Kasus Saraf
Oleh:
Pembimbing:
Pendamping Internsip:
2018
1
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 74 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Randu Agung Lumajang
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan terakhir : SD
Rekam Medis : 30.35.XX
MRS : 2 Maret 2018
2. Anamnesis (autoanamnesis)
Keluhan Utama : Lemah separuh badan
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) (Autoanamnesa):
Pasien dikeluhkan mendadak lemah separuh badan kanan dan pelo sejak tadi pagi
pukul 10.00 WIB (5 jam sebelum masuk rumah sakit). Tangan dan kaki kiri tidak bisa
digerakkan tiba-tiba setelah pasien jatuh ketika sedang mengarit di sawah. Nyeri kepala
sebelumnya (+), muntah (-), kejang (-), pelo (+), kesemutan/ tebal separuh badan (-),
gangguan menelan (-), pandangan dobel (-), pasien ngompol (-), panas badan (-),
penurunan kesadaran/ pingsan (-). BAK dan BAB (+) normal. Riwayat trauma (-)
Setelah kejadian pasien langsung dibawa ke IGD RSUD dr. Harjoto. Pasien tidak
dalam terapi apapun
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):
- Riwayat stroke sebelumnya (-). Riwayat lemah separuh badan dan atau pelo serta wajah
merot sebelumnya (-). Keluhanan lemah separuh badan dan pelo baru dirasakan pertama kali
ini.
- Pasien tidak rutin mengecek tekanan darah, sesekali dan tidak tinggi.
- Pasien tidak pernah cek profil lipid.
- Pasien tidak pernah cek glukosa darah. Keluhan menjurus diabet (-)
- Riwayat penyakit jantung, seperti berdebar, ngongsrong dan nyeri dada (-)
- Riwayat keganasan, asma, dan batuk-batuk lama (-).
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK):
Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah mengalami keluhan yang sama.
Riwayat stroke, diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung,asma, batuk-batuk lama, dan
keganasan dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat Pengobatan (RPO):
Setelah kejadian pasien langsung dibawa ke IGD RSUD dr. Harjoto. Pasien tidak
dalam terapi apapun
Riwayat Sosial:
Pasien tinggal bersama dengan istri dan kedua anaknya. Bekerja sebagai buruh tani,
pasien merupakan perokok. Dalam sehari pasien menghabiskan 1 pak rokok. Pasien juga
gemar minum kopi. Pasien gemar makan gorengan untuk bekal ngarit di sawah. Pasien
sehari-hari bekerja sebagai buruh tani.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
2
GCS : 456
Tanda vital : Tekanan darah: 120/80 mmHg Respirasi: 22 x/menit
Nadi: 86 x/menit, regular Suhu: 37,0 °C
1. Kulit: Warna : sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik tidak sianosis
Rambut : tumbuh rambut permukaan kulit merata
2. Mata: Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris.
Palpebra : normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedema,
perdarahan, blefaritis, maupun xanthelasma.
Gerakan : normal, strabismus (-), nistagmus (-).
Konjungtiva: tidak anemis.
Sklera : tidak ikterik.
3. Telinga
Bentuk : normotia
Liang telinga : lapang
Discharge : (-)
4. Hidung : nafas cuping hidung (-), discharge (-)
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
1. Mulut dan tenggorok
Bibir : normal, tidak pucat, tidak sianosis
Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis
Lidah : normoglosia
Tonsil : ukuran T1/T1
Faring : tidak hiperemis
2. Leher
Bendungan vena : tidak ada bendungan vena
Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris
Trakea : di tengah
3. Kelenjar getah bening
Leher : tidak terdapat pembesaran di KGB leher
Aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila
Inguinal : tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal
4. Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : simetris(tidak ada hemithoraks yang tertinggal pada saat
statis dandinamis)
Palpasi : gerak simetris vocal fremitus sama kuat pada kedua
hemithoraks
Perkusi : sonor pada kedua hemithoraks
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun
wheezing pada kedua lapang paru
Jantung
Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : iktus kordis (+) invisible pada ICS V, di midclavicular line
sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan: ICS III - V , linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V , linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I, II single reguler, gallop (-), murmur (-)
5. Abdomen
Inspeksi : abdomen simetris, datar, tidak terdapat striae dan
kelainan kulit, tidak terdapat pelebaran vena
3
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan,
maupun nyeri lepas
Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen, tidak ada nyeri
ketok CVA.
Auskultasi : bising usus positif normal
6. Ekstremitas
Tidak tampak deformitas, sianosis maupun oedem
Akral hangat pada kedua ekstremitas inferior, Capillary Refill Time 2” pada kedua
ekstremitas inferior
Status Neurologis:
1. GCS : 456
2. Fungsi luhur : Afasia (-), agnosia (-)
3. Tanda Meningeal
Kaku kuduk :-
Burdzinski I/ II/ III :-/-/-
4. Nervus kranialis
Nervus I : anosmia (-)
Nervus II : pupil bulat, isokor 3mm | 3mm, refleks cahaya langsung positif pada
mata kanan dan kiri, refleks cahaya tidak langsung positif pada mata
kanan dan kiri, visus ODS >2/60, LP dbn
Nervus III, IV, VI: ptosis (-/-), strabismus (-/-), diplopia (-), gerak bola mata (-/-), reflek
akomodasi dan konvergensi (+/+)
Nervus V : motorik dan sensorik wajah dbn, reflek kornea (+/+)
Nervus VII : kerutan dahi simetris ( - | - ), mulut merot (+) ke kanan, parese N.
