Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 8 TAHUN DENGAN FARINGITIS


AKUT ET CAUSA VIRAL

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan


Ilmu Kesehatan THT-KL Kedokteran Universitas Diponegoro

Penguji Kasus : dr. Kanti Yunika, Sp.THT-KL


Pembimbing : dr. Riki Vita Wisudiana
Dibacakan oleh : Gianita Puspita Dewi 22010116210036
Ricca Angelina Ethel 22010116210122
Elizabeth Karangora 22010117210018
Dibacakan tanggal : 29 November 2017

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
2017

1
2

HALAMAN PENGESAHAN

Melaporkan kasus seorang anak laki-laki dengan faringitis akut et causa viral
Penguji Kasus : dr. Kanti Yunika, Sp.THT-KL
Pembimbing : dr. Riki Vita Wisudiana
Dibacakan oleh : Gianita Puspita Dewi 22010116210036
Ricca Angelina Ethel 22010116210122
Elizabeth Karangora 22010117210018
Dibacakan tanggal : 29 November 2017
Diajukan guna memenuhi tugas kepaniteraan di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Semarang, November 2017

Mengetahui

Penguji kasus, Pembimbing,

dr. Kanti Yunika, Sp.THT-KL dr. Riki Vita Wisudiana


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Faringitis dalam bahasa latin; Pharyngitis, adalah suatu penyakit

peradangan yang menyerang tenggorokan atau faring yang disebabkan oleh

bakteri dan virus tertentu. Kadang disebut juga radang tenggorokan.

Faringitis akut adalah suatu peradangan pada faring yang dapat disebabkan

oleh virus, bakteri, alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Penyakit ini dapat

menyerang semua umur dan dapat ditularkan melalui kontak dengan sekret hidung

maupun droplet.1 Di Indonesia pada tahun 2004, dilaporkan bahwa kasus faringitis

akut masuk dalam sepuluh besar kasus penyakit yang dirawat jalan dengan

presentase jumlah penderita 1,5 % atau sebanyak 214.781 orang.2 Survei yang

dilakukan di beberapa daerah di Indonesia pada tahun 2014, menyebutkan

faringitis akut termasuk dalam 10 penyakit terbanyak yang diperiksakan oleh

pasien di Puskesmas.3,4

Penyebab faringitis akut paling sering yaitu 40-60% virus dan 5-40%

bakteri. Infeksi bakteri grup A streptokokus B hemolitikus dapat menyebabkan

kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraseluler

yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung dan

glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya

kompleks antigen-antibodi. Diagnosis klinis faringitis akut dilakukan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Faringitis akut

3
4

ditandai dengan gejala umum seperti terjadinya nyeri tenggorokan, sakit saat

menelan, demam, malaise, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher. Gejala

khasnya tergantung dari penyebab dari faringitis itu sendiri. Pada pemeriksaan

fisik, didapatkan mukosa faring hiperemis dan dapat ditemukan gambaran khas

dari masing-masing penyebab. Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan

pemeriksaan kultur tenggorokan yang memiliki sensitivitas 90−95%.5

B. Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah agar mahasiswa kedokteran

mampu menegakkan diagnosis dan melakukan pengelolaan yang tepat

berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang dan pengelolaan pasien dengan faringitis akut.

C. Manfaat

Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam

proses belajar menegakkan diagnosis dan melakukan pengelolaan pasien dengan

faringitis akut.
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. NW

Umur : 8 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Lamper lor, Semarang Selatan

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SD

Datang ke poli : 21 November 2017

No. CM : 084852

MASALAH AKTIF MASALAH PASIF

1. Odinofagia  7 Tidak ada

2. Febris akut  7

3. Itchy throat  7

4. Batuk  7

5. Malas makan  7

6. PF: faring hiperemis  7

7. Faringitis akut et causa viral

5
6

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan ibu pasien dan autoanamnesis dengan pasien pada tanggal

21 November 2017 pukul 09.45 WIB di Poli THT BKIM Semarang.

Keluhan utama : Nyeri tenggorokan

Perjalanan penyakit sekarang :

±2 hari sebelum datang ke poliklinik, pasien mengeluhkan nyeri di tenggorokan.

