Disusun Oleh :
dr. Nurahmi Widyani Ratri
Pembimbing :
IDENTITAS
Nama pasien : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 51 tahun 2bl
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Dukuh 03/13, Sriwedari Muntilan
Masuk RS : 02/03/2022 pukul 10.30
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
4 hari SMRS pasien mulai merasakan sesak nafas yang hilang
timbul. Sesak nafas terasa muncul dan memberat setelah pasien
melakukan aktivitas sehari-hari. Keluhan terasa membaik ketika
digunakan untuk beristirahat. Pasien belum mengonsumsi obat apapun
untuk meredakan keluhan sesak nafas yang diderita.
Keluhan sesak disertai dengan dada berdebar. Keringat dingin
(+), penurunan berat badan (+), tremor (+), keringat berlebih (+).
Keluhan diare (-), penurunan kesadaran (-), demam (-).
Anamnesis Sistem
Sistem Serebrospinal : Nyeri kepala (-)
Sistem Kardiovaskular : Takikardi (+), nyeri dada(-)
Sistem Respirasi : Sesak (+), batuk (-), pilek (-)
Sistem Gastrointestinal : Nyeri telan (-), mual (+), muntah (-),
sulit BAB dan BAK (+)
Sistem Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak (-)
Sistem Integumen : Keringat dingin (+)
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada tahun 2018, pasien sempat mondok di RS dengan diagnosis
penyakit jantung dan hipertiroid. Sempat mengonsumsi obat PTU dan
propanolol selama 8 bulan, kemudian tidak pernah kontrol lagi sampai
sekarang. Terbangun di malam hari karena sesak (-), tidur biasanya
hanya menggunakan 1 bantal. Keluhan kaki bengkak (+), dada berdebar
(+), penurunan berat badan (+), sering berkeringat (+) dan nyeri
dada(-).
Keluhan serupa (+)
Kolesterol tinggi (-)
DM (-)
Hipertensi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa (-)
Penyakit jantung (-)
Hipertensi (-)
DM (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
Vital sign
TD: 110/88 mmHg RR: 24 x/menit SpO2: 99%
HR: 92 x/menit Suhu: 36,3 0C
Status Gizi
Berat badan : 60 kg Tinggi Badan : 152 cm
IMT : 25,97 kg/m2 (overweight)
Kepala leher
Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dispneu (+), nyeri tenggorokan(-),
JVP 5+4 cm H2O.
Palpable tiroid(+), bruit (-)
Thorax
- Cardio
Inspeksi : Normochest
Palpasi :Thrill teraba di SIC V linea aksilaris anterior sinistra
Perkusi : Batas kanan : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC V linea aksilaris anterior sinistra
Auskultasi : Irama iregular, S3 gallop (-), mur-mur (-)
- Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada simetris
Palpasi : Fremitus taktil simetris
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesicular kedua lapang paru, rhonki
(-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Sikatrik (-), distensi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+)
Perkusi : Timpani di seluruh regio
Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (-)
+¿ ¿
Ekstremitas : Akral hangat + ¿∨ + ¿ ¿ ¿ , oedema tungkai
+¿ ¿
−¿ ¿
+ ¿∨ −¿ ¿ ¿ , tremor +/+
+¿ ¿
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG
Laboratorium
Hematologi Nilai
Hb 13,6g/dL
Leukosit 6,31 x 103/µL
Trombosit 156 x 103/µL
Hematokrit 41,9 %*
Eritrosit 4,67 x 106/µL
MCV 84,7 fL*
MCH 28,4 pg*
MCHC 33,3 g/dl*
Limfosit 44,6 %*
Laboratorium
Imuno-serologi Nilai
FT 4 Elfa 3,26 pmol/L*
TSH Elfa <0,05 µlU/mL*
Rontgen Thorax
PTU 3x100 mg
Propanolol 4x40mg
LANDASAN TEORI
CHF (Congestive Heart Failure)
1. Definisi
CHF merupakan suatu sindrom klinis yang terjadi akibat kelainan fungsi
maupun struktur jantung, sehingga menyebabkan gangguan pengisian dan/ pompa
ventrikel.
2. Epidemiologi
Secara global, pria ras kulit hitam memiliki angka insidensi tertinggi (1000
orang per tahun) serta memiliki angka mortalitas tertinggi dalam 5 tahun bila
dibandingkan ras kulit putih. Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 5,1 juta
penduduk memiliki manifesti gagal jantung, dengan insidensi per tahun yang relatif
stabil yaitu 650.000 kasus (paling banyak pada kelompok usia >65 tahun). Di
Indonesia sendiri, penderita gagal jantung cenderung bergeser ke usia yang
semakin muda. Hal ini sejalan dengan meningkatnya angka perokok, obesitas,
dislipidemia, dan diabetes mellitus. Meski begitu, angka kejadian gagal jantung
juga meningkat seiring pertambahan usia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Framingham, terjadi peningkatan insidensi gagal jantung sebanyak 3 pada usia
50-59 tahun menjadi 27 pada usia 80-89 tahun.
