Anda di halaman 1dari 13

REFLEKSI KASUS

CHRONIC KIDNEY DISEASE PADA PASIEN DM


TIPE II

Disusun Oleh :
Zakharia Ardi
42180282

Pembimbing Klinik
Letnan Kolonel (kes) dr. R. Triyono Edhy S., Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA HARDJOLUKITO
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. Y
b. Usia : 65 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Sleman
e. Tanggal masuk : 20/12/2019, masuk IGD dengan keluhan sesak nafas

B. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Sesak Nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang.
Keluhan sesak nafas dirasakan sejak 3 hari SMRS, muncul mendadak
setelah dilakukannya HD rutin pada hari tersebut. Sesak dirasakan memberat
sejak minggu malam SMRS.. Pasien mengeluhkan ada nyeri dada sebelah
kanan dan batuk berdahak. Nyeri kepala (+), lemas (+), kaki dan tangan
bengkak. Demam (-), mual (+), muntah (-), pilek (-), BAK sedikit sehari 2-3
kali, BAB tidak ada gangguan.
Pasien melakukan HD rutin seminggu 2 kali pada hari Selasa dan
Jumat. Pasien sudah rutin melaksanakan HD sudah 1 tahun, karena gangguan
pada ginjalnya. Awalnya sebelum sakit ginjal ini pasein menderita Diabetes
Melitus sudah lebih dari 10 tahun. Untuk awal pengobatan pasien sempat
mengkonsumsi obat Glibenklamid, namun berhenti karena kondisi ginjal
pasien menurun disertai dengan BAK dan BAB yang sulit. Karena hal tersebut
pasien sempat di rawat di rumah sakit dan untuk pengontrol gulanya diberikan
Insulin. Untuk saat ini penggunaan Insulin dihentikan sesuai instruksi dari
dokter karena pasien rutin mengikuti HD. Selain itu pasien juga didiagnosa
Hipertensi (+).. Untuk konsumsi minum saat ini pasien sangat dibatasi tidak
boleh minum berlebih.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Hipertensi (+)
 Diabetes Melitus (+)
 Gangguan Ginjal (+)
d. Riwayat Pengobatan
Furosemide, Folic Acid, Omeprazole, Amlodipine.
e. Riwayat Keluarga dan Lingkungan Sekitar
 Diabetes Melitus (+) Ibu dan Ayah, Hipertensi (+) Ayah
 Asma dan alergi(-)
 Penyakit Ginjal (-)
 Jantung (-)
f. Lifestyle
Merokok : (-)
Alkohol : (-)
Obat-obatan : (-)
Situasi Tempat Tinggal :
Pasien tinggal dirumah anaknya, tinggal hanya berdua dengan suami.
Kondisi tempat tinggal dengan lingkungan tempat tinggal cukup banyak debu.
Aktivitas Fisik :
Keseharian pasien sebagai buruh tani, karena kondisinya pasien tidak
bisa untuk bekerja lagi, untuk aktivitas fisik biasanya hanya berjalan-jalan saja
disektar rumah saat pagi hari dan tidak melakukan aktivitas fisik yang berat.
Pola Makan :
Makan teratur 3x sehari, namun untuk konsumsi minum air putih
dibatasi karena penyakitnya.
g. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi makanan/obat.
h. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Status sosial ekonomi pasien menengah ke bawah.
C. Pemeriksaan Fisik
Hasil Pemeriksaan IGD
a. Status generalis
 Keadaan umum : Sedang
 Kesadaran : E4 V5 M6
Vital Sign
 Tensi : 190/95 mmHg
 Nadi : 86 x/menit
 Respirasi : 34 x/menit
 Suhu : 36,6 oCelcius
 SpO2 : 78%
Status Psikologis : Tenang
Risiko Jatuh : Tidak
Fungsional : Dibantu Sebagian

b. Status lokalis
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), ikterik (-/-)
Hidung : Discharge (-)
Mulut : Mukosa oral kering, Ulkus (-)
Telinga : dbn
Leher : Tidak terdapat peningkatan JVP, KGB dbn
Thorax
Inspeksi : Gerakan simetris, retraksi otot bantu napas (+)
Palpasi : Iktus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra setinggi
SIC VII, fremitus vokal (+/+)
Perkusi : Batas jantung membesar SIC linea parastrenalis dextra II, SIC
linea parasternalis dextra V, SIC linea parastrenalis sinistra II,
SIC midclavicularis VII, redup pada paru kiri dari SIC V,
sonor pada lapang paru kanan
Auskultasi : Vesikuler +/+, ronki +/-, wheezing -/-, Suara jantung dbn,
bising jantung (-)

Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+)
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen, nyeri ketok ginjal (-)
Palpasi : NT Epigastrik (+) hepatomegali (-) Spleenomegali (-)
Extremitas : Ptekie (-), CRT <2 detik, Edema pada kaki dan.

