Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus V

Gagal Jantung Kongestif NYHA IV

Oleh :

dr. Dwi Widyani Rosnia Savitrie

Dokter Pendamping:

1. Dr Corry Christina H
2. Dr Richard Sabar Nelson Siahaan

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi
PERIODE SEPTEMBER 2017 – SEPTEMBER 2018
1
Nama peserta : dr. Dwi Widyani Rosnia Savitrie
Nama wahana: RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi
Topik: Gagal Jantung Kongestif (CHF)
Tanggal (kasus): 22 Mei 2018
Nama Pasien: Ny.S No. RM: 10000712

Tanggal presentasi: Nama pendamping:


1. Dr Richard Sabar Nelson Siahaan
23 Juli 2018
2. Dr Corry Christina H

Tempat presentasi: Aula Komite Medik RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi
Obyektif presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □ Presentasi □ Email □ Pos
dan diskusi
Data pasien: Nama: Ny.S, 50 Tahun Nomor RM: 10000712
Nama klinik: RSUD dr Telp: - Terdaftar sejak: 22 Mei 2018
Chasbullah Abdulmadjid
Kota Bekasi

2
Data utama untuk bahan diskusi:
Autoanamnesis dan Pemeriksaan Fisik tanggal 23 Mei 2018 di Bangsal Seruni pukul 20.00 WIB
 Diagnosis / Gambaran Klinis : dyspnea e.c CHF NYHA IV / Pasien wanita berusia 50 tahun, datang dengan keluhan sesak napas
sejak 1 bulan yang lalu, memberat dalam 2 hari terakhir. Sesak dirasakan hilang timbul. Sesak diperberat saat berjalan dan
beraktifitas, tidak berkurang saat istirahat , membaik saat tidur dengan 3 bantal. Batuk kering (+), kedua tungkai membengkak
(+)/TD: 171/97 mmHg, RR 29 x/menit, Ronkhi dan wheezing (+) pada SIC V ke bawah paru kanan dan kiri, pitting edema inferior
(+)/ EKG: sinus takikardia, old infark, Leukosit 13.700, Hb 9.8, X-foto thoraks AP : Kardiomegali dan gambaran pneumonia
2. Riwayat Pengobatan : -
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Asma Bronkhial (-), HT (+) tidak terkontrol, DM (-),Penyakit Jantung dan Paru (-), Riwayat
Penyakit Ginjal (-), Riwayat sakit seperti ini (-), Alergi (-), Merokok (-), Konsumsi alkohol (-)
4. Riwayat Keluarga : HT (-), DM (-), Penyakit Jantung dan Paru (-), Penyakit Ginjal (-), Tidak ada keluarga pasien yang mengalami
keluhan seperti pasien.
5. Riwayat Sosial Ekonomi: Pasien tamatan SMP, seorang ibu rumah tangga dengan 4 orang anak, 2 diantaranya sudah mandiri.
Biaya pengobatan dengan KBS. Kesan: sosial ekonomi menengah.
Daftar pustaka:
1) Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung.;2015. Edisi pertama
2) European Society of Cardiology. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure.;
2016. European Heart Journal (2016) 37, 2129–2200 doi:10.1093/eurheartj/ehw128
3) Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan Praktik Klinis dan Clinical Pathway Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah. 2016. Edisi pertama.
4) Baris A, Alberto O, et al. Focus on renal congestion in heart failure; 2016. Clinical Kidney Journal, vol. 9, no. 1, 39–47

3
Hasil pembelajaran :
1. Penegakkan Diagnosis CHF
2. Tatalaksana Awal dan lanjutan
3. Edukasi komplikasi penyakit
1. Subjektif : (autoanamnesis tanggal 23 Mei 2018, pukul 20.00 WIB)
• Keluhan Utama: sesak napas
• Riwayat Penyakit Sekarang:
+ 1 bulan SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas , sesak muncul dan memberat setelah pasien beraktivitas ringan sehari-hari , saat
bangun dari posisi tidur atau duduk, jalan sepanjang 2 meter langsung muncul sesak, tidak membaik saat istirahat. Sesak berkurang saat
posisi berbaring dengan menggunakan 3 bantal dan setengah duduk. Sesak tidak berbunyi. Sesak tidak dipengaruhi cuaca ataupun udara
dingin. Pasien juga mengeluhkan lemas seluruh tubuh sejak + 3 bulan SMRS, semakin lama semakin memberat, lemas dirasakan terutama
saat beraktivitas berat dan berkurang jika istirahat dan semakin memberat sejak 1 bulan ini. Gejala penyerta lain ialah batuk kering (+)
sejak 1 bulan terakhir, terkadang berdahak warna kuning kehijauan, nyeri dada (+) seperti ditindih namun tidak menjalar ke punggung dan
tangan, panas (+) ngelemeng hilang timbul, suhu tidak diukur, berkurang saat minum obat penurun panas. + 2 minggu SMRS pasien
mengeluh kedua tungkai bengkak namun hilang timbul, dimulai dari telapak kaki. Nyeri perut (-), mual (-), pandangan mata buram (-),
dada berdebar (-). Terbangun malam hari karena sesak (-), nafsu makan menurun (-), penurunan berat dalam 1 bulan terakhir (-), wajah
bengkak (-), kulit kering (-), gatal-gatal (-). BAK dirasakan semakin sedikit + 2x sehari, berbusa, warna kuning jernih. + 2 hari SMRS
pasien merasa semakin sesak kemudian pasien berobat ke IGD RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid dan dirawat di bangsal Seruni.