Nyeri dirasakan hilang timbul dan perih. Nyeri terasa bertambah saat pagi hari,

berbicara banyak, dan saat menelan. Nyeri dirasakan berkurang jika pasien

banyak minum air dan larutan penyegar. Keluhan tidak mengganggu aktivitas dan

pasien dapat beraktivitas sehari-hari seperti biasa. Pasien mengeluhkan pula

demam ringan, gatal pada tenggorokan, malas makan dan kadang terasa cairan

encer di tenggorokan yang jika dibatukkan dapat keluar. Nyeri kepala, suara

serak, dan sesak napas disangkal. Pilek (-), hidung tersumbat saat pagi dan malam

hari (-), tidur mendengkur (-), keluar cairan dari telinga (-), telinga terasa tertutup

(-), gigi berlubang (-). BAB dan BAK dalam batas normal. Kemudian pasien

memeriksakan diri ke Poliklinik BKIM.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat sakit dengan keluhan serupa sebelumnya (+) 1 tahun yang lalu

- Riwayat mengkonsumsi makanan instan dan minum es (+)

- Riwayat alergi disangkal

- Riwayat batuk lama disangkal


7

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat anggota keluarga yang mengalami sakit serupa disangkal

- Riwayat alergi disangkal

- Riwayat batuk lama disangkal

- Riwayat lingkungan sekitar merokok disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan seorang pelajar kelas 3 SD. Ibu pasien adalah seorang ibu

rumah tangga, ayah pasien bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Pembiayaan

kesehatan dengan biaya pribadi.

Kesan Ekonomi: Cukup

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik pada tanggal 21 November 2017 pukul 09.45 WIB di Poli THT

BKIM Semarang.

A.1 Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Aktivitas : Normoaktif

Kooperativitas : Kooperatif

Status gizi : Kesan normoweight

Tanda - tanda vital : TD : 120/80 mmHg BB : 21 kg

Suhu : 37,6 C
8

Nadi : 82 x/menit

RR : 20 x/menit

Kepala : Mesosefal

Kulit : Turgor cukup

Mata : Conjunctiva palpebra anemis (-/-), ikterik (-/-)

Thorax : kesan dalam batas normal

Abdomen : kesan dalam batas normal

Ekstremitas : kesan dalam batas normal

A.2 Status Lokalis (THT)

1. Telinga:

Gambar:

Bagian Telinga Telinga Kanan Telinga Kiri

Hiperemis (-), nyeri Hiperemis (-), nyeri tekan (-),

Mastoid tekan (-), nyeri ketok (-), nyeri ketok (-), fistel(-), abses

fistel(-), abses (-) (-)

Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),

Pre–aurikula fistula (-), abses (-), nyeri fistula (-), abses (-), nyeri

tekan tragus (-) tekan tragus (-)

Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),


Retro–aurikula
fistula (-), abses (-), nyeri fistula (-), abses (-), nyeri
9

tekan (-) tekan (-)

Normotia, Hiperemis (-), Normotia, Hiperemis (-),


Aurikula
edema (-), nyeri tarik (-) edema (-), nyeri tarik (-)

Serumen (-), edema (-),


Serumen (-), edema (-),
hiperemis (-), furunkel (-
CAE / MAE hiperemis (-), furunkel (-),
), discharge (-), granulasi
discharge (-), granulasi (-)
(-)

Warna putih mengkilat,


Warna putih mengkilat,
perforasi (-), reflek
Membran timpani perforasi (-), reflek cahaya
cahaya (+) arah jam 5,
(+) arah jam 7, granulasi(-)
granulasi(-)

2. Hidung dan Sinus Paranasal:

Gambar:

Pemeriksaan Luar

Inspeksi : Bentuk (N), simetris, deformitas (-),warna

kulit sama dengan sekitar, allergic shinner (-), nasal


Hidung
crease (-), allergic salute (-)

Palpasi : os nasal : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)

Sinus Nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)


