Disusun oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas hikmat dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan
Cerebral Palsy” dengan baik untuk memenuhi persyaratan dalam stase Ilmu
Kesehatan Anak, sekaligus sebagai bahan bacaan yang memberikan kontribusi positif
Penulis menyadari sungguh bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan banyak kritik dan saran yang
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan semoga laporan kasus ini dapat
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i
2. Bronkopneumonia ............................................................................................ 19
3. Sepsis ............................................................................................................... 23
iii
iv
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : An. VM
Tanggal lahir : 8 April 2019
Umur : 8 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Buru
Tanggal MRS : 15/12/2019, pukul 22.00 WIT
Agama : Islam
Tanggal periksa : 15/12/2019
Demam Kompleks, Sepsis, dengan Cerebral Palsy. Keluhan awal ialah demam,
perdarahan dan penurunan kesadaran, kemudian terjadi kejang yang diawali pada
Kejang tanpa disertai muntah, keluhan lainnya yaitu batuk, batuk ± 1 minggu,
hilang-timbul, batuk berlendir, tanpa adanya bercak darah, dan tanpa adanya
beriggus serta adanya penurunan berat badan. Penurunan berat badan, yang
awalnya berat badan bayi mencapai 6 kg. Minum baik, BAB dan BAK dalam
batas normal.
2
Riwayat Penyakit Dahulu : Bayi lahir secara normal ditolong dukun, pernah
dirawat dengan keluhan kejang akibat adanya infeksi tali pusar. Adanya riwayat
kuning yang telah diatasi dengan fototerapi.
Riwayat Penyakit Keluarga: Kedua orang tuanya saat ini masih hidup dan
dalam keadaan sehat
Riwayat kebiasaan/sosial: Pasien berasal dari keluarga menengah-kebawah,
ayah pasien seorang wiraswasta, dan ibunya bekerja sebagai honorer. Pasien
merupakan anak pertama. Pekerjaan rumah tangga, seperti memasak masih
memakai metode tungku.
Riwayat imunisasi:
Jenis Imunisasi Jumlah Belum pernah Tidak tahu
BCG 1x
Hepatitis 4x
Polio 4x
DPT 3x
Campak √
HiB 3x
IPD/Pneumokokus √
Varicella √
Thphoid √
Lain-lain √
Riwayat tumbuh kembang: Tidak normal seperti anak seusianya. Bayi lahir
dengan berat badan 2.600, bayi didagnosis Cerebral Palsy.
Pemeriksaan fisik
Status Generalis
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis GCS : E4V5M6 = 15
Tanda-tanda vital:
Nadi : 123 x/menit
Pernapasan : 38 x/menit
3
Suhu : 38,4°C
SpO2 : 99% tanpa O2
- Tanda Rangsangan Meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig sign (-), Brudsinki I-
IV (-)
C. Foto Pasien
6
D. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi (11/09/2019)
Jenis pemeriksaan Nilai Nilai Rujukan
Eritrosit 4,85x106/mm3 3,5-5,5x106/mm3
Hemoglobin 11,6 g/ dl 14-18 g/dl
Hematokrit 33,2% 40-52%
MCV 74 µm3 80-100 µm3
Trombosit 256.000 /mm3 150.000-400.000 /mm3
Leukosit 8.320 /mm3 5.000-10.000 mg/dl
Hematologi (15/12/2019)
Jenis pemeriksaan Nilai Nilai Rujukan
Eritrosit 4,96x106/mm3 3,5-5,5x106/mm3
Hemoglobin 12,2 g/ dl 14-18 g/dl
Hematokrit 35,9% 40-52%
MCV 72 µm3 80-100 µm3
Trombosit 251.000 /mm3 150.000-400.000 /mm3
Leukosit 7.5x103 /mm3 5.000-10.000 mg/dl
E. Resume
Bayi laki-laki usia 8 bulan masuk Rumah Sakit dengan rujukan dari RS
demam terjadi kejang, kejang yang diawali pada tangan kemudian ke seluruh
tubuh, ≥ 15 menit, dan berulang dalam 24 jam. Keluhan lainnya yaitu batuk,
batuk ± 1 minggu, hilang-timbul, batuk berlendir, tanpa adanya bercak darah, dan
tanpa adanya beriggus, adanya penurunan berat badan. Penurunan berat badan,
yang awalnya berat badan bayi mencapai 6 kg. Memiliki riwayat dirawat Rumah
Sakit akibat adanya infeksi pada tali pusar dan kuning seluruh tubuh.
9
Pada pemeriksaan fisik ditemukan gizi buruk (Z- Score < - 3 SD) dan bunyi
nafas rhonki (+/+). Keluarga ayah dan ibu sehat, riwayat imunisasi baik,
F. Diagnosis kerja
- Kejang Demam Kompleks
- Bronkopneumonia
- Sepsis
- Gizi Buruk
- Cerebral Palsy
G. Tatalaksana
- IVFD RL 28 tpm/ makro
- Observassi Oksigen (1- 0.5 lpm)
- Drip Fenitoin 45 mg (maintenance) dalam Nacl 0.9% 50 cc
- Cefotaxim 3x 150 mg/IV
- Paracetamol drops 3x 0.4 cc
- Ambroxol 3x 0.2 cc
H. Prognosis
- QuoAd functionam: Dubia ad malam
- QuoAd vitam: Dubia
- QuoAd sanationam: Dubia ad bonam
10
I. Follow up
Pasien ini dirawat selama 5 hari perawatan.
Tanggal / Hari
SOA PLANNING
perawatan
16 / 09 / 2019 S : bayi tenang, cukup aktif, batuk - IVFD RL 28 tpm/ makro
H +1 lendir hilang-timbul (+), Demam (+). - Drip Fenitoin 45 mg
Kejang (-), minum baik, BAB/BAK (+) (maintenance) dalam Nacl
0.9% 50 cc
O : N :118 x/menit - Cefotaxim 3x 150 mg/IV (1)
P : 32 x/menit - Paracetamol drops 3x 0.4 cc
S : 36,7°C - Ambroxol 3x 0.2 cc
SpO2: 98% tanpa O2
rhonki (+/+) Foto Thoraks
LED
A:
- Kejang Demam Kompleks
- Bronkopneumonia
- Sepsis
- Gizi Buruk
- Cerebral Palsy
Hasil lab:
HB: 12.2 g/dL
Trombosit:251.000/ mm3
Leukosit: 7.500/mm3
Glukosa Puasa: 71 mg/dl
17 / 12 / 2019 S : bayi tenang, cukup aktif, batuk - IVFD RL 28 tpm/ makro
H +2 lendir, hilang-timbul (+) berkurang, - Fenitoin stop
Demam (-). Kejang (-), minum baik, - Cefotaxim 3x 150 mg/IV (2)
BAB/BAK (+) - Paracetamol drops 3x 0.4 cc
(KP)
- Ambroxol 3x 0.2 cc
O : N :115 x/menit
P : 32 x/menit LED
S : 36,6°C Foto thoraks: Cor tidak
SpO2: 99% tanpa O2 membesar, infltrat perihiler
rhonki (+/+) kanan-kiri (gambaran
Bronkopneumonia), hilus
A: limfadenopati negatif ,
- Kejang Demam Kompleks deviasi trakea ke kanan
- Bronkopneumonia DD/ posisi segmental
- Sepsis atelektaksis
- Gizi Buruk
- Cerebral Palsy
Hasil lab:
HB: 12.2 g/dL
Trombosit:251.000/ mm3
Leukosit: 7.500/mm3
11
A:
- Kejang Demam Kompleks
- Bronkopneumonia
- Sepsis
- Gizi Buruk
- Cerebral Palsy
Hasil lab:
HB: 12.2 g/dL
Trombosit:251.000/ mm3
Leukosit: 7.500/mm3
Glukosa Puasa: 71 mg/dl
19/ 12 / 2019 S : bayi tenang dan aktif, batuk lendir - IVFD RL 28 tpm/ makro
H +4 hilang-timbul (+) sangat berkurang, - Cefotaxim 3x 150 mg/IV (2)
