam homosisteik melalui aktivasi reseptor NMDA mengakibatkan
neurotoksisitas. Asam homosisteik dapat menyebabkan disfungsi endotel dan
menimbulkan efek protrombotik. Suatu studi menunjukkan baik albuminuria dan
menurunnya GFR memiliki korelasi dengan menurunnya kognisi pada penderita
gagal ginjal.
Uremia dapat menyebabkan gangguan blood brain barrier, membuatnya
lebih permeabel terhadap bahan kimia toksik di sirkulasi dan terhadap substansi
inflamasi. Penelitian in vivo dan in vitro menunjukkan peningkatan urea akan
merusak tight junction epitel usus dan memungkinkan masuknya material toksik
ke dalam aliran darah. Uremia terkait dengan stres oksidatif; stres oksidatif
menyebabkan perubahan nitrit oksida menjadi peroksi nitrit toksik yang
menyebabkan peroksidasi protein dan lipid serta kerusakan neuron. Selain itu,
menurunnya clearance obat-obatan dan meningkatnya penetrasi obat tersebut
melalui blood brain barrier, adalah faktor lain yang berperan pada neurotoksisitas
dan menurunnya kognitif pada GGK.
25
3.5 Diagnosis
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan
gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta
tanda yang sesuai dengan daerah perdarahan pembuluh darah otak tertentu.20,21
3.7 Anamnesis
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset,
nyeri kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan
pertama atau berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko
stroke.20,21
1. CT scan
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang
terjadi. Pada stroke non-hemoragik (iskemik), ditemukan gambaran lesi hipodens
dalam parenkim otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area
hipointens.23
4. Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke
dalam arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan
pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.22
3.10 Terapi
Menurut sumber Three Sets of Consensus-Based Guidelines (expert panels
child neurologist, thrombosis expet, experienced in pediatrioc stroke maka terapi
dibagi atas:24,25,26
Terapi Emergensi;
1. Neuroproteksi; sebagain para ahli yang menganut paham Time is brain
sangat peduli akan kerusakan dari dua miliar neuron yang mati per menit
akibat oklusi arterial. Maka diperlukan neuroprotektor. Namun sebagian lagi
mengatakan tak ada guna jadi masih kontroversi.
2. Perbaikan kadar gula darah, menjaga tekanan darah ideal, jangan terjadi
hipertermia.
3. Trombolisis; tak banyak data maka dipakai dengan kehati- hatian dan tidak
disarankan.
Disesuaikan dengan usia dan memakai standar stroke dewasa. Penghalang
adalah keterlambatan diagnosis dengan waktu yang diperlukan (3-6 jam).
Terapi Urgensi;
1. Terapi antitrombotik; target primer terapi AIS anak adalah menghilangkan
trombus intra arterial. Bisa dengan heparin, LMWH atau warfarin baik juga
untuk cardiogenic emboli, paradoxical venous embolism, slo-flow dengan
severe stenosis, major prothrombotic disorder, dan arterial dissection. ASA
baik untuk arteriopati dengan pertimbangan terjadinya risiko perdarahan.
3.11 Pencegahan
Pengendalian hipertensi merupakan hal terpenting dalam pencegahan
stroke primer dan sekunder pada populasi umum serta pada pasien dengan non-
dialisis. Sampai saat ini, tidak ada data percobaan untuk merekomendasikan satu
kelas antihipertensi terhadap yang lain. Meskipun penelitian retrospektif telah
menunjukkan bahwa hipertensi yang tidak terkontrol pada pasien dialisis adalah
terkait dengan stroke, tidak ada studi mendefinisikan target optimal tekanan darah.
Pedoman klinis menganjurkan penggunaan terapi antiplatelet untuk
pencegahan stroke iskemik dan ada bukti yang mendukung kemanjurannya pada
pasien dengan non-dialisis GGK. Risiko perdarahan dengan agen antiplatelet pada
penderita ESRD (end-stage renal disease) disarankan penggunaannya dengan hati-
hati. Stroke thromboprophylaxis dengan antikoagulan oral (warfarin dan, baru-
baru ini, dengan agen baru seperti dabigatran atau rivaroxaban) dianjurkan pada
pasien dengan AF. Sekali lagi, tidak ada uji coba terkontrol secara acak di GGK
atau pasien ESRD, tetapi keberhasilan dalam non-dialisis GGK didukung oleh
data dari sebuah studi Denmark. Penggunaan warfarin telah dikaitkan dengan
peningkatan risiko stroke pada pasien HD mungkin karena kalsifikasi vaskular
yang dipercepat sebagai akibat pemberian vitamin K antagonis.