VII Sinistra (+) tipe sentral, hiperacusis (-)
Nervus VIII : nistagmus (-), fungsi pendengaran normal
Nervus IX-X : arkus faring simetris, deviasi uvula (-),disfagia (-)
Nervus XI : M.Trapezius dan M.Sternocleidomastoideus dbn
Nervus XII : atrofi lidah (-), deviasi lidah (+) ke kiri, kekuatan lidah + | -
5. Refleks Fisiologis
Biceps : +2 | +3
Triceps : +2 | +3
Knee : +2 | +3
Achiles : +2 | +3
6. Refleks Patologis
Extremitas atas :
- Hoffman :-|-
- Tromner :-|-
Extremitas bawah:
- Babinski :-|-
- Chaddock : - | -
7. Motorik
Power : 5 | 1 Tonus : N | N
5|1 N|N
Inspeksi
- Movement disorder : -/-
Palpasi: nyeri tekan (-)
8. Sensorik : dalam batas normal
9. Skoring stroke :
4
a. Diagnostik :
i. Siriraj Stroke Score :
2,5 x tingkat kesadaran 2,5 x 0 0
2 x muntah 2x0 0
2 x pusing 2x1 2
0,1 x tekanan darah diastolik 0,1 x 60 6
- 3 x atheroma markers - (3 x 0) 0
- 12 - 12 -12
Hasil -4
SSS : < -1 : Stroke Non Hemorrhagic
-1 > SS > +1 : Perlu pemeriksaan penunjang (CT Scan Kepala)
>1 : Stroke Hemorrhagic
b. Prognosis : NIHSS
5
Keterangan:
< 20 : ringan sedang ≥ 20 : berat (parah)
4. Diagnosis
- Diagnosis klinis
o Laki-laki, 74 tahun
o Acute Hemiparese Sinistra UMN Type
o Acute Facial Palsy Sinistra tipe Central
o Acute Lingual Palsy Sinistra
5. Planning Diagnostic
- Laboratorium, EKG, CT Scan Kepala
- Konsul IPD dan Kardio (jika diperlukan)
6. Planning Therapy
1. O2 nasal canule 3-4 lpm
2. Head up 30º
3. Inf RL 1500 cc/24 jam
4. Inj Citicoline 2x500 mg iv
5. Inj Vit C 1 x 1
6. PO : CPG 1x80 mg
Simvastatin 0-0-10 mg
Neurodex 2 x 1
6
6. Trombosit 238.000 140.000 – 350K/Cmm
7. SGOT 27 <31 U/L
8. SGPT 30 <32 U/L
9. BUN 12,17 6-20 mg/dL
10. Kreatinin serum 1,08 0,5-0,9 mg/dL
11. Gula darah sewaktu 105 <140 mg/dL
12. Natrium 145 136 - 145 Mmol/L
13. Kalium 4,3 3,5 - 4,5 Mmol/L
14. Asam urat 4,5 2,3 – 6,1 mg/dL
15. Kolesterol total 292 < 200 mg/dL
16. Trigliserida 221 < 200 mg/dL
17. HDL Cholesterol 42 >35 mg/dL
18. LDL Cholesterol 209 < 105 mg/dL
6. 2 EKG
- Irama 100x/menit
- Aksis frontal normal, horizontal normal
7
6. 3 CT Scan Kepala
8
3 Maret S: anggota gerak kiri lemah, PTx :
2018 pelo (+) O2 nasal canule 3-4 lpm
O: Headup 30º
KU : CM, GCS 456 Inf.RL 1500 cc/ 24 jam (20 tpm)
TV : TD : 120/80 mmHg Inj Citicoline 2x500 mg iv
N : 80x/menit Inj. Vit C 1 amp
RR : 20x/menit PO :
Tax : 36,3oC Clopidrogel 1x75 mg
R.Mot: 5 1 R.Fis : ↑ N Neurodex 2 x 1
51 ↑N Simvastatin 0-0-10 mg
A: - CVA Infark Planning monitoring:
- Dislipidemi KU, TTV
4 Maret S: anggota gerak kiri lemah, PTx :
2018 pelo (+) O2 nasal canule 3-4 lpm
O: Headup 30º
KU : CM, GCS 456 Inf.RL 1500 cc/ 24 jam (20 tpm)
TV : TD : 120/90 mmHg Inj Citicoline 2x500 mg iv
N : 88x/menit Inj. Vit C 1 amp
RR : 20x/menit PO :
Tax : 36,1oC Clopidrogel 1x75 mg
GDA 224 Neurodex 2 x 1
R.Mot: 5 1 R.Fis : ↑ N Simvastatin 0-0-10 mg
51 ↑N
Planning monitoring:
A: - CVA Infark KU, TTV
Dislipidemi
5 Maret S: anggota gerak kiri lemah, PTx :
2018 pelo (+) O2 nasal canule 3-4 lpm
O: Headup 30º
KU : CM, GCS 456 Inf.RL 1500 cc/ 24 jam (20 tpm)
TV : TD : 120/90 mmHg Inj Citicoline 2x500 mg iv
N : 88x/menit Inj. Vit C 1 amp
