Anda di halaman 1dari 21

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Tutorial Klinik
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

IMMUNE THROMBOCYTOPENIA PURPURA (ITP)

Disusun oleh:
Citra Rahmadani
1710029069

Pembimbing:
dr. Dhini Karunia Benih Asmara, Sp.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

TUTORIAL KLINIK

IMMUNE THROMBOCYTOPENIA PURPURA (ITP)

Diajukan dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu


Kesehatan Anak

Oleh:
Citra Rahmadani
1710029069

Pembimbing:

dr. Dhini Karunia Benih Asmara, Sp.A

SMF/LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019

2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tutorial kasus dengan judul
“Immune Thrombocytopenia Purpura”. Tulisan ini disusun sebagai tugas
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada dr. Dhini Karunia Benih Asmara, Sp.A atas ilmu dan bimbingan
yang diberikan selama menjalani kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan
Anak, khususnya pada divisi Hemato-Onkologi. Penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan dalam penulisan ini. Namun, penulis berharap semoga tulisan
ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran Ilmu Kesehatan Anak.

Samarinda, Juni 2019

Penulis

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit ITP merupakan kelainan perdarahan yang disebabkan oleh
penurunan jumlah trombosit. Saat awal, ITP merupakan singkatan dari idiopathic
thrombocytopenic purpura karena belum diketahui penyebabnya. Dengan
perkembangan ilmu diketahui ternyata penyebabnya adalah kelainan imun
sehingga singkatan ITP berubah menjadi immune thrombocytopenic purpura. Di
beberapa literatur terakhir sering disebut sebagai immune thrombocytopenia.1,2

Immune Thrombocytopenic Purpura diperkirakan merupakan salah satu


penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak,
dengan insidens penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak
pertahun.7 Immune Thrombocytopenic Purpura umumnya terjadi pada anak usia
2-4 tahun, dengan insiden 4-8 kasus per 100.000 anak per tahun. 4 Delapan puluh
hingga 90% anak dengan ITP menderita episode perdarahan akut, yang akan pulih
dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut) akan sembuh
dalam 6 bulan. Tidak ada perbedaan insidens antara laki dan perempuan pada ITP
akut. Puncak insidensi terjadi pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat
infeksi bakteri, virus ataupun imunisasi 1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit
ini. Perdarahan sering terjadi saat trombosit dibawah 20.000/μl.3,4

1.2 Tujuan Penulisan


Tutorial ini bertujuan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
mengenai Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP), serta perbandingan antara
teori dan kasus.

4
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama : An. A
Usia : 17 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. KH Mas Mansyur
MRS : 27 Mei 2019

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 28 Mei 2019, di ruang Melati. Autoanamnesis
dan heteroanamnesis oleh ayah kandung pasien.

2.2.1 Keluhan Utama


Gusi berdarah

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD AW Sjahranie dengan keluhan gusi berdarah sejak 2 hari
SMRS. Pasien mengatakan dalam sebulan bisa terjadi 2-3 kali gusi berdarah. Selain itu
pasien mengeluh mimisan, nyeri ulu hati dan BAB hitam sejak 2 hari SMRS, timbul bintik-
bintik merah pada lengan kanan dan kaki pasien sejak 1 minggu SMRS.
Sejak 2015 pasien memiliki riwayat penyakit ITP. Keluhan lain seperti batuk, pilek,
demam, nyeri dada tidak ada.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


ITP sejak 2015
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah : Hipertensi uncontrolled

2.2.5 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Berat badan lahir : 3000 gr
Panjang badan lahir : OT lupa
Berat badan sekarang : 52 kg
Tinggi badan sekarang: 144 cm
Gigi keluar : OT lupa
Tengkurap : OT lupa
Duduk : OT lupa

5
Berdiri : OT lupa
Berjalan : OT lupa
Berbicara : OT lupa
2.2.6 Makan dan Minum Anak
ASI : OT lupa
Susu sapi : OT lupa
Makanan lunak : OT lupa
Makanan padat : OT lupa

2.2.7 Pemeriksaan Prenatal


Periksa di : Bidan
Penyakit kehamilan : Tidak ada
Obat-obat yang sering diminum :-

2.2.8 Riwayat Kelahiran


Lahir di : Rumah Sakit
Ditolong oleh : Bidan
Usia dalam kandungan : 38 minggu (Aterm)
Jenis partus : Spontan

2.2.9 Imunisasi
Status imunisasi (BCG, polio, campak, DPT, dan hepatitis B) lengkap.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal 28 Mei 2019 (Melati)
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Berat Badan : 52 kg
Tinggi Badan : 144 cm
Tanda Vital : Tekanan Darah 130/90 mmHg
Nadi 88 x/menit, regular, kuat angkat
Pernafasan 21x/menit
Temperatur 36,7o C

Kepala/leher
Rambut : Warna hitam
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter
3mm/3mm, reflex cahaya (+/+)
Hidung : Sekret hidung (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Lidah kotor (-), faring hiperemis (-), mukosa bibir kering,
pembesaran tonsil (-/-), gusi berdarah (-) , mimisan (+)
Leher : Pembesaran KGB (-/-)

6
Thorax
Paru: Inspeksi : Tampak simetris, pergerakan simetris, retraksi supra
sternum (-), retraksi supraclavicula (-),
Palpasi : Pelebaran ICS (-), gerak napas simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing(-/-), stridor (-)
Jantung: Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Sulit di evaluasi
Perkusi : Normal pada batas jantung
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Berbentuk flat
Palpasi : Soefl
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas
Ekstremitas superior : Akral hangat, edema (-/-), CRT <2”
Ekstremitas inferior : Akral hangat, edema (-/-), CRT <2”

2.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 26 mei 2019
Leukosit = 5.63
Eritrosit = 2.11
Hemoglobin = 6.7
Hematokrit = 19.7
Trombosit = 11

b. Pemeriksaan Evaluasi Darah Tepi


Eritrosit : Normokrom normositer, polikromasia (+), normoblast (-)
Leukosit : Jumlah menurun, L>PMN, limfosit atipik (+) sel muda (-)
Trombosit : Jumlah menurun
Kesan : Pansitopenia
Saran : Retikulosit, DL

2.5 Diagnosis Kerja


Immune Thrombocytopenia Purpura (ITP)

7
2.6 Tatalaksana
 O2 Nasal kanul 1-2 lpm
 Transfusi PRC 2 kolf/hari
 Injeksi MP 45 mg/12 jam
 Injeksi Ranitidin 50 mg/8 jam

Lembar Follow Up

Tanggal Pemeriksaan Terapi


27-05-2019 S: mimisan (+)bintik-bintik (+) lebam (-) P:
batuk (-) demam (-) nyeri ulu hati (+)
R/ BMP
O: CM, anemis (-), purpura (+), napas
vesikuler (+), jantung S1S2 tunggal regular, R/ HDT
abdomen soefl, timpani, BU (+), edema
D5 ½ NS 500 CC/24 Jam
tungkai (-) , akral hangat. HR=88x/i
RR=21x/i Temp=36.4C Metilprednisolon 45mg/12
jam/IV  besok ganti oral
A: Immune Thrombocytopenia Purpura
(ITP) Ranitidin 40 mg/12 jam/IV
PRC lanjut

28-05-2019 S: lebam (+) batuk (-) demam (-) P:


O: Kesadaran Komposmentis, anemis (-),
Dexametason 3mg/iv (stop)
purpura (+), napas vesikuler (+), jantung
S1S2 tunggal regular, abdomen soefl, Metilprednisolon 45 mg/12
timpani, BU (+), edema tungkai (-) , akral
jam PO
hangat. HR=92x/i RR=24x/i Temp=36.3C
A: Immune Thrombocytopenia Purpura TC 300 cc
(ITP)

29-05-2019 S: lebam(<) batuk(-) demam(-) P:


O: Kesadaran Komposmentis, anemis (-),
DL post transfusi
purpura (+), napas vesikuler (+), jantung
S1S2 tunggal regular, abdomen soefl, Metilprednisolon 45mg/12jam
timpani, BU (+), edema tungkai (-) , akral PO
hangat. HR=88x/i RR=24x/i Temp=36.0C

A: Immune Trombocytopenia Purpura


(ITP)

8
30-05-2019 S: lebam di jidat (+) batuk (-) demam (-) P:
O: Kesadaran Komposmentis, anemis (-),
Metilprednisolon 3x4mg PO
purpura (+), napas vesikuler (+), jantung
S1S2 tunggal regular, abdomen soefl,
timpani, BU (+), edema tungkai (-) , akral
hangat. HR=90x/i RR=24x/i Temp=36.3C

L : 3.50
Hb : 9.7
Hct : 29.1
Plt : 38

A: Immune Trombocytopenia Purpura

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Trombosit

Trombosit disebut juga platelet atau keping darah. Sebenarnya trombosit tidak dapat
dipandang sebagai sel utuh karena ia berasal dari sel raksasa yang berada disumsum tulang,
yang dinamakan megakariosit. Dalam pematangannya, megakariosit ini pecah menjadi 3000
– 4000 serpihan sel yang dinamai trombosit. Trombosit mempunyai bentuk bicembung
dengan garis tengah 0.75 – 2.25 mm. Ciri-ciri trombosit adalah:5

1. Tidak memiliki inti tetapi masih bila melakukan sintesa protein walaupun terbatas,
karena didaam sitoplasma masih ada sejumlah RNA.

2. Mempunyai mitokondria, butir glikogen yang mungkin berfungsi sebagai cadangan


energi dan 2 jenis granula yaitu granula α yang berisi enzim hidrolase asam/ lisosom
dan granula yang padat yang berisi factor penggumpalan atau factor V, factor
pertumbuhan serta beberapa jenis glikoprotein.

Umur trombosit setelah pecah dari sel dan masuk ke dalam darah ialah antara 8 – 14

5 6
hari. Konsentrasi trombosit didalam darah ialah antara 10 – 10 /mL darah. Perubahan dalam
jumlah trombosit umumnya penurunan yang dihubungkan dengan fungsinya. Keadaan lain

9
yang dapat menyebabkan trombositopenia ialah kelainan yang disebabkan oleh mekanisme
autoimun. Dalam keadaan ini, tubuh membuat antibody terhadap trombosit yang dibuatnya
sendiri. Trombositopenia dapat pula disebabkan oleh berkurangnya produksi sel- sel
megakariosit oleh sumsum tulang.5

3.2 Definisi
Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) disebut juga autoimmune
thrombocytopenic purpura, morbus Wirlhof, atau purpura hemorrhagica, merupakan
kelainan perdarahan (bleeding disorder) yang didapat sebagai akibat dari penghancuran
trombosit yang berlebihan, yang ditandai dengan trombositopenia (trombosit <100.000/μl),
purpura, gambaran darah tepi yang umumnya normal, dan tidak ditemukan penyebab
trombsitopenia yang lainnya.6,8

Konsensus International Working Group (IWG) tahun 2007 membuat definisi dan
klasifikasi ITP terbaru. Definisi ITP, yaitu keadaan trombosit <100.000/uL. Hal ini didasari
tiga pemikiran bahwa (1) kemungkinan perdarahan pada jumlah trombosit 100.000-
150.000/uL hanya sekitar 6,9%; (2) nilai normal trombosit pada etnik NonWestern adalah
sekitar 100.000-150.000 /uL; (3) adanya trombositopenia ringan “fisiologik” yang terjadi
pada kehamilan.

Selain itu, klasifikasi ITP juga mengalami perubahan menjadi ITP newly diagnosed,
ITP persisten dan ITP kronik.1,2 Definisi ITP primer adalah keadaan trombositopenia yang
tidak diketahui penyebabnya. Definisi ITP sekunder adalah keadaan trombositopenia yang
disebabkan oleh penyakit primer. Penyakit primer yang sering berhubungan dengan ITP,
antara lain, penyakit autoimun (terutama sindrom antibodi antifosfolipid), infeksi virus
(termasuk Hepatitis C dan human immunode ciency virus [HIV]), dan obat-obat tertentu. 1,2

3.3 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya Immune Thrombocytopenic Purpura -ITP dibagi menjadi dua,
yaitu : 1,2 

1. ITP primer (idiopatik) bila nilai hitung trombosit < 100 x 109 / µL dan tidak
ditemukan kelainan lain yang dapat menjadi penyebab trombositopenia.
2. ITP sekunder.