Kajian cepat dan modifikasi faktor risiko pada pasien dengan TIA telah
terbukti mengurangi insiden stroke akut berikutnya. Hubungan antara TIA dan
stroke akut pada pasien dengan gangguan ginjal akut tidak jelas dan dampak
seperti intervensi multifaktorial di ESRD belum diteliti. Studi dari Inggris, gejala
sistematis skrining untuk TIA pada pasien HD tidak menimbulkan kepastian lebih
baik dari sindrom ini, juga tidak dapat mengidentifikasi pasien yang kemungkinan
mengalami stroke akut. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara TIA dan
stroke mungkin tidak kuat pada pasien HD.
Pencegahan dan manajemen faktor resiko stroke yang diketahui seperti
obesitas, hipertensi dan diabetes, sangat penting untuk menurunkan resiko stroke.
32
Terapi aspirin dianjurkan pada sebagian besar kasus GGK stadium 1 dan 2,
namun masih kontroversial digunakan pada stadium lebih tinggi. Strategi yang
bertujuan meningkatkan GFR dan menurunkan albuminuria efektif dalam
menurunkan resiko stroke. Pengukuran albumin carbamylated dapat dilakukan
sebagai indikator prognostik yang lebih baik dibanding proteinuria. Penggunaan
statin untuk mencegah stroke pada penderita GGK belum dapat dibuktikan
manfaatnya, tetapi penelitian meta-analisis menunjukkan terapi statin cukup
efektif untuk mencegah komplikasi kardiovaskular pada penderita GGK.
Beberapa penelitian merekomendasikan hemodialisis harian dibandingkan 3 kali
sehari, dapat menurunkan tekanan darah, sehingga menurunkan resiko stroke.
Manajemen stroke pada penderita GGK lebih sulit akibat meningkatnya
resiko dan efek samping terapi intervensi. Penelitian terhadap penggunaan tissue
plasminogen activator pada 7168 penderita stroke akut, 28% di antaranya dengan
GGK. Penderita stroke dengan GGK lebih tinggi resiko mengalami perdarahan
intrakranial dan lebih buruk outcome yang diperoleh dalam 3 bulan. Penderita
GGK yang tidak membutuhkan dialisis, pendekatan pencegahan dan manajemen
sama dengan populasi stroke pada umumnya. Manfaat profilaksis stroke
menggunakan warfarin pada penderita dialisis dengan atrial fibrilasi belum dapat
dibuktikan. Penderita GGK tahap lanjut dapat ditangani secara agresif untuk
mencegah terjadinya stroke akut. Outcome stroke di semua stadium GGK
menunjukkan hasil lebih buruk dibanding penderita stroke pada umumnya. 19
BAB III
PENUTUP
33
3.1 Kesimpulan
Stroke adalah penyebab utama disabilitas neurologi di seluruh dunia.
Resiko stroke meningkat pada penderita gagal ginjal kronis. Penderita gagal ginjal
kronis yang mengalami stroke memiliki kaitan dengan kematian usia muda,
gangguan kognitif, dementia dan penurunan kualitas hidup. Anemia adalah
komorbiditas utama yang ditemukan pada gagal ginjal berat. Pada penurunan
fungsi ginjal sedang ditemukan defisit-neurologik yang sebagian besar sedang.
Pencegahan dan manajemen faktor resiko stroke sangat penting untuk
menurunkan resiko stroke. Akan tetapi, manajemen stroke pada penderita GGK
lebih sulit akibat meningkatnya resiko dan efek samping terapi. Penderita GGK
yang tidak membutuhkan dialisis, pendekatan pencegahan dan manajemen sama
dengan populasi stroke pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA