SNAKE BITE
Disusun Oleh :
Pembimbing :
dr. Raynilda
INTERNSIP
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. A
Umur : 87 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Situsari 17/04 Sitursari, kec. Dawuan
No. RM : 546762
Tanggal masuk : 15 Maret 2021 jam 21.00 WIB
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Digigit ular
B. Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamnesis di IGD)
13 jam SMRS penderita digigit ular berwarna coklat (ular gebuk) saat sedang
membersihkan kebun miliknya sendiri. Os. Tidak langsung dibawa ke RS karena
dilakukan penyedotan racun dan dibawa ke mantri diberikan antibiotic. Lokasi gigitan
di lengan bawah tangan kiri. Terasa nyeri di tempat gigitan sampai lengan atas
tangan kiri, bengkak (+) sampai lengan atas tangan kiri, berwarna biru kehijauan.
perdarahan di tempat gigitan (+) tidak aktif, berdebar-debar (-), lemah anggota
tubuh (-), kencing berwarna merah atau hitam (-), gusi berdarah (-), pendarahan
konjungtiva (-), kemudian os dibawa ke RSUD Subang.
III. PEMERIKSAAN FISIK (di IGD tanggal 15 Mei 2021 jam 21.00 WIB)
A. Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : composmentis
B. Tanda vital
Tekanan darah : 100/ 70 mmHg
Nadi : 98 kali/ menit, regular, isi cukup, dan kuat angkat
Laju pernafasan : 22 kali/ menit
Suhu : 36,5 ℃
SpO2 : 97 % FA
C. Kulit : warna coklat kehitaman, lembab, kelainan (-), turgor kembali
cepat
D. Kepala : normochepal, rambut hitam dan beruban
E. Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), air mata (+), reflek cahaya
(+/+) normal, pupil isokor (3mm/ 3mm), mata cekung (-/-), perdarahan konjungtiva
(-/-), ptosis (-/-)
F. Hidung : bentuk normal, secret (-), darah (-), deformitas (-), nafas cuping
hidung (-)
G. Mulut : sianosis (-), mukosa basah (+)
H. Telinga : bentuk normal, secret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)
I. Leher : bentuk normal, kelenjar getah bening tidak membesar, trakea di
tengah, kelenjar thyroid tidak membesar
J. Thorax
Bentuk : kesan normal, tidak ditemukan deformitas maupun kelainan
Cor
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II, regular, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)
Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)
K. Abdomen
Inspeksi : dinding perut setinggi dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali
cepat, ascites (-)
L. Ekstremitas
kekuatan otot 5 5
5 5
Darah rutin
Hitung jenis
Kimia klinik
Hemostasis
Masa protombin
INR : >15
IX. PLANNING
Konsul dokter spesialis penyakit bedah
Edukasi :
Diagnosis penyakit, komplikasi yang dapat terjadi, dan efek samping obat
dan prognosis
Motivasi untuk menghindari area yang sekiranya digunakan sebagai tempat
bersarang ular
Motivasi agar segera dibawa ke rumah sakit jika tergigit ular lagi atau ada
keluarga/ tetangga yang tergigit ular
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
X. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsional : bonam
XI. FOLLOW UP
OBYEKTIF KU : KU :
Tampak sakit sedang Baik
TINJAUAN PUSTAKA
SNAKE BITE
3.1 Definisi
Gigitan ular adalah cedera yang disebabkan oleh gigitan dari ular baik
ular berbisa ataupun tidak berbisa. Akibat dari gigitan ular tersebut dapat
menyebabkan kondisi medis yang bervariasi, yaitu:
1. Kerusakan jaringan secara umum, akibat dari taring ular.
2. Perdarahan serius bila melukai pembuluh darah besar.
3. Infeksi akibat bakteri sekunder atau patogen lainnya dan peradangan.
4. Pada gigitan ular berbisa, gigitan dapat menyebabkan envenomisasi.
3.2 Epidemiologi
Pria lebih sering digigit dibanding perempuan, kecuali tempat kerja yang lebih
didominasi perempuan. Usia umumnya untuk gigitan adalah anak-anak (WHO
UNICEF, 2008) dan dewasa muda. Ada beberapa bukti bahwa beberapa kasus
kematian pada pada anak-anak dan orang tua. Pada wanita hamil, gigitan ular
membawa risiko untuk ibu dan janin, seperti perdarahan dan aborsi. Kebanyakan
gigitan ular terjadi pada kaki dan pergelangan kaki pada pekerja pertanian.