3. Etiologi
CHF dapat terjadi akibat gangguan pada endokardium, miokardium,
perikardium, katup jantung, pembuluh darah maupun penyakit metabolik. Sebagian
besar pasien CHF timbul gejala akibat gangguan fungsi miokardium ventrikel kiri.
Penyebab gagal jantung dengan disfungsi sistolik (HFrEF) tersering adalah
idiopathic dilated cardiomyopathy, penyakit jantung koroner (iskemik), hipertensi,
dan penyakit katup.
Sedangkan gagal jantung dengan ejeksi tetap (HFpEF) dapat disebabkan oleh
hipertensi (tersering), obesitas, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, atrial
fibrilasi, hiperlipidemia, dan hipertiroid.
1. Definisi
Atrial Fibrilasi (AF) adalah takiaritmia supraventrikular yang khas, dengan
aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi mekani
k atrium. Pada EKG, ciri khas Atrial Fibrilasi adalah tidak adanya gelombang P ya
ng konsisten, digantikan dengan gelombang getar (fibrilasi) yang amplitudo, bentu
k, serta durasinya bervariasi. Pada pasien AV node normal, AF biasanya diikuti res
pons ventrikel cepat dan ireguler.
2. Epidemiologi
Merupakan aritmia yang paling sering ditemui dalam praktik sehari-hari.
Memiliki prevalensi sekitar 1-2% dan diperkirakan akan terus meningkat.
Berdasarkan penelitian kohort yang dilakukan Framingham Heart Study pada5209
subjek penelitian sehat, menunjukkan bahwa dalam periode 20 tahun terdapat
angka kejadian AF sebesar 2,1% pada laki-laki dan 1,7% pada perempuan. Studi
observasional juga dilakukan pada populasi urban di Jakarta dan didapati angka
kejadian AF sebesar 0,2% dengan rasio laki-laki : perempuan adalah 3:2. Kasus AF
meningkat secara progresif, dibuktikan dengan data di Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita mengenai persentase kejadian AF pada tahun 2010
sebesar 7,1%, meningkat menjadi 9% pada 2011, 9,3% pada 2012, dan 9,8% pada
2013.
3. Etiologi
AF berkaitan erat dengan penyakit kardiovaskular lainnya seperti hipertensi, gagal
jantung, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, dll. Gagal jantung
simptomatik dengan kelas NYHA II-IV dapat terjadi pada 30% pasien AF,
sebaliknya AF juga dapat terjadi pada 30-40% pasien dengan gagal jantung. AF
dapat se.bakan gagal jantung melalui peningkatan tekanan atrium, peningkatan
beban volume jantung, disfungsi katup, dan stimulasi neurohormonal yang kronis.
4. Patofisiologi
Terdapat dua konsep mengenai mekanisme AF, yaitu : adanya pemicu (dapat
dikonversi spontan) dan adanya faktor-faktor yang melanggengkan (tidak dapat
dikonversi secara spontan). Remodelling atrium yang menyebabkan gangguan
elektris antara serabut otot dan serabut konduksi di atrium merupakan faktor
pemicu sekaligus melanggengkan AF.
Secara elektrofisiologis terdapat dua mekanisme yaitu fokal dan reentri mikro.
Mekanisme fokal AF dipicu oleh daerah-daerah tertentu, 72% di vena pulmonalis
dan sisanya bervariasi di vena cava superior, dinding posterior atrium kiri, krista
terminalis, sinus koronarius. Vena pulmonalis memiliki potensi kuat untuk
memulai dan melanggengkan takiaritmia atrium karena memiliki periode refrakter
yang lebih pendek serta adanya perubahan drastis orientasi serat miosit.
Mekanisme reentri mikro dilanggengkan oleh beberapa wavelet independen secara
kontinyu yang menyebar melalui otot-otot atrium secara kacau. Wavelet ini tersebar
secara acak, bertabrakan satu sama lain, beberapa menghilang sedangkan yang lain
akan tumbuh lagi.
6. Manifestasi Klinis
Bervariasi, dapat asimptomatik hingga syok kardiogenik atau kejadian sereb
rovaskular berat. Beberapa gejala ringan yang mungkin dikeluhkan oleh pasien ada
lah : palpitasi, mudah lelah ketika beraktivitas fisik, presinkop/sinkop, pusing, lema
h dan letih.
7. Pemeriksaan Penunjang
EKG
Pemeriksaan EKG 12 lead didapatkan denyut ventrikel iregular (QRS kompleks), h
ilangnya gelombang P, siklus R – R menyimpang (fenomena Ashman),denyut jantu
ng biasanya 110-140 kali/menit, jarang > 160/170 kali/menit, preeksitasi, hipertrofi
ventrikel kiri, BBB atau konduksi intraventrikel terlambat, dan AMI.