10

Rinoskopi Anterior Kanan Kiri

Discaj (-) (-)

Mukosa Hiperemis (-), livid (-) Hiperemis (-), livid (-)

Edema (-), hipertrofi (-), Edema (-), hipertrofi (-),


Konka Inferior
livid (-) livid (-)

Tumor Massa (-) Massa (-)

Septum nasi Deviasi (-), perdarahan(-) Deviasi (-),pendarahan(-)

Fenomena palatal Sulit dinilai Sulit dinilai

Diafanoskopi tidak dilakukan

3. Tenggorok:

Gambar:

Orofaring Keterangan

Palatum Simetris, bombans (-), hiperemis (-), fistula (-), stomatitis (-)

Arkus Faring Simetris, uvula di tengah

Mukosa Hiperemis (+), granulasi (-), eksudat (-)

Ukuran T1, hiperemis (-), Ukuran T1, hiperemis (-),

Tonsil edema (-), permukaan rata, edema (-), permukaan rata,

kripte melebar (-), detritus (-), kripte melebar (-), detritus (-),
11

membran (-) membran (-)

Peritonsil Hiperemis (-), edema (-). Abses (-)

Refleks
+
muntah

Nasofaring (Rinoskopi Posterior) : tidak dilakukan pemeriksaan

Laringofaring (Laringoskopi Indirek) : tidak dilakukan pemeriksaan

Laring (Laringoskopi Indirek) : tidak dilakukan pemeriksaan

4. Kepala dan Leher:

Kepala : Mesosefal

Wajah : Perot (-), simetris, deformitas (-)

Leher anterior : Pembesaran nnll (-)

Leher lateral : Pembesaran nnll (-)

Lain-lain : (-)

5. Gigi dan Mulut

Gigi geligi : Karies (-), gigi lubang (-)

Lidah : Simetris, deviasi (-), stomatitis (-).

Palatum : Simetris, bombans (-), hiperemis (-)

Pipi : Mukosa buccal: hiperemis (-), stomatitis (-)

Lain-lain : (-)
12

III. RINGKASAN :

Seorang anak laki-laki usia 8 tahun datang dengan keluhan nyeri

tenggorokan sejak ±2 hari SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul dan terasa perih

di tenggorokan. Nyeri dirasakan bertambah pada pagi hari, berbicara banyak, dan

saat menelan. Nyeri dirasakan berkurang apabila pasien banyak minum air dan

mengkonsumsi larutan penyegar. Pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-

hari seperti biasanya. Pasien juga mengeluhkan demam nglemeng, gatal pada

tenggorokan, malas makan, dan batuk dengan dahak encer.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan faring hiperemis.

III. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Faringitis akut et causa viral

Faringitis akut et causa bakterial

IV. DIAGNOSIS SEMENTARA

Faringitis akut et causa viral

V. RENCANA PENGELOLAAN :

IpDx : S: -

O: -
13

IpRx :

Semarang, 21 November2017

R/ Paracetamol 500 mg tab no X

S 3 dd tab ½ p.r.n (bila demam >38 C)

R/ Ambroxol 30 mg tab no X

S 3 dd tab ½ p.r.n (bila batuk)

R/ Prednison 5 mg tab no X

S 3 dd tab ½

Pro : An. NW

Usia : 8 tahun

VI. EDUKASI :

 Menjelaskan pada pasien mengenai peradangan pada faring yang dialami

pasien serta kemungkinan penyebabnya.

 Memberikan edukasi untuk beristirahat, banyak mengonsumsi makanan

bergizi, dan minum air putih.

 Mengedukasi pasien agar selalu menjaga kebersihan mulut, dan mencuci

tangan secara teratur.

