Anda di halaman 1dari 17

0

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)


Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Internsip Dokter
Indonesia

Disusun Oleh :
dr. Misbahri

Pembimbing :
dr. Agnismaya Wonoagung, Sp.PD

Pendamping :
dr. Hj. Nanie Rusanty, M.Kes
dr. Neni Hartati, Sp. OG

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BENGKALIS
2018
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara
berkembang termasuk Indonesia.1 Gagal jantung kongestif merupakan masalah
utama dalam bidang kardiologi karena jumlah penderita yang terus bertambah,
seringnya rawat ulang, serta risiko kecacatan dan kematian.2
Data WHO tahun 2013 menyatakan lebih dari 17,3 juta orang meninggal
karena penyakit kardiovaskuler dan 80%-nya terjadi di negara miskin dan
berkembang.3 Prevalensi penyakit jantung dan pembuluh darah terus di Indonesia
meningkat, dan pada tahun 2013 tercatat sebesar 0,13% berdasarkan diagnosis
dokter.4 sebuah penelitian dilakukan dan didapatkan kejadian aritmia pada pasien
gagal jantung dari lima rumah sakit di Indonesia, dari total sampel sebesar 976
pasien, terdapat sebanyak 412 pasien aritmia yg salah satunya adalah AV blok. 2
Prognosis penderita gagal jantung sangat dipengaruhi oleh perbaikan
penyakit yang mendasarinya, seperti penyakit arteri koroner, penyakit katup
jantung, hipertensi dan diabetes.5 Apabila penyakit dasar tidak terkoreksi maka
penderita memiliki prognosis yang buruk. Angka harapan hidup dalam satu bulan
sebesar 89.6%, satu tahun 78%, dan dalam lima tahun hanya sebesar 57.7%.6
2

BAB II
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien


Nama : Tn A
Umur : 78 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
No. RM : 037492
Alamat : Jl. Simpang tiga selibu
Tgl Masuk RS : 20 Oktober 2018

3.2 Anamnesis : Autoanamnesis

3.2.1 Keluhan utama


Sesak napas yang memberat sejak 6 jam SMRS

3.2.2 Riwayat penyakit sekarang


- 5 bulan SMRS pasien mengeluhkan sesak napas, sesak muncul saat
beraktivitas dan berkurang jika pasien beristirahat. Sesak tidak dipengaruhi
oleh cuaca, debu, atau makanan. Pasien juga mengeluhkan pernah terbangun
malam hari karena sesak, pasien juga merasa lebih nyaman tidur dengan 2
bantal. 1 bulan SMRS pasien mengeluhkan kedua kaki bengkak dan sulit
dibawa berjalan.
- 2 minggu SMRS pasien mengeluhkan sesak lebih berat dan muncul saat
aktivitas ringan seperti berjalan ke kamar mandi dan berkurang jika dibawa
duduk.
- 6 jam belakangan sesak semakin berat, jika dibawa beristirahat pasien masih
merasakan sesak hanya sesak sedikit berkurang. Pasien juga mengeluhkan
nyeri dada seperti ditusuk-tusuk, BAB dan BAK sulit 4 hari belakangan ini.
Batuk berdahak warna putih, darah(-), demam(-), mual muntah (-).
3

3.2.3 Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat TB paru disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat DM disangkal
 Riwayat stroke disangkal
 Riwayat asma disangkal

3.2.4 Riwayat penyakit dalam keluarga


 Tidak ada keluarga yang mengeluhkan keluhan yang sama dengan
pasien
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat diabetes mellitus disangkal
 Riwayat sakit jantung disangkal
 Riwayat asma disangkal

3.2.5 Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan


 Pasien seorang wiraswasta
 Kebiasaan merokok sejak usia 18 tahun
 Pasien jarang berolahraga

3.3 Pemeriksaan fisik


3.3.1 Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
Tanda – tanda vital
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 85 x/menit, ireguler
RR : 30 x/menit
Suhu : 36,10C
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 75 kg

3.3.2 Pemeriksaan Fisik


Kepala dan leher
- Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Telinga : dalam batas normal
- Hidung : dalam batas normal
- Mulut : mukosa bibir tidak pucat
4

- Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5+3 cm H2O


Thoraks Paru
Inspeksi : Statis : Bentuk dinding dada simetris kanan dan kiri,
retraksi (-)
Dinamis : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (+/+), wheezing (-/-)
Thoraks Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan  SIK V linea parasternal dextra
Batas jantung kiri  SIK VI linea aksilaris anterior
Auskultasi : S1 dan S2 regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut cembung, tidak asites
Auskultasi : Bising usus normal, frekuensi 10x/menit
Perkusi : Timpani pada seluruh lapangan perut, shifting dullness (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-),hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
CRT < 2 detik, edema tungkai (+/+), minimal, akral hangat, clubbing
finger (-)

3.4 Pemeriksaan penunjang


Natrium : 138
Pemeriksaan darah rutin (20/10/2018)
Kalium : 4,9
- Leukosit : 11000 /uL
- Hb : 10,3 mg/dL Klorida : 102
- Ht : 32,0 %
- Trombosit : 224.000 /uL
Pemeriksaan kimia darah (20/10/2018)
5

- Glukosa : 161 mg/dl


- Ureum : 62 mg/dl
- Creatinin : 1,8 mg/dl
- SGPT : 66 U/L
- SGOT : 336 U/L
- Troponin I : Negatif

Rontgen toraks (21/10/2018)


 Foto layak baca (identitas ada,
marker ada, posisi simetris,
kekerasan cukup)
 CTR > 50%  kardiomegali
 Corakan vaskuler meningkat
Kesan :
-Kardiomegali

EKG (21/10/2018)
6

EKG 21/10/2018

 Irama sinus
 Rate 88 bps
 RAD
 Gelombang P 0,12 detik,
 Interval PR 0,12 detik
 Kompleks QRS normal (0,08 detik)
 Segmen ST elevasi di V1 dan V2
 Segmen ST depresi di II,III, aVF, V5 dan V6
 Gelombang S’ di lead I, II, III dan aVF
 Gelombang T normal (0,12 detik)

Kesan : STEMI anterior

3.5 Kesimpulan
7

Tn. A 78 tahun datang dengan keluhan sesak napas yg memberat sejak 6


jam SMRS. Saat dibawa beristirahat pasien masih merasakan sesak, pernah
terbangun pada malam hari karena sesak, saat sesak lebih nyaman duduk, jika
berbaring membutuhkan 2 bantal, kaki bengkak (+/+), batuk, demam (-), nyeri
dada (+), BAB dan BAK sulit. Riwayat perokok aktif sejak usia 18 tahun. Pasien
seorang wiraswasta dan jarang berolahraga.
Pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmhg, HR 85x/i, RR 30x/i, suhu
36,10C, dan JVP meningkat 5+3cm H20. Rontgen thoraks ditemukan
kardiomegali. EKG didapatkan • Segmen ST elevasi di V1 dan V2, ST depresi
di II,III, aVF, V5 dan V6 dan Gelombang S’ di lead I, II, III dan aVF

3.6 Daftar masalah


- CHF NYHA kelas IV et causa CAD

3.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologis :
- Oksigen 5 lpm NC
- Bedrest, membatasi aktifitas fisik sehari-hari
- Diet rendah garam dan kurangi asupan cairan

Farmakologis :
- IVFD RL 12 tpm
- Injeksi ranitidine 2x1 iv
- injeksi furosemide 2 ampul
- Nebulisasi ventolin + pulmicort per 8 jam
- aspirin 160 mg + clopidogrel 300mg
- simvastatin 1 x 40mg
- ISDN 3 x 5mg
- arixtra 1 x 2,5 mg

Follow Up (21/10/2018) pukul 08.00 WIB


S= sesak nafas (+), gelisah, keringat dingin
8

O= Sens : CM, HR : 33x/menit, ireguler T : 36,80C


TD : 70/60 mmHg RR : 30x/menit
Kepala : mata : anemis (-/-), ikterik (-/-)
Thorak : Cor : S1(N) S2(N), murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SP : Vesikuler
ST : Ronkhi basah basal (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Soepel, hepar dan limpa tidak teraba
Ekstremitas : Akral dingin, edema (-/-)

EKG :

interpretasi
• Ritme : Sinus irreguler
• Heart Rate : 33 bpm
• Axis : LAD
• Gelombang P dan QRS berjalan terpisah
• Kesan = total AV blok

A : Syok kardiogenik ec total av block


P : - Bedrest semifowler
- O2 4 L/i
- informed consent keluarga
- bolus atropine 0,5 mg (2 ampul)
- drip dopamine 1 ampul dalam 50 ml NS  10mg/kgbb/menit = 11.2
cc/jam (siringe pump)
- saran ICU
- saran rujuk untuk pasang TPM di pekanbaru
9

Follow Up (21/10/2018) pukul 08.45 WIB


S= sesak nafas (+), gelisah, keringat dingin
O = Sens : CM, HR : 70x/menit, ireguler T : 36,80C
TD : 70/60 mmHg RR : 30x/menit
Kepala : mata : anemis (-/-), ikterik (-/-)
Thorak : Cor : S1(N) S2(N), murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SP : Vesikuler
ST : Ronkhi basah basal (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Soepel, hepar dan limpa tidak teraba
Ekstremitas : Akral dingin, edema (-/-)

A : Syok kardiogenik ec total av block


P : -Bedrest semifowler
- O2 4 L/i
- IVFD RL (jalur ke 2)
- bolus atropine 0,5 mg (2 ampul)
- up titrasi dopamine  15 mg/kgbb/menit = 16,8 cc/jam (siringe pump)
- pasien dipindah ke ICU
- rujuk untuk pasang TPM di pekanbaru

BAB III
PEMBAHASAN
10

Tn A 78 tahun datang dengan keluhan sesak napas memberat sejak 6 jam


SMRS. Saat dibawa beristirahat pasien masih merasakan sesak, pernah terbangun
pada malam hari karena sesak, saat sesak lebih nyaman duduk, jika berbaring
membutuhkan 2 bantal, kaki bengkak (+/+), batuk, demam (-), nyeri dada (+),
BAB dan BAK sulit. Riwayat perokok aktif sejak usia 18 tahun. Pasien seorang
wiraswasta dan jarang berolahraga. Pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80
mmhg, HR 85x/i, RR 30x/i, suhu 36,10C, dan JVP meningkat 5+3cm H20.
Rontgen thoraks ditemukan kardiomegali . pada EKG didapatkan Segmen ST
elevasi di V1 dan V2, ST depresi di II,III, aVF, V5 dan V6 dan Gelombang S’ di
lead I, II, III dan aVF

Diagnosis gagal jantung kongestif dapat ditegakkan berdasarkan kriteria


Framingham dimana didapatkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan maka diagnosis pasien ini adalah gagal jantung kongestif (CHF) dengan
penyebab utamanya dapat dipikirkan penyakit arteri koroner (CAD). Diagnosis
CHF ditegakkan pada pasien ini dengan kriteria Framingham, dimana terdapat 4
kriteria mayor yaitu paroksismal nokturnal dispnea atau ortopneu, ronkhi basah,
JVP meningkat dan kardiomegali ditambah 2 kriteria minor yaitu edema tungkai,
dan dispnea on effort. Pasien datang dengan NYHA kelas IV, dimana pasien Tidak
dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan. Gejala terjadi
pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan akan semakin
meningkat.
Penyebab gagal jantung pada pasien ini dipikirkan adalah suatu penyakit
arteri koroner (CAD), yaitu merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung
dengan manifestasi klinis berupa rasa tidak enak di dada atau gejala-gejala lain
sebagai akibat iskemia miokard. Penyakit pada arteri koronaria dimana terjadi
penyempitan atau sumbatan pada arteri koronaria yang disebabakan karena
arterosklerosis. Sindrom koroner akut merupakan suatu spektrum dalam
perjalanan penderita penyakit jantung koroner (aterosklerosis koroner) dapat
berupa: angina pektoris tidak stabil, infark miokard dengan non-ST elevasi, infark
miokard dengan ST elevasi atau kematian jantung mendadak. Pada pasien ini
didapatkan beberapa factor resiko Antara lain
11

1. Tidak dapat diubah


 Umur
Pasien berusia 78 tahun, berdasarkan referensi Sebagian besar
kasus CAD terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat
dengan bertambahnya umur diatas 44 tahun.
 Jenis kelamin lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan wanita. Diduga karena pengaruh estrogen. Namun, setelah
wanita menopause, insidensi terjadinya hampir sama
 Genetik terjadinya aterosklerosis premature karena reaktivitas
arteria brakhialis, pelebaran tunika intima arteri karotis, penebalan
tunika media.
2. Dapat diubah
 Merokok
Pada pasien didapatkan kebiasaan merokok sejak usia 18
tahun. Berdasarkan referensi didapatkan bahwa Merokok dapat
memicu terjadinya aterosclerosis, melingkupi meningkatnya proses
oksidasi modifikasi dari LDL dan menurunkan HDL dalam sirkulasi.
Kelainan disfungsi endotel pembuluh darah disebabkan karena
jaringan tersebut mengalami hipoksia dan peningkatan adhesi dari
trombosit, peningkatan molekul leukosit dan respon inflamasi
stimulasi yang tidak sesuai dari nervus simpotikus oleh nikotin dan
perpindahan dari oksigen menjadi karbon monoksida pada
hemoglobin. Dari percobaan yang dilakukan pada hewan merokok
mempunyai konstribusi dalam terjadinya aterosklerosis.

Pada pasien ini setelah dilakukan EKG didapatkan Segmen ST elevasi di


lead V1 dan V2 sehingga dapat ditegakkan sebuah diagnose STEMI anterior, dari
sumber referensi yg diperoleh didapatkan bahwa diagnosis STEMI ditegakan
melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang lebih 2mm, minimal pada dua
sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang lebih 1mm pada 2 sadapan
ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat,
memperkuat diagnosis
12

Pasien ini diberikan terapi aspirin 160 mg dan clopidogrel 300mg, hal ini
sesuai teori, dimana dikatakan bahwa aspirin dan clopidogrel digunakan untuk
mengurangi area infark pada miokard :

 Aspirin
Aspirin berfungsi sebagai penghambat aktivitas cyclooxygenase (COX) pada
platelets. Akibatnya platelet tidak dapat menghasilkan thromboxane
A2sehingga menghambat agregasi platelet. Selain itu aspirin juga berpengaruh
pada proses perjalanan penyakit unstable angina. Dosis yang diberikan
kepada pasien sekitar 75 – 300 mg/hari. Aspirin memiliki efek samping
berupa gangguan pada gastrointestinal.
 Clopidogrel
Clopidogrel merupakan thienooyridine yang menghambat adenosine
diphospate – mediated platelet activation. Obat anti platelet jenis ini
bersinergi dengan aspirin karena sama – sama bekerja pada jalur asam
arakhidonat. Clopidogrel direkomendasikan sebagai pilihan antiplatelet pada
pasien yang tidak toleran terhadap aspirin, dan juga digunakan sebagai agen
antiplatelet adjunctive selain aspirin (terapi antiplatelet ganda).
Pada percobaan menunjukkan bahwa penambahan clopidogrel pada terapi
aspirin mengurangi kejadian kematian kardiovaskular, infark miokard, atau
stroke. Clopidogrel kurang efektif dalam mencegah perdarahan, sehingga
kurang tepat diberikan pada pasien pasca operasi seperti CABG. Dosis awal
diberikan 300mg dilanjutkan dengan 75 mg/hari.