Demam (-). Kejang (-), minum baik, - Paracetamol drops 3x 0.4 cc
BAB/BAK (+) (KP)
- Ambroxol 3x 0.2 cc
O : N :130 x/menit
P : 38 x/menit
S : 37,0°C
SpO2: 99% tanpa O2
rhonki (-/-)
A:
- Kejang Demam Kompleks
- Bronkopneumonia
- Sepsis
- Gizi Buruk
- Cerebral Palsy
Hasil lab:
HB: 12.2 g/dL
Trombosit:251.000/ mm3
Leukosit: 7.500/mm3
Glukosa Puasa: 71 mg/dl
LED: 5 mm/jam
12
A:
- Kejang Demam Kompleks
- Bronkopneumonia
- Sepsis
- Gizi Buruk
- Cerebral Palsy
Hasil lab:
HB: 12.2 g/dL
Trombosit:251.000/ mm3
Leukosit: 7.500/mm3
Glukosa Puasa: 71 mg/dl
LED: 5 mm/jam
Pemeriksaan Penunjang
Glukosa Puasa By VM
(16/12/2019)
13
BAB II
DISKUSI
Pada pasien terjadi kejang yang terjadi lebih dari satu kali, dengan bentuk
kejang pada seluruh tubuh. Kejang pada pediatri disebut kejang demam, kejang
demam karena pada awalnya terjadi demam yang akan mempengaruhi temperatur di
central nervous system (CNS) sehingga terjadi pelepasan sitokin sehingga terjadi
memiliki prevalensi 4% pada anak usia 6 bulan dan 6 tahun. Secara garis besar atau
menurut International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam terbagi atas
dua; kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kriteria kejang demam
sederhana; kejang menyeluruh, kurang dari 15 menit, terjadi satu kali dalam 24 jam
tanpa adanya gangguan neurologis, sebaliknya kejang fokal, lebih dari 15 menit,
terjadi lebih dari satu kali dalam 24 jam, adanya gangguan neurologis merupakan
Untuk dapat membedakan antara kejang demam sederhana dan kejang demam
kejang menyeluruh. Kejang fokal terbagi dua yaitu kejang parsial sederhana dan
kejang parsial kompleks. Kejang parsial sederhana yaitu kejang tanpa adanya
perubahan kesadaran, kejang dimulai dengan adanya fokus anatomi yang berada
didekat daerah CNS/otak. Gejalanya dapat berupa gangguan motorik (tonik, klonik,
16
adanya perubahan kesadaran (Tabel 1). Lokasi dan penyebaran kejang dapat
mempengaruhi gejala.1
tidak berespon terhadap rangsangan, jadi pasien dapat berada pada keadaan
automatism atau tenang pada saat kejang. Automatism yang dimaksud yaitu
pergerakan semisadar otomatis pada mulut (lip smack, mengunyah) atau extremitas
(menggosok jari, menyeret kaki) serta adanya gejala psikis otomatis seperti jamais vu.
Kejang menyeluruh yaitu kejang tonik, klonik, dan bifasik tonik-klonik. Pada
kejang tonik-klonik sistem kontrol dan kesadaran menghilang, diikuti dengan adanya
Dari hasil anamnesis dan rujukan didapatkan adanya kejang, kejang yang
berlangsung lebih dari 15 menit, berulang dalam waktu 24 jam, dan adanya kejang
seluruh tubuh. Dua dari kriteria kejang demam kompleks telah terpenuhi, sedangkan
kejang seluruh tubuh ini, jika diasumsikan pengentahuan orang tua kurang mengenaik
kejang, maka kemungkinan kejang yang dialami bukan kejang seluruh tubuh tetapi
bentuk dari kejang parsial kompleks, maka diagnosis kejang demam kompleks
sudahlah tepat. Secara teori pengobatan untuk kasus kejang demam yaitu obat
Kejang
Berikan diazepam rektal jika 0.5 mg/kgBB atau jika BB
< 10 kg = 5 mg/kgbb, sedangkan jika BB > 10 kg = 10
mg/kgbb, Evaluasi 5 menit.... Evaluasi 5 menit
Masih Kejang
Berikan diazepam IV dengan dosis 0.3-0.5 mg diberiakn
dengan kecepatan 0.5- 1 mg/menit (3-5 menit)
atau
Fenitoin bolus 10-20 mg/kgBB/x dengan kecepatan 1
mg/KgBB/ menit.... maintenance dalam 12 jam
Kejang lagi
transfer ke ICU/PICU
menginggat etiologi dari kasus ini adalah demam sehingga sangat direkomendasikan
penelitian telah terbukti bahwa pemberian antipiretik pada saat demam terutama pada
usia 6, 12, 18, 24, dan 36 tahun angka kejadian dari kejang demam sangat berkurang
Sehingga pada kasus ini tatalaksana yang diberikan telah sesuai. Untuk
pemeriksaan selanjutnya dan edukasi yang dapat diberikan ialah pemeriksaan darah
mencari atau mencari penyebab kejang atau demam sedangkan EEG merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling penting karena selain bisa membedakan apakah
ini kejang parsial atau menyeluruh serta dapat membedakan epilepsy dengan
19
lumbal pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2018, dimana dilakukan pungsi
lumbal pada pasien dengan kejang demam episode pertama kali, didapatkan bahwa
21.3% bayi berusia 6 bulan sampai 18 bulan dengan kejang demam mengalami
7.38 kali daripada dengan kejang sederhana).3 Edukasi yang dapat diberikan terbagi
dua yaitu kejang dapat terjadi lagi dan risiko epilepsy. Berdasarkan penelitian kohort
angka rekurensi dari kejang demam sekitar 70% terutama dengan faktor risiko usia
kejang yang pertama kali < 18 bulan, suhu < 390 C, waktur demam < 1 jam, kejang
berulang dalam satu kali demam. Risiko dengan epilepsy, berdasarkan penelitian
epidemiologi meliputi 687 anak, bahwa anak yang mengalami kejang demam dapat
terjadi kejang lainnya (6-8%), sedangkan risiko terjadi epilepsy tergantung faktor
risiko yang terbagi tiga yaitu riwayat keluarga epilepsy, kejang demam kompleks, dan
dengan meneliti 204 anak yang mengalami kejang demam dengan ketiga faktor risiko
2. Bronkopneumonia
pada bronkiolus dan terjadi produksi mukopurulen eksudat sehingga terjadi obstruksi
dan konsolidasi pada lobulus yang berdekatan. Etiologi dari bronkopneumonia bisa
WHO yaitu adanya takipneu atau distress pernapasan dengan batuk atau sesak
20
(respiratory rate > 40x/menit pada anak usia 1-5 tahun, > 50x/menit pada usia 2-12
bulan, dan > 60x/menit pada usia < 2 bulan) dan dapat disertai demam atau tanpa
demam serta pada pemeriksaan penunjang, foto thorax maka ada gambaran
opacity atau infiltrat pada lobus atau seluruh bagian paru. Pada pemeriksaan darah
sendiri tergantung dari etiologi, bila penyebabnya bakteri maka leukosit akan tinggi