RR : 20x/menit PO :
Tax : 36,1oC Clopidrogel 1x75 mg
GDA 224 Neurodex 2 x 1
R.Mot: 5 1 R.Fis : ↑ N Simvastatin 0-0-10 mg
51 ↑N
Planning monitoring:
A: - CVA Infark KU, TTV
Dislipidemi
6 Maret S: anggota gerak kiri lemah, PTx :
2018 pelo (+) O2 nasal canule 3-4 lpm
O: Headup 30º
KU : CM, GCS 456 Inf.RL 1500 cc/ 24 jam (20 tpm)
TV : TD : 120/90 mmHg Inj Citicoline 2x500 mg iv
N : 88x/menit Inj. Vit C 1 amp
RR : 20x/menit Konsul Rehab Medik
Tax : 36,1oC
9
GDA 224 PO :
R.Mot: 5 1 R.Fis : ↑ N Clopidrogel 1x75 mg
51 ↑N Neurodex 2 x 1
Simvastatin 0-0-10 mg
A: - CVA Infark
Dislipidemi Planning monitoring:
KU, TTV
7 Maret S: anggota gerak kiri lemah, PTx :
2018 pelo (+) O2 nasal canule 3-4 lpm
O: Headup 30º
KU : CM, GCS 456 Inf.RL 1500 cc/ 24 jam (20 tpm)
TV : TD : 120/90 mmHg Inj Citicoline 2x500 mg iv
N : 88x/menit Inj. Vit C 1 amp
RR : 20x/menit Pro KRS besok jika KU dan VS stabil
Tax : 36,1oC
PO :
GDA 224
Clopidrogel 1x75 mg
R.Mot: 5 1 R.Fis : ↑ N
Neurodex 2 x 1
51 ↑N
Simvastatin 0-0-10 mg
A: - CVA Infark
Planning monitoring:
Dislipidemi
KU, TTV
8 Maret S: anggota gerak kiri lemah, PTx :
2018 pelo (+) KRS
O: Kontrol Poli saraf
KU : CM, GCS 456 PO :
TV : TD : 120/90 mmHg Clopidrogel 1x75 mg
N : 88x/menit Neurodex 2 x 1
RR : 20x/menit Simvastatin 0-0-10 mg
Tax : 36,1oC
GDA 224
R.Mot: 5 1 R.Fis : ↑ N Planning monitoring:
51 ↑N KU, TTV
A: - CVA Infark
Dislipidemi
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. Epidemiologi
10
99/100000, dan age-gender-standardised disability-adjusted life years lost
685/100000.
Prevalensi stroke di Indonesia yaitu 8.2 per 1000 populasi, dengan prevalensi
tertinggi ada pada provinsi Aceh (16.6%) (Yudiarto, 2015; Kusuima, 2009).
Prevalensi stroke di Indonesia yaitu 0.0017% di pedesaan dan 0.022% di perkotaan.
Faktor resiko yang berperan penting yaitu hipertensi (71.2% pada hemorrhagic dan
63.4% pada iskemik), merokok, serta hiperkolesterolemia (Yudiarto, 2017).
Usia rata-rata pasien stroke adalah 58.8 tahun. Distribusi jenis stroke paling
banyakyaitu stroke iskemik (42.9%), hemorrhagic (18.5%), dan subarachnoid
hemorrhagic (1-4%) (Kusuima, 2009).
B. Definisi
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal
maupun menyeluruh (global) yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam,
atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain gangguan
vascular. (WHO, 1986). Seseorang terserang stroke pasti memiliki faktor resiko untuk
dirinya dapat terserang stroke.
11
Framingham membuat sebuah profil resiko stroke, berdasarkan dari faktor
resiko yang ada pada sesorang. Berikut adalah tabel yang dibuat oleh Framingham
yang telah dimodifikasi oleh D’Agostino dkk.
12
Tabel diatas menjelaskan probabilitas kejadian stroke dalam 10 tahun pada
laki-laki dan perempuan usia 55-85 tahun dan tidak ada riwayat stroke sebelumnya.
(Perdossi, 2011)
C. Klasifikasi
1. Stroke Infark
Stroke infark disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami
oklusi (Hacke, 2003). Stroke infark dibagi menjadi
13
b. Stroke infark emboli
Stroke infark emboli adalah ischemia otak yang disebabkan oleh emboli.
