Penguji Pembimbing
1.1.Latar Belakang
Rinosinusitis kronik (RSK) didefinisikan sebagai radang atau
inflamasi pada hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan dua atau
lebih gejala. Salah satu gejala yang harus dialami berupa
sumbatan/obstruksi/kongesti nasal atau nasal discharge baik anterior maupun
posterior nasal drip. Gejala tersebut disertai dengan satu atau lebih gejala
nyeri wajah, gangguan/penurunan penciuman (pada dewasa), atau batuk
(pada anak-anak) dan berlangsung selama ≥12 minggu.1,2 Gejala yang
dikeluhkan ini sangat mengganggu dan menurunkan kualitas hidup penderita.
Rinosinusitis sendiri dapat mengenai semua kelompok umur baik anak
maupun dewasa.2
Rinosinusitis adalah salah satu penyakit yang paling sering dialami
oleh penderita yang datang berobat ke dokter umum maupun spesialis THT.
Prevalensi kejadian rinosinusitis kronik di Amerika tahun 2009 mencapai 146
kasus/1000 populasi yang ada.3 Di Indonesia data epidemiologi yang pasti
mengenai prevalensi rinosinusitis kronik masih belum jelas. Data dari Divisi
Rinologi Departemen THT RSCM menunjukkan terdapat 435 pasien dengan
kasus rinosinusitis selama periode Januari – Agustus 2005. Sementara itu,
data dari poliklinik THT-KL RSUP dr. Sardjito tahun 2004 menunjukkan
terdapat 565 kasus rinosinusitis kronik dari 13366 kasus THT. Jumlah ini
semakin meningkat di tahun 2005 menjadi 578 kasus dari 13507 kasus, tahun
2006 terdapat 607 kasus dari 13508 kasus, tahun 2007 terdapat 756 kasus dari
13533 kasus.
Diagnosis rinosinusitis ditegakkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Oleh karena peradangan pada rinosinusitis dapat
dipengaruhi berbagai faktor, di antaranya alergi, kelainan anatomi rongga
hidung, polip, gangguan mukosiliar dan lain-lain, maka anamnesis dan
pemeriksaan THT perlu dilakukan dengan cermat dan teliti. Terjadinya
rinosinusitis akibat alergi, infeksi, dan kelainan anatomi di dalam hidung
memerlukan terapi yang berlainan satu sama lain.4
Berdasarkan data diatas, penulis memilih untuk melaporkan dan
mengkaji kasus seorang wanita usia 39 tahun dengan rinosinusitis kronis
karena angka kejadian yang tinggi dan dapat menimbulkan penurunan kualitas
hidup di masa depan jika tidak ditangani dengan benar.
1.2.Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami faktor risiko rinosinusitis
2. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan dan diagnosis
rinosinusitis
3. Untuk mengetahui tatalaksana rinosinusitis
1.3.Manfaat
1. Mengetahui dan memahami faktor risiko rinosinusitis
2. Mengetahui dan memahami pemeriksaan dan diagnosis rinosinusitis
3. Mengetahui dan memahami tatalaksana rinosinusitis
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Blora
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : Tamat SMA
Datang ke poli : 21 Maret 2019
No. CM : C745xxx
MASALAH AKTIF MASALAH PASIF
1. Hidung tersumbat 13, 14 1. Riwayat polipektomi tahun
2. Ingus encer jernih 14 2010 di RS Blora
3. Nyeri kepala 14
4. Merasakan ada lendir di
tenggorok 13
5. Ingus kental berwana putih
13
6. Gangguan penghidu 13,14
7. Hidung gatal dan bersin
bila terpapar debu dan
asap 14
8. Nyeri tekan dahi dan
pipi13
9. Nyeri ketok dahi13
10. Konka inferior dextra et
sinistra hipertrofi 13
11. Massa pada konka media
dextra et sinistra 13
12. Post nasal drip 13
13. Rinosinusitis kronis
(pansinusitis) dengan polip
nasi
14. Rhinitis alergi
15. Septum deviasi (+)
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 21 Maret 2019 pukul 10.30 WIB di
Poli THT RSDK Semarang.