Objektif : (tanggal 23 Mei 2018, pukul 20.00 wib)


Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : tampak sakit sedang, dyspnea (+), terpasang O2 kanul nasal 4 lpm

4
 Kesadaran : Kompos Mentis, GCS E4M6V5=15
 Tekanan darah : 171/97 mmHg
 Nadi : 115 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
 Pernapasan : 29 x/menit, kussmaul (-)
 Saturasi : 97%
 Suhu : 37,0 ºC (aksiler)
 VAS :2
 BB : 68 kg
 TB : 154 cm
 IMT : 28,69 kg/m2 (overweight)

Status Generalis
 Kepala : Normosefal
 Kulit : sawo matang, turgor kulit cukup, pucat (-), uremic frost (-)
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Hidung : discharge (-/-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-)
 Telinga : discharge (-/-)
 Mulut : bibir sianosis (-), bibir kering (-), pursed lip breathing (-)
 Tenggorokan : tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
 Leher : simetris, trakea di tengah, JVP R+3 cm, pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
 Thoraks: bentuk normal, retraksi intercostal (-), retraksi suprasternal (-)
5
o Pulmo depan
Inspeksi : paru kanan dan paru kiri simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus vocal simetris kiri dan kanan
Perkusi : redup setinggi SIC V ke bawah paru dekstra sinistra
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) turun pada SIC V ke bawah , suara tambahan ronkhi dan wheezing
pada SIC V ke bawah paru kanan dan kiri

o Pulmo belakang
Inspeksi : paru kanan dan paru kiri simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus vocal simetris kiri dan kanan
Perkusi : redup setinggi V.Th VII ke bawah
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBH (+/+)
setinggi V.Th VII kebawah

6
o Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC VI medial linea mid clavicularis sinistra, kuat angkat (+), melebar (-), thrill (-
), sternal lift (-), pulsasi parasternal/epigastrial (-)
Perkusi : batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kiri : sesuai ictus cordis
Batas kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra
Pinggang jantung: mendatar
Kesan : terdapat pembesaran jantung
Auskultasi : BJ I-II regular, Bising(-), gallop (-)
o Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruit hepar (-)
Perkusi : Timpani, pekak sisi (+) N, pekak alih (-), area traube timpani
Palpasi : Supel, Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri ketok costovertebral (-) , HJR (+)

 Ekstremitas

Superior Inferior
Pitting Oedem -/- +/+
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Clubbing Finger -/- -/-
Capillary refill <2"/<2" >2"/>2"
7
Ulkus -/- -/-
Motorik 555/555 555/555
Gerakan abnormal -/- -/-
EKG (22 Mei 2018 di IGD)

Gambaran:
Irama : Sinus
Frekuensi : 101 kali per menit
Axis : Normoaxis
Gelombang P : P mitral (+) Lead II, P pulmonal (-)
PR interval : 153 ms
8
QRS complex : 76 ms
Q patologis : (+) Lead AVF
Gelombang T : Tall T (-), T inverted (-)
Segmen ST : ST-T changes (-)
Kesan : Sinus takikardi, old infark

Laboratorium:
 Tanggal 22 dan 26 Mei 2018

Hasil Hasil
Nama Pemeriksaan Rujukan
22/5/2018 26/5/2018
Hematologi
Leukosit 16.400 13.700 5-10 ribu / ul
Hemoglobin 9.2 9.4 12-14 gr/dl
Hematokrit 28.4 27.1 37-47%
Trombosit 409.000 516.000 150 ribu-400 ribu/ul
Fungsi Ginjal
Ureum 104 205 20-40 mg/dL
Kreatinin 4.28 5.40 0.5-1.5 mg/dL
eGFR 12 9 90-120 ml/mnt/1.73

9
 Elektrolit
Nama Pemeriksaan 22/5/2018 Rujukan
Natrium (Na) 130 135-145 mmol/L
Kalium (K) 5.0 3.5-5.0 mmol/L
Clorida (Cl) 114 94-111 mmol/L

 Glukosa

Nama Pemeriksaan 22/5/2018 23/5/2018 24/5/2018 26/5/2018 Rujukan


GDS 145 128 142 126 60-110 mg/dL
GD2PP 149 60-110 mg/dL

10
X Foto Thorax AP ( 22 Mei 2018 di IGD RSUD)

Gambaran:
 Skeletal normal
 Cor : Apeks jantung bergeser ke laterocaudal, pinggang jantung mendatar
 CTR >50%
 Sinus kanan tumpul, kiri suram
 Pulmo : tampak infiltrat di lapang bawah kedua paru
 Kesan: Kardiomegali, Pneumonia dengan awal bendungan paru

11
Tinjauan Pustaka
Definisi
Gagal jantung (HF )adalah sindrom klinis ditandai gejala dan tanda abnormalitas struktur dan fungsi jantung, yang menyebabkan
kegagalan jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen metabolism tubuh. Sindrom klinis yang ditandai dengan gejala khas (misalnya
sesak napas, pembengkakan pergelangan kaki dan kelelahan) yang mungkin disertai dengan tanda-tanda (misalnya tekanan vena jugularis
yang meningkat, ronki paru dan edema perifer) yang disebabkan oleh kelainan jantung struktural dan / atau fungsional, yang
mengakibatkan penurunan curah jantung dan / atau peningkatan tekanan intrakardiak saat istirahat atau selama aktifitas.

