Anda di halaman 1dari 22

Data Administrasi Pasien

Nama : Tn. H

Usia : 29 tahun

No. RM : 516497

Tanggal Masuk IGD : 29/01/2019

Tanggal Pemeriksaan : 29/01/2019

Data Demografis Pasien

Alamat : Blok Julang Pereng RT 01/01 Sumbon Kec. Kroya

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Suku : Sunda

Warga Negara : Indonesia

Data Biologis Pasien

Berat Badan : 68 kg

Tinggi Badan : 163 cm

ANAMNESIS

Pasien datang dengan keluhan dada terasa berdebar-debar sejak 10 jam

sebelum masuk rumah sakit. Dada terasa berdebar-debar terus menerus dan rasa

1
tidak nyaman yang dirasakan oleh pasien. Keluhan seperti ini baru dirasakan

pasien pertama kali. Keluhan disertai rasa sesak nafas dan mual namun tidak

disertai muntah. Keluhan timbul secara tiba-tiba saat pasien sedang istirahat.

Pasien memiliki riwayat penyakit pembengkakan jantung dan darah tinggi

sejak 3 tahun yang lalu. Pasien selalu mengkonsumsi furosemid dan amlodipin

untuk mengontrol riwayat penyakitnya. Di keluarga pasien terdapat riwayat

pembengkakan jantung yaitu ayah pasien dan saat ini sudah meninggal dunia

diakibatkan serangan jantung saat usia 50 tahun. Riwayat penyakit kencing manis

pada pasien atau keluarga tidak ada.

Pasien memiliki riwayat merokok dan minum minuman beralkohol sejak

15 tahun yang lalu dan berhenti sejak 3 tahun yang lalu. Minum kopi diakui sehari

1 gelas.

Pasien berobat kepuskesmas sebelum berobat ke rumah sakit tetapi tidak

mendapatkan terapi dikarnakan hal yang dirasakan pasien akan sembuh

sendirinya. Pasien merasa tidak yakin sehingga pasien memaksakan diri berobat

ke UGD ciereng.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Compos mentis / Sakit sedang

Tanda Vital : Tekanan Darah = 100/70 mmHg

Nadi = 1800x/menit, reguler, kuat

2
Frekuensi Napas = 24x/menit

Suhu = 36°C

Kepala : Normocephali, simetris

Kulit : warna sawo matang, kelainan kulit (-)

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

oedem palpebra (-/-)

Telinga : daun telinga dalam batas normal, sekret (-/-), darah (-/-)

Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)

Mulut : bibir sianosis (-), mukosa kering (-), hiperemis (-), gusi

berdarah (-)

Tenggorok : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-),

tonsil T1/T1 tenang

Leher : kelenjar getah bening tidak membesar,

JVP tidak meningkat

Thorax : bentuk normochest, retraksi (-), simetris kanan = kiri

Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

3
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat pada ICS VI kiri 9 cm

lateral

Perkusi : Batas jantung kiri : 9 cm garis mid sternalis ICS VI

Auskultasi : bunyi jantung S1, S2, normal reguler.

Bunyi S3, S4, (-), murmur (-)

Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar vesikular normal/normal, suara tambahan

(-/-), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani, pekak beralih (-). Nyeri ketok CVA -/-

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar,

lien tidak membesar, turgor kulit kembali cepat.

Ekstremitas :

4
5 5

5 5

Edema tungkai -/-, sianosis -

Akral hangat CRT < 2 s

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (dari IGD, tanggal 30/01/2019)
Pemeriksaan Satuan Nilai rujukan

Hematologi

Hemoglobin 13.9 g/dl 11-17

Leukosit 9.600 103/uL 4.000-12.000

Trombosit 238 103/uL 100-300

Hematokrit 40.3 % 35-55

Kimia Klinik

GDS 97 mg/dL 70-160

Ureum 38 mg/dL 10-50

Creatinin 2.3 mg/dL 0.6-1.4

Natrium 156 mEq/L 135-145

Kalium 3,5 mEq/L 3,5-5,5

Chlorida 101 mEq/L 98-108

Calsium total 2,6 mEq/L 2,2-2,9

Hasil EKG :