Emboli dapat berasal dari jantung ataupun selain jantung.
a. Stroke Aterosklerosis
b. Stroke Kardioemboli
C, Stroke Lakunar
Infark lakunar, atau stroke pembuluh darah kecil, 15-30% dari stroke iskemik.
Infark lakunar biasanya pada diameter kurang dari 1 cm dan disebabkan oklusi arteri
penetrasi kecil yang memperdarahi struktur dalam otak, misalnya kapsula interna,
basal ganglia, corona radiata, talamus, dan batang otak.
14
D. Stroke Kriptogenik
Kategori ini jarang didapat. Pemeriksaan klinis atau CT scan atau MRI
menunjukkan gejala stroke, tetapi tanda – tanda kelianan jantung untuk embolism atau
kelainan aterosklerosis arteri besar tidak ditemukan. Pemeriksaaan diagnostik lain
seperti arteriografi atau tes darah dapat menunjukkan adanya kelainan yang
mendukung penyebab terjadinya stroke.
2. Stroke Perdarahan
D. Dasar Diagnosa
Adanya defisit neurologis fokal dan adanya riwayat timbulnya tanda dan
gejala dengan onset akut bisa mengarahkan kecurigaan adanya serangan stroke.
Dengan melakukan anamnesa pasien, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan
laboratorium darah serta pemeriksaan neuroimaging dapat membantu dalam
mendiagnosis stroke serta prognosis stroke akut.
Anamnesa
15
(hipertensi, diabetes, dan lain-lain) (PERDOSSI, 2011).
Gambaran klinis stroke tergantung pada area otak yang mengalami iskemia,
oleh sebab itu kemampuan untuk mengidentifikasi topis neuorologis berdasarkan
defisit yang terjadi sangatlah diperlukan.
Beberapa gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran
yang kesemuanya terjadi secara rnendadak. Untuk memudahkan digunakan istilah
FAST (Facial movement, Arm movement Speech, Test all three) (ESO, 2008).
Serangan pada beberapa arteri akan memberikan kombinasi gejala yang lebih
banyak. Infark serebri terdiri atas empat subtipe (Bamford et, al. 1991).
16
2. Partial anterior circulation infarct (PACI)
Gambaran klinik:
- Defisit motorik / sensorik dan hemianopia
- Defisit motorik / sensorik disertai gejala fungsi luhur
- Gejala fungsi luhur dan hemianopia
- Defisit motorik / sensorik murni yang kurang ekstensif dibanding infark lakunar
- Gangguan fungsi luhur saja
3. Posterior circulation infarct (POCI)
Gambaran klinik:
- Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan gangguan motorik/ sensorik
kontralateral
- Gangguan motorik / sensorik bilateral
- Gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau vertikal)
- Disfungsi serebelar tanpa gangguan long tract ipsilateral
- Isolated hemianopia atau buta kortikal
4. Lacunar infarct (LACI)
Gambaran klinik:
- Tidak ada defisit visual
- Tidak ada gangguan fungsi luhur
- Tidak ada gangguan fungsi batang otak
- Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil
- Gejala: pure motor stroke, pure sensory stroke, ataksik hemiparesis
Sistem skoring stroke untuk diagnostik diantaranya adalah dengan
menggunakan Siriraj Stroke Score, Gadjah Mada Score, dan Sistem Skor Stroke Dave
Djunaedi (SSSDD). Perhitungan Siriraj Stroke Score didapatkan dari penjumlahan
(2,5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x pusing) + (0,1 x tekanan darah
diastolik) – (3 x atheroma markers) – 12. Jika hasilnya < -1 berarti Stroke Non
Hemorrhagic, jika -1 > SS > +1 artinya perlu pemeriksaan penunjang (CT Scan
Kepala), dan jika >1 merupakan Stroke Hemorrhagic.
Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara
jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan
saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale) (Tabel )
(PERDOSSI, 2011).
17
Tabel National Institute of Health Stroke Scale (Adams, 2013)
Keterangan:
< 20 : ringan sedang
≥ 20 : berat (parah)
18
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosa
stroke infark. Setiap pasien stroke haruslah dilakukan pemeriksaan darah
lengkap, protombin time (PT), dan partial tromboplastin time (PTT), kimia
darah, gula darah dan enzym jantung.
Darah lengkap digunakan untuk melihat apakah ada anemia,
leukositosis dan jumlah platelet.
PT, PTT, dan INR digunakan untuk evaluasi pemberian warfarin atau
jika akan dilakukan trombolitik dapat mengetahui nilai INR
Kimia klinik dasar dan glukosa darah digunakan untuk mengekslusi
kejadian encephalopathy metabolik. Mengetahui peningkatan serum kreatinin
berhubungan dengan diabetes dan hipertensi.
Enzim jantung digunakan untuk mengeksklusi gangguan jantung.
Toksikologi untuk kelainan yang dicurigai akibat narkoba.