D. Pemeriksaan Penunjang
Hasil
Nama Pemeriksaan Satuan Nilai normal
20/12/2019 21/12/2019
Hematologi
Darah lengkap
- Hemoglobin 8,1 9,4 g/dl 11,7-15,55
- Leukosit 5,830 5,230 /mm3 3600-11.000
- Hematokrit 25,2 29,4 % 35-47
- Eritrosit 2,58 3,10 jt/mm3 3,8-5,2
- Trombosit 157.000 166.000 /mm3 150.000-400.000
- MCV 96,1 96,3 fL 80-100
- MCH 30,0 30,1 pg 26-34
- MCHC 31,6 31,5 g/dl 32-36
- LED 52 41 mm/jam < 20

Hitung jenis leukosit


- Basofil 0 0 % 0-1
- Eosinofil 3 4 % 2-4
- Batang 0 0 % 3-5
- Segmen 82 80 % 50-70
- Limfosit 13 11 % 25-40
- Monosit 4 4 % 2-8

Elektrolit
mmol/L
Natrium 135,7 - mmol/L 135,0 – 147,0
Kalium 5,79 - mmol/L 3,5 – 5,5
Clorida 104,0 - 95,0 – 105,0

Kimia Darah
23 - U/L W < 31
SGOT
25 - U/L W < 34
SGPT
132 - mg/dl 17 – 43
Ureum
7,61 - mg/dl 0,6 – 1,1
Creatinine
250 - mg/dl <200
Gula Darah Sewaktu
Post HD 09/12/2019
Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Kimia Darah

Ureum 53 mg/dl 17 – 43
Creatinine 3,56 mg/dl 0,6 – 1,1

Rontgen Thorax
Intepretasi Hasil 21/12/19

Jantung : CTR >50%


Pulmo : Kedua hulus tak membesar, corakan bronkovakular kedua lapang paru normal,
tampak gambaran konsolidasi, infiltrate inhomogen di paru kanan,penebalan pleura
(-).
Kesan : Kardiomegali dengan elongasio dan kalsifikasi aortae (HHD).
Pneumonia

E. Diagnosis Kerja
o CKD Stage V
o HHD
o Pneumonia
o DM
o Anemia

F. Perencanaan Pasien
Plan for Therapy
o IGD
- NRM 10 lpm  SpO2 99%
- RL 500 ml 20 tpm
- Inj. Furosemid (10mg/ml) 2 amp
- ISDN 5 mg
- HD Cito 4,5 jam
- PRC 1 kolf durante HD
o Bangsal
- Inj. Furosemide (10 mg/ml) 2 amp/8 jam
- Folic Acid (1 mg) 2 x 1
- Omeprazole (20 mg) 2 x 1
- Amlodipine (5 mg) 1 x 1
- Calos (500 mg) 2 x 1
- Inj. Ceftriaxone (1 gr) 2 x 1
- Azitromisin (500 mg) 1 x 1

Plan for Monitor


- Pemeriksaan Darah Rutin, Fungsi Ginjal
- Observasi tanda vital, balans cairan, dan klinis pasien.

G. Follow Up
Tanggal Follow Up
23/12/19 S : Sesak berkurang, batuk(+)
O : KU Sedang, CM
o TD 166/78 mmhg, Nadi 87 x/menit, RR 21 x/menit, S 36,4oC
o CA (+/+), SI (-/-)
o Vesikuler (+/+), Ronki (+/+), Wheezing (-/-), Redup mulai SIC V
Dextra.
o BU (+). Supel, NT (+) Epigastrik
o Akral hangat, Edema tangan dan kaki (+)
A : CKD Stage V, Pneumonia Dextra, HHD, DM, Anemia
P : Terapi sesuai bangsal dilanjutkan.
BAB II
REFLEKSI KASUS

A. Alasan Pemilihan Kasus


Chronic Kidney Desease (CKD) merupakan kasus yang sering dijumpai saat ini dan
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pasien dengan hipertensi, diabetes
melitus, ataupun penyakit ginjal didapat atau herediter. Kasus pasien dengan CKD
sendiri cukup banyak yang ditemukan terdiagnosa sudah sampai stage yang cukup tinggi,
tanpa ada penanganan lebih awal untuk mencegah progresivitas dari penyakit tersebut.
Selain itu juga, CKD merupakan penyakit yang memerlukan perawatan dan
penanganan seumur hidup. Seseorang dengan CKD akan lebih sering keluar masuk
rumah sakit untuk melakukan pengobatan dan dialisis untuk mengobati dari gejala
ataupun fungsi ginjalnya yang menurun, bahkan sampai dapat terkena penyakit infeksi
lainnya yang dapat memperberat kondisi penderita.
Oleh sebab itu, pembahasan mengenai Chronic Kidney Desease (CKD) perlu terus
dilakukan untuk kembali mengingatkan setiap pembaca mengenai kasus tersebut.