Etiologi
Etiologi HF beragam. Tidak ada sistem klasifikasi tunggal yang disepakati untuk penyebab HF, dengan banyak tumpang tindih
antar berbagai kategori). Beberapa pasien akan memiliki beberapa patologi yang berbeda — kardiovaskular dan non-kardiovaskular —
yang saling mempengaruhi dan menyebabkan gagal jantung. Identifikasi beragam patologi ini harus menjadi bagian dari pemeriksaan
diagnostik, oleh karena tatalaksana yang diberikan disesuaikan dengan patologis yang mendasari. Berbagai etiologi HF antara lain:
1. Penyakit-Penyakit Miokardium : Penyakit jantung iskemik, kerusakan akibat toksisitas kerusakan yang dipicu oleh imunitas dan
inflamasi, infiltrasi baik terkait keganasan maupun tidak, gangguan metabolism, abnormalitas genetik
2. Kondisi Loading Abnormal : Hipertensi, Defek struktural katup dan miokardium, patologi pada pericardial dan endomiokardial,
overload volume, kondisi output berlebih
3. Aritmia : Takiaritmia, bradiaritmia

12
Tanda dan Gejala
Gejala seringkali tidak spesifik, oleh karena itu, tidak dapat membantu membedakan antara HF dengan penyakit lain. Gejala dan
tanda HF oleh karena retensi cairan dapat diatasi dengan terapi diuretik. Tanda-tanda, seperti peningkatan tekanan vena jugularis dan
perpindahan impuls apikal, mungkin lebih spesifik, tetapi lebih sulit dideteksi dan memiliki reproduktifitas yang buruk. Gejala dan tanda
mungkin sangat sulit untuk diidentifikasi dan ditafsirkan pada individu obesitas, pada lansia dan pada pasien dengan penyakit paru-paru
kronis. Pasien yang lebih muda dengan gagal jantung sering memiliki etiologi yang berbeda, presentasi klinis dan hasil berbeda
dibandingkan dengan pasien yang lebih tua. Gejala dan tanda penting dalam memantau respons pasien terhadap pengobatan dan stabilitas
seiring waktu. Gejala-gejala dapat persisten meskipun tatalaksana umumnya menunjukkan kebutuhan untuk diberikan terapi tambahan,
dan memburuknya gejala adalah perkembangan yang serius (menempatkan pasien pada risiko rawat inap dii rumah sakit yang mendesak
dan kematian) dan layak mendapatkan perhatian medis yang tepat. Riwayat terperinci harus selalu diperoleh. HF tidak umum ditemukan
pada individu tanpa riwayat medis yang relevan (misalnya penyebab potensial kerusakan jantung), sedangkan kondisi tertentu, terutama
infark miokard sebelumnya, sangat meningkatkan kemungkinan gagal jantung pada pasien dengan gejala dan tanda yang sesuai.

13
Tabel 1. Tanda dan Gejala Khas Gagal Jantung

Klasifikasi
Dalam ECS Guidelines 2016, istilah HF digunakan untuk menggambarkan sindrom simtomatik, dinilai berdasarkan klasifikasi
fungsional dari New York Heart Association (NYHA). Pasien yang tidak pernah menunjukkan gejala dan / atau tanda HF yang khas dan
dengan penurunan LVEF digambarkan memiliki disfungsi sistolik LV asimtomatik. Pasien yang telah mengalami gagal jantung untuk
beberapa waktu sering dikatakan memiliki ‘HF kronis’. Seorang pasien yang diobati dengan gejala dan tanda-tanda yang secara umum
14
tetap tidak berubah selama setidaknya 1 bulan dikatakan 'stabil'. Jika HF stabil kronis memburuk, pasien dapat digambarkan sebagai
'dekompensasi' dan ini dapat terjadi secara tiba-tiba atau lambat, sering mengarah ke rawat inap di rumah sakit, suatu kejadian yang sangat
penting bagi prognosis. Onset baru ('de novo') HF juga dapat muncul secara akut, sebagai contoh, sebagai akibat dari infark miokard akut
(AMI), atau secara subakut (bertahap), misalnya, pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi (DCM).

Tabel 2. Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan NYHA

Diagnosis
15
Penilaian komprehensif pasien dengan HF terdiri, selain riwayat medis dan pemeriksaan fisik, termasuk teknik pencitraan
yang memadai, pemeriksaan diagnostik tambahan, yaitu pemeriksaan laboratorium, EKG, X-ray thoraks, exercise test, penilaian
hemodinamik invasif dan biopsi endomiokardial. Meskipun terdapat penelitian ekstensif pada biomarker di HF (misalnya ST2, galektin 3,
copeptin, adrenomedullin), tidak ada bukti yang pasti untuk direkomendasikan pada praktik klinis

Gambar 1 Algorima Diagnosis pada Suspek


Gagal Jantung Onset Non Akut

Algoritma untuk diagnosis HF pada kondisi non-akut ditunjukkan pada Gambar 1. Untuk pasien yang datang dengan gejala atau
16
tanda untuk pertama kalinya, tidak mendesak untuk dilakukan rawat inap atau dapat dianjurkan untuk rawat jalan di rumah sakit
kemungkinan HF harus terlebih dahulu dievaluasi berdasarkan riwayat klinis pasien sebelumnya [misalnya penyakit arteri koroner (CAD),
hipertensi arteri, penggunaan diuretik], adanya gejala (misalnya ortopnoea), pemeriksaan fisik positif (misalnya edema bilateral,
peningkatan tekanan vena jugularis, pergeseran denyut apikal) dan EKG saat istirahat. Jika semua elemen didapat normal, HF tidak dapat
diitegakkan dan diagnosis lain perlu dipertimbangkan. Jika setidaknya satu elemen didapat tidak normal, NP plasma harus diukur, jika
tersedia, untuk mengidentifikasi pasien yang membutuhkan ekokardiografi (ekokardiogram diindikasikan jika tingkat NP di atas ambang
batas eksklusi atau jika kadar NP yang bersirkulasi tidak dapat dinilai) .
Selain itu dapat digunakan kriteria Diagnosis berdasarkan Kriteria Framingham untuk diagnosis gagal jantung kongestif yaitu:
Kriteria Mayor Kriteria Minor
 Paroksismal nokturnal dispneu  Edema ekstremitas
 Ronki paru  Batuk malam hari
 Edema akut paru  Hepatomegali
 Kardiomegali  Dispnea d’effort
 Gallop S3  Efusi pleura
 Distensi vena leher  Takikardi (120x/menit)
 Refluks hepatojugular  Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
 Peningkatan tekanan vena jugularis

Tabel 3. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung Kongestif

Diagnosis gagal jantung ditegakkan bila ditemukkan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
17
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit,
trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain
dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala
ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering
dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB
(Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.

