Anda di halaman 1dari 33

KEPANITERAAN KLINIK

LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT DALAM

Peripheral Artery Disease

Disusun oleh :
Sophia Pratiwi
01073180183
Pembimbing :
dr. Vito damay Anggarino, Sp.JP (K), M.Kes,AIFO, FIHA,FICA,FAsCC

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE

PERIODE JANUARI – MARET 2023

TANGERANG
DAFTAR ISI

BAB I. ILUSTRASI KASUS……………………………………………………………………..3

1.1 Identitas pasien ……………………………………………………………………….. 3


1.2 Anamnesis …………………………………………………………………………….3
1.3. Pemeriksaan fisik …………………………………………………………………….4
1.4. Pemeriksaan penunjang………………………………………………………………5
1.5. Resume ………………………………………………………………………………..5
1.6. Daftar masalah ……………………………………………………………………….6
1.7 Diagnosis ………………………………………………………………………………..7
1.8. Tatalaksana ……………………………………………………………………………8
1.9 Prognosis ……………………………………………………………………………….8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………..…………………………………………………………10


2.1. Definisi ………………………………………………………………………………….10
2.2 Epidemiologi …………………………………………………………………………….10
2.3. Faktor Risiko ……………………………………………………………………………11
2.4. Patofisiologi ……………………………………………………………………………..12
2.5. Diagnosis ……………………………………………………………………………...…16
2.7. Klasifikasi penyakit arteri perifer Rutherford …………………………………….....17
2.8. Tatalaksana penyakit arteri perifer …………………………………………………..19
2.9. Komplikasi …………………………………………………………………………..…21
2.10. Prognosis ………………………………………………………………….…………..22

BAB III. ANALISA KASUS ………………………………………………………………………..24


DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi penyakit arteri perifer berdasarkan Rutherford dan LerichFontaine…..17
Tabel 2. Alur diagnosis pada PAD ………………………………………………………………..18
Tabel 3. Indeks risiko Kematian 10 tahun ……………………………………………………….18
Tabel 4. Standar pengkurukan risiko kematian 10 tahun pada pasien PAD ……………………23
BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


• Nama : Ibu. N
• Jenis kelamin : Perempuan
• tanggal lahir : 15 Juli 1972
• Usia : 51 tahun
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Agama : Islam
• No. Rekam Medis : RSUS 01-15 -xx-xx
1.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada pasien di bangsal Ilmu Penyakit


Dalam RSUS Siloam Lippo Village.

Keluhan utama :
Pasien datang dengan keluhan kaki kanan terasa sangat nyeri 1 hari yang lalu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien juga mengeluh adanya nyeri kaki dari paha kanan sampai kaki kanan dari malam
kemarin sejak 1 hari SMRS. Menurut pasien skala nyeri pada kaki tersebut sangat hebat dan
tidak dapat dideskripsikan dengan pasien. Pasien mengatakan bahwa kaki terasa kram dan
sakit ketika berjalan dan beraktivitas, pasien juga mengatakan bahwa saat istirahat nyeri tidak
membaik. Pasien mengatakan nyeri terjadi saat berbaring pada malam hari, Pasien
menyangkal adanya luka bengkak pada kedua kaki. Pasien memiliki riwayat penyakit jantung
koroner., dan 1 minggu Sebelumnya pasien juga mengaku nyeri dada kiri seperti sesak, dan
pasien dirujuk ke rumah sakit Primaya. Suami pasien juga mengaku bahwa kaki pasien terasa
dingin saat diraba sejak 1 minggu lalu SMRS. Pasien juga mengeluh adanya mual dan
muntah. Pasien sebelum nya memiliki riwayat CAD dengan PCI pada bulan Februari 2023
lalu. Pasien memiliki riwayat Hipertensi tidak terkontrol dan Diabetes Mellitus type II, dan
riwayat CVDNH.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien menyangkal mengalami keluhan serupa.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluarga pasien saat ini tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Pasien
menyangkal di keluarga ada riwayat darah tinggi, kencing manis, kolestrol, asam
urat.

Riwayat Kebiasaan, Sosial dan Ekonomi :

Pasien menyangkal memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol, penggunaan jarum


suntik dan mengkonsumsi obat - obatan.

Riwayat Pengobatan :
Pasien sebelum nya pernah mengkonsumsi lansoprazole, ondansetron, atorvastatin,
bicarbonate, dan ISDN.

Riwayat Diet :
Pasien sering mengkonsumsi makanan berupa gorengan.

Riwayat Kebiasaan :
Pasien menyangkal riwayat merokok, mengkonsumsi alkohol, dan penggunaan
NAPZA. pasien juga menyangkal riwayat konsumsi jamu dan obat obatan herbal.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis, E4 V5 M6

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Frekuensi nadi : 118x/menit, cukup isi, kuat angkat, ritme reguler


Frekuensi nafas : 20x/menit

Suhu : 36.6 ℃

SpO2 : 99%

Berat badan : 70 kg

Tinggi badan : 152 cm

IMT : Overweight (30.3)

3
Status Generalis
Kepala Normocephali

Wajah Normofacia

Leher Pembesaran KGB (-)

Mata Jaundice (-/-), ikterik (-/-), mata cekung (-/-), mata merah (-/-),

THT Sekret (-/-), Hiperemis (-/-), Nyeri tekan (-/-)

