Disusun oleh:
Ari Julian Saputra, S. Ked 04054821618100
Annisa Sarie Husni, S. Ked 04084821618212
Nuari Indiyani, S. Ked 04054821719050
Pembimbing:
dr. Erwin Sukandi, SpPD-KKV, FINASIM
2
sehari-hari. Selain itu, penyakit ini juga menunjukkan peningkatan angka kejadian
tidak hanya pada negara-negara maju namun juga pada negara-negara
berkembang.4
3
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SE
Umur : 57 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Sidorejo, Banyuasi
Tanggal masuk : 30 Juni 2017
Nomor RM : 1011885
4
2 minggu SMRS, nyeri dada kiri dirasakan semakin sering
disertai keringat dingin, berdebar, durasi <15 menit dan menghilang
ketika istirahat. 1 hari SMRS, nyeri dada dirasakan seperti tertekan
beban berat pada daerah dada kiri, tembus ke belakang, dan menjalar
ke lengan kiri dengan durasi sekitar 20-30 menit. Nyeri dada muncul
pada saat beraktivitas, tidak menghilang dengan istirahat. Nyeri dada
disertai dengan keringat dingin, berdebar, dan sesak napas. Pasien
berobat ke RS Pelabuhan dan dirawat kemudian dirujuk ke RSMH
untuk dilakukan tindakan.
D. FAKTOR RISIKO
a. Tidak dapat dimodifikasi: Laki-laki 63 tahun. Riwayat nyeri dada
sebelumnya.
b. Dapat dimodifikasi : Merokok
2. Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit, regular
5
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6C (aksilla)
3. Kepala
Mata : Anemis (-), ikterus (-)
Bibir : Sianosis (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O
4. Dada
Inspeksi : Statis dinamis simetris kiri=kanan, normochest, sela iga
melebar
Palpasi :Nyeri tekan (-), Massa Tumor (-), Vokal fremitus
kiri=kanan
- Perkusi : Sonor kiri = kanan
Batas paru-hepar : ICS V dekstra
Batas paru belakang kanan : CV Th. VIII dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. IX sinistra
Auskultasi : BP : Vesikuler; BT : Ronki-/-, Wheezing -/-
5. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Pekak
Batas atas jantung: ICS II sinistra
Batas kanan jantung: IC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung: ICS V linea aksilaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bising (-)
6. Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-), skar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-). Massa tumor (-) Hepar,Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
7. Ekstremitas
6
Ekstremitas superior kanan dan kiri:
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem (-)
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada, CTR <2 detik
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem (-)
8. PEMERIKSAAN EKG
Irama : Sinus
Heart Rate : 60x/menit
Regularitas : Reguler
Axis : Normoaxis
P wave : Normal
PR interval : 0,16 s
7
QRS complex : 0,08 s
ST Segment : isoelektrik
S di V1 + R di V5/6 <35 mm
Kesimpulan:
- Irama sinus normal rate
- Normoaksis
9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
TEST RESULT NORMAL VALUE
HT 51,0% 41,0-51,0 %
8
Uric Acid 9,4 mg/dl 2,4-5,7 mg/dl
Elektrolit
Natrium 136 135 155
Kalium 4.2 3,5 5,5
Kalsium 8,7 8,7 9,7
12. DIAGNOSIS
ANGINA PEKTORIS TAK STABIL
13. PENGOBATAN
Bed rest
Edukasi
O2 2-4 LPM via Nasal Canule
IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24 jam
Nitrat : Fasorbid 10 mg/8 jam/oral
Isosorbid Dinitrat 5mg/SL (bila nyeri dada)
Anti-agregasi platelet:
9
Aspilet 80 mg / 24 jam/oral
Clopidogrel 75 mg/24 jam/oral
Antit-coagulant: Arixtra 2,5mg/24 jam/Subkutan
Anti hipertensi: Candesartan 16mg/24 jam/oral
Statin: Atorvastatin 10mg/24 jam/oral
Laksatif: Laxadine syr 2C/12 jam/oral
Rencana pemeriksaan:
- Echocardiography
- Kontrol enzim jantung
- Coronary Angiography
- EKG serial tiap 6 jam
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Angina pectoris tak stabil terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid.2
Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner
akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran
darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan
fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark
Angina pektoris tak stabil, kadang-kadang disebut angina kresendo
ditandai dengan nyeri angina yang frekuensinya meningkat dan merupakan
tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin irreversibel
sehingga kadang-kadang disebut angina prainfark (robbin)
2. Faktor Risiko
Faktor risiko biologis angina pektoris tak stabil yang tidak dapat diubah
yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko
yang masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan
toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.3
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami
ruptur jika fibrous cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).2
Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi
trombosit pada lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan
11
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu,
aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino
pada protein adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang
dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
platelet dan agregasi setelah mengalami konversi fungsinya.1,2
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin
menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin.