Beberapa kelainan lain yang dapat menyebabkan ITP sekunder, yaitu :

10
• Sindrom antifosfolipid
• Evans sindrom
• Variasi umum imunodefisiensi
• Infeksi sitomegalovirus , Helicobacter pylori, hepatitis C, HIV,varicella zoster
• Kelainan limfoproliferatif
• Efek samping transplantasi sumsum tulang
• Efek samping vaksinasi
• Lupus eritematous sistemik (SLE).

Berdasarkan onset penyakitnya dibedakan menjadi :


1. ITP akut bila kejadiannya ≤ 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak).
2. ITP kronik bila kejadiannya > 6 bulan (umumnya terjadi pada orang dewasa).
3.4 Patofisiologi
Penyakit ITP adalah penyakit autoimun yang disebabkan adanya destruksi trombosit
normal akibat adanya antibodi (antibodymediated destruction of platelets) dan gangguan
produksi megakariosit. Penyakit ITP merupakan kelainan akibat disregulasi imun dengan
hasil akhir adanya hilangnya toleransi sistem imun terhadap antigen diri yang berada di
permukaan trombosit dan megakariosit. Sel T teraktivasi akibat pengenalan antigen spesifik
trombosit pada APC (antigen presenting cell) yang kemudian menginduksi ekspansi antigen-
spesi k pada sel B. Kemudian sel B menghasilkan autoantibodi yang spesifik terhadap
glikoprotein yang diekspresikan pada trombosit dan megakariosit. Trombosit yang
bersirkulasi diikat oleh autoantibodi trombosit kemudian terjadi pelekatan pada reseptor FC
makrofag limpa yang mengakibatkan penghancuran trombosit. Selain itu, terbentuk juga
autoantibodi anti megakariosit yang mengurangi kemampuan megakariosit untuk
menghasilkan trombosit.9 Terjadi produksi autoantibody (A) yang meningkatkan
penghancuran trombosit oleh makrofag limpa (B) dan menurunnya produksi trombosit akibat
antibodi anti-megakariosit (C).

11
3.5 Manifestasi Klinis
Pasien ITP mempunyai gambaran klinis yang khas, yaitu terjadi pada anak usia 4-6
tahun yang tampak “sehat” dengan gambaran perdarahan kulit seperti hematom dan petekiae.
Sebanyak 75% pasien datang dengan jumlah trombosit <20.000/ uL. Sebagian besar kasus
(hampir 2/3 kasus) mempunyai riwayat penyakit infeksi yang terjadi hingga 4 minggu
sebelumnya. Pemeriksaan fisis juga hanya mendapatkan perdarahan kulit akibat
trombositopenia. Gambaran darah tepi menunjukkan jumlah trombosit rendah tanpa sel
blast.2

Frekuensi komplikasi ITP anak hanya 0,2% atau 1 per 500 kasus. Komplikasi
perdarahan intrakranial terjadi pada jumlah trombosit <10.000/ uL.2 Komplikasi perdarahan
berat hanya terjadi pada 3% kasus ITP dengan jumlah trombosit <20.000/ uL berupa
epistaksis, melena, menorrhagia dan/atau perdarahan intrakranial yang membutuhkan
perawatan dan/atau transfusi darah. Bahkan, penelitian lain menemukan bahwa hanya 3 dari
505 kasus (0,6%) yang mengalami perdarahan hebat.10

12
Penelitian Yohmi dkk11 di RSCM (2007) mendapatkan gambaran klinis ITP adalah
lebih sering terjadi pada anak laki-laki (1,9 : 1), rerata usia 4,78 tahun. Komplikasi
perdarahan yang terjadi adalah petekiae (89%), episktaksis (18%), perdarahan mukosa mulut
(12%), perdarahan subkonjungtiva (8%), hematemesis/melena (6%), hematuria (5%).

3.6 Diagnosis
Diagnosis ITP ditegakkan setelah penyebab trombositopenia lain dapat disingkirkan.
Beberapa infeksi perlu disingkirkan seperti HIV, Hepatitis C, Helicobacter Pylori, dan CMV.
Kecurigaan ke arah keganasan dan pengaruh obat seperti valproat, heparin juga harus
disingkirkan. Pemeriksaan antibodi antifosfolipid dan lupus anticoagulant harus diperiksa
bila gejala ITP menjadi persisten/kronik.12