Pasien juga diberikan terapi arixtra yg merupakan heparin dengan berat


molekul rendah, berdasarkan teori hal ini sesuai, dimana terapi untuk mengurangi
area infark pada miokard digunakan heparin, cara kerja heparin yaitu
penghambatan pada tahap koagulasi. Dimana pada saat itu terjadi penghambatan
thrombin yang mengaktivasi factor V dan VIII. Selama pemeberian sebainya
dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk pengawasan terjadinya anemia dan
trombositopenia. Salah satu kontra indikasi obat ini adalah bila ada riwayat
heparin induced thrombocytopenia
13

Pasien diberikan terapi ISDN, Pada EKG pasien ini didapatkan ST depresi
di II,III, aVF, V5 dan V6 dan Gelombang S’ di lead I, II, III dan aVF. Hal ini
sesuai teori dimana dikatakan bahwa pada NSTEMI sering berupa unstable angina.
Untuk mengurangi angina dapat diberikan nitrogliserin. Selain mengurangi nyeri
dada, nitrogliserin juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat harus
dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90mm Hg atau pasien yang
dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, paru bersih dan hipotensi).

Penyebab gagal jantung pada pasien ini adalah akibat adanya infark pada
dinding anterior sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan otot jantung.
Kerusakan otot jantung terjadi karena adanya sumbatan pada arteri koroner
sehingga terjadi gangguan aliran darah dan suplai oksigen menjadi berkurang. Jika
hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama, otot jantung akan nekrosis. Hal ini
menyebabkan terjadi gangguan pompa jantung (disfungsi sistolik). Selain itu,
kurangnya aliran darah juga dapat menurunkan kemampuan jantung untuk
relaksasi sehingga terjadi gangguan pengisian jantung (disfungsi diastolik)..
Pasien ini diberikan terapi Nebulisasi ventolin + pulmicort yg merupakan
bronkodilator, hal ini tidak sesuai dengan teori, berdasarkan teori dikatakan bahwa
Sesak napas yang merupakan keluhan utama pada pasien ini disebabkan oleh
karena adanya kongesti pulmoner, dengan adanya akumulasi dari cairan
interstisial yang menstimulasi pernapasan cepat dan dangkal yang khas untuk
sesak napas yang disebabkan oleh penyakit jantung. Sesak napas pada malam hari
saat pasien tidur merupakan akibat pasien tidur dalam keadaan datar sehingga
aliran balik darah meningkat, akibatnya ventrikel kanan juga memompakan darah
yang lebih banyak ke arteri pulmonalis. Banyaknya darah di vaskuler paru
mengakibatkan ekstravasasi cairan dari vaskuler ke intersisial, dengan adanya
ekstravasasi cairan ke intersisial jaringan paru akan menimbulkan suara ronki
basah basal saat di lakukan auskultasi pada kedua lapangan paru. Ronkhi yang
14