B. Refleksi Diagnosa Medis

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kondisi yang ditandai oleh hilangnya fungsi
ginjal secara bertahap dari waktu ke waktu atau penurunan lambat dan progresif fungsi
ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Bisa juga didefinisikan sebagai suatu keadaan
GFR < 60 ml/menit/1,73 m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan
ginjal.
CKD sendiri merupakan akibat komplikasi dari yang kondisi medis lain yang serius.
Tidak seperti gagal ginjal akut, yang terjadi dengan cepat dan tiba-tiba, gagal ginjal
kronis terjadi secara bertahap selama minggu, bulan, atau tahun dimana kondisi ginjal
perlahan berhenti bekerja, yang mengarah ke stadium akhir penyakit ginjal (ESRD).
Diagnosa CKD dapat ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik, durasi, dan
marker kerusakan ginjal seperti albuminuria, ureum, dan kreatinin. Laju GFR merupakan
pemeriksaan utama untuk menentukan stadium gagal ginjal. GFR <60 ml/menit/1.73 m2
merupakan penanda gagal ginjal, sedangkan GFR <15 ml/menit/1.73 m2 merupakan
penanda penyakit ginjal stadium akhir (ESDR)/CKD Stage V. Pada pasien didapat dari
perhitungan GFR : ((140-Usia) x kgBBx0,85) / (72 x Serum Kreatinin)  ((140-58) x 44
x 0,85) / (72 x 7,61)  5,60 ml/menit/1,73 m2. Melalui perhitungan tersebut diketahui
bahwa GFR pasien berada dibawah 15 ml/menit/1.73 m2, yang menandakan bahwa
pasien berada pada CKD Stage V.
Pada pasien ini yang menyebabkan terjadinya CKD pasien memiliki riwayat
diabetes melitus dan hipertensi yang cukup lama. Pada pasien diabetes melitus
ditegakkan melalui anamnesis dimana pasien merasa lemas dan pada pemeriksaan darah
didapatkan GDS pasien 250 mg/dL. Selain itu beberapa obat yang digunakan oleh pasien
yang diekskresikan melalui ginjal yang bisa menyebabkan terjadinya penurunan dari
fungsi ginjal pasien. Kemudian untuk HHD sendiri didapatkan dari pemeriksaan tanda
vital yang mencapai 190/95 mmhg, terdapat pembesaran batas jantung pada pemeriksaan
fisik, dan dari hasil pemeriksaan rontgen thorax yang hasilnya kardiomegali dengan
elongasio dan kalsifikasi aortae (HHD). Selain itu riwayat diabetes melitus dan hipertensi
merupakan merupakan faktor resiko tersering yang menyebabkan terjadinya CKD.
Selain itu, pasien diketahui datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas disertai,
batuk berdahak dengan warna kekuningan, dengan nyeri dada, pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya rhonki pada paru dextra dengan perkusi yang redup pada paru dextra
mulai dari SIC V dan setelah dilakukan penunjang rontgen thorax didapatkan hasil
gambaran konsolidasi dengan infiltrate inhomogen di paru kanan yang merupakan
gambaran radiologi yang mengarah kepada terjadinya pneumonia. Berdasarkan hasil
pemeriksaan tersebut paasien memiliki kecenderungan mengarah pada pneumonia
dextra.
Insidensi infeksi pulmonal lebih tinggi pada pasien CKD yang menjalani
hemodialisis dikarenakan adanya abnormalitas pulmonal dan penurunan imun seluler dan
humoral, serta adanya gangguan fungsi sel fagosit. Pada CKD terjadi penurunan jumlah
limfosit B dan penurunan kemampuan memproduksi immunoglobulin yang merupakan
abnormalitas imun humoral akibat uremia. Uremia berkaitan dengan perubahan pada
mekanisme pertahanan tubuh host, sehingga akan meningkatkan infeksi bakteri.
Neutrofil mengalami gangguan dalam kemotaksis, metabolisme oksidatif, dan aktivitas
fagosit, degranulasi, dan intracellular killing, seperti disregulasi kematian sel terprogram
atau apoptosis. Sejumlah faktor yang dapat memperburuk disfungsi neutrofil, yaitu
malnutrisi, iron overload, gangguan metabolisme glukosa, hiperparatiroid, dialisis, dan
retensi uremik.
Pasien CKD cenderung mengalami leukopenia dikarenakan terjadinya gangguan
sistem imun innate dan adaptif. Hal ini berhubungan dengan outcome yang buruk selama
infeksi. CKD berhubungan dengan penurunan proliferasi limfosit yang memperburuk
pertahanan host terhadap infeksi. Oleh karena itu, tidak terdapatnya leukositosis pada
pasien CKD dengan pneumonia merupakan marker respon imun yang tidak adekuat.
Salah satu pemeriksaan fisik menemukan, pasien tampak lemas dan conjungtiva
anemis, pemeriksaan darah lengkap menunjukkan nilai hemoglobin yang rendah sebesar
7,4 g/dl, dengan MCHC yang rendah, mengindikasikan anemia jenis mikrositik
hipokromik. Diagnosa anemia dapat ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang melalui
kadar Hb, dan untuk menentukan jenis anemia dapat dilakukan pemeriksaan tambahan
seperti indeks eritrosit dan morfologi darah tepi.