Natriuretic Peptida (NP)


Konsentrasi plasma peptida natriuretik (NP) dapat digunakan sebagai tes diagnostik awal, terutama dalam kondisi non-akut
ketika ekokardiografi tidak segera tersedia. NP yang meningkat membantu menetapkan diagnosis kerja awal, mengidentifikasi pasien yang
memerlukan pemeriksaan jantung lebih lanjut; pasien dengan nilai di bawah cutpoint dengan tidak adanya disfungsi jantung yang
bermakna tidak memerlukan ekokardiografi. Pasien dengan konsentrasi plasma normal tidak dikatakan menderita gagal jantung. Batas atas
normal dalam kondisi non-akut untuk peptida natriuretik tipe-B (BNP) adalah 35 pg / mL dan untuk N-terminal pro-BNP (NT-proBNP)
adalah 125 pg / mL; Terdapat banyak penyebab kardiovaskular dan non kardiovaskular dari NP yang meningkat yang dapat melemahkan
kegunaan diagnostik pada HF. Antara lain, AF, usia dan gagal ginjal merupakan faktor yang paling penting yang menghambat interpretasi
pengukuran NP. Di sisi lain, kadar NP mungkin sangat rendah pada pasien obesitas.

Troponin I atau T
18
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut.
Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering ditemukan pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung
pada penderita tanpa iskemia miokard.

Pemeriksaan Penunjang
Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah metode pilihan pada pasien dengan dugaan gagal jantung, oleh karena alasan akurasi, ketersediaan
(termasuk portabilitas), keamanan dan efektifitas biaya. Ekokardiografi dapat dilengkapi dengan modalitas lainnya, dipilih sesuai
kemampuan pemeriksaan lain tersebut untuk menjawab pertanyaan klinis spesifik dan mempertimbangkan kontraindikasi dan risiko dari
tes spesifik. Ekokardiografi adalah tes yang paling berguna, tersedia secara luas pada pasien dengan dugaan gagal jantung untuk
menegakkan diagnosis. Modalitas memberikan informasi segera pada volume ruang, fungsi sistolik dan diastolik ventrikel, ketebalan
dinding, fungsi katup dan hipertensi pulmonal. Informasi ini sangat penting dalam menegakkan diagnosis dan dalam menentukan
pengobatan yang tepat. Transthoracic echocardiography (TTE) adalah metode pilihan untuk penilaian fungsi sistolik dan diastolik miokard
di kedua ventrikel kiri dan kanan.

Elektrokardiogram
Elektrokardiogram abnormal (EKG) meningkatkan kemungkinan diagnosis HF, tetapi memiliki spesifisitas yang rendah.
Beberapa kelainan pada ECG memberikan informasi tentang etiologi (misalnya infark miokard), dan temuan pada EKG mungkin
memberikan indikasi untuk terapi (misalnya antikoagulasi untuk AF, pacing untuk bradikardia, CRT jika terdapat perluasan kompleks
QRS). Penegakaan HF tidak mungkin pada pasien yang menunjukkan hasil EKG yang benar-benar normal (sensitivitas 89%) . Oleh
karena itu, penggunaan rutin EKG sangat dianjurkan untuk menyingkirkan HF.
Foto X-Ray
19
Rontgen toraks hanya digunakan terbatas dalam diagnosis pasien dengan dugaan gagal jantung. Hal ini mungkin paling berguna
dalam mengidentifikasi alternatif, penjelasan paru untuk gejala dan tanda pasien, yaitu keganasan paru dan penyakit paru interstisial,
meskipun computed tomography (CT) thoraks saat ini merupakan standar tatalaksana. Untuk diagnosis asma atau penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK), tes fungsi paru dengan spirometri diperlukan. X-ray thoraks dapat, bagaimanapun, menunjukkan kongesti vena paru atau
edema pada pasien dengan gagal jantung, dan lebih membantu dalam kondisi akut daripada kondisi non-akut. Hal ini penting untuk dicatat
bahwa disfungsi LV yang signifikan dapat ditemukan tanpa kardiomegali pada foto rontgen thoraks.

Cardiac Magnetic Resonance


CMR diakui sebagai standar emas untuk pengukuran volume, massa dan EF dari kedua ventrikel kiri dan kanan. Ini adalah modalitas
pencitraan jantung alternatif terbaik untuk pasien dengan studi ekokardiografi nondiagnostik (terutama untuk pencitraan jantung kanan)
dan merupakan metode pilihan pada pasien dengan penyakit jantung kongenital yang kompleks. Misalnya, CMR dengan LGE
memungkinkan diferensiasi antara penyebab HF iskemik dan non-iskemik dan fibrosis miokard / bekas luka dapat divisualisasikan. Selain
itu, CMR memungkinkan karakterisasi jaringan miokard miokarditis, amiloidosis, sarkoidosis, penyakit Chagas, penyakit Fabry
kardiomiopati non-kompaksi dan haemochromatosis. Keterbatasan klinis CMR mencakup perlunya keahlian lokal, ketersediaan lebih
rendah dan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekokardiografi, ketidakpastian tentang keamanan di pasien dengan implan logam
(termasuk perangkat jantung) dan pengukuran yang kurang dapat diandalkan pada pasien dengan takiaritmia.