Arteri koroner yang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri
atas agregat trombosit dan fibrin.1,2
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli
arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria
terisolasi, arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik.5
3. Patologi
Ruptur plak
12
sebagai vasodilator, anti-trombotikdan anti-proliferasi.Sebaliknya, disfungsi
endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan
angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.5
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.
Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag.
Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi
kolesterol LDL.Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi
disebut sel busa (foam cell).Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan
migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi
matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan
fibrosa menutupi ateromamatur, membatasi lesi dari lumen pembuluh
darah.Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan
terbentuknya trombosis.Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau
perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.5
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi
plak.Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark
miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard
dan keparahan manifestasi klinis penyakit.Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada
arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.5
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan
miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis,
biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung
menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia
yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan
kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi.5
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,
fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan
glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang
berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam
laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran
13
sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan
ambilan Na+ oleh monosit.Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard
yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit).Iskemia yang
ireversibel berakhir pada infark miokard.5
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet
dan meyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup
pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST,
sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan
stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.
Vasospasme
14
darah dan meenyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada
angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme
seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam
pembentukan trombus.
15
4. Gejala Klinis
Keluhan pasien umumnya berupa nyeri dada untuk pertama kali atau
keluhan nyeri dada yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina
biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau
timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak
napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.
5. Diagnosis
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG dengan tanda-tanda
iskemik yaitu ST depresi atau inversi T.2
5.1. Anamnesis
1. Nyeri dada:
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA:
- Lokasi: substernal, retrosternal, dan perikordial.
- Sifat nyeri: rasa sakit ditekan, terbakar, ditindih benda berat, ditusuk,
diperas, dipelintir.
- Penjalaran: lengan kiri, leher, punggung, interskapula, perut, lengan
kanan bawah.
- Nyeri membaik/menghilang dengan istirahat/nitrat.
- Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
- Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
cemas, lemas.
16
- Penyakit jantung: koroner, valvular, dan miokardial
- Penyakit paru: limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi)
dan keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas
karna hipoksia.
- Penyakit deformitas dinding toraks
- Sakit otot pernapasan
- Obesitas
- Anemia, dll.
5. 3. Pemeriksaan Penunjang
EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai sindroma koroner
17
akut.Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan
di IGD.Pemeriksaan ini merupakan landasan dalam menentukan keputusan
terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat
mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan
interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus
dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.2
18
Penanda biokimia cedera sel jantung (peningkatan kadar serum)
Penanda Meningkat Memuncak Durasi
Creatinin Kinase 4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari
(CK)
Creatinin Kinase- 4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari
MB (CK-MB)
Cardiac specific 4-6 jam 18-24 jam 10 hari
troponin T (cTnT)
Cardiac specific 4-6 jam 18-24 jam 10 hari
Troponin I
6. Terapi2,7
Penatalaksanaan pada angina pectoris tidak stabil difokuskan pada tiga hal
berikut:
a. Stabilisasi plak. Mencegah perluasan atau perkembangan trombus
intrakoroner untuk mencegah serangan jantung
b. Mengatasi gejala dalam hal ini adalah nyeri dada atau angina iskemik.
c. Mengoreksi penyebab dasar penyakit arteri coroner dan mengoreksi
gangguan hemodinamik yang menyertai.
d. Pengobatan Umum
Pengobatan umum termasuk: pemberian oksgen, tirah baring sampai anina
terkontrol, puasa 8 jam kemudian makanan cair atau lunak selama 24 jam
pertama, pembreian transquilizer untuk menenangkan pasien dan laksans agar
penderita tidak mengedan.
e. Pengobatan Khusus
Atasi nyeri dada dan iskemia
Nitrat sublingual kemudian dilanjutkan dengan pemberian intravena biasanya
dapat mengatas nyeri dada. Pemberian intravena harus dilakukan dengan
infusion pump, sebagai gantinya dapat digunakan nitrat transdermal yang
dikombinasi dengan preparat oral. Dosis awal nitrogliserin (IV) biasanya 5
ug/menit dan ditingkatkan (5-10 ug/menit) setiap 5 menit sampai nyeri dada
menghilang. Dosis maksimal adalah 200 ug/menit. Pemberian dosis besar
(lebih dari 7 ug/kgBB/menit) selama beberapa hari dapat menimbulkan
19
methemoglobinemia. Dosis IsoSorbid Dinitrat (ISDN) IV biasanya 1 mg.jam
kemudian ditingkatkan sampai nyeri dada mereda
Agar perfusi miokard tetap adekuat, makan selama pemberian nitrat IV
tekanan darah sistolik tidak boleh lebih rendah dari 100 mmHg, dan tekanan
darah diastolic tidak bileh lebih rendah dari 60 mmHg. Apabila terjadi
hipotensi, maka dosis nitrat harus diturunkan. Apabila nitrat IV masih belum
berhasil menghilangkan nyeri dada, dapat diberi morfin (2,5-5 mg) secara IV.
Apabila tidak ada kontraindikasi segera diberikan -blocker. -blocker short
acting lebih diproritaskan sebab jika terjadi efek samping lebih cepat akan
teratasi. Propranolol 10 mg dua kali sehari cukup efektif. Pada pasien yang
memiliki penyakit obstruksi paru kronis, DM atau dyslipidemia dapat diganti
atenolol (50 mg/tablet) atau dganti CCB seperti verapamil atau diltiazem.
Apabila angina amasih takstabil dapat diveri triple theraphy yaitu Nitrat, -
blocker, dan CCB. -blocker long acting seperti bisoprolol sebaiknya
diberikan sesudah kondisi stabil.
20
Tindak Lanjut
Berhubung karena angina tak stabil memiliki resimo tngi terjadi infark
miokard akut (IMA), setelah angina terkontrol, semua penderita dianjurkan
untuk dilakukan angiografi coroner selektif. Mobilisasi bertahap diikuti
treadmill tes untuk menentukan perlunya angiografi kororner merupakan
pilihan lain. Bagi penderita yang keadaannya tidak dapat distabilkan dengan
obat, maka dianjurkan intervensi yang lebih agresif seperti pemasangan
intraaortic balloon counterpulsation (IABC) dan angiografi coroner, kemudian
cABG atau PTCA tergantung lesi pada arteri koronaria.
7. Prognosis 7
TIMI (Trombolysis In Myocardial Infarction) adalah alat prognostik yang
paling valid. Masing-masing variable TIMI Risk Score dibawah ini bernilai 1
poin, dengan total poin 0-7:
- Umur 65 tahun
- penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir
- telah diketahui menderita stenosis coroner 50%
- peningkatan enzim-enzim jantung
- minimal 3 faktor risiko Penyakit Arteri Koroner (diabetes mellitus,
perokok aktif, riwayat keluarga dengan penyakit arteri koroner,
hipertensi, hiperkolesterolemia)
- gejala angina yang berat (dua atau lebih serangan angina dalam 24 jam
terakhir)
- Deviasi segmen ST pada EKG
Prognosis mengarah ke infark miokard maupun kematian mulai pada total
skor TIMI 3. Jadi, pasien dengan total TIMI skor 3-7 sebaiknya
mempertimbangkan penggunaan glikoprotein IIb/IIIa IV, heparin (LMWH)
dan kateter jantung dini.
21
BAB IV
ANALISIS KASUS
22
Pemeriksaan Fisik
Tak ada hal-hal yang Sering kali normal, pada beberapa Penilaian umum: kecemasan,
khusus/spesifik pada kasus dapat ditemui tanda-tanda sesak, keringat dingin, tanda
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan kongesti dan instabilitas Levine , kadang normotensif
fisis yang dilakukan waktu nyeri hemodinamik. atau hipertensif. Pemeriksaan
dada dapat menemukan adanya fisis lainnya dapat berupa
aritmia, gallop bahkan murmug tanda perburukan gagal
split S2 paradoksal, ronki basah jantung. Klasifikasi Killip
dibagian basal paru, yang dapat digunakan untuk
menghilang lagi pada waktu mengevaluasi hemodinamik
nyeri sudah berhenti dan rognosis pasien dengan
SKA.
Pemeriksaan Elektrokardiografi (10 menit pertama)
Perubahan ke arah faktor risiko Gambaran depresi segmen ST, Elevasi segmen ST0,1 mV,
seperti LVH dan adanya Q horizontal maupun downsloping, yang dihitung mulai dari titik J
abnormal. Gambaran EKG yang 0,05 mV pada dua atau lebih pada dua atau lebih sadapan
lainnya tidak khas seperti sadapan sesuai regio dinding sesuai regio dinding
aritmia, BBB, bi atau trifasikular ventrikelnya. dan/atau inversi ventrikelnya. namun lebih
blok, dan sebaginya. EKG saat gelombang T0,1mV pada dengan khusus pada sadapan V2-V3.
istirahat mungkin normal gelombang R prominen atau rasio Batasan elevasi menjadi
R/S<1. 0,2mV pada laki-laki usia
Pada keadaan tertentu EKG 12 40 tahun; 0,25 mV pada
sadapan dapat normal, terutama laki-laki usia <40 tahun, atau
pada iskemia posterior (sadapan V7- 0,15 mV padaperempuan.
V8) atau ventrikel kanan (sadapan Perlu dicatat bahwa EKG pada
V3R-V4R) yang terisolasi. STEMI merupakan EKG yang
Dianjurkan pemeriksaan EKG berevolusi sehingga harus
serial setiap 6 jam untuk dipertimbangkan dalam
mendeteksi kondisi iskemia yang diagnostik.
dinamis.
Pemeriksaan Biomarka Jantung
Tidak ada peningkatan Troponin Tidak ada Peningkatan Peningkatan troponin T (untuk
T dan atau CKMB peningkatan troponin T diagnosis akut) dan/atau
23
Troponin T dan dan/atau CKMB CKMB (untuk diagnosis dan
atau CKMB (4-6 jam setelah melihat luas infark).
onset)
Keterangan: CKMB, creatinine kinase myoglobin; EKG: elektrokardiografi; SKA: Sindrom koroner akut;
STEMIL ST-elevated myocardial infarction.
Tanda Levine: gambaran pasien yang mengepalkan tangan di atas dada karena nyeri angina pektoris.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010.
3. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia
Kedokteran. 2005; 147: 6-9
4. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC.
2007.
5. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwalds Heart Diseases: A
Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2008
6. Price, A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit edisi ke-6. Jakrta: EGC. 2010
7. American Heart Association. Management of Patients with Unstable Angina/
Non ST Elevation Myocardial Infarction. For a copy of the executive
summary (J Am Coll Cardiol 2007;50:652726; Circulation 2007;116:803
877)
25