C. Refleksi Penyakit
Pada pasien ini mengeluhkan sesak nafas, disertai dengan mual tapi tidak sampai
dengan muntah dengan komorbid utama adalah CKD. Mual bahkan sampai muntah
sendiri merupakan keluhan yang umum terjadi pada pasien dengan gagal ginjal dengan
penyebab yang multifaktorial. Beberapa penyebab yang dapat ditemukan pada pasien ini
adalah adanya uremia dengan kadar ureum mencapai 132 mg/dl, pasien rutin HD
2x/minggu, serta hasil pemeriksaan fisik yang lainnya.
Pasien juga sesak nafas, batuk berdahak dengan warna kekuningan, serta adanya
nyeri dada dan pada pemeriksaan hasil rontgen thorax ditemukan gambaran konsolidasi
dan infiltrat inhomogen pada paru dextra yang mengarah pada pneumonia dextra, dan
pada pemeriksaan darah ada penurunan limfosit. Pada penelitian yang dilakukan
menunjukan, pasien CKD memiliki risiko terjadinya infeksi pulmonal yang tinggi
dengan dilakukannya hemodialisa, karena dengan dilakukananya hemodialisa pada
pasien CKD menyebabkan adanya penurunan imun seluler dan humoral, disertai
gangguan pada fungsi sel fagosit seperti yang disebutkan sebelumnya.
Pasien memiliki komorbid diabetes melitus dan hipertensi yang merupakan faktor
resiko paling sering yang menyebabkan terjadinya CKD. Pada awalnya pasien tidak ada
keluhan mengenai ginjal tapi seiring perjalan penyakit dan konsumsi obat-obatan oleh
pasien yang mengharuskan ekskresi melalui ginjal menyebabkan ginjal bekerja lebih
berat.
Kondisi pasien disertai dengan adanya anemia mikrositik hipokromik. Pada pasien
CKD anemia terjadi pasa 80-90% pasien. Anemia ini terjadi karena disebabkan oleh
defisiensi eritropoetin (EPO), yang menyebabkan defisiensi besi sehingga eritrosit
berbentuk kecil dan pucat.
Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkontrol juga menyebabkan pasien
memiliki penyakit HDD dan kardiomegali yang dapat mengancam nyawa jika terjadi
serangan jantung tiba-tiba. Kondisi tekanan darah tinggi disertai dengan kekentalan
darah yang meningkat akan membuat jantung bekerja lebih berat dan lama kelamaan
mengalami pembengkakan, dan jika tidak diperbaiki akan berbahaya jika jantung tidak
bisa mengkompensasi lagi kondisi tersebut.