Profil lipid, kadar homosistein, anti bodi anti fosfolipid , untuk melihat
faktor resiko
Imaging
Pemeriksaan imejing adalah penunjang diagnosis terpenting untuk
evaluasi dan terapi pasien stroke akut. CT scan maupun MRI dapat
memberikan konfirmasi definitive untuk memastikan stroke akut dan
mengesklusi adanya perdarahan maupun neoplasma. CT lebih diutamakan
dibandingkan MRI karena:
- CT lebih tersedia di banyak tempat
- Harga lebih murah
- Interpretasi CT lebih tidak tergantung filming plane dan pilihan
teknik
- Interpretasi CT dari ICH lebih mudah disbanding MRI
- Waktu scan yang cepat
MRI
Sangat sensitif dibandingkan CT scan untuk mendeteksi iskemik awal
karena dapat mendeteksi perpindahan air dari ekstraselular ke intraselular
yang muncul pada edema sitotoksik beberapa menit setelah onset stroke
ditandai dengan titik-titik kecil pada area putih yang tidak terdeteksi pada CT.
19
Pemeriksaan imejing juga penting untuk menseleksi pasien yang akan
dilakukan trombolitik. Foto thoraks dan ekg berguna untuk melihat faktor
resiko.
Tiga tahap utama biasa digunakan untuk mendeskripsikan manifestasi
stroke pada hasil CT Scan : akut (kurang dari 24 jam), subakut ( 1 hari hingga
5 hari) dan kronis (mingguan). Stroke iskemik akut menghasilkan edema
sitotoksik, dan perubahan pada ct scan bisa tidak terlihat, tapi dapat berubah
signifikan. Dinamakan juga perubahan iskemik awal, dan terminologi
sekarang yang dipakai adalah hiperakut. Edema intraseluler yang terjadi dapat
menyebabkan kaburnya batas perubahan antara gray matter dan white matter.
Apabila penyebab dari stroke iskemik adalah emboli, maka emboli penyebab
dapat terlihat sebagai suatu gambaran hiperdense pada CT Scan. Stroke
subakut merepresentasikan edema vasogenik, dengan efek massa yang lebih
besar, menimbulkan gambaran hipodense. Pada stroke iskemik yang kronik
terjadi hilangnya jaringan otak, yang menimbulkan gambaran hipodense pada
CT Scan.
20
Gambar CT scan iskemik akut dan subakut
21
terdapat gambaran hiperdense akibat dari darah yang keluar. Sehingga CT
Scan tanpa kontras juga digunakan untuk evaluasi perdarahan intrakranial
akut. Keberadaan CT Scan menjadikan CT Scan merupakan alat yang sangat
berguna untuk diagnosa stroke. (Birenbaum et. Al, 2011)
E. Differential Diagnosa
22
ada gejala GI atau nyeri kepala pada stroke iskemik tampak
hebat hipodens
Hypertensive - HT dengan nyeri kepala, Pada CT atau MRI akan
encephalopathy penurunan kesadaran, gangguan tampak cerebral edema, pada
visus, gejala peningkatan TIK, beberapa pasien akan tampak
namun tidak ada deficit neurologis perubahan karakteristik pada
fokal aspek posterior otak
Hypoglycemia - Berkeringat, tremor, lapar, Pada lab tampak gula rendah
bingung, penurunan kesadaran
- Bisa dengan/tanpa gejala diabetes
atau penggunaan insulin
Migraine - Riwayat gejala dan kejadian serupa Pada CTdan MRI tidak ada
dengan dengan/tanpa aura, nyeri kepala tanda-tanda infark maupun
komplikasi dengan pola tertentu perdarahan
Kejang - Riwayat kejang dengan atau tanpa EEG menunjukan aktivitas
deficit neurologis fokal epilepsy
Pada CTdan MRI tidak ada
tanda-tanda infark maupun
perdarahan
Konversi dan - Gejala dan tanda neurologis tidak Pada CTdan MRI tidak ada
gangguan cocok kelainan vascular, tidak ada tanda-tanda infark maupun
somatisasi kelainan nervus kranialis perdarahan
- Reaksi konversi akan
menunjukkan tanda yang
inkonsisten
Tumor Otak - Proses berlangsung lama, tampak Pada CT dan MRI akan
ada gejala peningkatan TIK yang tampak adanya massa
menonjol
F. Tatalaksana
23
Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosa
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
b. Stabilisasi hemodinamik (sirkulasi)
c. Pengendalian peninggian TIK (head of bed elevation 30⁰)
d. Penanganan transformasi hemorragik
e. Pengendalian kejang inj diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan bila
masih kejang: diikuti oleh fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan 50 mg/menit.
f. Pengendalian suhu tubuh
Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap (PERDOSSI, 2011)
a. Cairan isotonis (Na Cl 0,9%) yang bertujuan euvolemia, sesuai kebutuhan cairan
30 ml/kg/BB/hari
b. Nutrisi (kebutuhan kalori : 25-30 kkal/kg BB/hari)
c. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
d. Penatalaksanaan medik yang lain
e. Penanganan untuk hiperglikemia, gelisah (dengan benzodiazepin short acting,
anelgesik dan anti muntah sesuai indikasi, H2 antagonis sesuai indikasi,
rehabilitasi, edukasi keluarga
Tatalaksana khusus pada Stroke Infark trombotik akut (PERDOSSI, 2011)
a. Pemakaian trombolisis rt-PA intravena pada stroke infark trombotik akut harus memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi (Harold, 2007).