Keluhan Utama : Hidung tersumbat
Pemeriksaan Luar
Hidung Inspeksi : Bentuk (N), deformitas (-),warna kulit
sama dengan sekitar
Palpasi : os nasal : deformitas (-/-), krepitasi (-/-),
nyeri tekan (-/-), oedem (-/-)
Sinus Nyeri tekan dahi (+), nyeri tekan pipi (+), nyeri
ketok dahi (+), dan nyeri ketok pipi (-)
Rinoskopi Anterior Kanan Kiri
Discharge (+) mukopurulen (+) mukopurulen
Mukosa Hiperemis (-), livid (-) Hiperemis (-), livid (-)
Konka Inferior Sulit dinilai Sulit dinilai
Tumor Massa (+) keputihan Massa (+) keputihan pda
mengkilat memenuhi 2/3 konka media mengkilat
cavum nasi kanan, licin, memenuhi ½ cavum nasi
bening kiri, licin, bening
Septum nasi Deviasi (-/+)
Fenomena palatal Sulit dinilai Sulit dinilai
Diafanoskopi tidak dilakukan
3. Tenggorok:
Gambar:
V. RINGKASAN :
Seorang wanita umur 39 tahun. ± 3 tahun yang lalu pasien mulai
mengeluh hidung tersumbat dan keluar ingus terutama bila terpapar udara
debu dan asap. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada kepala (VAS 3) dan
kemeng didaerah dahi, hilang timbul dan semakin nyeri saat pasien sujud,
keluhan nyeri muncul bersamaan dengan memberatnya keluhan hidung
tersumbat. ± 3 minggu lalu keluhan semakin memberat, disertai keluar
lendir kental dari hidung. Post nasal drip (+) mukopurulen berwarna putih
kadang kuning kental dan berbau. Anosmia (+) dikedua sisi. Bersin (+)
bila menghirup debu dan asap, bersin hingga >4x/minggu dengan >4x/hari.
Keluhan hingga mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari pasien. Bicara
sengau (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum, tanda vital, dan
status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis hidung
discharge mukopurulen (+/+), massa pada cavum nasi (+/+), septum
deviasi (-/+). Pada pemeriksaan status lokalis tenggorok, didapatkan post
nasal drip (+). Pemeriksaan status lokalis telinga dalam batas normal.
Pada pemeriksaan penunjang CT Scan sinus paranasalis didapatkan
massa di cavum nasi kanan – kiri, mengarah ke polip, pansinusitis berat,
hipertrofi conchae nasalis dupleks, dan deviasi septum nasi ke kiri.
R/ Spuit 50 cc No. I
S. u. c
Pro : Ny. S
Usia : 39 tahun
BB : 52 kg
Alergi :-
Surat Rujukan
Dengan hormat,
Mohon pemeriksaan lebih lanjut pasien atas nama :
Nama : Ny S.
Usia : 39 th
Anamnesis : Keluhan utama: hidung tersumpat
Pemeriksaan : Tampak hipertrofi konka dextra et sinistra
Tampak massa di cavum nasi media dextra et
sinistra
Diagnosis : Rhinosinusitis kronik (pansinusitis) dengan
polip nasi
Terapi yang telah diberikan : Irigasi nasal
Fluticasone propionate
Cetirizine
Diagnosis : Rhinosinusitis kronik (pansinusitis) dengan
polip nasi
Mohon pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut untuk pasien
tersebut.
Atas bantuannya kami ucapkan terima kasih.
Salam sejawat,
Medikamentosa
Fluticasone propionate nasal spray 50 mcg/puff 1 kali sehari 2 puff
pagi hari
Cetirizine 10 mg/24jam malam hari
Non-medikamentosa
Irigasi nasal (cuci hidung) rutin dengan NaCl 0.9% 2 kali sehari.
Pro: FESS + polipektomi + konkoplasti + submucosal rescection
Ip Mx :
Mengawasi keadaan umum, tanda vital, evaluasi discharge berupa
warna, konsistensi, jumlah, bau, serta evaluasi keluhan nyeri pada
kepala, hidung, dan wajah.