timbul akibat adanya peradangan paru dapat disingkirkan karena tidak adanya
manifestasi demam pada pasien ini.
Penatalaksanaan pasien gagal jantung pada kasus ini dapat dilakukan
dengan pemberian oksigen 3 liter yang adekuat yang berfungsi untuk mencegah
disfungsi end organ dan serangan gagal organ yang multipel. Gagal jantung
ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan
manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik
secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : beban awal, kontraktilitas,
dan beban akhir. Penatalaksanaan spesifik dapat diberikan terapi sesuai dengan
tingkatan gagal jantung pasien.
Pemberian diuretik diberikan sebagai ujung tombak pengobatan gagal
jantung hingga tercapai euvolemik (asites dan edema hilang). Diberikan juga
ramipril yang merupakan golongan ACEI, obat ini merupakan obat pilihan pada
gagal jantung kongestif, ACE inhibitor dapat mengurangi volume dan tekanan
pengisian ventrikel kiri, dan meningkatkan curah jantung. Pemberian obat
vasodilator pada pasien ini berupa pemberian ISDN, pemberian obat ini berguna
dalam mengurangi preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena.
Pada follow up pasien ini didapatkan komplikasi dari cad yaitu aritmia
jantung yang berupa AV Blok Derajat 2 tipe 2, berdasarkan teori dikatakan bahwa
Aritmia merupakan gangguan irama jantung yang merujuk kepada setiap
gangguan frekuensi, regularitas, lokasi asal atau konduksi impuls listrik jantung
dapat disebabkan oleh CAD, dimana pada Iskemik miokardium ditandai dengan
perubahan ion dan biokimiawi yang mengakibatkan aktivitas listrik yang tidak
stabil yang memicu dan mempertahankan aritmia, dan infark menciptakan daerah
aktif dan blok konduksi listrik, yang juga memromosikan aritmogenesis sehingga
dapat memicu terjadinya aritmia jantung, Hasil penelitian mendapatkan 101 data
pasien PJK yang mengalami aritmia, diantaranya Angina Pektoris Stabil (APS) 57
kasus (56%), Old Myocardial Infarction (OMI) 6 kasus (6%), Unstable Angina
Pectoris (UAP) 16 kasus (16%), Non ST Segment Elevation Myocardial
Infarction (NSTEMI) 20 kasus (20%), dan ST Segment Elevation Myocardial
Infarction (STEMI) 2 kasus (2%). Mayoritas kasus ialah jenis kelamin laki-laki
(66%), usia 51-60 tahun (35%). Faktor risiko tertinggi pada pasien PJK dengan
15

aritmia ialah hipertensi (41%) dan terendah ialah merokok (12%). Kasus tertinggi
ialah APS, dengan aritmia terbanyak ialah Premature Ventricular Contraction
(PVC)

DAFTAR PUSTAKA
16

1. Siswanto BB, Hersunarti N, Erwinanto, et all. Pedoman tata laksana gagal


jantung. Ed 1. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia
2015

2. Bambang B. Siswanto. Accurate diagnoses, evidence based drugs, and


new device in heart failure. Med J Indonesia. 2012;21(1);1-6.

3. Pusat komunikasi publik sekretariat jenderal kementerian kesehatan RI.


Diunduh dari:
http://www.depkes.go.id/article/view/201410080002/lingkungan-sehat-
jantungsehat.html#sthash.qGmdNjJ3.dpuf. Okt 2014. [Accessed August
20th 2015].

4. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan-Depkes RI. Riset


Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Laporan nasional; 2013.

5. Fadi shamsham, M.D, Judith mitchell, M.D. State University of New York
Health Science Center at Brooklyn, Brooklyn, New York Am Fam
Physician. 2000 Mar 1;61(5):1319-1328.

6. King M, et al. Diagnosis and evaluation heart failure. In: American family
physician. Available from :
http://www.aafp.org/afp/2012/0615/p1161.html#afp20120615p1161-b3.
2012 Jun 15;85(12):11611168.

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar


ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam; 2009.

8. Siswanto BB, Hersunarti N, Erwinanto, et all. Pedoman tata laksana gagal


jantung. Ed 1. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia
2015.

9. Fauzi MG. Hubungan anttara merokok dengan angka mortalitas gagal


jantung akut di 5 RS di Indonesia. Diunduh dari: http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/125516-S09130fk-Hubungan%20antara-Literatur.pdf

10. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI; 2007.

Anda mungkin juga menyukai