Bila gambaran klinis sangat mendukung ke arah ITP, maka pemeriksaan sumsum
tulang tidak perlu dilakukan (Grade 1B). Pemeriksaan sumsum tulang juga tidak dilakukan
bila pasien tidak memberikan respon setelah diberikan IVIG (Grade 1B). Pemeriksaan
sumsum tulang juga tidak dilakukan sebelum pemberian kortikosteroid atau splenektomi
(Grade 2C). Pemeriksaan sumsum tulang dilakukan bila ITP tidak memberikan respons
dalam waktu 3 bulan (mengarah ke ITP persisten).13

Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dapat dilakukan, antara lain :
Pemeriksaan laboratorium seperti : darah perifer lengkap, morfologi darah tepi,
serologi virus (Dengue,Epstein barr, hepatitis C,HIV, rubella), serologi lupus eritematous
sistemik (SLE), elektroforesis serum protein, immunoglobulin, fungsi hati, tes Coomb.

3.7 Tatalaksana
Tanpa perdarahan atau perdarahan ringan, yaitu perdarahan yang hanya terjadi di
kulit berupa petekiae dan hematom. Hal ini berdasarkan jarangnya kejadian perdarahan berat,
jumlah trombosit tidak dapat dijadikan faktor prediktor perdarahan dan adanya toksisitas
terapi. Namun demikian, walaupun jumlah kasus perdarahan berat pada ITP anak yang cukup
rendah dan perdarahan yang terjadi hanyalah perdarahan ringan/tanpa perdarahan, dokter
tetap perlu memperhatikan faktor yang memengaruhi pertimbangan terapi pada ITP. Faktor
yang menjadi pertimbangan, antara lain, kecemasan orang tua, akivitas anak, dan jarak ke
pusat kesehatan.14

13
Metilprednisolon diberikan dengan dosis 2 mg/ kg per hari atau 60 mg/m2/hari
(maksimal 80 mg/ hari) selama 14 hari, dilanjutkan dengan tappering o dan dihentikan
selama 1 minggu berikutnya. Kortikosteroid dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu
metilprednisolon 4 mg/kg per hari (maksimal 180 mg/hari) dibagi 3 dosis selama 7 hari,
dilanjutkan 50% dosis pada minggu kedua, dan tappering o pada minggu ketiga.
Kortikosteroid parenteral diberikan metilprednisolon sebanyak 15-30 mg/kg IV (maksimal 1
g/hari) selama 30-60 menit selama 3 hari.15 Efek samping pemberian kortikosteroid adalah
hipertensi, nyeri perut dan ulkus peptikum, hiperglikemia, osteoporosis, imunosupresi, insu
siensi adrenal.9

Imunoglobulin anti-D tidak dianjurkan oleh anak dengan penurunan hemoglobin


akibat perdarahan atau adanya hemolisis autoimun (Grade IC). Pemberian imunoglobulin
anti-D hanya digunakan sebagai lini pertama Rh-positif, yang tidak displenektomi (Grade
2B).1 Dosis imunoglobulin anti-D adalah 50-75 μg/kg dosis tunggal. Efek samping yang
utama pada pemberian imunoglobulin anti-D adalah hemolisis.9

Apabila pasien tidak menunjukkan perbaikan ataupun relaps setelah pemberian


kortikosteroid maka pasien dapat diberikan pilihan pemberian deksametason dosis tinggi
ataupun Rituximab. Semuanya ini dipertimbangkan bila pasien mengalami perdarahan berat
(Grade 2 C).1

Faktor prediksi untuk resolusi pada kasus ITP newly diagnosed adalah usia <5 tahun
dan onset perdarahan <14 hari dan jumlah trombosit pada followup minggu ke-4
menunjukkan >100.000/uL.9

14
ITP persisten dan kronik

Apabila perjalanan penyakit ITP telah mencapai 3 bulan maka penyakit ITP dikategorikan
sebagai ITP persisten. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan, terdiri dari16

1. Skrining penyakit autoimun : ANA, anti ds-DNA, Rheumatoid arthritis, C3, C4

2. Skrining tiroid : TSH, free T4, antibodi tiroid

3. Pengukuran kadar imunoglobulin : IgG, IgA dan IgM

4. Fungsi hati

5. Tes PCR adanya virus seperti EBV, CMV, parvovirus, Hepatitis C, dan HIV

6. H. Pylori

7. Pemeriksaan sumsum tulang

8. Antibodi antifosfolipid

Berbagai pilihan terapi yang dapat diberikan pada kasus ITP persisten dan kronik, yaitu12

• Deksametason 28 mg/m2/hari akan memberikan respons hingga 80%. Biasanya respon


akan timbul dalam waktu 3 hari.