D. Rencana Terapi
Terapi direncanakan dengan tujuan memperbaiki kondisi keseluruhan pasien.
Pemberian RL 20 tpm dilakukan pada pasien untuk perbaikan kondisi serta asupan cairan
dengan dosis maintanance untuk menghindari terjadinya dehidrasi pada pasien dan harus
dengan pengawasan balance cairan secara rutin.
Pada pasien dengan CKD bisa disertai keluhan mual dan muntah, seperti pada pasien
ini memiliki keluhan mual ditambah dengan adanya nyeri tekan pada epigastrik yang
biasanya timbul karena adanya gangguan pada sistem gastrointestinal maupun urogenital.
Terapi simptomatik yang dapat diberikan seperti anti-emetik ondansentron ataupun
omeprazole sebagai gastroprotektif.
Pasien disini juga mengeluhkan adanya sesak nafas, mual dan adanya bengkak pada
kaki tangan, serta pada hasil pemeriksaan ureum kreatinin yang tinggi, serta terdapat
penurunan GFR yang mengindikasikan CKD yang cukup berat. Oleh karena itu
diperlukan Renal Replacement Therapy (RRT) yang dapat berupa hemodialisa, peritoneal
dialisis, serta transplantasi renal yang dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi
umum pasien. Untuk mencegah kerusakan progresivitas dan penurunan fungsi ginjal
dapat digunakan asam folat. Pada CKD biasanya terjadi hiperfosfatemia untuk mencegah
terjadinya hal tersebut dapat diberikan kalsium karbonat.
Untuk komorbid seperti diabetes melitus bisa digunakan insulin untuk kerja yang
lebih cepat dan tidak membebankan pada kerja ginjal. Untuk hipertensi bisa digunakan
golongan obat golongan ACE-I, Calcium-Channel Blocker, ARB, dan golongan obat lain
yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah pasien dan dilihat untuk pemberiannya
yang tidak membebankan pada kerja ginjal.
Timbulnya pneumonia pada pasien ini berkaitan dengan adanya infeksi yang terjadi
pada tubuh pasien, namun untuk penyebab infeksinya belum diketahui secara pasti.
Pemerikasaan kultur sputum disarankan untuk mencari kuman spesifik, dan diberikan
juga terapi antibiotik untuk mencegah progresifitas penyakit. Salah satu terapi yang dapat
digunakan dengan penyebab yang belum jelas dapat digunakan antibiotik golongan
fluorokuinolon (levofloxacin) ataupun golongan makrolide (azitromisin) yang biasanya
ditujukan untuk infeksi yang terjadi pada saluran pernafasan. Selain pemberian antibiotik
bisa juga diberikan mukolitik untuk memperlancar pengeluaran dahak dengan cara
mengencerkannya, jika pasien mengeluhkan suit untuk mengeluarkan dahak. Mukolitik
yang dapat diberikan seperti ambroxol.

E. Refleksi Status Psikososial


Pasien merupakan seorang istri dan bekerja sebagai buruh tani, namun karena
kondisi pasien yang menurun saat ini pasien tidak bisa melanjutkan pekerjaannya.
Pekerjaan suami juga sebagai buruh tani yang bekerja jika hanya dapat tawaran untuk
membantu saat musim tanam ataupun musim panen padi. Kondisi sosial ekonomi dari
keluarga sendiri menengah ke bawah ditinjau dari pekerjaan pasien dan suami. Pasien
biasanya memeriksakan diri dan menjalani rawat inap ataupun pengobatan kelas III
dengan askes BPJS.
Melihat dari hal tersebut masalah kesehatan yang terjadi pada pasien dapat
ditegakkan dan ditangani sesuai dengan kententuan dari pihak ketiga dengan akses BPJS
dengan pemeriksaan dan pengobatan yang telah ditetapkan oleh sistem yang ada.

F. Tindakan Pencegahan
Pasien dan keluarganya dianjurkan untuk melaksanakan tindakan pencegahan untuk
menghindari timbulnya masalah kesehatan yang sama ataupun masalah kesehatan baru
bagi pasien dan orang di sekitarnya. Pasien dianjurkan untuk tetap rutun melakukan
pemeriksaan rutin dan melakukan hemodialisa rutin untuk menjaga serta meningkatkan
kondisi kesehatan dari pasien sendiri. Selain periksa rutin obat yang diberikan oleh
dokter juga harus rutin untuk dikonsumsi dan diperhatikan untuk asupan cairan pasien
karena pada CKD sangat penting untuk memperhatikan asupan cairan untuk mencegah
komplikasi dan pemberatan dari kondisi ginjal pasien. Pihak keluarga diajak turut
mendukung perkembangan kesehatan pasien dengan menghindarkan faktor-faktor
pecentus yang mengakibatkan pasien mengalami sesak nafas.
DAFTAR PUSTAKA

PDPI (2016) Pneumonia Nosokomial. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.


Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Soedarsono (2010) Pneumonia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Departemen Ilmu
Penyakit Paru FK Unair - RSUD Dr. Soetomo

Anda mungkin juga menyukai