Paru-paru Inspeksi normal, pengembangan dada simetris saat statis dan


dinamis, deformitas (-), bekas operasi (-)
Palpasi : chest expansion simetris statis dan dinamis
Perkusi : taktil fremitus simetris bilateral, sonor di
seluruh lapang
Auskultasi : vesikuler di seluruh lapang paru, rhonki
(-/-), wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Auskultasi : S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Abdomen Inspeksi normal, hiperpigmentasi (-), distensi (-),
caput medusae (-)
Auskultasi : Bising usus normal 8x/ mnt
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi : timpani di seluruh lapang, shifting dullness (-)

Ekstremitas Sianosis (-), akral dingin, CRT >2 detik, edema (-),pulse
dorsalis pedis dextra tak teraba .
Ankle Brachial Index Dextra 0.7
Ankle Brachial Index Sinistra 1.26

4
1.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Test

Hematology

Pemeriksaan darah lengkap (19 february 2023)


Hb 12.60 11.70 - 15.50

Ht 35.50 35.00 - 47.00

Erythrocyte 4.15 3.80 - 5.20

WBC 10.79 3.60 - 11.10

Platelet Count 400.00 150.000 - 440.000

MCV 85.50 80.00 - 100.00

MCH 30.40 26.00 - 34.00

MCHC 35.50 32.00 - 36.00


Pemeriksaan serum biokimia 19 february 2023

Ureum 13.0 <50.00

Creatinine 0.79 0.5 - 1.1

eGFR 90.8

Pemeriksaan penunjang elektrolit (19 february 2023)

Sodium (Na) 132 137 - 145

Potassium (K) 3.0 3.6 - 5.0

Chloride (Cl) 93 98 - 107

Pemeriksaan analisa gas darah ( 19 february 2023)

pH 7.6 7.350 - 7.450

pO2 104.0 83 - 108

PCO2 20.3 32.0 - 45.0

HCO3 20.4 21.0 - 28.0

Total CO2 21.0 24.0 - 30.0

Base excess 0.1 -2.4 - (+)2.3

O2 Saturation 99.1 95.00 - 98.0


D - Dimer 2.88 0.00 -0.3

Hasil pemeriksaan Percutaneous Coronary intervention

LM : No significant stenosis

LAD : pLAD to mLAD had 80 = 90% stenosis with moderate calcification in pLAD

LCx : mLCx had 70% stenosis

CA : pRCA had subtotal stenosis

1.5 Resume
Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh sesak nafas sejak 1 hari yang lalu SMRS. Pasien juga mengeluh adanya
lemas badan. Pasien juga mengeluh adanya nyeri kaki dari paha kanan sampai kaki kanan
dari malam kemarin sejak 1 hari SMRS. Menurut pasien skala nyeri pada kaki tersebut
sangat hebat dan tidak dapat dideskripsikan dengan pasien. Nyeri kaki semakin memberat
ketika beraktivitas seperti berjalan, namun saat istirahat kaki pasien juga terasa sakit. 1
minggu sebelumnya pasien juga mengaku nyeri dada kiri dan pasien dirujuk ke rumah
sakit primaya. Suami pasien juga mengaku bahwa kaki pasien terasa dingin saat diraba
sejak 1 minggu lalu SMRS. Pasien juga mengeluh adanya mual dan muntah. Pasien
sebelum nya memiliki riwayat CAD dengan PCI pada bulan Februari 2023 lalu. Pasien
memiliki riwayat darah tinggi dan Diabetes Mellitus type II, dan riwayat CVDNH. Pada
pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa nadi dorsalis pedis tidak teraba, akral teraba dingin,
dan pada pemeriksaan ankle brachial index kanan 0.7 dan ankle brachial index kiri 1.27.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, terdapat hiponatremia, hipokalemia,
hipokloremia
1.6 Daftar Masalah

1. Hyponatremia
2. Hypokalemia
3. Alkalosis respiratorik
4. CHF e.c Coronary Artery Disease
5. Peripheral artery disease
6. Hypochloremia
7. Hypertension AHA Grade I
8. Diabetes Mellitus Type II
9. Dyslipidemia

1.7 Diagnosis
Diagnosis Kerja : Peripheral Artery Disease

Diagnosis Banding : Deep Vein Thrombosis, Giant Cell arteritis

1.8 Tatalaksana
1.8.1 Medikamentosa
- Bisoprolol 2.5 mg tablet PO No. V
- Novorapid S.C 8 unit
- Atorvastatin PO 40 mg OD no. X
- Omeprazole 40 mg BD no. VI
- Clopidogrel PO 75 mg OD no. X

1.8.2 Non - Medikamentosa


- Edukasi: pasien dianjurkan untuk melakukan gaya hidup sehat, dan
mengkonsumsi obat secara teratur.
- Mengatur kolesterol pasien dengan mengkonsumsi obat kolesterol
secara beraturan.
- Mengurangi kadar garam
- Olahraga sesuai dengan kriteria NYHA.
1.9 Prognosis
○ Ad vitam : bonam
○ Ad functionam : dubia ad bonam
○ Ad sanationam : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Peripheral Arterial Disease (PAD) adalah suatu kondisi gangguan kesehatan akibat
terhambatnya aliran darah ke ekstremitas atas maupun bawah yang disebabkan oleh
penyempitan pembuluh darah nadi atau arteri, namun umumnya lebih sering ditemukan
pada ekstremitas bawah. Penyempitan umumnya disebabkan oleh proses aterosklerosis
yaitu pembentukan plak aterosklerotik di bawah lapisan dinding pembuluh darah,
maupun non-aterosklerosis seperti proses inflamasi dinding arteri (vaskulitis), trauma
dan emboli yang menyebabkan lumen menyempit (stenosis) atau dari pembentukan
trombus, maupun displasia fibromuskuler, yang biasanya juga menjadi faktor risiko
aterosklerosis. PAD bisa tanpa gejala maupun dengan gejala yang mengindikasikan
iskemia ekstremitas, seperti adanya klaudikasio intermiten, yaitu rasa sakit pada
kelompok otot, terutama betis pada saat berjalan, yang biasanya berkurang dengan
istirahat.3