 Menjelaskan pada pasien agar mengurangi makanan gorengan, pedas dan

minum es sehingga keluhan tidak memberat

 Apabila ada keluhan yang serupa, pasien dan keluarga pasien dianjurkan

untuk berobat.
14

VII. PROGNOSIS :

 Quo ad vitam : Ad bonam

 Quo ad sanam : Ad bonam

 Quo ad fungsionam : Ad bonam


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi

3.1.1 Faring

Faring adalah suatu tabung fibromuskular yang dilapisi oleh selaput lendir

yang merupakan bagian dari sistem pencernaan. Di bagian belakang mukosa

dinding faring terdapat dasar tulang sfenoid dan dasar tulang oksipital. Di sebelah

atas dari faring terdapat adenoid. Muara tuba eustachius pars kartilaginosa yang

disebut fossa rosenmulleri terletak di dinding lateral dari faring. Faring terletak di

posterior rongga hidung dan mulut dan posterior ke laring.6 Oleh karena itu,

faring terbagi menjadi bagian hidung, mulut, dan laring: (1) nasofaring, (2)

orofaring, dan (3) laringofaring. Faring meluas dari dasar tengkorak sampai ke

batas inferior tulang rawan krikoid (di sekitar tingkat vertebra C6), di mana ia

menjadi kontinyu dengan kerongkongan.6,7

Gambar 1. Anatomi Faring (Netter3)

15
16

Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia

faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fascia buccofaringeal. Di sepanjang

faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian

jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial.6

3.2 Faringitis Akut

3.2.1 Definisi

Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau

bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorok, faring eksudat dan hiperemis,

demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise. Faringitis akut dan

tonsillitis akut sering ditemukan bersama-sama dan dapat menyerang semua

umur. Penyakit ini ditular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet

infections).

3.2.2 Etiologi

Faringitis dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Banyak

mikroorganisme yang dapat menyebabkan faringitis, antaranya virus (40-60%)

dan bakteri (5-40%) yang paling sering . Kebanyakan faringitis akut disebabkan

oleh agen virus. Virus yang menyebabkan faringitis termasuk Influenza virus,

Parainfluenza virus, Coronavirus, Coxsackie viruses A dan B, Cytomegalovirus,

Adenovirus dan Epstein Barr Virus (EBV). Selain itu, infeksi Human

Immunodeficiency virus (HIV) juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis.5

Faringitis akut yang disebabkan oleh bakteri termasuk Group A Beta

Hemolytic Streptococcus (GABHS), Group C Beta Hemolytic Streptococcus,


17

Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diphtheria, Arcanobacterium

haemolyticum dan sebagainya. Infeksi Group A Beta Hemolytic Streptococcus

(GABHS) merupakan penyebab faringitis akut pada 5-15% dewasa dan 20-30%

pada anak-anak (5-15 tahun).5

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang

menderita faringitis. Faktor risiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang

dingin, turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza,

konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan,

merokok, dan seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit

tenggorok atau demam.5

3.2.3 Patofisiologi Faringitis Akut

Penularan faringitis akut dimulai dengan masuknya mikroorganisme ke

saluran napas melalui droplets. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi inokulasi dari

agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan lokal, sehingga

menyebabkan eritema faring, tonsil, atau keduanya. Mikroorganisme akan

menginfiltrasi lapisan epitel dan mengikis epitel sehingga jaringan limfoid

superficial melakukan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal

mukosa berubah menjadi hiperemis, kemudian udem, dan sekresi meningkat.

Hiperemis terjadi akibat pelebaran pembuluh darah dinding faring. Eksudat mula-

mula serosa tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat

melekat pada dinding faring. Tampak bahwa folikel dan bercak-bercak pada

dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan

membengkak sehingga timbul radang pada tenggorok atau faringitis.6


18

The 2000 National Ambulatory Medical Care Survey menemukan bahwa

faringitis akut menyumbang 1,1 persen kunjungan di tempat perawatan primer

dan berada di peringkat 20 besar diagnosis primer yang dilaporkan yang

menyebabkan kunjungan ke rumah. Musim puncak sakit tenggorokan meliputi

musim dingin dan awal musim semi. Penularan faringitis virus dan GABHS khas

terjadi terutama dengan kontak tangan dengan nasal discharge, bukan dengan

kontak oral. Gejala berkembang setelah masa inkubasi singkat 24 sampai 72 jam.1

Gambar 2. Bagan Manifestasi Klinis Faringitis

(Arif Mansjoer. Ikatan Dokter AnakIndonesia, 2008.)