(15.000 – 20.000/ mm3) dengan predominasi neutrofil, sebaliknya jika etiologi adalah
virus maka leukosit dapat berkurang maupun dalam batas normal dengan predominasi
limfosit (etiologi dapt dilihat pada Tabel 2). Selain itu berdasarkan penelitian
sistematik literatur ditemukan bahwa tanda yang paling sering ialah ronki diikuti
sudahlah tepat. Yang pertama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik adanya
demam, batuk dan sesak serta adanya ronki, yang memenuhi kriteria dari diagnosis
limfosit meningkat (47.9%) sehingga dapat dipastikan bahwa etiologi pada kasus ini
ialah virus. Hal ini juga didukung oleh penelitian pada 2017 mengenai etiologi dari
bronkopneumonia sendiri 9-10% ialah virus. Pada pemeriksaan radiologi juga adanya
gambaran infiltrat pada foto thoraks. Pada kasus juga ditemukan adanya deviasi
trakea, penyebab deviasi trakea pada kasus ini berdasarkan teori ada istilah yang
subakut pada jalan nafas yang menyebabkan terjadinya scar tissue atau jaringan parut
sehingga terjadi penurunan kapasitas paru dan hal ini biasa terjadi pada
pemberian antibiotik (Tabel 3) sesuai etiologi. Jika berdasarkan teori maka pemberian
3. Sepsis
Sepsis adalah respon sistemik untuk infeksi, etiologi dari sepsis adalah adanya
patogen dan respon imun. Ada beberapa keadaan yang berpotensi menyebabkan
sepsis namum penyebab yang paling sering ialah infeksi bakteri, virus, dan fungi.
Mekanisme terjadi sepsis ialah saat sistem imun atau innate immune cell (makrofag)
menangkap atau berespon terhadap bagian dari patogen (lipopolisakarida dari bakteri
gram negatif) sehingga terjadi proses pemanggilan sel polimorfonuklear yang akan
terlokalisasi maka tidak bisa disebut sepsis. Dalam kriteria diagnosis sepsis harus ada
24
Jika ada dua atau lebih kriteria berikut ini dapat dikatakan SIRS:
Sepsis
Infeksi dengan adanya patogen yang terdeteksi melalui biakan darah atau
kultur
Sepsis Berat
Telah terjadi kegagalan organ (> 2), disfungsi sistem kardiovaskuler dan
distress pernapasan
Berdasarkan teori tersebut maka pada kasus ini diagnosis sepsis kurang tepat
atau dapat menjadi diagnosis banding. Disebut tidak tepat karena selama
pemeriksaan atau perawatan belum sampai pada proses pembiakan kuman (kultur
darah) lebih tepatnya kasus ini lebih kearah SIRS karena adanya suhu yang abnormal,
pernafasan yang cepat dan jumlah sel darah putih yang abnormal. Dapat disebut
tersering pada bayi ialah komplikasi dari pneumonia (bronkopneumia pada kasus)
dan H. Influenza tipe B (dapat dicegah dengan vaksin) dengan gejala klinis dan
4. Gizi Buruk
Jadi pada bayi ini berat badan bayi ini seharunysa 8.5 Kg.
Pada kasus berat badan bayi hanya 4.5 kg, sehingga dapat dikatakan gizi
buruk menurut perhitungan Z-Score (- 3 SD). Penyebab gizi buruk pada pasien ini
dapat dikatakan sebegai malnutrisi. Etiologi malnutrisi pada anak bukan sekedar
expenditure (REE), inflamasi, infeksi dan penyakit kronis. Untuk mengatasi tersebut
dibuatlah suatu tabel untuk memperkirakan kalori yang dibutuhkan sesuai kelompok
usia oleh Texas Children’s Hospital Pediatric Nutrition Reference Guide tahun 2013
(Tabel 4).8,9
26
Tabel 4. Perkiraan energy dan proteim yang dibutuhkan dari kelompok bayi sampai remaja
muda
Berdasarkan tabel tersebut maka pasien ini berat badan pasien harus 9 kg (usia
7- 12 bulan) dengan usia 8 bulan dengan kebutuhan kalori sekitar 988 kkal/hari (82
5. Cerebral Palsy
Hipotesis etiologi dari cerebral palsy (CP) adalah hipoksia atau asfiksia.