- Kriteria inklusi : stroke infark trombotik akut yang onsetnya jelas dan tidak melebihi 3
jam; usia >18 tahun dan<75 tahun; diagnosis stroke dibuat oleh ahli stroke; memenuhi
kriteria eksklusi.
- Kriteria eksklusi: INR>1,7, penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa
tromboplastin parsial memanjang; trombosit <100.000; stroke/trauma kapitis 3 bulan
sebelumnya; operasi besar dalam waktu 14 hari; TDS>185 mmHg atau TDD>110
mmHg; tanda-tanda neurologis yang cepat membaik; defisit neurologis ringan dan
tunggal, riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya; GDA<50 mg/dl atau >400
mg/dl; kejang pada permulaan stroke; perdarahn gastrointestinal atau urine dala 21
hari; infark miokard baru; hati-hati pemberian rt-PA pada penderita stroke berat
(NIHSS>22); permulaan stroke tidak dapat dipastikan (Harold, 2007).
24
b. Pemberian antiplatelet agregrasi: aspirin dosis awal 320 mg dalam 24-48 jam setelah onset
stroke dianjurkan untuk setiap stroke infark trombotik akut (Kelas I, Tingkat Evidensi A)
(Adam, 2002).
c. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut pada stroke
(seperti pemberian rtPA intravena) (Kelas III, Tingkat Evidensi B) (Harold, 2007).
d. Penatalaksanaan hipertensi pada stroke trombotik akut, apabila tekanan darah penderita
diastolik >140 mmHg (atau >110 mmHg bila akan dilakukan terapi trombolisis) atau
tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan/atau tekanan darah diatolik >120 mmHg
diperlakukan sebagai hipertensi emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem.
Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya sampai 20-25% dari tekanan darah
arterial rerata pada jam pertama.
e. Tindakan neuroproteksi meliputi hiperventilasi terkendali pada kondisi-kondisi tertentu
(kelas V, tingkat eidensi B), mencegha dan mengatasi hiperglikemia dengan pemberian
insulin, mencegah dan menurunkan peninggian tekanan intra kranial (TIK), meninggikan
kepala leher bahu 30⁰, menurunkan aktivitas metabolisme otak dengan cara: mencegah dan
mengatasi kejang, mengatasi hipertermia, mengatsi agitasi, memberikan anelgetik bila
diperlukan, hipotermia ringan (Kelas IV, Tingkat Evidensi E) (PERDOSSI, 2011).
f. Terapi obat-obatan neuroprotektan meliputi citicholin dengan dosis bisa diberikan dalam
24 jam pertama untuk stroke infark trombotik: 250-1500 mg/hari, iv terbagi dalam 2-3
kali/hari, selama 2-14 hari. Terapi obat-obatan neuroprotektan yang lain meliputi
piracetam dengan dosis pemberian pertama 12 gram per infus habis dalam 20 menit,
dilanjutkan dengan 3 gram bolus intravena per 6 jam atau 12 gram/24 jam dengan drip
kontinyu sampai dengan hari ke-4. Hari ke-5 sampai dengan akhir minggu ke-4 diberikan
4,8 gram 3 kali per hari per oral. Minggu ke-5-12 diberikan 2,4 gram 2 kali per oral
(PERDOSSI, 2011).
Citicholin nampaknya memperbaiki outcome fungsional dan mengurangi defisit
neurologis dengan dosis optimal 500 mg/hari yang diberikan dalam 24 jam setelah onset,
Citicholine 500 mg per oral selama 6 minggu pada pasien stroke infark trombotik akut 24
jam dari onset tidak efektif memperbaiki outcome, tetapi analisis post hoc
mengindikasikan bahwa citicholine bermanfaat pada sub grup stroke infark trombotik
akut yang diteliti (Kelas I, tingkat evidensi A). Piracetam mungkin bermanfaat jika
diberikan dalam kurang dari 7 jam onset stroke trombotik akut dalam kurang dari 7 jam
onset stroke infark trombotik (KelasI, tingkat evidensi B). Piracetam mungkin masih
25
bermanfaat untuk pengobatan afasia post stroke (Kelas I, tingkat evidensi B)
(PERDOSSI, 2011).
g. Penatalaksanaan diabetes mellitus pada fase akut. Hiperglikemia terjadi pada hampir
60% pasien stroke akut nondiabetes. Hiperglikemia setelah stroke akut berhubungan
dengan luasnya volume infark dan gangguan kortikal dan berhubungan dengan buruknya
keluaran. Tidak banyak data penelitian yang menyebutkan bahwa dengan menurunkan
kadar gula darah secara aktif akan mernperbaiki keluaran. Salah satu penelitian yang
terbesar adalah penurunan kadar gula darah dengan infus glukosa-insulin-kalium
dibandingkan dengan infus salin standar yang menunjukkan tidak ditemukan perbaikan
keluaran dan turunnya tingkat kematian pada pasien dengan berhasil diturunkan sarnpai
tingkat ringan dan sedang (median 137 mg/dl). Hindari kadar gula darah melebihi 180
mg/dl, disarankan dengan infus salin dan menghindari larutan glukosa dalam 24 jam
pertama setelah serangan stroke akan berperan dalam rnengendalikan kadar gula darah
(PERDOSSI, 2011).