3.2.4 Gejala Faringitis Akut

Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala umum

seperti lemas, anorexia, demam, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher.1
19

Namun, faringitis juga memiliki gejala yang khas berdasarkan

mikroorganisme penyebabnya, yaitu:

a. Faringitis viral.

Penyebab tersering faringitis viral adalah Rhinovirus. Gejala diawali

dengan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis.

Gejala lain demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit

menelan.

b. Faringitis bakterial

Infeksi dari Group A Streptococcus Beta Hemotilikus merupakan

penyebab faringitis akut pada dewasa (15%) dan anak (30%). Gejala

yang terjadi adalah nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai demam

dengan suhu yang tinggi, dan jarang disertai batuk.

c. Faringitis fungal

Biasanya diakibatkan oleh Candida yang tumbuh di mukosa rongga

mulut dan faring. Gejala yang timbul terutama nyeri tenggorok dan nyeri

menelan.5

3.2.5 Diagnosis Faringitis

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang.

1. Anamnesis

Pasien umumnya datang dengan keluhan nyeri tenggorok, sakit jika

menelan, batuk, lemas, anorexia, demam, dan suara serak. Gejala spesifik
20

yang pasien keluhkan dapat membuat kita semakin dekat dengan diagnosis

etiologis dari faringitis bakteri.

Faringitis akut dapat dibedakan dengan faringitis kronik dan faringitis

spesifik dengan anamnesis gejala-gejala dan faktor predisposisi dari penyakit.

Faringitis kronis mempunyai faktor predisposisi berupa alergi, iritasi, infeksi

akut sebelumnya, kelainan di bagian proksimal dari faring (sinusitis kronik,

adenoiditis kronik, hipertrofi konka), gastritis, atau infeksi gigi. Faringitis

kronik juga dibagi menjadi dua, yaitu faringitis hiperplastik yang mempunyai

gejala tenggorokan yang berdahak dan faringitis atrofi yang mempunyai

gejala tenggorokan kering serta mulut berbau. Faringitis spesifik dapat berupa

faringitis luetika atau pun faringitis tuberkulosis. Pasien dengan faringitis

tuberkulosis mengalami nyeri hebat pada faring, telinga, dan pembesaran

kelenjar limfe leher, serta tidak berespon dengan pengobatan bakterial non

spesifik. Pada faringitis luetika, penting untuk menanyakan riwayat hubungan

seksual pasien.5

Selain itu perlu juga ditanyakan adanya faktor risiko faringitis pada

pasien, antara lain paparan udara yang dingin, menurunnya daya tahan

tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, iritasi kronik oleh rokok,

minum alkohol, makanan, refluks asam lambung, dan inhalasi uap yang

merangsang mukosa faring.9


21

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik khas berdasarkan jenisnya:

a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis,

(Influenza virus, Coxsackievirus, Cytomegalovirus tidak menghasilkan

eksudat). Pada Coxsackievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di

orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. Epstein Barr Virus

(EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat yang

banyak pada faring.

Gambar 3. Faringitis viral (Usatine)

b. Faringitis bakterial: pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, edema

uvula, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya.

Beberapa hari kemudian timbul bercak ptechiae pada palatum dan faring.

Kadang ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan

nyeri pada penekanan. Jika dicurigai faringitis yang disebabkan oleh

Streptococcus, seorang dokter harus mendengar adanya suara murmur

pada jantung dan mengevaluasi apakah pada pasien terdapat pembesaran

lien dan hepar. Apabila terdapat tonsil eksudat, pembengkakan kelenjar


22

limfe leher, tidak disertai batuk dan suhu badan meningkat sampai 38ºC

maka dicurigai adanya faringitis karena infeksi GABHS.5

Gambar 4. Faringitis bakterial

(http://mddk.com/wp-content/uploads/2013/11/pharyngitis-pictures.jpg)

c. Faringitis fungal (Candida): pada pemeriksaan tampak plak putih

diorofaring dan pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya

hiperemis.

d. Faringitis kronik hiperplastik: pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa di

bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak

mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular (cobble stone).

