Anda di halaman 1dari 17

Terbaru 7 Maret 2011 - 14:08 GMT

Sebagian besar pasien Indonesia berobat di luar negeri karena pelayanan yang
lebih baik. Kementrian Kesehatan memperkirakan setiap tahun pasien Indonesia
yang berobat ke luar negeri menghabiskan biaya 100 triliyun rupiah. Direktur
Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan dr Supriyantoro SpP
MARS mengatakan, menurut data dari Bank Dunia tahun 2004, devisa Indonesia
yang keluar ke luar negeri dari pasien-pasien yang berobat sekitar Rp70 trilyun
pada saat itu.

"Jadi kalau tahun segitu saja sudah segitu (jumlahnya) dan tidak ada
kecenderungan menurun, mungkin sekarang sudah mencapai sekitar Rp100
trilyun, dan ini bukan jumlah yang kecil," kata dr Supriyantoro. Menurutnya,
sebagian besar orang yang berobat ke luar negeri bukan mencari rumah
sakit yang secara fisik bagus, atau karena mereka menganggap dokter-dokter
Indonesia tidak kompeten.
"Tetapi sebagian besar adalah karena memang service di sana lebih bagus
daripada service kita. Mungkin karena komunikasi (dengan pasien) kurang baik,
mungkin karena harus menunggu dokter lama dan lain-lain," tambah dr
Supriyantoro.

Dia menambahkan pemerintah sekarang sedang berupaya meningkatkan


pelayanan di rumah-rumah sakit Indonesia agar memiliki standar internasional.
"Sebagai regulator, kita membuat kebijakan dengan mengadopsi sistem akreditasi
model standar internasional," jelas Supriyantoro.

Teknologi dan informasi

Singapura adalah salah satu negara yang menjadi pilihan warga Indonesia yang
berobat ke luar negeri. Pasien kanker tiroid stadium 1, Fauziah Arsiyanti,
mengatakan, teknologi dan informasi yang lebih menyeluruh menjadi alasan dia
lebih memilih berobat di sana.

"Di sini (dulu) diberitahu bahwa tiroid saya hanya akan diambil setengah, yang
separuh didiamkan. Karena kurang puas, saya ke Singapura. Di Singapura saya
diberitahu harus diambil semua.... Karena walaupun yang setengahnya lagi masih
bagus, setelah diambil dan diletakkan di bawah mikroskop masih ada benih-benih
kanker yang kecil-kecil. Jadi dokter Singapura tidak mau ambil risiko dan ingin
mengambil semua," jelas Fauziah.
Selain itu, rumah sakit di Singapura juga memberikan alternatif pengobatan
kepadanya. "Setelah itu saya harus di radio terapi. Kalau di Jakarta, saya harus
dikemo. Kalau kemo, akan rontok rambut dan banyak sel-sel hidup yang tadinya
bagus jadi mati. Di Singapura saya tidak perlu kemo, hanya perlu minum cairan
radioaktif yang lebih tepat sasaran.“

"Saya memilih Singapura karena teknologi dan karena penjelasan mereka lebih
memuaskan," kata Fauziah.
Presiden Kritik Pasien yang Berobat ke Luar Negeri
Hindra Liu | Heru Margianto | Kamis, 7 Juli 2011 | 14:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden


Susilo Bambang Yudhoyono, ketika
meresmikan Rumah Sakit Mochtar Riyadi
Comprehensive Cancer Center (MRCCC)
di Jakarta, Kamis (7/7/2011), menyoroti
banyaknya warga negara Indonesia
yang berobat ke luar negeri. Setiap
tahun, sekitar 600.000 warga berobat ke
luar negeri dan menghabiskan uang
sekitar 1,2 miliar dollar AS atau setara
AFP Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono
Rp 10,2 triliun.

"Kalau saudara kita gemarnya sedikit-sedikit berobat ke luar negeri, tentu yang untung
luar negeri, bukan bangsa kita. Namun tentu kita tak bisa melarang. Saya tak boleh
mengeluarkan keppres yang melarang warga negara berobat ke luar negeri," kata
Presiden.

Presiden mencontohkan, selama tujuh tahun menjabat sebagai kepala negara, dia tak
pernah berobat ke luar negeri. Maka dari itu, Presiden meminta para menteri untuk tidak
berobat ke luar negeri. Presiden berharap, para menteri dapat menjadi contoh bagi
masyarakat.
Presiden berpendapat, kualitas para dokter Indonesia tak kalah dengan negara lain.
Bahkan, sambung Presiden, ada dokter Indonesia yang menjadi rujukan bagi pasien
luar negeri.

Kepala Negara juga mengatakan, semakin banyak universitas di Indonesia yang


masuk dalam daftar universitas terbaik di jagat raya. Maka dari itu, Presiden
mendorong universitas di Indonesia dapat terus mencetak dokter-dokter yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan.

Maka dari itu, Presiden


Presiden juga mendorong rumah sakit di
Indonesia untuk meningkatkan daya saing
peralatan dan pelayanan. Pemerintah juga
dikatakan telah berupaya melakukan
modernisasi rumah-rumah sakit di Indonesia.

"Saya menggarisbawahi kerja sama tripartit


antara pemerintah sebagai pembuat
kebijakan, universitas sebagai pencetak dokter
dan paramedis, serta pihak swasta yang
membangun rumah sakit agar betul-betul
dilaksanakan dengan baik," kata Presiden.
TIDAK KITA YANG
ORANG TERGANTUNG BERGANTUNG
TERPENTING PADA KITA PADANYA
DI RUMAH
SAKIT

TUJUAN
PEKERJAAN
KITA
MEMBAWA
KEINGINAN DAN
KEBUTUHAN BUKAN
PADA KITA UNTUK
DIAJAK
BERDEBAT
APALAGI
MEMBAWA BERTENGKAR
BERBAGAI
KETERBATASAN :
FISIK, MENTAL, MEMBAWA
PENGETAHUAN, KEINGINAN
KEMAUAN, DAN
KEMAMPUAN KEBUTUHAN
PADA KITA
MASALAH
KETERGANTUNGAN KEUANGAN

SULIT KARAKTERISTIK
MENERIMA
LINGKUNGAN PELANGGAN
BARU
RUMAH SAKIT
KETERASINGAN

KEKURANGAN
INFORMASI

ANCAMAN
PENYAKIT

MASALAH KRISIS ‘PEDE’


PENGOBATAN
MUTU
PENDEKATAN INFORMASI
& PERILAKU PROSEDUR
PETUGAS PERJANJIAN

FAKTOR
PENENTU
HASIL TERAPI KEPUASAN
&
PERAWATAN PELANGGAN
RUMAH
SAKIT
FASILITAS
WAKTU
PERHOTELAN
FASILITAS TUNGGU
PASIEN
UMUM YANG
TERSEDIA
Nilai
pelanggan

Loyalitas
pelanggan
Kepuasan
pelanggan

mutu
KEPUASAN / LOYALITAS
SATISFACTION (%)
SANGAT PUAS / EXCELLENT 95

PUAS / GOOD 65

RATA – RATA / AVERAGE 15

TIDAK PUAS / POOR


2
QUITE DISSATISFACTION

SANGAT TIDAK PUAS 0


PELANGGAN
BIAYA
ADMINISTRASI
KELUHAN
MINIMAL
YANG PUAS MINIMAL

PERTANYAAN
SEPERLUNYA

PELANGGAN
‘ABADI’

‘DUTA’
PROMOSI

BIAYA
MENINGKATKAN MENINGKATKAN PROMOSI
MOTIVASI BERKURANG
PROFIT KARYAWAN

Anda mungkin juga menyukai