Protokol pemberian insulin intravena adalah dengan sasaran kadar glukosa darah 80-
180 mg/dl (90-110 untuk unit ICU) dan standar drip insulin 100 U/100 ml 0,9% NaCl via
infus (IU/1ml). Infus insulin harus dihentikan bila penderita makan dan menerima dosis
pertama dari insulin subkutan. Periksa gula darah kapiler tiap jam sampai pada sasaran
glukosa (glucose goal range) selama 4 jam kemudian diturunkan tiap 2 jam. Bila gula darah
tetap stabil, infus insulin dapat dikurangi tiap 4 jam. Pemantauan tiap jam untuk penderita
sakit kritis walaupun gula darah stabil (PERDOSSI, 2011).
Untuk mencapai glukosa darah pada tingkat sasaran, berilah dosis short-acting atau
rapid-acting insulin subkutan 1-2 jam sebelum menghentikan infus insulin intravena. Dosis
insulin basal dan prandial harus disesuaikan dengan tiap kebutuhan penderita. Contohnya,
26
bila dosis rata-rata dari IV insulin 1,0 U/jam selama 8 jam sebelumnya dan stabil, maka dosis
total per hari adalah 24 U. Dari jumlah ini, sebesar 50% (12 U) adalah basal sekali sehari atau
6 U 2x/hari dan 50% selebihnya adalah prandial, misalnya short-acting (regular) atau rapid
acting insulin 4 U sebelum tiap makan (PERDOSSI, 2011).
Pengobatan bila timbul hipoglikemia (glukosa darah< 60 mg/dl) adalah hentikan insulim
drip, berikan dextrose 50% dalam air (D50W) intravena, bila penderita sadar 25 ml (1/2
amp), bila tak sadar beri 50 ml (1 amp). Periksa ulang gula darah tiap 20 menit dan beri ulang
25 ml D50W intravena bila gula darah <60mg/dl. Mulai lagi dengan insulin drip bila gula 2
kali > 70 mg/dl (periksa 2 kali). Mulai insulin drip dengan algoritma lebih rendah (moving
down) (PERDOSSI, 2011).
Perawatan Paska Stroke
Untuk mencegah terjadinya komplikasi stroke dan memaksimalkan fungsional, maka
penilaian dan intervensi berbasis bukti segera diperlukan untuk mengoptimalkan proses
rehabilitasi secara komprehensif dengan menggunakan perlengkapan standar. Proses
rehabilitasi dilakukan dengan melibatkan pasien dan anggota keluarga dan atau pengasuh
dalam pengambilan keputusan. Penanganan ini sebaiknya dilakukan oleh tim multidisiplin
yang terdiri dari dokter, perawat, tenaga terapi fisik, tenaga terapi okupasi, tenaga terapi
kinesi, ahli patologi bicara dan bahasa, psikolog, tenaga terapi rekreasi, pasien dan keluarga
pasien.
Rekomendasi Mengenai Elemen Dari Rehabilitasi (PERDOSSI, 2011)
1. Fisioterapi dan terapi okupasi direkomendasikan, walaupun cara pelaksanaan yang
optimal belum diketahui (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A).
2. Meskipun penilaian terhadap gangguan komunikasi direkomendasikan, tetapi data untuk
merekomendasikan tatalaksana yang spesifik tidak mencukupi (ESO, Class III, GCP).
3. Fasilitas informasi direkomendasikan untuk disediakan kepada penderita dan perawat
disampingnya (AHA/ASA, Class II, Level of evidence B).
4. Rehabilitasi direkomendasikan pada semua penderita, tetapi masih terbatas hasil
penelitian tentang tatalaksana yang sesuai untuk sebagian besar kecacatan yang berat
(AHA/ASA, Class II, Level of evidence B.
5. Meskipun penilaian terhadap defisit kognitif diperlukan, tetapi data untuk
merekomendasikan tatalaksana yang spesifik tidak cukup (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence A).
6. Direkomendasikan untuk memantau adanya depresi pada penderita selama perawatan di
RS dan setelah rawat jalan(AHA/ASA, Class IV, Level of evidence B).
27
7. Terapi farmakologi (SSRI dan heterocyclics) dan intervensi non farmakologi
direkomendasikan untuk memperbaiki mood (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A).
8. Terapi farmakologi dapat digunakan untuk memperbaiki status emosional pascastroke
(AHA/ASA, Class II, Level of evidence B).