5
Diagnosis Kerja
Wide QRS complex tachycardia e.c susp Ventricular Tachycardia

Terapi
Tatalaksana Pada Pasien ini :
RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1 amp

Konsul dr. Irlandi Sp.JP


Terapi tambahan:
Bolus amiodaron 150mg dalam 1 jam, lanjut 1mg/menit dalam 6 jam, lanjut
0,5mg/menit dalam 18jam

Pasien observasi di IGD

Prognosis :
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam

6
Follow up tanggal 30/01/19
S : dada berdabar-debar (+), mual (+), nyeri uluhati (+)
O:
KU : kompos mentis
TD : 120/70 mmhg
N : 66 x/ menit
R : 24x/ menit
S : 36 C
A : Wide QRS complex tachycardia e.c susp Ventricular Tachycardia
P : EKG
Konsul dr. Irlandi Sp.JP advice:
O2 3-4 L
Infus Nacl + Amiodaron 1amp dalam 24 jam
Aspilet 1x1
CPG 1x1
Amiodaron 2x200mg setelah pemberian drip amiodaron selama 24 jam
Disolf 2x1
Ro Thorak pa
Ranitidin 2x1 amp
Rawat RPD

7
Hasil Xray:

Hasil EKG :

8
Follow Up 31/1/19
S : dada terasa berdebar-debar (+), sesak nafas (+)
O:
KU : Komposmentis
TD : 150/90 mmhg
N : 92x/ menit
R: 24x / menit
S : 36 C
A : Wide QRS complex tachycardia e.c susp Ventricular Tachycardia
P : Nacl 12 tpm
Amiodaron 2x1
Ranitidin 2x1
Furosemid 1x1
Aspilet 1x1
CPG 1x1
Disolf 2x1
Follow up tanggal 1/2/19
S : dada berdebar-debar (-), sesak nafas (-)
O : KU : Komposmentis
TD : 140/80 mmhg
N : 88x/ menit
R : 20 x/ menit
S : 36 C
A : Wide QRS complex tachycardia e.c susp Ventricular Tachycardia
P : Aspilet 1x1
CPG 1x1
Disolf 2x1
BLPL

9
Tinjauan Pustaka
DEFINISI
Takikardi ventrikel / Ventricular Tachycardia (VT) adalah terdapat tiga
atau lebih premature ventricular contraction atau ventricular extrasystole
dengan laju lebih dari 120 kali per menit. Fokus takikardi dapat berasal dari
ventrikel (kiri atau kanan) atau akibat dari proses reeentry pada salah satu bagian
dari berkas cabang (bundle branch reentry VT).
Dari rekaman EKG permukaan VT umumnya memberikan gambaran EKG
dengan ciri kompleks QRS yang lebar (>0.12 detik). Namun tidak semua takikardi
dengan kompleks QRS yang lebar adalah VT karena takikardi supraventrikel
(SVT) dengan konduksi aberan atau dengan konduksi melalui jaras tambahan
(accesory pathway) juga akan memberikan gambaran takikardi dengan kompleks
QRS yang lebar. Oleh karena itu pengenalan VT menjadi penting dalam keadaan
kegawatan karena pemberian obat untuk SVT dapat membahayakan pada pasien
dengan VT. Pengenalan VT juga harus mencakup identifikasi etiologi, sumber,
fokus, terapi, dan prognosisnya. VT idiopatik misalnya, dapat diterapi secara
defenitif dengan ablasi kateter, sangat jarang menyebabkan kematian mendadak
dan memiliki prognosis yang baik. Sebaliknya VT iskemia (VT akibat penyakit
jantung koroner) memberikan resiko tinggi untuk terjadinya kematian mendadak
(sudden cardiac death) akibat aritmia fatal (VT yang berdegenerasi menjadi
ventrikular fibrillation).

Gambar 1. VT dengan laju 235 kali per menit.

ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI


Secara umum VT dapat dibagi menjadi monoformik dan polimorfik. VT
monoformik memiliki kompleks QRS yang sama pada tiap denyutan (beat) dan

10
menandakan adanya depolarisasi yang berulang dari tempat yang sama.
Umumnya disebabkan oleh adanya fokus atau substrat aritmia yang mudah
dieliminasi dengan teknik ablasi kateter. Sedangkan VT polimorfik ditandai
dengan adanya kompleks QRS yang bervariasi (berubah) dan menunjukkan
adanya urutan depolarisasi yang berubah dari beberapa tempat. Biasanya VT jenis
ini berkaitan dengan jaringan parut (scar tissue) akibat infark miokard (ischemic
VT). Bila VT berlangsung lebih dari 30 detik disebut sustained dan sebaliknya
bila kurang dari 30 detik disebut non-sustained.
Berdasarkan etiologi VT dikelompokkan menjadi:
 VT idiopatik (idiopathic VT)
- VT idiopatik alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow
tract VT=RVOT VTt)
- VT idiopatik ventrikel kiri (idiopathic left ventricular VT)
 VT pada kardiomiopati dilatasi non-iskemia
- Bundle Branch Reentrant VT
- Arrythmogenic Right Ventricular Dysplasia(ARVD)
 VT iskemia (ischemic VT)

a) Monoformik VT

b) Poliformik VT

11
Gambar 2. Monomorfik VT dan polimorfik VT

PATOFISIOLOGI
Secara umum terdapat tiga mekanisme terjadinya aritmia, termasuk aritmia
ventrikel, yaitu automaticity, reentrant, dan triggered activity.
Automaticity terjadi karena adanya percepatan aktivitas fase 4 dari
potensial aksi jantung. Aritmia ventrikel karena gangguan automaticity biasanya
tercetus pada keadaan akut dan kritis seperti infark miokard akut, gangguan
elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan tonus adrenergik yang
meninggi. Oleh karena itu, bila berhadapan dengan aritmia ventrikel karena
gangguan automaticity, perlu dikoreksi faktor penyebab yang mendasarinya.
Aritmia ventrikel yang terjadi pada keadaaan akut tidaklah memiliki aspek
prognostik jangka panjang yang penting.
Mekanisme aritmia ventrikel yang tersering adalah reentry dan biasanya
disebabkan oleh kelainan kronis seperti infark miokard lama atau kardiomiopati
dilatasi (dilated cardiomyopathy). Jaringan parut (scar tissue) yang terbentuk
akibat infark miokard yang berbatasan dengan jaringan sehat menjadi keadaan
yang ideal untuk terbentuknya sirkuit reentry. Bila sirkuit ini telah terbentuk maka
aritmia ventrikel reentrant dapat timbul setiap saat dan menyebabkan kematian
mendadak.
Triggered activity memiliki gambaran campuran dari kedua mekanisme di
atas. Mekanismenya adalah adanya kebocoran ion positif ke dalam sel sehingga
terjadi lonjakan potensial pada akhir fase 3 atau awal fase 4 dari aksi potensial
jantung. Bila lonjakan ini cukup bermakna maka akan tercetus aksi potensial baru.
Keadaan ini disebut after depolarization.

12
Gambar 3. Patofisiologi VT

PENEGAKAN DIAGNOSIS TAKIKARDI VENTRIKEL


Diagnosis takikardi didasarkan pada gambaran berikut ini.

a. Durasi dan morfologi kompleks QRS


Pada VT urutan aktivasi tidak mengikuti arah konduksi normal
(terganggu) sehingga bentuk kompleks QRS akan kacau dan durasi
kompleks QRS menjadi panjang (biasanya lebih dari 0.12 detik). Pedoman
umum yang berlaku adalah semakin lebar kompleks QRS semakin besar
kemungkinannya adalah suatu VT , khususnya bila lebih dari 0.16 detik.
Pengecualian adalah VT yang bersasal dari fasikel posterior berkas cabang
kiri (idiopathic left ventrikular tachycardia) yang memiliki kompleks
QRS kurang dari 0.12 detik karena pada VT jenis ini lokasi reentry dekat
dengan septum interventrikel seperti konduksi normal.
Morfologi kompleks QRS bergantung pada asal fokus VT. Bila
berasal dari ventrikel kanan akan memberikan gambaran morfologi blok
berkas cabang kiri (left bundle branch block morphology) dan jika berasal
dari ventrikel kiri akan menunjukkan gambaran blok berkas cabang kanan
(right bundle branch block morphology). Kalau morfologi QRS adalah

13
RBBB maka takikardia adalah VT jika morfologi kompleks qrs adalah
monoformik atau bifasik (QR atau RS). Jika morfologi qrs adalah LBBB
maka akan menguatkan diagnosis VT jika adanya takik (notching)
gelombang S atau nadir S yang lambat (>70milidetik).

b. Laju dan irama


Laju (rate) VT berkisar antara 120-300 kali per menit dengan
irama yang teratur atau hampir teratur (variasi antar denyut adalah <0.04
detik). Jika takikardi disertai irama yang tidak teratur (irregular) maka
harus dipikirkan adanya AF dengan konduksi aberan atau preeksitasi.

c. Aksis kompleks QRS


Aksis kompleks QRS tidak hanya penting untuk diagnosis tapi juga
untuk menentukan asal fokus. Adanya perubahan aksis lebih dari dari 40
derajat baik ke kiri maupun ke kanan umumnya adalah VT. Kompleks
QRS pada sandapan aVR berada pada posisi -210 derajat dengan
kompleks QRS negatif. Bila kompleks QRS berubah menjadi positif pada
saat takikardi sangat menyokong adanya VT yang berasal dari apeks
mengarah ke bagian basal ventrikel. Aksis ke superior pada takikardi QRS
lebar dengan morfologi RBBB sangat menyokong ke arah VT. Adanya
takikardia QRS lebar dengan aksis inferior dan morfologi LBBB
mendukung adanya VT yang berasal dari right ventrikular outflow tract.

d. Dissosiasi antara atrium dan ventrikel (atrio-ventriculardissociation)


Pada VT nodus sinus terus memberikan impuls secara bebas tanpa
ada hubungan dengan aktivitas ventrikel (atrium dikontrol oleh nodus
sinus dan ventrikel dikontrol oleh fokus takikardia denga laju lebih cepat)
sehingga gelombang P yang muncul tidak berkaitan denga kompleks QRS
(dikenal denganAVdissociation). Adnya disossiasi AV sangat khas untuk
VT walaupun adanya asosisasi (hubungan) AV belum dapat

14
menyingkirikan VT . Secara klinis dissosiasi AV dapat dikenal dengan
adnya variasi bunyi jantung satu dan varisasi tekan darah sistolik.

e. Capture beat dan fusion beat


Kadang–kadang saat berlangsungnya VT, impuls dari atrium dapat
mendepolarisasi ventrikel melalui sisterm konduksi normal sehingga
memunculkan kompleks QRS yang lebih awal dengan ukuran normal
(sempit). Keadaan ini disebut capture beat. Fusion beat terjadi bila impuls
dari nodus sinus dihantarkan ke ventrkel melalui nodus atrioventrikel
(nodus AV) dan bergabung dengan impuls dari ventrikel. Jadi ventrikel
sebagian didepolarisasi dari nodus sinus dan sebagian dari ventrikel
sehingga kompleks QRS berbentuk antara kompleks normal dan VT.
Capture dan fusion beat jarang ditemukan dan sangat khas untuk VT
walaupun tidak adanya mereka bukan berarti VT dapat disingkirkan.

a) Capture beat

b) Fusion beat
Gambar 4. Capture beat dan fusion beat

f. Konfigurasi kompleks QRS


Adanya concordance (kesesuaian) dari kompleks QRS pada
sandapan dada sangat menyokong diagnosis VT. Kesesuiaan positif
(positive concordance) kompleks QRS pada sandapan dada dominan