Coronary Angiography
Angiografi koroner direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung yang menderita angina pektoris yang resisten
terhadap terapi medis asalkan pasien dinyatakan cocok untuk revaskularisasi koroner. Angiografi koroner juga dianjurkan pada pasien
dengan riwayat aritmia ventrikel simtomatik atau riwayat henti jantung. Angiografi koroner harus dipertimbangkan pada pasien dengan
HF dan probabilitas pre-tes awal dan tinggi dari CAD dan adanya iskemia pada tes stres non-invasif untuk menentukan etiologi iskemik
20
dan derajat CAD.

Penatalaksanaan Medikamentosa, Definitif dan Edukasi

Medikamentosa dan Definitif

Tujuan pengobatan pada pasien dengan gagal jantung adalah untuk meningkatkan status klinis pasien, kapasitas fungsional dan kualitas
hidup, mencegah perlunya penanganan di rumah sakit dan mengurangi angka kematian.

Rekomendasi terapi pada seluruh pasien HF  Angiotensin-converting enzyme inhibitors


simptomatis dengan penurunan fraksi ejeksi  Beta-blockers
 Anatagonis Reseptor aldosterone /
mineralkortikoid
Rekomendasi terapi lain pada pasien HF simptomatis  Diuretik
tertentu dengan penurunan ejeksi fraksi  Angiotensin I tipe I receptor blockers
 Kombinasi hidralazin dan isosorbid diinitrat

Terapi lain dengan manfaat yang kurang terbukti pada  Digoksin dan glikosida digitalis lainnya
pasien HF simptomatis dengan penurunan ejeksi fraksi

Terapi yang tidak direkomendasikan (terbukti tidak  Statin


bermanfaat) pada pasien HF simptomatis dengan  Antiplatelet dan antikoagulan oral
penurunan ejeksi fraksi  Inhibitor renin

Terapi yang tidak direkomendasikan (dipercaya  Calcium-channel blockers


menimbulkan kerusakan ) pada pasien HF simptomatis

21
dengan penurunan ejeksi fraksi

Tabel 4. Rekomendasi Terapi untuk Gagal Jantung

-Kontrol Hipertensi
Kontrol tekanan darah akan menunda timbulnya HF dan beberapa juga menunjukkan bahwa ia akan memperpanjang usia.
Obat antihipertensi yang berbeda [diuretik, ACEI, angiotensin receptor blocker (ARB), beta-blocker] telah terbukti efektif, terutama pada
orang yang lebih tua, baik pada pasien dengan dan tanpa riwayat infark miokard. Seiring dengan diskusi yang sedang berlangsung pada
nilai tekanan darah target optimal pada subjek hipertensi non-diabetes, studi SPRINT baru-baru ini telah menunjukkan bahwa menangani
hipertensi dengan tujuan penurunan tekanan darah yang lebih rendah [darah sistolik. tekanan (SBP), 120 mmHg vs., 140 mmHg] pada
subjek hipertensi yang lebih tua (≥75 tahun) atau pasien hipertensi berisiko tinggi mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, kematian
dan rawat inap untuk HF.

-ACEI Angiotensin-converting enzyme inhibitors)


Sacubitril / valsartan direkomendasikan sebagai pengganti ACE-I untuk mengurangi risiko rawat inap HF dan kematian pada
pasien rawat jalan dengan HFrEF simptomatis menetap meskipun telah mendapatkan terapi optimal dengan ACE-I, beta-blocker dan
MRAd. ACEI juga direkomendasikan pada pasien dengan disfungsi sistolik LV asimptomatik untuk mengurangi risiko kemunculan HF,
rawat inap dan kematian.Ppasien dengan CAD, tanpa disfungsi sistolik LV atau HF, ACEI mencegah atau menunda onset HF dan
mengurangi mortalitas kardiovaskular dan penyebab lain, meskipun manfaatnya mungkin kecil dalam kondisi kontemporer, terutama pada
pasien yang menerima aspirin.

22
-Beta Blockers
Terdapat konsensus bahwa beta-blocker dan ACEIs bersifat komplementer, dan dapat dimulai bersamaan segera setelah
diagnosis HFrEF dibuat. Beta-blocker direkomendasikan pada pasien dengan disfungsi sistolik LV tanpa gejala dan riwayat infark
miokard, untuk mencegah atau menunda onset HF atau memperpanjang usia. Betablockers harus dimulai pada pasien yang stabil secara
klinis dengan dosis rendah dan secara bertahap naik ke dosis maksimum yang dapat ditoleransi. Beta-blocker harus dipertimbangkan untuk
mengontrol laju pada pasien dengan HFrEF dan AF, terutama pada mereka dengan denyut jantung tinggi Beta-blocker direkomendasikan
pada pasien dengan riwayat infark miokard dan disfungsi sistolik LV asimtomatik untuk mengurangi risiko kematian .

- Antagonis Renin-Angiotensin
Up-titrasi antagonis sistem renin-angiotensin dan beta-bloker untuk dosis maksimum yang dapat ditoleransi dapat memberikan
kemajuan, termasuk gagal jantung, pada pasien dengan peningkatan konsentrasi plasma NPs. Antagonis reseptor mineralokortikoid /
aldosteron MRA (spironolactone dan eplerenone) blok reseptor yang mengikat aldosterone dan, dengan berbagai tingkat afinitas, reseptor
hormon steroid lain (misalnya corticosteroids, androgen). Spironolactone atau eplerenone direkomendasikan pada semua pasien yang
simtomatik (walaupun sudah diobati dengan ACEI dan beta-blocker) dengan HFrEF dan LVEF ≤35%, untuk mengurangi mortalitas dan
rawat inap HF. Perhatian harus dilakukan ketika MRA digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal dan pada mereka dengan tingkat
serum kalium .5.0 mmol / L. Pemeriksaan teratur kadar kalium serum dan fungsi ginjal harus dilakukan sesuai dengan status klinis.