2.2. Epidemiologi

Penyakit arteri perifer mempengaruhi 200 juta orang dewasa pada seluruh dunia dan insidens
penyakit arteri perifer meningkat sebanyak 20% pada kelompok populasi dengan usia melebihi
usia 70 tahun. Prevalensi penyakit arteri perifer ditemukan sama rata dan seimbang antara
kelompok wanita dan pria. Merokok dapat meningkatkan risiko penyakit arteri perifer sebanyak
4 kali, jika dibanding dengan pasien yang tidak merokok. 2

Berdasarkan dari data epidemiologi, diperkirakan lebih dari 200 juta orang yang
menderita PAD di seluruh dunia. Di Asia Tenggara sendiri terdapat sekitar 55 juta orang
penderita PAD, sedangkan prevalensi PAD di Indonesia adalah 9,7%, berdasarkan hasil
penelitian oleh American Society of Cardiology tahun 2016, dimana subjek penelitian
adalah populasi di 24 negara, termasuk Indonesia. 3,4

2.3. Faktor risiko

Penyakit arteri perifer pada umumnya disebabkan oleh atherosclerosis, namun terdapat berbagai
penyebab yang dapat menyebab peradangan pada pembuluh darah. Faktor risiko yang dapat
meningkatkan seseorang terkena penyakit arteri perifer adalah seperti adanya penyakit diabetes
mellitus, merokok, obesitas dimana definisi obesitas adalah ketika seseorang memiliki BMI
melebihi 30 selain itu faktor risiko yang lain adalah tekanan darah yang tinggi atau hip kadar
kolesterol darah yang tinggi atau terdapat dislipidemia, usia yang lanjut terutama ketika usia
melebihi 50 tahun. Riwayat penyakit keluarga seperti penyakit stroke, penyakit jantung, adanya
riwayat penyakit arteri perifer, selain itu adanya kadar suatu nyawa bernama homosistein yang
tinggi. 2,1

2.4. Patofisiologi Penyakit Arteri Perifer


Terdapat berbagai etiologi PAP non aterosklerotik seperti trauma, vaskulitis, dan emboli.
Etiologi aterosklerosis merupakan presentasi dari PAP . Patogenesis terjadinya aterosklerosis
pada PAP sama seperti yang terjadi pada arteri koroner. Lesi segmental yang menyebabkan
stenosis atau oklusi biasanya terjadi pada pembuluh darah berukuran besar atau sedang. Pada lesi
tersebut terjadi plak aterosklerotik dengan penumpukan kalsium, penipisan tunika media,
destruksi otot dan serat elastis, fragmentasi lamina elastica interna, dan dapat terjadi trombus
yang terdiri dari trombosit dan fibrin. Aterogenesis dimulai dengan lesi di dinding pembuluh
darah dan pembentukan plak aterosklerotik. Proses ini dikuasai oleh leokocyte-mediated
inflammation lokal dan oxidized lipoprotein species terutama low-density lipoproteins (LDL).
Merokok, hiperkolesterolemia, diabetes, dan hipertensi menurut beberapa penelitian
mempercepat pembentukan aterosklerosis.

Lesi awal (tipe I) terjadi tanpa adanya kerusakan jaringan dan terdiri dari akumulasi lipoprotein
intima dan beberapa makrofag yang berisi lipid. Makrofag tersebut bermigrasi sebagai monosit
dari sirkulasi ke lapisan intima subendotel. Kemudian lesi ini berkembang menjadi lesi awal atau
"fatty-streak" (tipe II), yang ditandai dengan banyaknya "foam cell". Foam cell memiliki vakuola
yang dominan terisi dengan senyawa molekul cholesteryl oleate dan dilokalisir di intima
mendasari endotel. Lesi tipe II dapat dengan cepat berkembang menjadi lesi preatheromic (tipe
III), yang didefinisikan dengan peningkatan jumlah lipid ekstraseluler dan kerusakan kecil 12
jaringan lokal. Ateroma (tipe IV) menunjukkan kerusakan struktural yang luas pada intima dan
dapat muncul atau silent. Perkembangan lesi selanjutnya adalah lesi berkembang atau
fibroateroma (tipe V), secara makroskopis terlihat sebagai bentuk kubah, tegas, dan terlihat plak
putih mutiara.

Fibroateroma terbuat dari inti nekrotik yang biasanya terdapat di dasar lesi dekat dengan lamina
elastik interna, dan juga terdiri dari lipid ekstraseluler dan sel debris dan fibrotic cap, yang
terdiri dari kolagen dan sel otot polos di sekitarnya. Ruptur plak memperburuk lesi karena akan
menyebabkan agregasi platelet dan aktivasi fibrinogen, namun tidak menyebabkan oklusi arteri
atau manifestasi klinis. Istilah "aterosklerosis" berasal dari athero, kata Yunani untuk bubur dan
sesuai dengan inti nekrotik, dan dari sclerosis, kata Yunani untuk keras, sesuai dengan fibrotic
cap. Lesi tipe VI (complicated lesion) digunakan untuk menggambarkan berbagai lesi
aterosklerotik yang lebih lanjut yang menunjukkan karakteristik khusus yang tidak ditemukan di
fibroatheroma klasik, seperti lesi ulseratif (dibentuk oleh erosi cap), lesi hemoragik (ditandai
dengan pendarahan di inti nekrotik), atau lesi trombotik (membawa deposit trombotik). Tipe VII
adalah lesi kalsifikasi, ditandai pengerasan arteri dan tipe VIII adalah lesi fibrotik, predominan
terdiri dari kolagen.