• Metil prednisolon dosis tinggi 30 mg/kg/hari selama 3 hari yang dilanjutkan dosis 20
mg/kg/hari selama 4 hari. Respons terjadi pada 60%-100% kasus yang terjadi pada 2-
7 hari.

15
• Rituximab 100 mg atau 375 mg/m2/minggu selama 4 minggu. Respons bervariasi 31%-
79% kasus.

• Terapi obat atau kombinasi obat, siklosporin A, azatioprin, metil prednisolon, IVIG, anti-D,
vinkristin, dan danazol. Sekitar 70% kasus memberikan respons.

• Splenektomi. Dalam waktu 24 jam pasca splenektomi, jumlah trombosit akan meningkat.
Namun demikian, tindakan ini sangat berisiko terjadinya komplikasi sepsis.

Salah satu faktor prediktor perjalanan ITP newly diagnosed menjadi ITP kronik adalah
usia saat diagnosis. Penelitian Shim17 (2014) memperlihatkan bahwa usia di atas 10 tahun
lebih sering menjadi ITP kronik. Penelitian di Turki 16 pada tahun 2014 juga mendapatkan usia
lebih 10 tahun mempunyai kemungkinan 3 kali menjadi ITP kronik ((OR=3,0, CI=1,5-5,98).
Faktor prediktor lain menjadi ITP kronik adalah jenis kelamin perempuan (OR=2,55,
CI=1,31-4,95)18

Sebagai kesimpulan, de nisi dan klasifikasi ITP telah mengalami perubahan. Berbagai
penelitian telah menunjukkan banyak perubahan pada tata laksana ITP. Bila perdarahan yang
terjadi adalah ringan, maka dapat dilakukan observasi dengan berbagai pertimbangan. Bila
terjadi perdarahan yang berat, pilihan terapi adalah pemberian IVIG, kortikosteroid dan
transfusi trombosit. Faktor sosial dalam menentukan pilihan terapi seperti kecemasan orang
tua, akivitas anak, dan jarak ke pusat kesehatan harus tetap dipertimbangkan.

BAB 4
PEMBAHASAN

16
4.1 Anamnesis
Teori Fakta
• Trombositopenia: Dapat menyebabkan perdarahan Pasien datang dengan keluhan
mukosa dan gingiva atau ruam petekie - gusi berdarah
- mimisan
- nyeri ulu hati
- BAB hitam
- timbul bintik-bintik merah pada
lengan kanan dan

4.2 Pemeriksaan Fisik


Teori Fakta
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan tanda-tanda Pada pemeriksaan fisik
trombositopenia (misalnya, petekia, purpura, ditemukan
ekimosis). - Petekie

4.3 Pemeriksaan Penunjang


Teori Fakta
Beberapa pemeriksaan untuk menunjang diagnosis Pada pemeriksaan darah lengkap
ditemukan
dapat dilakukan, antara lain :
Tanggal 26 mei 2019
Pemeriksaan laboratorium seperti : darah
Leukosit = 5.63
perifer lengkap, morfologi darah tepi, serologi virus
Eritrosit = 2.11
(Dengue,Epstein barr, hepatitis C,HIV, rubella),
Hemoglobin = 6.7
serologi lupus eritematous sistemik (SLE),
Hematokrit = 19.7
elektroforesis serum protein, immunoglobulin, fungsi
Trombosit = 11
hati, tes Coomb.

4.4 Tatalaksana
Teori Fakta
Metilprednisolon diberikan dengan dosis 2 mg/
Metilprednisolon 45mg/12jam
kg per hari atau 60 mg/m2/hari (maksimal 80 mg/ hari)
PO
selama 14 hari, dilanjutkan dengan tappering o dan
dihentikan selama 1 minggu berikutnya.

Kortikosteroid dapat juga diberikan dengan

17
dosis tinggi yaitu metilprednisolon 4 mg/kg per hari
(maksimal 180 mg/hari) dibagi 3 dosis selama 7 hari,
dilanjutkan 50% dosis pada minggu kedua, dan
tappering o pada minggu ketiga.