Mengevaluasi apakah pasien sudah mengaplikasikan cara cuci hidung
dengan benar dan teratur
Ip Ex :
Menjelaskan pada pasien mengenai penyakit yang dialami pasien
yaitu rinosinusitis kronik beserta kemungkinan penyebabnya.
Mengedukasi pasien untuk menghindari paparan alergen
Mengedukasi pasien untuk melakukan memeriksaan lanjutan
Mengedukasi pasien mengenai penatalaksanaan yang mungkin
dilakukan yaitu dengan operasi, menjelaskan tujuan tindakan,
prosedur tindakan operasi, risiko, dan komplikasi tindakan operasi.
Mengedukasi pasien untuk senantiasa rutin menjaga kebersihan
hidung dengan melakukan cuci hidung secara rutin sebanyak 2 kali
sehari.
Mengedukasi pasien untuk meminum obat teratur
Mengedukasi pasien untuk senantiasa rutin menjaga kebersihan
hidung.
Menjelaskan kepada pasien untuk istirahat yang cukup, tidak bekerja
terlalu keras sehingga membuat kebugaran menurun, dan senantiasa
mengonsumsi makanan sehat dan multivitamin.
IX. PROGNOSIS :
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad sanam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.7. Komplikasi
Komplikasi rhinosinusitis telah menurun secara nyata sejak
ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada
Rhinosinusitis akut atau pada rhinosinusitis kronis dengan eksaserbasi akut,
berupa komplikasi orbita atau intrakranial.2,3
a. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan
dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah rhinosinusitis ethmoid,
kemudian rhinosinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi
melalui thromboflebitis dan perikontinuitatum. Kelainan yang dapat
timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses
orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.
b. Kelainan intra kranial, dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau
subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi pada rhinosinusitis kronis, berupa:2
a. Kelainan tulang, meliputi osteomyelitis dan abses periostal
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya
ditemukan pada anak- anak. Pada osteomyelitis sinus maksila dapat
timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.
b. Kelainan paru, seperti bronkitis kronis dan bronkiektasis. Adanya
kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut
sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma
bronkial yang sukar dihilangkan sebelum rhinosinusitisnya
disembuhkan.
3.8. Prognosis
Prognosis penderita rhinosinusitis umumnya baik. Prognosis untuk
penderita rhinosinusitis kronik bergantung pada penatalaksanaan yang
dilakukan, semakin dini maka akan mendapatkan hasil yang baik.1
BAB IV
PEMBAHASAN
5.1.Kesimpulan
Rhinosinusitis merupakan penyakit inflamasi yang banyak ditemukan di
layanan primer. Rhinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup
ringan hingga berat serta dapat berpengaruh ke kondisi kesehatan bagian tubuh
yang lain, sehingga penting bagi dokter umum untuk memiliki pengetahuan yang
baik mengenai definisi, gejala, diagnosis, serta tatalaksana dari penyakit ini.
Rhinosinusitis kronis adalah kondisi inflamasi pada mukosa hidung dan
sinus paranasal yang persisten selama minimal 12 minggu dan ditandai dengan
adanya dua atau lebih gejala nasal/sinus, melibatkan salah satu dari obstruksi
nasal dan discharge nasal disertai nyeri pada wajah atau disfungsi olfaktori.
Pada pemeriksaan fisik dari RSK dapat ditemukan obstruksi/blockade nasal,
discharge nasal purulent/tak berwarna, dan post nasal drip. Untuk pemeriksaan
lebih lanjut dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti: diafanoskopi,
nasoendoskopi, foto rontgen posisi Water, kultur sensitivitas dan CT scan kepala.
Telah dilaporkan seorang wanita usia 39 tahun dengan gejala rinosinuistis
dan rhinitis alergi persisten sedang berat dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik
dan didiagnosis rhinosinusitis kronis (pansinusitis) dengan polip nasi dan rhinitis
alergi.
5.2.Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik yang membangun bagi makalah ini,
agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA