KEJANG DEMAM
Disusun Oleh :
dr. Andry Yonatha
Pembimbing :
dr. Ari Meliyanti. Sp. A
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II STATUS PASIEN 3
BAB III ANALISA KASUS 13
3.1 Definisi 13
3.2 Epidemiologi 13
3.3 Klasifikasi 14
3.4 Faktor Resiko 14
3.5 Patofisiologi 22
3.6 Penegakan Diagnosis 24
3.7 Tatalaksana 25
3.8 Prognosis 29
BAB IV KESIMPULAN 32
DAFTAR PUSTAKA 34
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta
tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah
0 0
kenaikan suhu tubuh di atas 38 C rektal atau di atas 37,8 C aksila. Pendapat para
ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan
sampai 5 tahun. Berkisar 2% - 5% anak dibawah 5 tahun pernah mengalami
bangkitan kejang demam. Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada
anak berusia dibawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada
anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden bangkitan
(1)
kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.
Di Amerika Serikatdan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2 – 5%.
Di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan
Eropa dan di Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9%.
(1)
Bahkan di Guam insiden kejang demam mencapai 14%.
Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam merupakan salah satu
kelainan saraf tersering pada anak. Faktor-faktor yang berperan dalam etiologi
kejang demam yaitu faktor demam, usia dan riwayat keluarga, dan riwayat
prenatal (usia saat ibu hamil), riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan dan bayi
(2)
berat badan lahir rendah).
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka
kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh
sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsy sebanyak 2% - 7%. Kejang
demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi
dan pencapaian tingkat akademik. Sebesar 4% penderita kejang demam secara
bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi.
Walaupun prognosis kejang demam baik, bangkitan kejang demam cukup
(2)
menkhawatirkan bagi orangtuanya.
Tindakan pencegahan terhadap bangkitan kejang demam berupa pemberian
antipiretik dan antikonvulsan. Pemberian antipiretik tanpa disertai
BAB II
STATUS PASIEN
Nama : Bayi. A
Umur : 11 bulan
Agama : Islam
2.2. Anamnesis
2
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat trauma disangkal. Riwayat kejang sebelumnya disangkal.
Riwayat Kehamilan:
Ibu pasien ANC teratur ke bidan dan dokter kandungan. Sakit sewaktu
hamil disangkal oleh ibu pasien.
Riwayat Persalinan :
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3000 gram dan panjang 49 cm,
lahir spontan, langsung menangis kuat, usia kehamilan 39 minggu.
Riwayat Imunisasi:
Jenis I II III IV
BCG 1 bulan - - -
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan -
Polio 2 hari 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan - - -
Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan -
Kesimpulan : Imunisasi Dasar lengkap sesuai Depkes
Data Antropometri
BB : 8,8 kg
TB : 73 cm
Status gizi Z score :
BB/U : : -0,6 (-2 SD < BB/U < 2 SD)
TB/U : : -0,65 (-2 SD < TB/U < 2SD)
BB/U : Berat Badan Normal (-2 SD < BB/U < 2 SD)
TB/U : Normal (-2 SD < TB/U < 2SD)
Kesan : Gizi baik secara antropometri
BB : 8,8 kg
TB : 73 cm
2.4. PemeriksaanFisik
a. Kulit
b. Kepala
c. Leher
Inspeksi : Simetris
d. Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris.
Jantung
e. Abdomen
j. Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Oedema - - - -
Fraktur - - - -
Laboratorium
Pemeriksaan 18/05/2022
HEMATOLOGI
KIMIA KLINIK
Natrium 131,3 mmol/L
Kalium 4,10 mmol/L
Klorida 108,1 mmol/L
IMUNOLOGI
Antigen SARS-CoV-2 Negatif
Urinalisa
Pemeriksaan 19/05/2022
Urin Rutin
Warna Kuning
Kekeruhan Jernih
Bilirubin Negatif
Urobilinogen Normal
Keton Negatif
Reduksi Negatif
Protein Negatif
Blood Negatif
pH 8
Nitrit Negatif
Leukosit Negatif
Berat Jenis 1.010
Sedimen
Eritrosit 0-1 /LPB
Leukosit 0-1 /LPB
Sel Epitel 2-3
Bakteri Negatif
Kristal Negatif
Silinder Negatif
Lain-lain Negatif
Foto Thorax AP
Hasil Pemeriksaan Thorax (AP) :
Kedua apek pulmo tenang
Corakan bronkovaskular baik
Cor CTR <0,56
Diafragma baik
Kesan :
Pulmo tak tampak kelainan
Besar Cor normal
2.8. Planning
Terapi di IGD :
• Inf RL 20 tpm
• Paracetamol 125mg supp
2.8 Prognosis
FOLLOW UP HARIAN
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
: normocephali, ramb
ut normal
Mata : konj palp inferior
pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut
: tonsil hipere
mis (-), faring
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak :
Inspeksi: Simetris
Palpasi : tidak ada bagian dada yang
tertinggal
Perkusi : Sonor diseluruh lapangan
paru
Ausk : Ves (+/+), Rh (-
/-),
Wh (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Simetris,
Distensi (-) Palpasi :
Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+)
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus (-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)
ASSESSMENT:
Kejang Demam Sederhana
Susp Bakterial Infection
FOLLOW UP HARIAN
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
: normocephali, ramb
ut normal
Mata : konj palp inferior
pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut
: tonsil hipere
mis (-), faring
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak :
Inspeksi: Simetris
Palpasi : tidak ada bagian dada yang
tertinggal
Perkusi : Sonor diseluruh lapangan
paru
Ausk : Ves (+/+), Rh (-
/-),
Wh (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Simetris,
Distensi (-) Palpasi :
Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+)
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus (-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)
ASSESSMENT:
Kejang Demam Sederhana
Bakterial Infection
2
BAB III
ANALISA KASUS
KEJANG DEMAM
3.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
0
tubuh (suhu rektal lebih dari 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2 - 4% anak berumur 6 bulan – 5
tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam
pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila
anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi sistem saraf pusat
(3)
ataupun epilepsi yang kebetulan terjadi bersamaan dengan timbulnya demam.
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta
tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah
0 0
kenaikan suhu tubuh di atas 38 C rektal atau di atas 37,8 C aksila. Pendapat para
ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan
sampai 5 tahun. Berkisar 2% - 5% anak dibawah 5 tahun pernah mengalami
bangkitan kejang demam. Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada
anak berusia dibawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada
anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden bangkitan
(1)
kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.
3.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2 – 5%.
Di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan
Eropa dan di Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9%.
Sedangkan di Hong Kong angka kejadian kejang demam sebesar 0,35%. Dan di
China mencapai 0,5 – 1,5%. Bahkan di Guam insiden kejang demam mencapai
(1)
14%.
3.3 Klasifikasi
Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam
(5)
sederhana dan kejang demam kompleks.
Tabel 3.1 Perbedaan kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks
No Klinis KD KD Kompleks
Sederhana
1 Durasi < 15 menit > 15 menit
2 Tipe Kejang Umum Umum/fokal
3 Berulang dalam 1 episode 1 kali > 1 kali
4 Defisit neurologis - +/-
5 Riwayat keluarga kejang demam +/- +/-
6 Riwayat keluarga kejang tanpa demam +/- +/-
7 Abnormalitas neurologis sebelumnya +/- +/-
Sebagian besar 63% kejang demam berupa kejang demam sederhana dan
35% berupa kejang demam kompleks.
a. Faktor Demam
Demam apabila hasil pengukuran suhu tubuh mencapai di atas
0 0
37,8 C aksila atau diatas 38,3 C rektal. Demam dapat disebabkan oleh
berbagai sebab, tetapi pada anak tersering disebabkan oleh infeksi.
Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang demam.
Demam disebabkan oleh infeksi virus merupakan penyebab terbanyak
(6)
timbul bangkitan kejang demam sebesar 80%.
Perubahan kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai
ambang kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh
berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi
ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celcius akan
meningkatkan metabolisme karbohidat 10-15%, sehingga dengan
adanya peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan
glukosa dan oksigen. Pada demam tinggi akan dapat mengakibatkan
hipoksi jaringan termasuk jaringan otak. Keadaan ini akan menganggu
+
fungsi normal pompa Na dan reuptake asam glutamate oleh sel glia.
+
Kedua hal tersebut mengakibatkan masuknya ion Na ke dalam sel
meningkat dan timbunan asam glutamate ekstrasel. Timbunan asam
glutamate akan meningkatkan permeabilitas membrane sel terhadap
+ +
ion Na sehingga semakin meningkatkan masuknya Na ke dalam sel.