Kortikosteroid parenteral diberikan


metilprednisolon sebanyak 15-30 mg/kg IV (maksimal
1 g/hari) selama 30-60 menit selama 3 hari. Efek
samping pemberian kortikosteroid adalah hipertensi,
nyeri perut dan ulkus peptikum, hiperglikemia,
osteoporosis, imunosupresi, insu siensi adrenal.

BAB 5
KESIMPULAN

18
Telah dilakukan perbandingan antara teori dan kasus pada pasien laki-laki An.A usia
17 tahun, dengan diagnosis Immune Trombocytopenia Purpura (ITP). Dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang didapatkan penegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan yang telah sesuai dengan literatur yang mendukung pada kasus tersebut.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg Jr L, Crowther MA. e American


Society of Hematology 2011 evidence-based practice guideline for immune
thrombocytopenia. Blood 2011;117: 4190-207.

3. Breakey VR, Blanchette VS. Childhood immune throm- bocytopenia: a changing


therapeutic landscape. Semin romb Hemost 2011;37:745-55.

4. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku Ajar Hemato-
Onkologi Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.

5. Pudjiadi AH, Badrul H, Setyo H, Nikmah SI, Ellen PG, Eva DH, dkk. Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia: Imun Trombositopenia Purpura. Ikatan Dokter
Anak Indonesia Jakarta; 2011. hlm. 138-42.

6. Sadikin. Mohammad. H. 2001., Biokimia Darah., Jakarta: Widya Medika.

6. Setyoboedi B, Ugrasena IDG. Purpura Trombositopenik Idiopatika pada Anak


(patofisiologi, tata laksana serta kontroversinya). Sari Pediatri. 2004; 6(1):16-22.

7. Ugrasena IDG. Purpura Trombositopenia Imun. Ikatan Dokter Anak Indonesia.


Jakarta; 2012.

8. McMillan R. Update on chronic immune thrombocytopenic purpura (ITP). J Hematol


Onco. 2009; 2(1):1-3.

9. Neunert CE. Current management of immune throm- bocytopenia. Hematology


2013;2013:276-82.

10. Neunert CE, Buchanan GR, Imbach P, dkk. Intercontinental Childhood ITP study group
registry II Participants. Severe hemorrhage in children with newly diagnosed immune
thrombocytopenic purpura. Blood 2008;112:4003-8.

11. Yohmi E, Windiastuti E, Gatot D. Perjalanan penyakit purpura trombositopenik imun


perjalanan penyakit purpura trombositopenik imun. Sari Pediatri 2007;8:310-5.

20
12. McGuin C, Bussel JB. Disorders of platelet. Dalam: Lanzkowsky’s Manual of Pediatric
Hematology and Oncology. 6th ed. Lanzkowsky P, Lipton JM, Fish JD, penyunting.
Elsevier; Oxford;2016.h.254-61.

13. Provan D, Stasi R, Newland AC, Blanchette VS, Bolton- Maggs P, Bussel JB, dkk.
International consensus report on the investigation and management of primary
immune thrombocytopenia. Blood 2010;115:168-86.

14. Provan D, Stasi R, Newland AC, Blanchette VS, Bolton- Maggs P, Bussel JB, dkk.
International consensus report on the investigation and management of primary
immune thrombocytopenia. Blood 2010;115:168-86.

15. Neunert CE. Management of newly diagnosed immune thrombocytopenia: can we change
outcome? Hematology Am Soc Hematol Educ Program 2017;2017:400-5.

16. Tarantino MD, Danese M, Klaassen RJ, Duryea J, Eisen M, Bussel J. Hospitalizations in
pediatric patients with immune thrombocytopenia in the United States. Platelets
2016;27:472- 8.

17. Shim YJ, Kim UH, Suh JK, Lee KS. Natural course of childhood chronic immune
thrombocytopenia using the revised terminology and definitions of the international
working group: a single center experience. Blood Res 2014;49:187-91.

18. Rodehiero F, Stasi R, Gernsheimer T, Michel M, Provan D, Arnold DM, dkk.


Standarization of terminology, de nitions and outcome criteria ini immune
thrombocytopenic purpura of adults and children: report from an international
working group. Blood 2009;113:2386-93.

21

Anda mungkin juga menyukai