23
Tabel 5. Obat dan Dosis yang Umum Diberikan pada CHF

- Diuretik
Diuretik direkomendasikan untuk mengurangi tanda dan gejala kongesti pada pasien dengan HFrEF, tetapi efeknya terhadap
mortalitas dan morbiditas belum diteliti dalam RCT. Sebuah meta analisis Cochrane telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan gagal
jantung kronis, loop dan diuretik thiazide muncul untuk mengurangi risiko kematian dan memperburuk HF dibandingkan dengan plasebo,
24
dan dibandingkan dengan kontrol aktif, diuretik muncul untuk meningkatkan kapasitas latihan. Obat-obat di atas harus digunakan bersama
dengan diuretik pada pasien dengan gejala dan / atau tanda-tanda retensi. Penggunaan diuretik harus disesuaikan dengan kondisi pasien.
Diuretik loop menghasilkan diuresis yang lebih intens dan lebih pendek daripada tiazid, meskipun keduanya bertindak secara sinergis dan
kombinasi ini dapat digunakan untuk mengobati edema yang resistan. Namun, efek samping lebih mungkin terjadi dan kombinasi ini
hanya boleh digunakan dengan hati-hati. Tujuan terapi diuretik adalah untuk mencapai dan mempertahankan euvolaemia dengan dosis
terendah yang dapat dicapai. Dosis diuretik harus disesuaikan dengan kebutuhan individu dari waktu ke waktu. Pada pasien tertentu tanpa
gejala / hipovolemik, penggunaan obat diuretik mungkin (sementara) dihentikan. Pasien dapat dilatih untuk menyesuaikan sendiri dosis
diuretik mereka berdasarkan pemantauan gejala / tanda-tanda retensi cairan dan pengukuran berat badan harian.

- Angiotensin II tipe I bloker reseptor


ARB direkomendasikan hanya sebagai alternatif pada pasien yang tidak toleran terhadap ACEI. Candesartan telah terbukti
mengurangi mortalitas kardiovaskular. Valsartan menunjukkan efek pada rawat inap untuk HF (tetapi tidak pada semua penyebab rawat
inap) pada pasien dengan HFrEF yang menerima ACEIs. Kombinasi ACEI / ARB untuk HFrEF ditinjau oleh EMA, yang menyarankan
bahwa manfaat dianggap lebih besar daripada risiko hanya pada kelompok pasien tertentu dengan HFrEF di mana terapi lain tidak
memberikan efek. Oleh karena itu, ARB diindikasikan untuk pengobatan HFrEF hanya pada pasien yang tidak dapat mentoleransi ACEI
oleh karena efek samping yang serius. Kombinasi ACEI / ARB harus dibatasi untuk pasien HFrEF simptomatik yang menerima beta-
blocker yang tidak dapat mentoleransi MRA, dan harus digunakan di bawah pengawasan ketat.

25
Tabel 6. Obat dan Dosis Diuretik yang Umum Diberikan pada CHF
Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan, mungkin perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katup. Intervensi
bedah, reparasi atau ganti katup :
1. Closed Mitral Commisurotomy
2. Open Mitral Valvotomy
3. Mitral Valve Replacement

26
Edukasi

 Ketaatan pasien berobat


Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60%
pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi.
 Berhenti Merokok
Meskipun berhenti merokok belum terbukti mengurangi risiko pengembangan HF, asosiasi epidemiologi dengan perkembangan
penyakit kardiovaskular menunjukkan bahwa saran tersebut, jika diikuti, akan bermanfaat.
 Berhenti Konsumsi Alkohol
Hubungan antara asupan alkohol dan risiko pengembangan de novo HF adalah berbentuk U, dengan risiko terendah dengan
konsumsi alkohol sederhana (hingga 7 minuman / minggu) . Asupan alkohol yang lebih besar dapat memicu perkembangan
kardiomiopati toksik, abstain lengkap dari alkohol dianjurkan.
 Pengurangan berat badan sesuai BMI
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah
perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
 Aktifitas Fisik
Hubungan terbalik antara aktivitas fisik dan risiko gagal jantung telah dilaporkan. Sebuah meta-analisis baru-baru ini menemukan
bahwa dosis aktivitas fisik melebihi pedoman yang direkomendasikan tingkat minimal mungkin diperlukan untuk pengurangan
lebih besar dalam risiko HF.

27
Komorbiditas Gagal Jantung dengan Gagal Ginjal Kronis

Gagal Jantung (HF) dan Gagal Ginjal Kronis (CKD) sering kali berdampingan, berbagi banyak faktor risiko yang sama
(diabetes, hipertensi, hiperlipidemia) dan saling berinteraksi untuk memperburuk prognosis. CKD secara umum didefinisikan sebagai
eGFR, 60 mL / min / 1,73 m2 dan / atau adanya albuminuria (tinggi atau sangat tinggi, 300 mg albumin / 1 g kreatinin urin). Kerusakan
fungsi ginjal yang lebih parah, yang disebut fungsi ginjal yang memburuk (WRF), digunakan untuk mengindikasikan peningkatan
kreatinin serum, biasanya sebesar 0,26,5 mmol / L (0,3 mg / dL) dan / atau peningkatan 25% atau penurunan 20 dari GFR. Pentingnya
perubahan yang tampaknya kecil ini adalah sering terjadi, menimbulkan perkembangan CKD dan, sebagai akibatnya, dapat memperburuk
prognosis HF. Di HF, WRF relatif umum terjadi, terutama selama inisiasi dan uptitration terapi inhibitor RAAS. Terlepas dari fakta bahwa
RAAS blocker sering dapat menyebabkan penurunan GFR pada pasien dengan gagal jantung, pengurangan ini biasanya kecil dan tidak
boleh menyebabkan penghentian pengobatan kecuali terjadi penurunan yang nyata, oleh karena manfaat pada pasien dapat dipertahankan .