15
positif menunjukkan asal fokus takikardi dari dinding posterior ventrikel.
Kesesuaian negatif (negative concordance) kompleks QRS pada sandapan
dada dominan negatif menunjukan asal fokus dari dinding anterior
ventrikel.
Kriteria untuk diagnosis VT yang telah dibahas tadi, tidak selalu
didapatkan dan tidak jarang hanya satu atau dua kriteria saja yang
ditemukan.
Selain rekaman EKG, anamnesis, pemeriksaan fisik, data
penunjang lainnya (foto toraks, dan ekokardiografi) dapat membantu. Pada
pasien yang pernah mengalami infark miokard dengan gannguan fungsi
ventrikel misalnya, maka diagnosis VT lebih diutamakan bila pasien
tersebut mendapat takikardi dengan kompleks QRS lebar. Penting diingat
untuk selalu membuat EKG lengkap 12 sandapan saat dan sesudah
takikardi.

Gambar 5. A menunjukkan kesesuaian negatif (negative concordance) dan


B menunjukkan kesesuaian positif (positive concordance)

DIAGNOSIS BANDING
Tidak semua takikardi dengan kompleks QRS lebar adalah VT meskipun
70% takikardi jenis ini adalah VT. Takikardi dengan kompleks QRS lebar bisa
terjadi pada:

16
a. Takikardi supraventrikel (SVT) dengan konduksi aberan
Pada keadaan SVT biasa maka konduksi adari atrium ke ventrikel
melaui jalur jalur konduksi normal sehinggga kompleks QRS akan
normal.namun secara fisiologis dapat terjadi hambatan (blok) pada salah
satu berkas cabang (kiri atau kanan) karena adanya perbedaan masa
refrakter di antara keduanya. Keadaan ini disebut konduksi aberan
(aberrant coinduction). Karena adanya hambatan berkas cabang maka
kompleks QRS akan lebar seperti keadaan LBBB atau RBBB biasa.

b. Takikardi supraventrikel (SVT) dengan konduksi melalui jaras


tambahan (accesory pathway)
Bila terdapat jaras tambahan yang memintas jalur konduksi normal
dari atrium ke ventrikel, maka pada saat takikardi supraventrikel (SVT)
ventrikel diaktivasi tidak melalui jalur konduksi normal sehingga ventrikel
mengalami inaktivasi dini (preeksitasi). Akibatnya kompleks QRS akan
terlihat lebar.

c. Takikardi supraventrikel (SVT) pada keadaan hambatan berkas


cabang yang sudah ada
Bila pada keadaan irama sinus sudah terdapat gambartan hambatan
berkas cabang (kiri atau kanan) maka saat timbul SVT kompleks QRS
akan terlihat lebar seperti pada keadaan sinus. Oleh karena itu sangat
penting untuk membandingkan EKG sebelum dengan pada saat takikardia.

KEPENTINGAN KLINIS TAKIKARDI VENTRIKEL


a. Takikardia Ventrikel Idiopatik
Dijumpai pada pasien dengan jantung normal (tidak ada kelainan
struktur). Umumnya VT tidak berbahaya, tidak mengganggu hemodinamik, dan
tidak menyebabkan kematian mendadak (sudden cardiac death). Namun bila
timbul VT denga laju yang cepat dapat menyebabkan sinkop. Karena disebabakan

17
oleh fokus ektopik yang terbatas pada satu lokasi maka umumnya sangat mudah
dihilangkan dengan cara ablasi kateter.

b. VT idiopatik alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow


tract VT)
Berasal dari RVOT dan jenis VT ini merupakan 90% dari VT
idiopatik.pasien umumnya adalah perempuan muda. VT dapat dapat dicetuskan
oleh ketegangan, emosidan aktivitas fisik. Manifestasi klinis jenis ini dapat berupa
VT yang dicetuskan oleh latihan (exercise-induced VT) atau VT monoformik yang
berulang (repetitive monophormic VT) yang timbul saat istirahat. Pada beberapa
pasien kerap dijumpai dalam bentuk premature ventricular contraction (PVC)
bigemini atau VTnon-sustained yang simpatomatik dan mengganggu.
Pemeriksaan ekokardiografi dan angiografi koroner biasanya normal.
Gambaran ekokardiogram (EKG) menunjukkan suatu takikardi dengan
kompleks QRS lebar, morfologi kompleks QRS left bunddle branch block
(LBBB) pada sandapan V1, dengan aksis kompleks QRS ke arah inferior (right
axis deviation) atau normal.
Umumnya VT jenis ini disebabkan oleh proses otomatisasi, triggered
activity, dan takikardi dengan perantaraan siklik-AMP yang dirangsang oleh
sistem saraf adrenergik dan sensitif terhadap peningkatan kalsium intrasel. Oleh
karena itu dapat diberikan pengobatan dengan obat penyekat kalsium (calsium
channel blocker) seperti verapamil. Sedangkan pada VT jenis lain obat ini adalah
kontraindikasi. Karena salah satu VT jenis ini dicetuskan oleh latihan (exercise
induced) maka obat penyekat beta (beta blocker) juga efektif. Dapat diberikan
metoprolol sampai dosis optimal 2x100 mg per hari. Bila pasien tetap bergejala
maka dapat diberikan terapi definitif dengan ablasi kateter.
Diagnosis banding VT tipe ini adalah jenis VT lainnya. Hanya saja perlu
diperhatikan jenis VT yang paling mirip denganVT ini yaitu Arrhythmogenic
Right Ventricular Dysplasia (ARVD). Perbedaannya adalah pada ARVD
didapatkan adanya infiltrasi lemak pada ventrikel kanan (terdapat kelainan
struktural).

18
c. VT idiopatik dari ventrikel kiri (Idiopathic Left Ventrikular
Tachycardia =ILVT)
Istilah lain untuk VT jenis ini adalah takikardi fasikular karena adanya
proses reentry pada fasikel posterior dan anterior sebagai penyebab takikardi. Ada
tiga subkelompok pada VT ini, yaitu kelompok yang sensitf terhadap verapamil
(verapamil sensitive), sensitif terhadap adenosine (adenosine sensitive) dan
sensitif terhadap propanolol (propanolol sensitive). Yang terbanyak adalah
kelompok sensitif terhadap verapamil. VT jenis ini umunya diderita oleh pria usia
muda. Pada rekaman EKG permukaan terlihat takikardi dengan morfologi
kompleks QRS berbentuk blok berkas cabang kanan (RBBB), dengan aksis
superior. Kompleks QRS tidak begitu lebar karena fokus takikardi dekat dengan
septum (lokasi jaringan konduksi normal). Takikardi ini sering dikelirukan dengan
SVT karena kompleks QRS tidak terlalu lebar dan sensitif terhadap verapamil
sehingga dapat diterminasi dengan verapamil serperti umumnya SVT.
Pada pasien yang simptomatik dapat diberikan terapi obat-obatan. Bila
gagala dapat dilakukan eliminasi dengan ablasi kateter dengan angka keberhasilan
rata-raat 87%. Ablasi kateter juga diindikasikan pada pasien yang tidak ingin
minum obat dalam jangka waktu lama.

d. Takikardi ventrikel pada kardiomiopati dilatasi non-iskemia


e. Bundle Branch Reentrant Ventricular Tachycardia
VT jenis ini ditemukan sekitar 40% pada pasien kardiomiopati dilatasi
idiopatik (non-iskemia) dan 6% dari seluruh jenis VT yang dirujuk ke
laboratorium elektrofioslogi. Secara klinis VT jenis ini bersifat berbahaya
sehingga menyebabkan sinkop atau henti jantung. Pada EKG biasanya ditandai
oleh kompleks QRS dengan morfologi blok berkas cabang kiri (LBBB). Takikardi
dapat dihilangkan dengan melakukan ablasi kateter pada berkas cabang kanan tapi
kesintasan pasien menurun karena adanya disfungsi ventrikel kiri sebagai
penyerta.

19
f. Arrythmogenic Right Ventricular Dysplasia (ARVD)
Kelainan ini sangat jarang,biasanya didertita oleh kelompok usia muda,
dimana terdapat infiltrasi lemak dan jaringan parut pada miokard ventrikel kanan.
Karakteristik VT adalh kompleks QRS dengan morfologi blok berkas cabang kiri
(LBBB). Tatalaksana VT jenis ini hampir sama dengan VT iskemia dengan peran
ICD (Implantable Cardioverter Defibrillator) yang efektif utnuk mencegah
kematian jantung mendadak (sudden cardiac death). Terapi pembedahan dengan
mengisolasi daerah yang displastik ternyata tidak efektif karena timbulnya gagal
jantung kanan.

g. Takikardi Ventrikel Iskemia


VT iskemia disebabkan oleh penyakit jantung koroner seperti infark
miokard akut. Secara prognostik VT jenis ini sangat penting karena dapat
menyebabkan kematian jantung mendadak. VT iskemia terjadi karena adanya
jaringan parut di sekitar jaringan sehat. Secara umum, semakin luas jaringan
infark semakin besar peluang terjadinya reentry. VT iskemia cenderung bersifat
fatal karena dapat bedegenerasi menjadi fibrilasi venrtrikel dan kematian
mendadak. Prediktor kematian jantung mendadak adalah adanya riwayat serangan
jantung sebelumnya, penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi <40%), dan
adanya premature ventricular contraction yang sering.
Terapi VT iskemia pada umunya adalah dengan obat-obatan. Sedangkan
ablasi kateter pada VT iskemia belum memberikan hasil yang memadai.

TATALAKSANA UMUM

20
Gambar 6. Algoritma Takikardia (dikutip dari Circulation. 2010;122[suppl
3]:S729 –S767)

a. Tatalaksana pada Keadaan Akut


Bila keadaan hemodinamik stabil, terminasi VT dilakukan dengan
pemberian obat-obatan secara intravena seperti amiodaron, lidokaine,dan
prokainamid. Dua obat yang pertama tersedia di Indonesia. Amiodaron dan
prokainamid lebih unggul dibanding lidokain.
Amiodaron dapat diberikan dengan dosis pembebanan (loading dose)
15mg/menit diberikan dalam 10 menit dan diikuti dengan infus kontinu
1mg/menit selama 6 jam, dan dosis pemeliharaan 0.5 mg/menit dalam 18 jam
berikutnya. Bila gagal dengan obat, dilakukan kardioversi elektrik yang dapat
dimulai denga energi rendah (10 joule dan 50 joule).

21
Dalam tatalaksana akut perlu dicari faktor penyebab yang dikorekasi
seperti iskemia, gangguan elektrolit, hipotensi dan asidosis. Bila keadaan
hemodinamik tidak stabil (hipotensi,syok, angina,gagal jantung dan gejala
hipoperfusi otak) maka pilihan pertama adalah kardioversi elektrik.

b. Tatalaksana Jangka Panjang


Tujuan terapi jangka panjang adalah mencegah kematian mendadak. Pada
pasien dengan VT non-sustained dan bergejala dapat diberikan obat penyekat
beta. Bila tidak efektif dapat diberikan sotalol atau amiodaron. Pada pasien
dengan riwayat miokard infark akut dan penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi
ejeksi <35%) terdapat VT yang dapat dicetuskan dan tidak dapat dihilangkan
dengan obat, maka ICD lebih lebih unggul dalam menurunkan mortalitas (The
Multicenter Automatic Defibrillator Trial = MADIT). Untuk pencegahan
sekunder kematian mendadak (pasien yang berhasil diselamatkan dari aritmia
fatal) pada pasien pasca infark miokard dengan penurunan fungsi ventrikel kiri,
ICD telah terbukti lebih unggul daripada amiodaron.

22

Anda mungkin juga menyukai