Gambar 5. Cobble stones pada faringitis kronik hiperplastik (Usatine12)


23

e. Faringitis kronik atrofi: pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi

oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

f. Faringitis tuberkulosis: pada pemeriksaan tampak granuloma perkejuan

pada mukosa faring dan laring.

g. Faringitis luetika:

1. Stadium primer: pada lidah palatum mole, tonsil, dan dinding posterior

faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul ulkus

pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga

didapatkan pembesaran kelenjar mandibula.

2. Stadium sekunder : pada dinding faring terdapat eritema yang menjalar

ke arah laring.

3. Stadium tersier: terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum.

3. Pemeriksaan penunjang

Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis

faringitis yang disebabkan oleh bakteri GABHS (Group A β-hemolytic

Streptococcus). Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas 90-95% dari

diagnosis. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang mengalami

keluhan lebih dari 10 hari.13

Meskipun kultur tenggorokan tetap menjadi gold standard untuk

mendiagnosis GABHS, waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan cukup

panjang untuk mendapatkan hasil yaitu 1-2 hari. Tes deteksi antigen dapat

memberikan hasil dalam waktu kurang dari 15 menit. Rapid antigen

detection test (RADT) merupakan suatu metode untuk mendiagnosa


24

faringitis karena infeksi GABHS pada stadium awal untuk menentukan

pemberian terapi dan mencegah penularan. Tes ini diindikasikan jika pasien

memiliki risiko sedang pada skor centor atau McIsaac atau jika seorang

dokter memberikan terapi antibiotik pada pasien dengan risiko tinggi.13

Gambar 5.Rapid antigen detection test untuk Group A β-hemolytic Streptococcus

Kriteria Poin
Tidak ada batuk 1
Demam (>380 C) 1
Adenopati servikal anterior 1
Tonsil bengkak atau bereksudat 1
Usia
3-14 tahun 1
15-44 tahun 0
>45 tahun -1

Skor Centor dengan modifikasi dapat digunakan untuk membantu

seorang klinisi memutuskan dalam menilai kemungkinan seorang terkena

faringitis karena GABHS.13


25

4. Terapi Faringitis

Tujuan terapi adalah mengatasi gejala secepat mungkin, membatasi

penyebaran infeksi serta membatasi komplikasi. Penatalaksanaan faringitis

meliputi penatalaksanaan umum dan penatalaksanaan spesifik.

Penatalaksanaan umum pada pasien dengan faringitis meliputi istirahat (bed

rest), mengkonsumsi banyak air hangat, gargle salin hangat atau irigasi

faring, dan pemberian analgesik untuk mengurangi rasa nyeri. Pasien dan

keluarga perlu diberikan edukasi untuk mengkonsumsi makanan bergizi dan

olahraga teratur, berhenti merokok bagi anggota keluarga yang merokok,

menghindari makan makanan yang dapat mengiritasi tenggorok, selalu

menjaga kebersihan mulut, dan mencuci tangan secara teratur.

Penatalaksaan spesifik dilakukan berdasarkan pada etiologi atau

penyebab dari faringitis. Penatalaksanaan spesifik pada faringitis yaitu:

a. Faringitis virus: Biasanya self-relieving. Namun, pada keadaan tertentu,

untuk anti virus metisoprinol (isoprenosine) dengan dosis 60-100

mg/kgBB dibagi dalam 4-6 x/hari pada orang dewasa dan pada anak <5

tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 x/hari.

b. Faringitis bakterial: bila diduga penyebabnya Group A β-hemolytic

Streptococcus, diberikan antibiotik Penicillin G Benzatin 50.000

U/kgBB/IM dosis tunggal bila pasien tidak alergi penisilin, atau

Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 x/hari selama 10 hari dan pada

dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari, atau Eritromisin 4 x 500 mg/hari.

Dapat diberikan kortikosteroid dan analgetik.