Patofisiologi yang terjadi pada pasien PAP meliputi keseimbangan suplai dan kebutuhan nutrisi
otot skeletal. Klaudikasio intermiten terjadi ketika kebutuhan oksigen selama latihan atau
aktivitas melebihi suplainya dan merupakan hasil dari aktivasi reseptor sensorik lokal oleh
akumulasi laktat dan metabolit lain. Pasien dengan klaudikasio dapat mempunyai single atau
multiple lesi oklusif pada arteri yang mendarahi tungkai. Pasien dengan clinical limb ischemic
biasanya memiliki multiple lesi oklusif yang mengenai proksimal dan distal arteri tungkai
sehingga pada saat istirahat pun kebutuhan oksigen dan nutrisi tidak terpenuhi. Patofisiologi PAP
terjadi karena tidak normalnya regulasi suplai darah dan penggantian struktur dan fungsi otot
skelet, dna terjadi karena terdapat ketidak seimbang nya keperluan suplai darah dengan pasokan
suplai darah yang ada. Regulasi suplai darah ke tungkai dipengaruhi oleh lesi yang membatasi
aliran (keparahan stenosis, tidak tercukupinya pembuluh darah kolateral), vasodilatasi yang
lemah (penurunan nitrit oksida dan penurunan responsivitas terhadap vasodilator), vasokonstriksi
yang lebih utama (tromboksan, serotonin, angiotensin II, endotelin, norepinefrin), (penurunan
deformabilitas eritrosit, peningkatan daya adesif leukosit, agregasi platelet, mikrotrombosis,
peningkatan fibrinogen). Adanya stenosis pada pembuluh darah menyebabkan adanya resistensi
yang meningkat, selain itu pada saat latihan tekanan intramuskuler meningkat sehingga
diperlukan tekanan darah yang lebih tinggi namun setelah melewati daerah stenosis tekanan
darah menjadi rendah. Tercukupinya kebutuhan oksigen dan nutrisi pada pasien dengan stenosis
bergantung pada diameter lumen dan adanya kolateral yang dapat menyuplai darah secara cukup
pada saat istirahat namun tetap tidak mencukupi kebutuhan saat latihan. Abnormalitas dari
reaktivitas vasomotor mengganggu aliran darah.

Normalnya arteri dilatasi terhadap respon farmakologi dan stimulus biokimia seperti asetilkolin,
serotonin, trombin, dan bradykinin. Respon vasodilatasi ini merupakan hasil dari pelepasan zat
aktif biologi dari endotelium terutama nitrit oksida. Pada arteri yang aterosklerosis mengalami
respon vasodilatasi yang buruk terhadap stimulus arus atau farmakologi.NO tidak hanya terlibat
dalam vasodilatasi dengan relaksasi otot polos, tetapi juga memediasi penghambatan aktivasi
trombosit, adhesi, dan agregasi; mencegah proliferasi otot polos pembuluh darah; dan mencegah
adhesi leukosit pada endotel.

Penggantian struktur dan fungsi otot skelet dipengaruhi oleh denervasi axon dari otot skelet,
kehilangan serabut otot tipe IIA yang berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, dan
aktivitas enzimatik mitokondria yang lemah.

Konsekuensi hemodinamika pada aterosklerosis sangat tergantung pada derajat penyempitan dari
pembuluh darah arteri. Pengurangan diameter pembuluh darah sebanyak 50% berhubungan
dengan hilangnya 75% dari area yang pada umumnya dianggap membatasi aliran darah. Jika
penyempitan semakin berlanjut atau ketika terdapat obstruksi total pada lumen pembuluh darah
arteri, darah akan mengalir pada pembuluh darah arteri yang lebih kecil. Meskipun aliran
kolateral dapat untuk sementara mempertahankan perfusi, perlu diketahui bahwa jaringan
pembuluh darah kecil tidak dapat mengalirkan volume darah yang banyak seperti arteri besar
yang utama, maka aliran darah yang terbatas yang dialirkan oleh pembuluh darah arteri yang
kecil menyebabkan gejala pada penyakit pembuluh arteri. Otot pada ekstremitas bawah
memerlukan peningkatan aliran darah yang cukup saat ambulasi untuk memenuhi kebutuhan
tenaga. Pada penyakit pembuluh darah arteri , akan sampai suatu titik dimana pembuluh darah
kolateral tidak lagi dapat menyediakan perfusi oksigen pada otot ekstremitas bawah, sehingga
ketidakcocokan nya kebutuhan dan persediaan akan menyebabkan iskemia pada jaringan otot
yang bersifat sementara, dimana akan muncul gejala nyeri, kram dan lemas yang membuat
pasien berhenti beraktivitas. Ketika pasien berhenti berjalan maka kebutuhan tenaga akan
menurun sehingga jumlah volume aliran darah yang diperlukan untuk perfusi jaringan juga
menurun dan ini meringankan gejala iskemia. Perfusi yang kurang pada saraf dapat
menyebabkan nyeri iskemik saat beristirahat yang bersifat susah hilang, dan akan bersifat seperti
terkabar pada kaki. Luka yang tidak dapat sembuh dengan cepat, serta ulkus iskemik
menandakan jaringan yang hilang sebagai akibat aliran darah yang kurang, pada kasus yang
berat, akan muncul gangrene pada bagian kaki. 1
Gambar 1. Patofisiologi pada Aterosklerosis
Sumber : Faxon, D.P. et al. (2004) “Atherosclerotic vascular disease conference,” Circulation, 109(21), pp. 2617–2625.