+
Masuknya ion Na ke dalam sel dipermudah dengan adanya demam,
sebab demam akan meningkatkan mobilitas dan benturan ion terhadap
+
membrane sel. Perubahan konsentrasi ion Na intra dan ekstrasel
tersebut akan mengakibatkan perubahan potensial membrane sel
neuron sehingga membrane sel dalam keadaan depolarisasi. Disamping
itu, demam dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi
(5)
inhibisi terganggu.
Kenaikan suhu yang terjadi secara mendadak menyebabkan
kenaikan kadar asam glutamate dan menurunkan kadar glutamin.
Tetapi sebaliknya kenaikan suhu tubuh secara pelan tidak
menyebabkan kenaikan kadar asam glutamate. Perubahan glutamin
menjadi asam glutamate dipengaruhi oleh kenaikan suhu tubuh. Asam
2
kerusakan otak, dapat menyebabkan kejang pada perkembangan
(5)
selanjutnya.
j. Kelahiran premature dan postmatur
Pada bayi premature, perkembangan alat-alat tubuh kurang
sempurna sehingga belum berfungsi dengan baik. Pada 50% bayi
premature menderita apnea, asfiksia berat, dan sindrom gangguan
pernapasan sehingga bayi menjadi hipoksia. Keadaan ini menyebabkan
aliran darah ke otak berkurang. Bila keadaan ini sering timbul dan tiap
serangan lebih dari 20 detik maka kemungkinan timbulnya kerusakan
(5)
otak yang permanen lebih besar.
Pada bayi yang dilahirkan lewat waktu atau postmatur akan terjadi
proses penuaan plasenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen
akan menurun. Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi yang lahir
postmatur ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia, dan kelainan
(5)
neurologic.
k. Partus lama
Partus lama yaitu persalinan kala I lebih dari 12 jam dan kala II
lebih dari 1 jam. Pada primigravida biasanya kala I sekitar 13 jam dan
kala II 1,5 jam. Sedangkan pada multigravida , kala I selama 7 jam dan
kala II 1 – 5 jam. Persalinan yang sukar dan lama meningkatkan resiko
terjadinya cedera mekanik dan hipoksia janin. Manifestasi klinis dari
(5)
cedera mekanik dan hipoksia dapat berupa kejang.
l. Persalinan dengan alat
Persalinan yang sulit termasuk persalinan dengan bantuan alat dan
kelainan letak dapat menyebabkan trauma lahir atau cedera mekanik
pada kepala bayi. Persalinan yang sulit terutama bila terdapat kelainan
letak dan disproporsi sefalopelvik, dapat menyebabkan perdarahan
subdural. Perdarah subarachnoid dapat terjadi pada bayi premature dan
cukup bulan karena trauma. Manifestasi neurologis dari perdarahan
tersebut dapat berupa iritabel dan kejang. Cedera karena kompresi
kepala yang dapat berakibat distorsi dan kompresi otak, sehingga
2
2
3.5 Patofisiologi
Kejang merupakan manifestasi klinis akibat terjadinya pelepasan muatan
listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron
tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi. Sel saraf seperti juga
sel hidup umumnya, mempunyai potensial membrane. Potensial membrane yaitu
selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif
dibandingkan dengan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial membrane
berkisar antara 30 – 100 mV, selisih potensial membrane ini akan tetap sama
selama sel tidak mendapatkan rangsangan. Potensial membrane ini terjadi akibat
+ + ++
perbedaan letak dan jumlah ion-ion terutama ion Na , K , dan Ca . Bila sel saraf
mengalami stimulasi akan mengakibatkan menurunnya potensial membrane.
Penurunan potensial membrane ini akan mengakibatkan permeabilitas membrane
+
tehadap ion Na akan lebih banyak masuk ke dalam sel. Selama serangan ini
lemah, perubahan potensial membrane masih dapat dikompensasi oleh transport
+ +
aktif ion Na dan ion K , sehingga selisih potensial kembali ke keadaan istirahat.
Perubahan potensial yang demikian sifatnya tidak menjalar, yang disebut sebagai
(5)
respon lokal.
Bila rangsangan cukup kuat, perubahan potensial dapat mencapai ambang
+
tetap (firing level), maka permeabilitas membrane terhadap Na akan meningkat
secara besar-besaran sehingga timbul spike potensial atau potensial aksi. Potensial
aksi ini akan dihantarkan oleh sel saraf berikutnya melalui sinaps dengan
perantara zat kimia yang dikenal sebagai neurotransmitter. Bila perangsangan
telah selesa, maka permeabilitas membrane kembali ke keadaan istirahat, dengan
+ +
cara Na akan kembali ke luar sel dan K masuk ke dalam sel melalui mekanisme
(5)
pompa Na – K yang membutuhkan ATP dari sintesa glukosa dan oksigen.
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:
a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na – K,
misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan
pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi
hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membrane sel saraf, misalnya hipokalsemia
dan hipomagnesemia.
2
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di
atas menyebabkan gangguan peredaran darah di otak, sehingga terjadi hipoksemia
(5)
dan edema otak, pada akhirnya terjadi kerusakan sel neuron.
Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh karena infeksi. Pada
anak-anak infeksi yang sering menyertai kejang demam adalah tonsilitis, infeksi
traktus respiratorius (38-40% kasus), otitis media (15-23%), dan gastroenteritis (7-
9%). Anak-anak yang terkena infeksi dan disertai demam, bila dikombinasikan
dengan ambang kejang yang rendah, maka anak tersebut akan lebih mudah
mendapatkan kejang. Berdasarkan data kepustakaan bahwa 11% anak
dengan kejang demam mengalami kejang pada suhu <37,9ºC, sedangkan 14-40%
kejang terjadi pada suhu antara 38°-38,9ºC, dan 40-56% pada suhu antara 39°C-
(1)
39,9ºC.
Menurut kepustakaan, pada kejang demam pemeriksaan laboratorium tidak
dikerjakan secara rutin, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit dan gula darah. Pungsi lumbal untuk memeriksa cairan
serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%- 6,7%. Pungsi
lumbal menjadi pemeriksaan rutin pada kejang demam bila usia pasien kurang
(1)
dari 18 bulan.
Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang
lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang
unilateral. Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak
yang mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi. Pemeriksaan pungsi lumbal
diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang demam untuk me-
nyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial, perdarahan subaraknoid atau
gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun yang
(7)
menderita kejang demam.
3.7 Tatalaksana
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk:
a. Mencegah kejang demam berulang
b. Mencegah status epilepsy
c. Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
d. Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.
2
Pengobatan fase akut
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar
jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk
mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat
juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen
harus dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan
cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan
dengan kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik (asetaminofen oral
(7)
10 mg/kgBB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB 4 kali sehari).
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase
akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat
diberikan secara intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya
lambat. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3 mg/kg BB, diberikan secara
intravena pada kejang demam fase akut, tetapi pemberian tersebut sering gagal
pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat
diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg pada berat badan lebih dari 10 kg. Pemberian diazepam secara rektal aman dan
efektif serta dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah. Bila diazepam tidak
tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg
untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih
dari 1 tahun. Midazolam intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif
untuk mengantisipasi kejang demam akut pada anak. Kecepatan absorbsi
midazolam ke aliran darah vena dan efeknya pada sistem syaraf pusat cukup baik.
Namun efek terapinya masih kurang bila dibandingkan dengan diazepam
(7)
intravena.
Mencari dan Mengobati Penyebab
Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain,
seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan
serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2
tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada kelompok
umur tersebut. Pada saat melakukan pungsi lumbal harus diperhatikan pula
• Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau
terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 – 2 tahun
setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2 bulan.
Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya
kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian
hari. Pemberian fenobarbital 4 – 5 mg/kg BB perhari dengan kadar sebesar 16
mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah
berulangnya kejang demam.
Efek samping fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif
ditemukan pada 30–50 % kasus. Efek samping fenobarbital dapat dikurangi
dengan menurunkan dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat
yang memejiliki khasiat sama dibandingkan dengan fenobarbital. Ngwane
meneliti kejadian kang berulang sebesar 5,5% pada kelompok yang diobati dengan
asam valproate dan 33 % pada kelompok tanpa pengobatan dengan asam valproat.
Dosis asam valproat adalah 15 – 40 mg/kg BB perhari. Efek samping yang
ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan alopesia. Fenitoin dan karbamazepin
tidak memiliki efek profilaksis terus menerus.
Millichap, merekomendasikan beberapa hal dalam upaya mencegah dan
menghadapi kejang demam diantara lain adalah sebagai berikut:
• Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi mengenai
penanganan demam dan kejang.
• Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam dosis
0,5 mg/kg BB perhari, per oral pada saat anak menderita demam.
Sebagai alternatif dapat diberikan profilaksis terus menerus dengan
fenobarbital.
• Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.
• Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi, pemberian
sebaiknya dibatasi sampai 6 – 12 bulan kejang tidak berulang lagi dan
kadar fenobarbital dalam darah dipantau tiap 6 minggu – 3 bulan, juga
dipantau keadaan tingkah laku dan psikologis anak.
2
Pada pasien kejang demam, keadaan dan kebutuhan oksigen, cairan, kalori
dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh juga dapat diturunkan dengan
mengkompres pasien dengan air hangat (diseka) secara aktif selain dengan
pemberian antipiretik. Orang tua atau pengasuh anak juga harus diberi cukup
informasi mengenai penanganan demam dan kejang. Dengan penanggulangan
yang sesuai dan cepat, maka prognosis pada pasien ini baik dan tidak
(1)
menyebabkan kematian.
3.8 Prognosis
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka
kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh
sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsy sebanyak 2% - 7%. Kejang
demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi
dan pencapaian tingkat akademik. Sebesar 4% penderita kejang demam secara
bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi.
Walaupun prognosis kejang demam baik, bangkitan kejang demam cukup
(2)
mengkhawatirkan bagi orangtuanya.
Pada kasus ini pasien mengalami batuk dan pilek sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa tonsil
tidak membesar tetapi hiperemis dan faring yang juga hiperemis. Sehingga dapat
dipastikan bahwa demam disebabkan karena telah terjadi peradangan pada tonsil
dan faring pasien. Anak-anak yang terkena infeksi dan disertai demam, bila
dikombinasikan dengan ambang kejang yang rendah, maka anak tersebut akan
lebih mudah mendapatkan kejang. Berdasarkan data kepustakaan bahwa 11% anak
dengan kejang demam mengalami kejang pada suhu <37,9ºC, sedangkan 14
- 40% kejang terjadi pada suhu antara 38° - 38,9ºC, dan 40-56% pada suhu antara
39°C - 39,9ºC.
Menurut kepustakaan, pada kejang demam pemeriksaan laboratorium tidak
dikerjakan secara rutin, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit dan gula darah. Pungsi lumbal untuk memeriksa
BAB IV
KESIMPULAN
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta
tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah
0 0
kenaikan suhu tubuh di atas 38 C rektal atau di atas 37,8 C aksila. Pendapat para
ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan
sampai 5 tahun. Berkisar 2% - 5% anak dibawah 5 tahun pernah mengalami
bangkitan kejang demam. Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada
anak berusia dibawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada
anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden bangkitan
kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.
Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup dalam tiga hal, yaitu:
1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau fungsi
vital tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan obat pilihan
utama, oleh karena mempunyai masa kerja yang singkat. Jika tidak ada
diazepam, dapat digunakan luminal suntikan intramuscular ataupun yang
lebih praktis midazolam intranasal.
2. Mencari dan mengobati penyebab dengan melakukan pemeriksaan pungsi
lumbal pada saat pertama sekali kejang demam. Fungsi lumbal juga
dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun karena gejala neurologis
sulit ditemukan. Pemeriksaan laboratorium penunjang lain dilakukan
sesuai indikasi.\
3. Pengobatan profilaksis.
• Intermittent: anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam
0
(suhu rektal lebih dari 38 C) dengan menggunakan diazepam oral /
rektal, klonazepam supositoria.
• Terus menerus, dengan memberikan fenobarbital atau asam valproat tiap
hari untuk mencegah berulangnya kejang demam. Pemberian obat-
obatan untuk penatalaksanaan kejang demam pada anak, harus
dipertimbangkan antara khasiat terapeutik obat dan efek sampingnya.
2
DAFTAR PUSTAKA
1. Pasaribu AS. Kejang Demam Sederhana Pada Anak yang Disebabkan karena
Infeksi Tonsil dan Faring. Medula. 2013;1(1):65-71.
3. Wardhani AK. Kejang Demam Sederhana Pada Anak Usia Satu Tahun. Medula.
2013;1(1):57-64.
6. Graves RC, Oehler K, Tingle LE. Febrile Seizures : Risks, Evaluation, and
Prognosis. American Family Physician. 2012;85(2):149-53.