26

c. Faringitis fungal: Nystatin 100.000-400.000 IU, 2 x/hari.

d. Pada faringitis gonorea: dapat diberikan sefalosporin generasi ke-3,

seperti Ceftriaxon 2 gr IV/IM single dose.

e. Faringitis kronik hiperplastik: terapi lokal dengan melakukan kaustik

faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argentin 25%.

f. Faringitis kronik atrofi:pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi.

g. Faringitis spesifik: luetika: penisilin dosis tinggi; tuberculosis : sesuai

pengobatan TB paru.18

3.2.6 Komplikasi

Komplikasi pada faringitis utamanya ditemui pada faringitis bakterial

yaitu dapat terjadi sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia.

Komplikasi supuratif dari faringitis bakterial disebabkan oleh penyebaran infeksi

dari mukosa faring via hematogen, limfatik, atau persebaran langsung; abses

peritonsil; atau servikal limfadenitis supuratif. Komplikasi hingga terbentuknya

abses menyebabkan pengobatan menggunakan antibiotik menjadi terganggu. Hal

ini disebabkan karena biasanya hasil isolasi dari abses menggambarkan infeksi

yang bersifat polimikrobial.

Komplikasi nonsupuratif yang berkaitan dengan infeksi GAS dapat

mengakibatkan demam rematik akut (3-5 minggu post infeksi), glomerulonefritis

post-streptokokus, dan sindroma syok toksik.

Komplikasi infeksi mononucleosis yaitu ruptur lien (menghindari olahraga

selama 6 minggu), hepatitis, Guillain-Barre Syndrome, ensephalitis, anemia

hemolitikus, agranulositosis, miokarditis, limfoma sel-B, dan karsinoma


27

nasofaring. Penggunaan penisilin pada kasus mononukleosis menyebabkan

insidensi terjadinya rash.19

3.2.7 Prognosis

Prognosis untuk faringitis akut sangat baik pada sebagian besar kasus.

Biasanya faringitis akut sembuh dalam waktu 10 hari, namun harus berhati-hati

dengan komplikasi yang berpotensi terjadi.


BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang anak laki-laki usia 8 tahun datang dengan keluhan nyeri tenggorokan

sejak ±2 hari sebelum datang ke poliklinik. Nyeri dirasakan hilang timbul dan

terasa perih di tenggorokan. Nyeri dirasakan bertambah pada pagi hari, berbicara

banyak, dan saat menelan. Nyeri dirasakan berkurang apabila pasien banyak

minum air dan mengkonsumsi larutan penyegar. Pasien masih dapat melakukan

aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Pasien juga mengeluhkan demam nglemeng,

gatal pada tenggorokan malas makan, dan batuk dengan dahak encer. Nyeri

kepala, suara serak, dan sesak napas disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

faring hiperemis.

Berdasarkan data diatas, hasil temuan anamnesis dan pemeriksaan fisik

yang telah dilakukan mengarahkan diagnosis kasus ini kepada faringitis akut.

Faringitis akut didefinisikan sebagai suatu inflamasi dan infeksi yang mengenai

faring, ditandai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang memperlihatkan tanda-

tanda radang dengan onset dua hari yang lalu pada area tersebut, seperti misalnya

pada kasus ini didukung oleh temuan nyeri tenggorokan dan mukosa faring yang

berubah hiperemis tanpa adanya eksudat serta jaringan granulasi.

Pada pasien ini dicurigai etiologi penyebab faringitis adalah virus. Hal ini

didasarkan dari temuan klinik subfebris serta batuk dengan dahak encer dan

jernih. Selain itu, tidak pula ditemukan adanya tanda-tanda faringitis bakterial

seperti adanya demam tinggi, nyeri kepala, mual, muntah, dan hasil pemeriksaan

28
29

fisik seperti petekie pada palatum dan faring, tonsil hiperemis dan membesar,

eksudat pada permukaan tonsil, serta pembesaran kelenjar getah bening servikal

dengan nyeri tekan.