9. Obat trisiklik dan antikonvulsan (lamotrigin dan gabapentin) direkomendasikan untuk
pengobatan nyeri neuropatik pasca stroke yang terjadi pada beberapa penderita
(AHA/ASA, Class III, Level of evidence B).
10. Toksin botulinum direkomendasikan untuk tatalaksana spastisitas pascastroke, walaupun
manfaat fungsionalnya masih belum jelas (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B).
Rekomendasi Umum Rehabilitasi Stroke (PERDOSSI, 2011)
1. Pasien stroke fase akut direkomendasikan menjalani perawatan di unit stroke dengan
tujuan untuk mendapatkan penanganan multidisiplin dan terkoordinasi. (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence A).
2. Direkomendasikan untuk memulai rehabilitasi dini setelah kondisi medis stabil
(AHA/ASA, Class III, Level of evidence C).
3. Setelah keluar dari unit stroke, direkomendasikan untuk melanjutkan rehabilitasi dengan
berobat jalan selama tahun pertama setelah stroke (AHA/ASA, Class II, Level of
evidence A).
4. Direkomendasikan untuk meningkatkan durasi dan intensitas rehabilitasi (AHA/ASA,
Class II, Level of evidence B).
Rekomendasi Mengenai Intensitas dan Lamanya Terapi (PERDOSSI, 2011)
1. Terapi rehabilitasi direkomendasikan secara kuat untuk dimulai sesegera mungkin saat
stabilitas medis tercapai.
2. Pasien direkomendasikan untuk mendapatka terapi sebanyak mungkin yang diperlukan
untuk beradaptasi, pemulihan dan atau menentukan pramorbid atau kadar optimal
kemandirian secara fungsional.
3. Beberapa strategi yang dapat meningkatkan intensitas dan lamanya latihan, antara lain :
a. Mengajari keluarga penderita untuk melakukan perawatan. Keluarga/ perawat pasien
stroke dilibatkan dalam membuat keputusan dan rencana terapi sesegera mungkin,
jika dapat, dalam keseluruhan proses terapi.
b. Menggunakan alat-alat bantu terapi, robot-robot, atau teknologi pendukung yang
dapat meningkatkan waktu terapi.
c. Memperpanjang lamanya dan ketersediaan unit restorasi dan rehabilitasi.
28
Pencegahan
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya hidup dan
pengendalian berbagai factor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat dan kelompok
risiko tinggi yang belum pernah terserang stroke.
1. Mengatur pola makan yang sehat
a. konsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol dapat mencegah terjadinya
stroke
b. Pada penderita hipertensi, asupan natrium yang dianjurkan ≤2,3 gram/hari dan
asupan kalium ≥4,7 gram/hari
2. Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari.
3. Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai dengan jiwa sehat.
Penanganan stress menghasilkan respon relaksasi yang menurunkan denyut jantung
dan tekanan darah.
4. Faktor-faktor resiko seperti penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia, diabetes
mellitus (DM) harus dipantau secara teratur.
a. Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah, 140/90
mmHg. Jika menderita diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronis, target
tekanan darah, 130/80 mmHg.
b. Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus dengan target
HbA1C <7%.
c. Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dislipidemia dengan diet dan
obat penurun lemak. Target kadar kolesterol LDL <100 mg/dL penderita yang
bersiko tinggi stroke sebaiknya target kolesterol LDL sebaiknya <70 mg/dL.
Edukasi
1. Penyakit ini membutuhkan waktu untuk sembuh, dan mempunyai resiko berulang kembali,
oleh karena itu diperlukan modifikasi gaya hidup seperti mengatur diet rendah garam, diet
rendah gula, stop merokok.
2. Untuk keluarga yang belumm terkena, dapat dipertimbangkan untuk tidak merokok,
meningkatkan aktivitas fisik minimal 30 menit selama paling tidak 5 hari dalam seminggu,
mengecek tekanan darah secara regular, mengurangi stress, merubah diet.
29
3. Gejala stroke yang perlu dikenali yaitu FAST (face drooping – wajah perot, arm weakness
– kelemahan lengan, speech difficulty – susah bicara, time to call 911 – cepat bawa ke rumah
sakit terdekat). Karena fase kritis penyakit ini 3-4.5 jam yaitu dapat diberikan terapi
trombolitik untuk reversibilitas.
4. Perlu dilakukan modifikasi lingkungan untuk menjamin keselamatan di rumah seperti tidak
memakai keset, mengetes temperature air bak mandi, serta menggunakan sepatu beralas
karet, dan memasang handrail pada toilet rumah. Aksesibilitas juga perlu ditingkatkan agar
dapat bergerak bebas di rumah dengan memindahkan barang tidak perlu di rumah.
5. Saat pulang perlu dipertimbangkan kemampuan untuk mengurus diri sendiri, mengikuti
perintah medis seperti meminum obat, apakah ada pengasuh atau tidak, serta kemampuan
komunikasi dan mobilitas. Apabila masih dirasa kurang maka dapat dipertimbangkan untuk
tinggal di fasilitas perawatan khusus.
30
Daftar Pustaka
31