Di negara-negara Regional SEA, risiko gigitan ular ini sangat terkait dengan
pekerjaan: pertanian (padi), bekerja di perkebunan (karet, kopi), menggiring, berburu,
pemancing dan pertanian, penangkapan dan penanganan ular untuk makanan (di
restoran ular), menampilkan dan tampil dengan ular (ular), kulit manufaktur (terutama
ular laut), dan pembuatan tradisional obat (Cina).
3.3 Etiologi
Tidak semua spesies ular memiliki bisa sehingga pada kasus gigitan ular perlu
dibedakan atas gigitan ular berbisa atau gigitan ular tidak berbisa. Ular berbisa yang
bermakna medis memiliki sepasang gigi yang melebar, yaitu taring, pada bagian
depan dari rahang atasnya. Taring-taring ini mengandung saluran bisa (seperti jarum
hipodermik) atau alur, dimana bisa dapat dimasukkan jauh ke dalam jaringan dari
korban. Selain melalui taring, bisa dapat juga disemburkan seperti pada ular kobra
yang meludah dapat memeras bisanya keluar dari ujung taringnya dan membentuk
semprotan yang diarahkan pada mata korban. Efek toksik bisa ular pada saat
menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan
efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta
banyaknya serangan yang terjadi.
Dari ribuan jenis ular yang diketahui hanya sedikit sekali yang berbisa, dan
dari golongan ini hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia. Di seluruh dunia
dikenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang berbisa hanya sekitar 250
spesies. Berdasarkan morfologi, ular dapat diklasifikasikan ke dalam 4 familli utama
yaitu:
1. Familli Colubridae
Kebanyakan ular berbisa masuk dalam famili ini, misalnya ular pohon, ular
sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali
(Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus). Pada umumnya bisa
yang dihasilkannya bersifat lemah.
2. Famili Hydrophidae
Dikenal dengan nama ular laut. Merupakan anak suku dari Elapidae yang
semuanya hidup di dalam laut dengan bisa yang sangat kuat.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan
sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang
termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa
merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah
sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal,
tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas
enzimatik.
Bisa ular mengandung lebih dari 20 unsur penyusun, sebagian besar adalah
protein, termasuk enzim dan racun polipeptida. Berikut beberapa unsur bisa ular yang
memiliki efek klinis:
1. Enzim prokoagulan (Viperidae)
Dapat menstimulasi pembekuan darah namun dapat pula menyebabkan darah
tidak dapat berkoagulasi. Bisa dari ular Russel mengandung beberapa
prokoagulan yang berbeda dan mengaktivasi langkah berbeda dari kaskade
pembekuan darah. Akibatnya adalah terbentuknya fibrin di aliran darah.
Sebagian besar dapat dipecah secara langsung oleh sistem fibrinolitik tubuh.
Segera, dan terkadang antara 30 menit setelah gigitan, tingkat faktor
pembekuan darah menjadi sangat rendah (koagulopati konsumtif) sehingga
darah tidak dapat membeku.
2. Haemorrhagins (zinc metalloproteinase)
Dapat merusak endotel yang meliputi pembuluh darah dan menyebabkan
perdarahan sistemik spontan (spontaneous systemic haemorrhage).
Berdasarkan patofisiologis yang dapat terjadi pada tubuh korban, efek bisa
ular dapat dibedakan menjadi:
1. Bisa hemotoksik
Bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah. Bisa ular yang
bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehinggga sel darah merah menjadi
hancur dan larut (hemolysis) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh
darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput mukosa (lendir)
pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2. Bisa neurotoksik
Bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak. Yaitu bisa ular yang merusak
dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang
menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda
kulit sekitar luka tampak kebiruan dan hitam (nekrotik). Penyebaran dan
peracunan selanjut nya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernapasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe.
3. Bisa sitotoksik
Bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan.
Patofisiologi
Bisa ular diproduksi dan disimpan dalam sepasang kelenjar yang berada di
bawah mata. Bisa dikeluarkan dari taring berongga yang terletak di rahang atasnya.
Taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake besar. Dosis bisa ular tiap
gigitan bergantung pada waktu yang terlewati sejak gigitan pertama, derajat ancaman
yang diterima ular, serta ukuran mangsanya. Lubang hidung merespon terhadap emisi
panas dari mangsa, yang dapat memungkinkan ular untuk mengubah jumlah bisa yang
dikeluarkan.
Bisa biasanya berupa cairan. Protein enzimatik pada bisa menyalurkan bahan-
bahan penghancurnya. Protease, kolagenase, dan arginin ester hidrolase telah
diidentifikasi pada bisa pit viper. Efek lokal dari bisa ular merupakan penanda
potensial untuk kerusakan sistemik dari fungsi sistem organ. Salah satu efeknya
adalah perdarahan lokal, koagulopati biasanya tidak terjadi saat venomasi. Efek
lainnya, berupa edema lokal, meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan interstitial di
paru- paru.
Mekanisme pulmoner dapat berubah secara signifikan. Efek akhirnya berupa
kematian sel yang dapat meningkatkan konsentrasi asam laktat sekunder terhadap
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda vital harus selalu dilakukan. Kemudian dicari tanda
bekas gigitas oleh ular berbisa. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit
menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada
bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat,
tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda
gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa
yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah
tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar,
pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis
jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).
Nyeri seluruh tubuh, kaku dan nyeri pada otot, trismus, myoglobinuria,
hiperkalemia, henti jantung, gagal ginjal akut.
f. Sistem Perkemihan
Nyeri punggung bawah, hematuria, hemoglobinuria, myoglobinuria,
oligouria/anuria, tanda dan gejala uremia (pernapasan asidosis, hiccups, mual,
nyeri pleura, dan lain-lain)
g. Gejala endokrin
Insufisiensi hipofisis/kelenjar adrenal yang disebabkan infark hipofisis
anterior. Pada fase akut: syok, hipoglikemia. Fase kronik (beberapa bulan
hingga tahun setelah gigitan): kelemahan, kehilangan rambut seksual
sekunder, kehilangan libido, amenorea, atrofi testis, hipotiroidism.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap, faal
hemostasis, cross match, serum elektrolit, faal ginjal dan urinalisis.
b. Pencitraan
Foto rontgen thorax untuk melihat apakah ada edema paru.
3.8 Tatalaksana
1. Pertolongan pertama
Tujuan dari pertolongan pertama ini adalah untuk mengurangi penyerapan
racun (bisa ular), bantuan hidup dasar, dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Hal-hal yang harus dilakukan antara lain:
a. Tenangkan korban, karena panik akan membuat racun lebih cepat terserap.
b. Imobilisasi ekstremitas yang terkena gigitan dengan bidai atau ikat
dengan kain (untuk memperlambat penyerapan racun).
c. Gunakan balut yang kuat, hal tersebut akan mengurangi penyerapan
racun yang bersifat neurotoksin, namun jangan gunakan pada gigitan
yang menyebabkan nekrosis.
d. Jangan melakukan intervensi apapun pada luka, termasuk menginsisi,
kompres dengan es, ataupun pemberian obat apapun.
e. Tidak direkomendasikan untuk mengikat arteri (pembuluh darah di
proksimal lesi).
f. Selalu utamakan keselamatan diri. Jangan mencoba membunuh ular yang
menggigit. Bila sudah mati, bawa ular ke RS untuk identifikasi.
b. Neurotoksisitas.
c. Gangguan kardiovaskuler (hipotensi atau syok).
d. Rhabdomiolisis generalisata (rasa nyeri pada otot).
e. Gagal ginjal akut.
f. Efek lokal yang signifikan, seperti misalnya pembengkakan lokal lebih dari
setengah besar ekstremitas yang terkena, nekrosis atau hematom yang
luas, atau bengkak yang membesar dengan cepat.
g. Temuan laboratorium seperti anemia, trombositopeni, leukositosis,
peningkatan enzim hepar, hiperkalemia, dan mioglobinuri.
Pilihan Anti Venom:
a. Jika jenis ular diketahui, usahakan pemberian anti venom yang spesifik
(monovalen) karena akan lebih efektif dan efek samping yang lebih
sedikit
b. Jika jenis ular tidak diketahui, manifestasi klinis mungkin dapat digunakan
untuk memperkirakan jenis ular:
Pembengkakan lokal dengan tanda kelainan neurologis = ular
kobra/elapidae
Pembengkakan lokal yang ekstensif dengan perdarahan = ular tanah/
viperidae
c. Anti venom polivalen jika belum jelas
Terdapat 3 tipe reaksi terhadap pemberian anti venom yang mungkin terjadi:
a. Reaksi anafilaktik tipe cepat
Terjadi 10-180 menit setelah pemberian anti venom
Gejala meliputi: gatal, urtikaria, nausea, muntah, dan palpitasi
hingga reaksi anafilaktik yang berat seperti hipotensi, bronkospasme
dan udema laring
Jika terjadi hal seperti itu, hentikan pemberian anti venom, berikan
adrenalin IM (0,01 ml/kgBB), antihistamin (misal klorfeniramin 0,2
mg/kg), dan cairan resusitasi
Jika reaksinya ringan, pemberian anti venom dapat dilanjutkan
namun dengan dosis dan kecepatan yang lebih rendah
b. Reaksi pirogenik
Terjadi 1-2 jam setelah pemberian, dikarenakan endotoksin dalam
anti venom
Gejala meliputi demam, kaku, muntah, takikardia dan hipotensi
Tatalaksana seperti pada kasus diatas
Bila demam dapat diberikan parasetamol
c. Reaksi tipe lambat
Terjadi kurang lebih seminggu kemudian
Gejala serum like illness: demam, atralgia, limfadenopati
Atasi dengan pemberian antihistamin (klorfeniramin 0,2
mg/kgBB/hari dibagi dalam 5 dosis)
Jika berat, beri prednisolon oral (0,7-1 mg/kgBB/hari) selam 5-7 hari
4. Terapi Suportif
a. Bersihkan luka dengan antiseptik
b. Analgesik
c. Antibiotik bila luka terkontaminasi atau nekrosis
d. Pemberian Anti Tetanus
e. Awasi kejadian kompartemen syndrome—nyeri, bengkak, perabaan
distal dingin, dan paresis
f. Buang jaringan nekrosis
3.9 Monitoring
a. Keadaan umum dan vital sign, tanda envenomasi (keracunan) bisa ular,
pemeriksaan penunjang. Untuk kasus gigitan kering (bisa tidak diinjeksikan)
dari ular viper, observasi di Instalasi Gawat Darurat selama 8-10 jam,
dilanjutkan observasi di ruangan.
b. Pasien dengan tanda envenomasi (keracunan) yang berat membutuhkan
perawatan khusus di ICU untuk pemberian produk-produk darah,
menyediakan monitoring yang invasif, dan memastikan proteksi jalan nafas.
c. Observasi untuk gigitan ular koral minimal selama 24 jam.
d. Evaluasi serial untuk penderajatan lebih lanjut dan untuk menyingkirkan
sindroma kompartemen.
e. Ukur tekanan kompartemen setiap 30-120 menit.
f. Fasciotomi diindikasikan untuk tekanan yang lebih dari 30-40 mmHg.
Tergantung dari derajat keparahan gigitan, pemeriksaan darah lebih lanjut
mungkin dibutuhkan, seperti waktu pembekuan darah, jumlah trombosit, dan
level fibrinogen.
g.
Gigitan ular adalah cedera yang disebabkan oleh gigitan dari ular baik ular
berbisa ataupun tidak berbisa. Gigitan ular dapat menjadi keadaan yang mengancam
jiwa jika tidak ditangani dengan benar. Korban dapat mengalami reaksi yang ekstrim
terhadap racun (bisa ular) dan hanya dalam hitungan menit saja, dapat menyebabkan
kematian.
Diagnosis gigitan ular dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Akan tetapi tetap dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui komplikasi lain yang terjadi akibat gigitan ular.
Pemberian serum anti bisa ular harus diberikan dengan cepat dan tepat.
Pengobatan serum anti bisa ular merupakan terapi yang paling efektif untuk kasus
gigitan ular berbisa karena penggunaan serum anti bisa ular mampu menurunkan tingkat
mortalitas korban gigitan ular.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM Pedoman
pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit. Jakarta: Depkes RI; 2001.
Sudoyo, A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
Warrel, David A. Guidelines for the management of snake bites. WHO Regional Office
for South East Asia; 2010.
WHO. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East Asia
Region; 2008.