Available at: https://doi.org/10.1161/01.cir.0000128520.37674.ef.

Gambar 2. Manifestasi pembuluh darah pada aterosklerosis


Sumber :Kullo, I.J. and Leeper, N.J. (2015) “The genetic basis of peripheral arterial disease,” Circulation Research, 116(9), pp.
1551–1560.
2.5 Diagnosis

Diagnosis PAD ditegakkan berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis wajib mengetahui ciri khas dari gejala PAD, yaitu terdapat nyeri
pada otot ekstremitas bawah yang diperburuk ketika berjalan, namun membaik saat istirahat.
Selain itu terdapat adanya nyeri kram, serta lemas pada kaki, atau terdapat rasa tekanan pada
kaki. Secara anatomis, gejala yang terjadi saat berjalan terjadi pada kelompok otot yang terletak
secara distal dari pembuluh darah yang menyempit atau terblokir sebagai akibat dari penyakit
pembuluh darah perifer, sehingga pasien yang memiliki penyakit arteri oklusif pada arteri
aortoiliac akan mengeluh gejala pada otot bokong dan paha, sementara pasien dengan
penyempitan pembuluh darah pada arteri femoropopliteal akan memiliki gejala pada otot betis.
Jarak berjalan yang ditempuh biasanya ditentukan oleh berbagai faktor seperti derajat keparahan
penyakit, laju berjalan, daerah berjalan dan derajat inklinasi dari lereng.1

Pada pasien dengan penyakit pembuluh darah perifer derajat berat, sangat sering untuk timbul
nyeri saat istirahat. Pasien golongan ini tidak jalan cukup lama sehingga nyeri namun mereka
mengeluh adanya nyeri pada telapak kaki yang semakin memberat pada malam hari. Pasien ini
tidak dapat tidur karena nyeri dan menjuntaikan kaki mereka ke samping tempat tidur untuk
meringankan rasa tidak nyaman. Hal ini dilakukan karena terdapat peningkatan aliran darah
sedikit sebagai akibat dari efek gravitasi yang menghilangkan rasa nyeri.

Ciri khas yang lain pada penyakit arteri perifer merupakan disfungsi erektil, yang merupakan
indikator awal pada penyakit. Selain itu, wajib untuk ditanya apabila terdapat risiko
kardiovaskuler seperti merokok, darah tinggi, kolesterol yang tinggi atau diabetes.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tidak terabanya nadi pada pembuluh darah ekstremitas
bawah, dan penemuan ini dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan Ankle brachial index,
Angka ABI yang normal akan berkisar di antara 0.9 hingga 1.3, dan PAD didefinisikan sebagai
ABI yang berkurang dari 0.9 dan mayoritas pasien dengan gejala klaudikasio akan memiliki ABI
pada antara 0.5 dan 0.9. Pasien dengan ABI yang sangat rendah, dimana angka ABI dibawah 0.5
akan mengeluh adanya nyeri saat istirahat. ABI dengan angka diatas 1.3 menandakan bahwa
terdapat pengerasan pada dinding pembuluh darah arteri yang dapat terjadi pada pasien yang
memiliki diabetes dan gagal ginjal.

Selain itu akan terdapat nyeri pada kaki saat dilakukan pemeriksaan palpasi, pucat, atrofi otot,
dan kehilangan rambut pada ekstremitas bawah, serta terdapat juga kulit kaki yang biru dan saat
diraba akan terasa dingin, dan terdengar ada nya bruit saat dilakukan auskultasi. Terakhir adalah
pemeriksaan penunjang, pada pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukan kadar elektrolit
yang tidak normal dan gangguan pada fungsi ginjal. Terdapat peningkatan pada CRP, D dimer
dan interleukin 6 yang menandakan adanya penurunan toleransi aktivitas. Pemeriksaan doppler
digunakan untuk menentukan lokasi oklusi pada pembuluh darah dan laju aliran darah. Selain
pemeriksaan doppler dapat juga dilakukan pemeriksaan CT angiografi dan MRA untuk
menentukan situs dari oklusi dan dapat menentukan apabila pasien ini merupakan kandidat yang
cocok untuk dilakukan tindakan bedah bypass atau angioplasty. Pada pasien dengan ulkus, dapat
dilakukan pemeriksaan oksimetri transkutan untuk menilai kadar perfusi. EKG merupakan suatu
pemeriksaan yang dapat menunjukan apabila terdapat aritmia yang menandakan adanya kejadian
emboli. Selain hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,terdapat
Kriteria Fontaine dan Rutherford-Becker yang digunakan untuk diagnosis dan penilaian derajat
keparahan pada penyakit arteri perifer. 1
Gambar 3. Manifestasi ekstremitas bawah pada Penyakit perifer arteri

Sumber : Morley, R.L. et al. (2018) “Peripheral artery disease,” BMJ [Preprint]. Available at:
https://doi.org/10.1136/bmj.j5842.
Gambar 4. Hasil pemeriksaan penyakit
arteri perifer pada MRA

Sumber : Pollak, A.W., Norton, P.T. and Kramer, C.M. (2012) “Multimodality imaging of lower extremity peripheral arterial

disease,” Circulation: Cardiovascular Imaging, 5(6), pp. 797–807. Available at: https://doi.org/10.1161/circimaging.111.970814.
2.6 Klasifikasi penyakit Arteri perifer Rutherford

Tabel 1. Klasifikasi penyakit arteri perifer berdasarkan Rutherford dan leriche-Fontaine. 7


Tabel 2. Alur diagnosis pada Penyakit Arteri Perifer.

2.7. Tatalaksana pada penyakit arteri perifer.

Terdapat dua tujuan pada strategi tatalaksana pada penyakit arteri perifer , yaitu pertama untuk
menurunkan risiko kardiovaskuler dan meningkatkan, serta memperbaiki kemampuan berjalan.
Semua pasien dengan penyakit pembuluh darah arteri memiliki risiko yang tinggi untuk stroke,
infark miokardium, dan trombosis jika dibandingkan dengan pasien tanpa penyakit arterial.
Maka, disarankan bahwa semua pasien yang didiagnosa dengan penyakit pembuluh darah arteri
untuk mengubah dan memperbaiki pola dan gaya hidup dengan tujuan menurunkan profil risiko
kardiovaskuler. Kunci target untuk memperbaiki pola hidup terpaku pada berhenti merokok,
menurunkan kadar kolesterol, dan menurunkan tekanan darah pada level yang terkontrol, serta
menangani diabetes.

2.7.1 Tatalaksana olahraga

Terapi olahraga, latihan olahraga yang melibatkan olahraga yang dilakukan dirumah maupun
yang disupervisi merupakan tatalaksana yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup.
Program olahraga merupakan tatalaksana lini utama pada semua panduan tatalaksana. Terapi
olahraga disarankan untuk semua pasien tanpa chronic limb threatening ischemia sebelum
dilakukan tindakan revaskularisasi.

Pada terapi olahraga, pasien dianjurkan untuk berjalan sampai mencapai toleransi nyeri, lalu
berhenti untuk istirahat sementara dan berjalan lagi ketika nyeri sudah hilang. Sesi terapi
olahraga ini berlangsung selama 30 hingga 45 menit, dan wajib dilakukan sebanyak 3 hingga 4
kali setiap minggu selama 12 minggu.

2.7.2 Tatalaksana medika- mentosa

Aspirin dengan dosis 75-325 mg, direkomendasikan sebagai terapi antiplatelet untuk
menurunkan risiko infark miokard, stroke, atau kejadian vaskular. Selanjutnya dapat juga
diberikan Clopidogrel dengan dosis 75 mg per hari direkomendasikan sebagai terapi antiplatelet.
Cilostazol, dimana cilostazol bekerja dengan vasodilasi, dan menekan proliferasi dari sel otot
polos vaskuler. Mekanisme kerja nya yaitu dengan meningkatkan kadar cAMP dan
meningkatkan produksi nitrik oksida serta melakukan modifikasi terhadap ekspresi dari beberapa
faktor pertumbuhan dan chemokines yang dapat merangsang angiogenesis dan arteriogenesis.
Dosis cilostazol yang dapat diberikan adalah 100 mg, 2 kali/hari. Berdasarkan penelitian
sebelum nya, apabila terdapat respons terhadap cilostazol, maka akan terdapat efek positif dalam
kurun waktu 12 minggu. Cilostazol merupakan obat golongan inhibitor enzim fosfodiesterase
type - 3,pasien dengan riwayat gagal jantung dilarang untuk mengkonsumsi obat tersebut.
Terakhir terdapat obat Pentoksifilin dengan dosis 400 mg 3 kali/hari, yang biasanya digunakan
sebagai terapi lini kedua yang berfungsi dalam meningkatkan jarak tempuh pasien klaudikasio
intermiten. Berdasarkan hasil studi meta-analisis terbaru, ditemukan peningkatan signifikan jarak
berjalan kaki maksimal dengan Pentoksifilin adalah 59 m. 4,5

2.7.3 Tindakan bedah

Tindakan pembedahan revaskularisasi dapat dilakukan apabila tatalaksana medika


mentosa tidak bersifat responsif. Tata laksana tersebut ditujukan pada pasien yang
mengalami Critical Limb Ischaemia (CLI) maupun Acute Limb Ischaemia (ALI), serta
pasien dengan komplikasi berupa kaki diabetes, pasien yang tidak menunjukkan
perbaikan setelah latihan fisik, serta pasien dengan gejala yang sangat mengganggu
kualitas hidupnya.4,5
Gambar 5. Tindakan prosedur bedah balloon angioplasty
Sumber : Maisel, W.H. and Laskey, W.K. (2007) “Drug-eluting stents,” Circulation, 115(17). Available at:

https://doi.org/10.1161/circulationaha.107.688176.
2.8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan PAD adalah terjadinya Major Adverse
Cardiac Events (MACE), contohnya seperti infark miokardial, stroke iskemik dan kematian
akibat kardiovaskular. Selain itu, pasien PAD juga memiliki beberapa risiko komplikasi, seperti
amputasi mayor, CLI, dan ALI.

Selain itu ditemukan bahwa pasien PAD dengan diabetes, gagal jantung, gagal


ginjal dan stroke memiliki risiko terjadinya CLI. ( Chronic Limb ischemia). Sekitar 25% pasien
dengan CLI memiliki risiko terjadinya kondisi yang membutuhkan amputasi, dan sekitar 1-2%
pasien mengalami komplikasi yang berkaitan dengan ekstremitas, stroke, serangan jantung. CLI
adalah kondisi yang mengancam ekstremitas; umumnya ditandai dengan nyeri iskemik kronik
>2 minggu, yang muncul saat istirahat dengan luka iskemik atau kehilangan jaringan
(gangrene) pada satu atau kedua kaki.
ALI ( Acute Limb Ischemia) adalah kegawatdaruratan medis yang ditandai dengan
penghentian aliran darah arteri ke ekstremitas secara tiba-tiba. Gejala yang ditemukan pada
ALI( Acute Limb Ischemia) antara lain adalah ekstremitas yang nyeri, pucat dan dingin dengan
hilangnya pulsasi arteri, kelemahan motorik dan gangguan sensorik. 6

2.9. Prognosis
Prognosis pada perjalanan penyakit PAD ditentukan oleh kondisi pasien, dimana sebagian
besar akan menjadi kasus klaudikasio stabil, dan sisanya, yaitu sekitar 20% umumnya
mengalami klaudikasio yang perburukan, dan sekitar 2% berkembang menjadi CLI. Prognosis
pasien PAD dapat dilihat dari hasil pemeriksaan fisik pasien, dan pemeriksaan penunjang,
seperti pengukuran ABI. Pasien dengan nilai ABI kurang dari 0,9 memiliki risiko dua hingga
empat kali lebih besar untuk mengalami gangguan kardiovaskular hingga kematian.

Selain itu, ditemukan juga bahwa merokok memiliki hubungan dengan risiko kematian pada
pasien PAD. Pasien PAD yang merokok memiliki resiko kematian akibat penyakit
kardiovaskular dua kali lebih tinggi dibanding pasien PAD yang tidak merokok.
Selain itu, sekitar 20% pasien dengan PAD mengalami kejadian infark miokard non-fatal,
15-30% pasien mengalami kematian, dimana 75% kematian terjadi akibat gangguan
kardiovaskular. Risiko kematian 10 tahun pada pasien PAD ekstremitas bawah ditampilkan
pada tabel tersebut :

Faktor risiko Poin


Gangguan renal +12
Gagal jantung +7
Usia di atas 65 tahun +5
Hiperkolesterolemia +5
Perubahan segmen ST pada EKG +5
ABI kurang dari 0,6 +4
Adanya gelombang Q pada EKG +4
Penyakit serebrovaskular +3
Diabetes melitus +3
Penyakit pulmonar +3
Penggunaan statin -6
Penggunaan aspirin -4
Penggunaan beta bloker -4
Tabel 3. Indeks Risiko Kematian 10 Tahun

Kategori Risiko Poin Kematian dalam 10 tahun


Rendah <0 22,1%

Rendah-Sedang 0-5 32,2%


Sedang-Tinggi 6-9 45,8%
Tinggi >9 70,4%

Tabel 4. Standar Pengukuran Risiko Kematian 10 Tahun pada Pasien Peripheral Arterial
Disease Ekstremitas Bawah. 8

BAB III
ANALISA KASUS

Peripheral Arterial Disease (PAD) adalah suatu kondisi gangguan kesehatan akibat terhambatnya
aliran darah ke ekstremitas atas maupun bawah yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh
darah nadi atau arteri, namun umumnya lebih sering ditemukan pada ekstremitas bawah. Pada
anamnesis biasanya didapatkan ciri khas berupa klaudikasio intermiten yaitu dimana terdapatnya
sensasi nyeri pada kaki saat digunakan untuk beraktivitas dan dapat terjadi nyeri juga saat
beristirahat, terdapat nyeri ketika berbaring pada tempat tidur, terdapat gangrene/ ulkus yang
tidak dapat sembuh dengan sendiri. Pada pemeriksaan fisik, saat dilakukan palpasi ekstremitas
akan teraba dingin, dan nadi pada ekstremitas bawah tidak teraba, pada pemeriksaan Ankle
Brachial index, gejala klaudikasio akan muncul pada pasien yang memiliki ABI pada antara 0.5
dan 0.9. Pada pemeriksaan angiography biasanya akan ditemukan oklusi pada pembuluh darah
ekstremitas bawah. Berdasarkan algoritma kriteria diagnostik pada penyakit arteri perifer pada
kasus ini, pertama perlu dilakukan evaluasi beberapa faktor seperti usia( > 50 tahun), anamnesis,
risiko profil kardiovaskuler seperti riwayat penyakit jantung koroner, hipertensi, dislipidemia dan
diabetes mellitus, lalu hasil pemeriksaan fisik pada ekstremitas yang tidak normal seperti tidak
teraba adanya nadi, ekstremitas teraba dingin.

Pada pasien ini berdasarkan anamnesis pasien mengatakan bahwa kaki terasa kram dan sakit
ketika berjalan dan beraktivitas, pasien juga mengatakan bahwa saat istirahat nyeri tidak
membaik. Pasien mengatakan nyeri terjadi saat berbaring pada malam hari. Usia pasien yaitu 51
tahun sehingga tergolong pada kriteria algoritma diagnosis peripheral artery disease. Berikutnya
saat dilakukan analisis profil risiko kardiovaskuler pasien terdapat riwayat hipertensi, diabetes
mellitus, dislipidemia. Selanjutnya saat dilakukan pemeriksaan fisik, tidak teraba adanya nadi
dari arteri dorsalis pedis dan saat dilakukan palpasi ekstremitas teraba dingin, sehingga tergolong
pada adanya hasil pemeriksaan yang tidak wajar pada alur algoritma diagnostik, lalu, saat
dihitung ankle brachial index, pada kaki kanan adalah senilai 0.7 sedangkan pada kaki kiri adalah
1.27. Saat dilakukan pemeriksaan angiography terdapat stenosis pada arteri tibialis posterior,
sehingga dapat ditegakkan bahwa pasien menderita penyakit peripheral artery disease dextra.
Berdasarkan klasifikasi penyakit penyakit arteri perifer Rutherford, pada kasus ini , penyakit
pasien digolongkan pada rutherford derajat II atas dasar karena terdapat nyeri saat istirahat.
Berdasarkan keluhan utama, penyakit deep vein thrombosis dapat dipikirkan oleh karena pada
deep vein thrombosis pasien mengeluh nyeri dan kram pada kaki, namun deep vein thrombosis
dapat disangkal karena pasien menyangkal adanya pembengkakan pada kaki dan tidak
ditemukan adanya kemerahan pada satu atau kedua kaki, dan tidak terlihat vena yang berdilatasi
pada kedua kaki. Berdasarkan wells scoring untuk penilaian deep vein thrombosis, nilai pada
pasien ini adalah 1 dimana pasien hanya dapat berbaring pada tempat tidur selama lebih dari 3
hari, pada pasien ini sebelum nya tidak dilakukan pemeriksaan doppler, sehingga mengeliminasi
bahwa pasien ini terkena deep vein thrombosis. Berikutnya berdasarkan keluhan nyeri kaki,
dapat dipikirkan penyakit Giant cell arteritis. Pada arteritis umum nya akan ditemukan adanya
gejala sistemik seperti, demam, penurunan berat badan, perubahan penglihatan, nyeri saat
mengunyah, sakit kepala, lalu pada ekstremitas akan terdapat perubahan warna kulit pada
ekstremitas sehingga muncul kemerahan pada kedua ekstremitas, tidak terabanya nadi pada
ekstremitas bawah dan selain itu akan terdapat sensasi baal dan kesemutan pada ekstremitas
bawah, nyeri pada kaki dan rasa lemas pada kedua ekstremitas, selain itu kedua ekstremitas akan
terasa dingin saat diraba. Pada kasus ini pasien mengeluh terdapat nyeri saat berjalan, dan saat
diperiksa palpasi tidak teraba adanya nadi pada dorsalis pedis dan terasa dingin, namun gejala
sistemik seperti demam, penurunan berat badan, sensasi baal kesemutan dan kemerahan pada
kaki disangkal oleh pasien sehingga penyakit giant cell arteritis dapat disingkirkan. Tatalaksana
yang diberikan pada pasien ini terbagi menjadi medikamentosa dan nonmedikamentosa. Secara
medikamentosa, pasien diberi obat golongan atorvastatin untuk pengendalian faktor risiko
dislipidemia dengan dosis 40 mg per oral, lalu oleh karena pasien memiliki darah tinggi maka
dapat diberi bisoprolol dengan dosis 2.5 mg secara peroral. Lalu pasien juga dapat diberi
golongan antikoagulan berupa clopidogrel dengan dosis 75 mg. Untuk tatalaksana non
medikamentosa, pasien diberikan edukasi untuk mengubah pola serta gaya hidup untuk
mengendalikan faktor risiko kardiovaskular, seperti memberi edukasi kepada pasien untuk
melakukan olahraga rutin sebanyak 3 hingga 4 kali dalam seminggu dengan masing- masing
durasi 30 menit sampai satu jam, lalu menganjurkan pasien untuk menerapkan pola makan yang
sehat. Untuk tatalaksana bedah, pasien dilakukan tindakan pemasangan balloon angioplasty
dengan tujuan untuk meningkatkan diameter lumen pembuluh darah arteri femoralis posterior
untuk melancarkan aliran darah sehingga mengurangi insiden terjadi iskemia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Golledge, J. (2022) “Update on the pathophysiology and medical treatment of peripheral


artery disease,” Nature Reviews Cardiology, 19(7), pp. 456–474. Available at:
https://doi.org/10.1038/s41569-021-00663-9.

2. Zemaitis MR, Boll JM, Dreyer MA. Peripheral Arterial Disease. [Updated 2022 Jul 7].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
3. Antono D, Hamonangani R. Penyakit Arteri Perifer. In: Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 1st ed. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 1516–26.

4. Gerhard-Herman MD, Gornik HL, Barrett C, Barshes NR, Corriere MA, Drachman DE, et
al. 2016 AHA/ACC guideline on the management of patients with lower extremity
peripheral artery disease: Executive Summary: A report of the American college of
cardiology/American Heart Association task force on clinical practice guidelines. vol. 135.
2017.

5. Hauk L. ACCF/AHA update peripheral artery disease management guideline. Am Fam


Physician 2012;85:1000–1.
6. Firnhaber JM, Powell CS. Lower Extremity Peripheral Artery Disease: Diagnosis and
Treatment. Am Fam Physician 2019;99:362–9.
7. Rutheford RB, Baker JD, Ernst C, Johnston KW, Porter JM, Ahn S, et al. Recommended
standards for reports dealing with lower extremity ischemia: revised version. J Vasc Surg
1997;26:517–38.
8. Hirsch a T, Hiatt WR. PAD awareness, risk, and treatment: new resources for survival--the
USA PARTNERS program. Vasc Med. 2001;6(3Suppl):9–12.

9. Shu J, Santulli G. Update on peripheral artery disease: Epidemiology and evidence-based


facts. Atherosclerosis 2018;275:379–81. Kemkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2018.
Dipublikasikan pada: Jumat, 02 November 2018. Available from:

Anda mungkin juga menyukai