Adanya kedua hal tersebut akan menyebabkan gangguan di otak yang dapat
berkembang menjadi cerebral palsy (gangguan motorik dan kekuatan otot atau
postur). Faktor risiko dari cerebral palsy dapat dibagi dalam beberapa kelompok,
dibawah ini:10
27
Usia Kehamilan
Prevalensi cerebral palsy tertinggi terjadi pada bayi yang lahir pada usia
gestasi dibawah 33 minggu atau tepatnya 28 minggu sehingga bayi yang lahir
Anomali Kongenital
kejadian cerebral palsy, sekitar 43% dengan masalah cacat lahir dan 16.5%
palsy daripada masalah asifiksia (8.5%) dan inflamasi (4.8%). Pada penelitian
mengenai bayi pre-term dan term yang paling berhubungan dengan CP adalah
Infeksi Intrauterus
Infeksi bakteri dan virus pada uterus dapat bersifat asimptomatik dan tidak
ialah demam dan infeksi, tanda infeksi yang sering ditemukan seperti
chorioamnionitis.
28
Genetik
Beberapa mutasi genetik telah terdeteksi dapat menjadi faktor risiko terjadiya
CP, yaitu KANK1, AP4MI dan GAD1. Mutasi genetik yang telah
Jenis Kelamin
atau secara genetic, genetic pada jenis kelamin laki-laki lebih rentan terjadi
ini akibat adanya infeksi yang tidak terdeteksi karena lahir di dukun dan secara
epidemiolgi jenis kelamin laki-laki lebih rentan serta adanya riwayat infeksi pada tali
pusar.
29
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan tinjuan teori dan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
dan bunyi nafas tambahan, ronki. berdasarkan etiologi adalah virus karena tidak
terjadi peningkatan sel darah putih dengan predominan limfosit, salah satu tanda
terjadinya kejang demam, kejang demam yang terjadi pada kasus ini adalah kejang
demam kompleks (kejang parsial, > 15 menit, berulang dalam 24 jam). Bila tanda dan
menjadi (suhu dan leukosit abnormal serta pernapasan cepat) SIRS yang dapat
menyebabkan malnutrisi yang akan menjadi gizi buruk. Jika dihubungan kondisi CP
yang dialami pada pasien makan ini akan berisiko menyebabkan gangguan
perkembangan motorik dan perkembangan neurologis dan kognitif yang lebih berat,
antibiotik, paracetamol, dan ambroxol dapat diterima dan telah sesuai guideline yang
berlaku serta edukasi (kemungkinan terjadi kejang lagi dan pencegahan infeksi
berulang) yang diberikan saat pasien pulang telah sesuai prosedur yang berlaku.
31
DAFTAR PUSTAKA
2. Patel, Nikhil. Ram, Dipak et al. Febrile Seizure. [pdf] The BMJ 2015; 351: pg 1-7.
3. Kayatstha N, Rai GK, Karki S. Use Of Lumbar Puncture For First Episode Of Febrile
4. Sonal N. Shah et al. Does Child Have Pneumonia? The Rational Clinical
Pneumonia And Pertussis In Children. [pdf] John Wiley & Sons 2016; 105:Pg 39-43.
7. Plunkett, Adrian. Tong, Jeremy. Sepsis In Children. The BMJ 2015; 350: 1-13.
8. Kemenkes RI Tahun 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
[pdf]
New Definition And Standards Into Practice. [pdf] Univ. Prince Edward Island 2015;
30(5). Pg 609-624.
10. Alastair H et al. Cerebral Palsy- Causes, Pathways, and The Role of Genetic variant.