Ketika peningkatan besar dalam serum kreatinin terjadi, tatalaksana harus dilakukan untuk mengevaluasi pasien secara
menyeluruh dan harus mencakup penilaian kemungkinan terjadi stenosis arteri ginjal, hiper atau hipovolemia yang berlebihan,
hiperkalemia, yang sering terjadi bersamaan dengan WRF. Diuretik, terutama tiazid, tetapi juga diuretik loop, mungkin kurang efektif
pada pasien dengan GFR yang sangat rendah, dan jika digunakan, harus diberikan dosis yang tepat (dosis yang lebih tinggi untuk
mencapai efek yang sama). Obat-obatan yang diekskresikan secara total (misalnya digoksin, insulin dan heparin berat molekul rendah)
dapat terakumulasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan mungkin memerlukan penyesuaian dosis jika fungsi ginjal memburuk. Pasien
dengan HF dan penyakit vaskular koroner atau perifer beresiko mengalami disfungsi ginjal akut ketika pasien menjalani kontras media
meningkat pada angiography [cedera akut ginjal yang disebabkan oleh kontras (CI-AKI).. Bloker adrenoceptor menyebabkan hipotensi
dan retensi natrium dan air, dan mungkin tidak aman diberikan pada HF dengan HFrEF.

28
DIAGNOSIS AWAL
 Dyspnea e.c CHF NYHA IV DD/ Asma Bronkhial, CKD, PPOK

 Plan :
TERAPI AWAL (Tatalaksana awal di IGD)
IP Dx : O : EKG, darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, X foto thorax AP
Ip Rx :
 O2 nasal canul 3 lpm
 Venflon
 Injeksi Lasix 1x2 amp
 Injeksi Ranitidin 2x1 amp
 ISDN tablet 1x5 mg
 Aspilet tablet 1x20 mg
 Ranipril tablet 2x2.5 mg
 Pemasangan Kateter DC
Mx : Keadaan umum, tanda vital, ronkhi, diuresis/4 jam, balance cairan dan elektrolit per 24 jam
Ex :
- Menjelaskan kepada penderita dan keluarga tentang penyakit yang dideritanya dan komplikasi yang mungkin terjadi.
- Mengedukasi kepada penderita agar membatasi minum dan aktivitas, aktivitas sesuai kemampuan pasien
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien perlu dirawat inap dan akan dipasang selang kencing untuk monitoring
diuresis

29
TERAPI AWAL DI IGD (Konsul dr. Bambang Sp.jp)
 Injeksi Lasix 2x1 amp
 Spironolakton tablet 1x25mg
 Bisosprolol tablet 1x1/4 tab
 Clopidogrel tablet 1x75 mg
 ISDN tablet 3x5 mg
 Ranipril tablet 1x5 mg

DIAGNOSIS KERJA
 CHF NYHA IV
 CKD Stage V
 Pneumonia

CATATAN KEMAJUAN PASIEN (Tanggal 23 Mei s.d 28 Mei 2018)


TANGGAL PEMERIKSAAN FISIK DAN TERAPI DAN PROGRAM
PROBLEM
23 Mei 2018 S : sesak (+), kaki bengkak (+), mual(-), TERAPI
pukul 20.00 wib, muntah(-), batuk(-) Visit dr Bambang Sp.JP
Hari Rawat ke-2 O:  O2 nasal canul 3lpm
 KU : tampak sakit sedang  Drip Lasix 5 mg per 8 jam

30
 TD : 90/70 mmHg  ISDN tablet 3x5 mg
 N : 70x/menit  Clopidogrel tablet 1x75 mg
 S : 36ºC  Konsul Spesialis Paru
 Kepala: normocephal, terpasang  Konsul Spesialis Penyakit
kanul nasal O2 Dalam
 Thorax : SNV +/+ Rh +/+ Wh Visit dr Anggarjito, Sp.P
+/+ , BJ I – II reguler murmur (-)  Injeksi Levofloxacin 1x750 mg
gallop (-)  Vestein 3x300 mg
 Abdomen : supel , bising usus  Nebulisasi combiven:pulmicort
(+) 1:1 per 8 jam
 Ekstremitas : CRT <2 detik, Visit dr Nur Faita, Sp.PD
pitting edema (+)/(+)  Bicnat tablet 3x1
 CaCo3 tablet 3x1
 Asam Folat tablet 3x1
A:  Vitamin B12 tablet 3x1
1. CHF NYHA IV  Diet Rendah Protein Rendah
2. CKD Stage V Gula Rendah Karbohidrat
3. Pneumonia

MONITORING :
- Keadaan umum

31
- Tanda vital/6 jam
- Balance Cairan
- Batasi aktifitas
24 Mei 2018, S : sesak (+), batuk(+), kaki bengkak TERAPI
Hari Rawat ke-3 (+), mual (-) muntah(-),  O2 nasal canul 3lpm
O:  Injeksi Levofloxacin 1x750 mg
 KU : tampak sakit sedang  ISDN tablet 3x5 mg
 TD : 128/84 mmHg  Vestein 3x300 mg
 N : 74x/menit  Nebulisasi per 8 jam
 S : 36.6ºC  Bicnat tablet 3x1
 Kepala: normocephal, terpasang  CaCo3 tablet 3x1
kanul nasal O2  Asam Folat tablet 3x1
 Thorax : SNV +/+ Rh +/+ Wh  Vitamin B12 tablet 3x1
+/+ , BJ I – II reguler murmur (-)
gallop (-) Visit dr Bambang Sp.JP
 Abdomen : supel , bising usus  Drip Lasix 10 mg per jam
(+)  ISDN tablet 3x5 mg
 Ekstremitas : CRT <2 detik,  Clopidogrel tablet 1x75 mg
pitting edema (+)/(+)