Gambaran EKG pada kasus AF memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Pola interval R-R yang ireguler.
Tidak dijumpai gelombang P yang jelas, terkadang dapat terlihat aktivitas a
trium yang ireguler pada beberapa sadapan, paling sering di V1.
Interval antara dua gelombang aktivasi atrium biasanya bervariasi, umumny
a kecepatan melebihi 450x/menit.
Laboratorium
Ditujukan untuk mencari gangguan yang tersembunyi, terutama apabila laju ventr
ikel sulit dikontrol.
Ekokardiografi
Ekokardiografi transesofageal untuk mengevaluasi trombus atrial dan memandu
kardioversi (jika ditemukan trombus, kardioversi ditunda). Ekokardiografi transto
raks untuk mengevaluasi penyakit katup jantung, evaluasi ruang jantung, estimasi
fungsi ventrikel dan evaluasi trombus ventrikel, estimasi tekanan sistolik
pulmoner, dan evaluasi masalah perikardial
8. Tatalaksana
Terapi tergantung oleh derajat gejala, ritme sinus setelah kardioversi berhasi
l, keberadaan komorbid, dan kandidat ablasi AF. Penggunaan antikoagulan:
-Tidak ada faktor risiko: tidak terapi dengan antikoagulan atau antiplatelet
-Terdapat faktor risiko sedang: Aspirin 81 – 325 mg/hari, atau antikoagulan
-Terdapat faktor risiko berat atau faktor risiko sedang > 1: antikoagulan.
Kontrol ritme dengan kardioversi elektrik (terapi lini pertama pada pasien
muda bergejala), medikasi menggunakan flecainide, propafenone, dofetilide, amiod
arone, atau sotalol, dan ablasi dengan kateterisasi, operasi, atau cangkok
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul berupa empiema, abses paru, jaringan
fibrosis akibat organisasi eksudat intraalveolus, serta meningitis, arthritis, atau
endokarditis (penyebaran bakteri secara sistemik).
KETERKAITAN RIWAYAT HIPERTIROID DENGAN KELUHAN
PASIEN
Hipertiroid – CHF
Studi menyebutkan bahwa hormon tiroid berpengaruh terhadap regulasi dan
struktural protein. Paparan kadar T3 jangka panjang berefek terhadap
peningkatan sintesis protein jantung, memicu terjadinya hipertrofi dan
disfungsi jantung. Lebih lanjut, efek toksik akibat hormon tiroid berlebih
dapat menyebabkan kerusakan miokard (thyrotoxic cardiomyopathy), yang
berpengaruh terhadap perubahan produksi energi oleh miosit, metabolisme
intrasel, dan fungsi kontraktil miofibril.
Hipertiroid – Atrial Fibrilasi
Palpitasi merupakan salah satu gejala tersering pada hipertiroidisme.
Sekitar 10-25% pasien hipertiroid mengalami AF. Terjadi peningkatan
risiko AF ketika kadar T4 melebihi batas normal. Kadar TSH tidak
berkaitan dengan AF, tetapi faktor risikonya meningkat pada pasien
hipertiroid dengan penyakit jantung iskemik dan gagal jantung kongestif.
Terdapat beberapa mekanisme berkembangnya AF, termasuk peningkatan
tekanan atrium kiri yang memicu pembesaran massa ventrikel kiri dan
gangguan relaksasi ventrikel, iskemik, serta peningkatan aktivitas ektopik
atrium.
DAFTAR PUSTAKA
Biondi, B. (2012) ‘Heart failure and thyroid dysfunction’, pp. 609–618. doi:
10.1530/EJE-12-0627.
Dokter, P. and Kardiovaskular, S. (2014) ‘PEDOMAN TATA LAKSANA
FIBRILASI ATRIUM’.
Klein, I. and Danzi, S. (2007) ‘Cardiovascular Involvement in General Medical
Conditions Thyroid Disease and the Heart’. doi:
10.1161/CIRCULATIONAHA.106.678326.
Malik, A., Brito, D. and Chhabra, L. (2020) ‘Congestive Heart Failure’, NCBI
Bookshelf, p. 8.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (2020) ‘Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung’.
Ponikowski, P. et al. (2016) ‘2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment
of acute and chronic heart failure The Task Force for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure of the European Society of
Cardiology ( ESC ) Developed with the special contribution ’, pp. 2129–
2200. doi: 10.1093/eurheartj/ehw128.
Task, A. et al. (2020) ‘2020 ESC Guidelines for the diagnosis and management of
atrial fibrillation developed in collaboration with the European Association
for Cardio-Thoracic Surgery ( EACTS ) The Task Force for the diagnosis
and management of atrial fibrillation of the European Society of Cardiology
( ESC ) Developed with the special contribution of the European Heart’, pp.
1–126. doi: 10.1093/eurheartj/ehaa612.