NSTEMI
Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Disusun oleh :
Zakharia Ardi (42180282)
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. NMH
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 0208xxx
Tanggal Lahir : 31 Desember 1945
Usia : 73 tahun
Agama : Islam
Alamat : Bumijo, Jetis, Yogyakarta
Pekerjaan :-
HMRS : 27 Januari 2020
Ruang Perawatan : ICU
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
5. Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat maupun
makanan.
6. Riwayat Operasi
- Tidak ada
7. Riwayat Pengobatan
-
8. Riwayat Kebiasaan
Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani. Pola makan teratur sehari
3x, menu makanan seadanya. Sering mengkonsumsi gorengan. OS adalah
perokok aktif, sehari menghabiskan 1 bungkus rokok saat bekerja di
sawah.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
o GCS : E1 V1 M1
o Kesadaran : Koma
o Nadi : 94x/menit
o Suhu : 36,4˚C
o Nafas : 20x/menit
o Berat badan : 60 kg
2. Pemeriksaan Fisik
• Kepala
Ukuran : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung
(-/-), nyeri retroorbital (-/-), Brill Hematom (-/-)
Telinga : Bentuk normal, simetris, otorrhea (-)
Hidung : Bentuk normal, rhinorea (-), Napas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis
aptosa (-),
Leher
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, benjolan/masa (-),
Palpasi : Pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan limfonodi (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-)
• Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Simetris dekstra et sinistra, jejas (-), retraksi dinding dada
(-), penggunaan otot bantu napas (-)
Palpasi : Ketinggalan gerak (-), fremitus normal sama pada kedua
paru, pengembangan dada normal, tidak teraba massa
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, wheezing (-/-), RBB (+/+)
Cor
Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak terlihat nampak pada dinding
dada
Palpasi : Batas kiri jantung bawah VI linea midclavicularis sinistra
Perkusi : jantung redup dengan kontur jantung normal
- Batas atas jantung : Batas kiri jantung atas SIC II linea
midclavicularis sinistra
- Batas jantung bawah : Batas kiri jantung bawah VI linea
midclavicularis sinistra
- Batas jantung kanan : Batas kanan jantung SIC II-IV linea
parasternalis dekstra
Auskultasi: Suara S1/S2 batas normal, S3/S4 (-)
• Abdomen
Inspeksi : Tidak ada tanda trauma pada abdomen, distensi abdomen
(-), massa (-), jejas (-)
Auskultasi: Dbn
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
Palpasi :
- Teraba supel di seluruh regio abdomen
- Nyeri tekan epigastrik(+), defans muskular (-)
- Hepar dan lien tidak teraba.
• Ekstremitas
Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
Bahu kiri: bengkak, nyeri tekan, krepitasi (+), nyeri gerak
Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
3. Hasil EKG
29-1-2020
1-2-2020
X ray
• Jaringan pulmonal menunjukkan densitas yang inhomogen dengan infiltrat
tipis mengawan dan corakan bronkhovaskular kedua pulmo bertambah
• Struktur hiler tak tampak memadat
• Cor : CTR<0.5 dengan konfigurasi yang normal
• Diafragma bilateral letaknya normal dengan kontur yang reguler
• Kedua sinus costofrenikus lancip
• Struktur sistema tulang dinding thoraks tak ada kelainan
KESAN : tanda bronchopneumonia, tak tampak cardiomegaly
E. KLASIFIKASI
TIMI SCORE
KLASIFIKASI KILLIP
GRACE SCORE
Prediksi kematian di rumah sakit
F. DIAGNOSIS KERJA
- NSTEMI dengan TIMI score 3, onset 5 jam , Killip kelas III
- PPOK
- Asma bronchial
- Bronchopneumonia
- Edem pulmo
G. TATALAKSANA
Initial Terapi
• Infus RL 20 tpm -
• ET + bagging
• Syok (TD 90/60) Dobutamin 1 ampul dalam 50 cc NaCl 0,9% 3,6
cc/jam IV
• Aspilet 4x80 mg
• CPG 4x75 mg
• Atorvastatin 1x20 mg
• NTG 3 cc/jam
• NGT, DC
• Inj Ceftriaxone 2x1 gr
• Nebulizer combivent + flexotide 3x1
• Inj Metylprednisolon 1x125 cc
Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi
ST (NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan
patofisiologi dan gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan
keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan
manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa
peningkatan biomarker jantung.
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang
lebih disukai karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK
dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah
perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American
Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi
segmen ST ( NSTEMI) ialah apakah iskemi yang timbul cukup berat sehingga
dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda
kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien
mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-
MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi
segmen ST ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang negatif.
I. ETIOLOGI
1. Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab
angina pektoris tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau
total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan
yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung
banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang
tidak stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya
infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang
berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan
lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi
platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus
menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi
segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya
menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak stabil.
II. PATOGENESIS
suplai oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan
secara pasti apa penyebab arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor
Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga
meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-
arteri koroner akan berdilatasi dan akan mengalirkan banyak darah dan oksigen ke
otot jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau
oksid) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak
adanya fungsi ini dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus
berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu
nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu
untuk memenuhi kebutuhan eneginya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak
adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk
penimbunan asam laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina
Keluhan yang khas adalah nyeri dada. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan
gejala kardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :
a) Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis
secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung.