MONITORING :
- Keadaan umum

32
A: - Tanda vital/6 jam
1. CHF NYHA IV - Balance Cairan
2. CKD Stage V - Batasi Aktifitas
3. Pneumonia

25 Mei 2018, S : sesak (+), batuk(+), kaki bengkak (+) TERAPI


Hari Rawat ke-4 berkurang, mual (-) muntah(-)  O2 nasal canul 4lpm
O:  Injeksi Levofloxacin 1x750 mg
 KU : tampak sakit sedang  ISDN tablet 3x5 mg
 TD : 120/70 mmHg  Ranipril tablet 1x5 mg
 N : 80x/menit  Clopidogrel 1x 75 mg
 S : 36.5ºC  Vestein 3x300 mg
 Kepala: normocephal, terpasang  Nebulisasi per 8 jam
kanul nasal O2  Bicnat tablet 3x1
 Thorax : SNV +/+ Rh +/+ Wh  CaCo3 tablet 3x1
+/+ berkurang, BJ I – II reguler  Asam Folat tablet 3x1
murmur (-) gallop (-)  Vitamin B12 tablet 3x1
 Abdomen : supel , bising usus
(+) Visit dr Bambang Sp.JP
 Ekstremitas : CRT <2 detik,  Drip Lasix 10 mg per jam

33
pitting edema (+)/(+) berkurang syringe pump
 ISDN tablet 3x5 mg
 Clopidogrel tablet 1x75 mg
A:
1. CHF NYHA IV MONITORING :
2. CKD Stage V - Keadaan umum
3. Pneumonia - Tanda vital
- Balance Cairan
- Batasi aktivitas

26 Mei 2018, S : sesak (+) berkurang, batuk(+), kaki TERAPI


Hari Rawat ke-5 bengkak (-), mual (-) muntah(-)  O2 nasal canul 3lpm
O:  Injeksi Levofloxacin 1x750 mg
 KU : tampak sakit sedang  ISDN tablet 3x5 mg
 TD : 124/65 mmHg  Ranipril tablet 1x2,5 mg
 N : 95x/menit  Clopidogrel tablet 1x75 mg
 S : 35,8ºC  Candersatan tablet 1x4 mg
 Kepala: normocephal, terpasang  Vestein 3x300 mg
kanul nasal O2  Nebulisasi per 8 jam
 Thorax : SNV +/+ Rh +/+, BJ I –  Bicnat tablet 3x1
II regular, murmur (-) gallop (-)  CaCo3 tablet 3x1

34
 Abdomen : supel , bising usus  Asam Folat tablet 3x1
(+)  Vitamin B12 tablet 3x1
 Ekstremitas : CRT <2 detik,
pitting edema (+)/(+) berkurang Visit dr Bambang Sp.JP
 Drip Lasix 10 mg per jam
syringe pump  stop
A:  Furosemide tablet 1x1
1. CHF NYHA IV  ISDN tablet 3x5 mg
2. CKD Stage V  Clopidogrel tablet 1x75 mg
3. Pneumonia

MONITORING :
- Keadaan umum
- Tanda vital
- Balance Cairan
- Batasi aktivitas
27 Mei 2018, S : sesak (+) berkurang, batuk(+) TERAPI
Hari Rawat ke-6 berkurang, kaki bengkak (-), mual (-)  O2 nasal canul 3lpm
muntah(-)  Injeksi Levofloxacin 1x750 mg
O:  ISDN tablet 3x5 mg
 KU : tampak sakit sedang  Ranipril tablet 1x2,5 mg
 TD : 119/68 mmHg  Clopidogrel tablet 1x75 mg

35
 N : 96x/menit  Candersatan tablet 1x4 mg
 S : 37,3ºC  Furosemide tablet 1x1
 Kepala: normocephal, terpasang  Vestein 3x300 mg
kanul nasal O2  Nebulisasi per 8 jam
 Thorax : SNV +/+ Rh +/+,  Bicnat tablet 3x1
Wheezing (-/-), BJ I – II regular,  CaCo3 tablet 3x1
murmur (-) gallop (-)  Asam Folat tablet 3x1
 Abdomen : supel , bising usus  Vitamin B12 tablet 3x1
(+)
 Ekstremitas : CRT <2 detik, MONITORING :
pitting edema (-)/(-) - Keadaan umum
- Tanda vital
- Balance Cairan
A: - Batasi aktivitas
1. CHF NYHA IV
2. CKD Stage V
3. Pneumonia

28 Mei 2018, S : sesak (-), batuk(+) jarang, kaki TERAPI


Hari Rawat ke-7 bengkak (-), mual (-) muntah(-)  O2 nasal canul 3lpm
O:  Injeksi Levofloxacin 1x750 mg

36
 KU : tampak sakit sedang  ISDN tablet 3x5 mg
 TD : 120/70 mmHg  Ranipril tablet 1x2,5 mg
 N : 70x/menit  Clopidogrel tablet 1x75 mg
 S : 36.0ºC  Candersartan tablet 1x4 mg
 Kepala: normocephal, terpasang  Furosemide tablet 1x1
kanul nasal O2  Vestein 3x300 mg
 Thorax : SNV +/+ Rh +/+  Nebulisasi per 8 jam
minimal, Wheezing (-/-), BJ I –  Bicnat tablet 3x1
II regular, murmur (-) gallop (-)  CaCo3 tablet 3x1
 Abdomen : supel , bising usus  Asam Folat tablet 3x1
(+)  Vitamin B12 tablet 3x1
 Ekstremitas : CRT <2 detik,  Edukasi Pasien Pulang : Rutin
pitting edema (-)/(-) minum obat dan control

Visit dr Bambang Sp.JP


A:  Pasien Boleh Pulang
1. CHF NYHA IV
2. CKD Stage V
3. Pneumonia

37
38

Anda mungkin juga menyukai