Jika dicurigai dari jantung, perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner
atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard
sebelumnya serta faktor-faktor risiko, antara lain hipertensi, diabetes mellitus,
dislipidemi, merokok, stres, serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang epigastrium dengan ciri
seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa
penuh, berat atau tertekan, nyeri berlangsung lebih dari 20 menit dan tidak
dipengaruhi aktivitas, menjadi manifestasi gejala yang sering ditemui pada
NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka
yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat memiliki prognosis lebih
baik jika dibandingkan dengan yang nyeri dada pada saat istirahat. Walaupun
gejala khas rasa tidak enak di dada pada NSTEMI telah diketahui dengan baik,
gejala tidak khas seperti dispneau, mual, diaforesis, sinkop, atau nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas, atau leher, juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar
pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
a) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila
telah terjadi komplikasi seperti gagal jantung, maka dapat ditemukan
irama gallop (bunyi jantung ketiga) atau ronki basah halus. Bila terjadi
aritmia dan hipotensi, maka penderita mungkin tampak pucat dan
berkeringat dingin. Kadang-kadang pasien datang dengan keluhan
nyeri ulu hati, dada rasa terbakar, atau rasa tidak nyaman di dada yang
sulit digambarkan oleh penderita.
b) Pemeriksaan Penunjang
EKG
Pada NSTEMI, dapat ditemukan depresi segmen ST (≥ 1mV) atau
inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang
bersebelahan.
Cardiac
Meningkat Puncak Normal
Marker
Ekokardiografi
Pemeriksaan ini juga dapat membantu dalam mendiagnosis karena
dapat memperlihatkan abnormalitas dari kontraksi ventrikel yang
mengalami iskemik atau infark.
b) KLASIFIKASI
A. Kelas I: angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah
beratnya nyeri dada
B. Kelas II: angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I
bulan, tapi tidak ada serangan angina dalam 48 jam terakhir
C. Kelas III: adanya serangan angina waktu istirajat dan terjadinya secara
akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
2. Keadaan klinis:
A. Kelas A: angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain
atau febris
c) PENATALAKSANAAN
Pencegahan
Beta Blocker
β-blocker memiliki efek inotropik dan kronotropik negatif sehingga
dapat meningkatkan suplai oksigen dan menurunkan kebutuhan
oksigen jantung melalui efek penurunan denyut jantung dan daya
kontraksi miokardium. Pemberian β-blocker pada jam-jam pertama
IMA dapat membatasi perluasan infark, mengurasi risiko reinfark,
dan memperpanjang harapan hidup. Jika tidak terdapat
kontraindikasi (bradikardi, bronkospasme, hipotensi, gagal jantung),
β-blocker dapat diberikan dalam 24 jam pertama onset nyeri dengan
tujuan untuk mencapai denyut jantung sekitar 60x/menit. β-blocker
yang diberikan sebaiknya yang merupakan kardioselektif, seperti
atenolol, acebutolol, bisoprolol, esmolol, atau metoprolol.
Antagonis Kalsium
Dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan
darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium :
3. Terapi Antiplatelet
Aspirin
Aspirin memiliki efek menghambat COX-1 dan mencegah
pembentukan tromboksan (TXA2) yang merupakan mediator dalam
aktivasi platelet sehingga mencegah agregasi platelet dan konstriksi
arterial. Dosis awal :160-325 mg, kemudian dilanjutkan 75-160
mg/hari, diberikan pada semua pasien SKA jika tidak terdapat
kontraindikasi (ulkus peptikum, gastritis berat, atau penyakit
perdarahan lainnya).
Clopidogrel
Clopidogrel (derivat Tinopiridin) memiliki efek dalam menghambat
aktivasi P2Y12, yang merupakan reseptor ADP pada platelet sehingga
dapat mencegah agregasi trombosit dan menghambat pembentukan
trombus. Pemberian clopidogrel efektif pada pasien-pasein yang alergi
terhadap aspirin. Dosis loading : 300 mg, kemudian dilanjutkan 75
mg/hari.
Antagonis GP IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah
ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena antagonis GP
IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan
fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Contoh :
absiksimab, eptifibatid, tirofiban.
4. Terapi Antikoagulan
Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari berbagai
rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas
antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan
heparin akan bekerja menghambat trombin dan dan faktor Xa. Heparin
juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel yang
mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga
diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya
kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).
Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida
heparin. Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH
mempunyai ikatan terhadap protein plasma yang kurang,
bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia ialah
dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan
pemberian LMWH karena cara pemberian mudah, yaitu dapat
disuntikkan secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan
laboratorium.
5. Statin
Dengan menghambat biosintesis kolesterol serta meningkatkan ekspresi
reseptor LDL di hepar, statin memiliki efek menurunkan LDL-kolesterol
dan prekursornya dari sirkulasi. Statin juga memiliki efek pleiotropik,
yaitu perbaikan fungsi endotel, anti-inflamasi, anti-proliferasi otot polos,
anti-oksidan, anti-trombosis, dan stabilisasi plak, sehingga pemberian
statin dianjurkan pada pasien SKA dengan target kadar LDL < 70 mg/dl.
d) KOMPLIKASI
Usia ≥ 65 tahun 1
Diketahui PJK 1
Interpretasi
Risiko
Skor
(%)
0-1 4,7
2 8,3
3 13,2
4 19,9
5 26,2
6-7 40,9
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arief, dkk., 2005, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2, edia
Aesculapius, Penerbit FK UI, Jakarta.
Price, A. Sylvia, dan Wilson, Lorraine M., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 1, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Putz R., R. Pabst, 2005, Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 Edisi 21, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Swartz, Mark H., 1995, Buku Ajar Diagnostik Fisik, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.