Pada pasien ini, dengan diagnosis faringitis akut suspek infeksi virus,

berdasarkan sifat penyakit yang cenderung self-limiting disease, pemberian terapi

difokuskan pada terapi simptomatis berupa pemberian anti-piretik, anti-inflamasi,

dan analgetik yaitu Paracetamol sebanyak 250 mg setiap 8 jam per oral.

Pemberian paracetamol diharapkan dapat mengurangi keluhan dalam proses

penyembuhan faringitis oleh sistim kekebalan tubuh.

Selain itu, pasien juga diberikan edukasi untuk istirahat cukup dan minum

air putih yang cukup. Untuk mencegah penularan penyakit, pasien dan keluarga

pasien juga diharapkan dapat menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi

makanan bergizi dan olahraga teratur, menghindari makan makanan yang dapat

mengiritasi tenggorok (makanan yang digoreng dan minuman dingin atau es),

selalu menjaga kebersihan mulut, dan mencuci tangan secara teratur. Pasien

diinformasikan untuk minum obat secara teratur dan kontrol apabila obat habis

namun tidak ada perbaikan gejala.


BAB V

KESIMPULAN

Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau

bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorok, faring eksudat dan hiperemis,

demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise. Etiologi dari

faringitis akut di antaranya virus (40-60%), bakteri (5-40%), dan lain-lain.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Keluhan yang sering dijumpai menunjukkan tanda dan

gejala umum seperti lemas, anorexia, demam, suara serak. Pada faringitis akut

viral gejala lain yang khas, yaitu disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan, dan sulit

menelan.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan diagnosis

sementara faringitis akut et causa viral.

30
31

DAFTAR PUSTAKA

1. Vincent MT, Celestin N, Hussain AN. Pharyngitis. American Family


Physician 2010;69:1465-1470.
2. Rusmarjono, Kartosoediro S. Odinofagi. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Balai Penerbit FK UI,
2007.
3. Dinas Kesehatan. Profil Kesehatan Kabupaten Kota Waringin Timur Tahun
2014. Sampit. 2015:14.
4. Dinas Kesehatan. Profil Kesehatan Kabupaten Kota Bandar Lampung
Tahun 2014. Bandar Lampung. 2015.
5. Soepardi, E A dan Nurbaiti Iskandar, Jonny Bashiruddin, Restuti, R. D,
th
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorokan-Kepala Leher, 7
Ed, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2012: 195.
6. Higler BA. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997.
7. O'Rahilly, R., Muller, F., Carpenter, S., and Swenson, R. Basic Human
Anatomy: A Regional Study of Human Structure. Chapter 53. City of
Publication: Cumberland House Publishing, 2008.
8. Netter, FH. Atlas of Human Anatomy. 6th Edition. London: Elsevier, 2014.
9. Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis. Edisi 4. New York: Thieme
Stugart.
10. Kolios AGA, Weber A, Sporri S. Syphilitic Pharyngitis. Arch Dermatol.
2010;146(5):570-572.
11. Rudolf P GG, Heinrich I. Basic Otorhinolaryngology. Germany: Thieme,
2006.
12. Usatine RP, Smith MA. Color Atlas of Family Medicine. Edisi Kedua.
2013. New York: The McGraw-Hill Companies.
13. Eibling DE. The oral cavity, pharynx, and esophagus. In: Lee KJ editor,
Essential otolaryngology head and neck nurgery, 9th ed. New York : Mc
Graw Hill Medical. 2008:530-51.(11).
32

14. Boeis, Adam ; Buku ajar penyakit THT; Embriologi, Anatomi dan
fisiologitelinga; penerbit ECG. Jakarta, 2005.
15. Thomas, Benoy J. Pharyngitis, Bacterial. 2010. [Internet]. Diakses tanggal 1
April 2017.[http://www.emedicine.com].
16. Eibling DE. The oral cavity, pharynx, and esophagus. In: Lee KJ editor,
Essential otolaryngology head and neck nurgery, 9th ed. New York : Mc
Graw Hill Medical. 2008:530-51.(11).
17. Rudolf P GG, Heinrich I. Basic Otorhinolaryngology. Germany: Thieme,
2006.
18. Dhingra PL. Disease of Ear, Nose and Throat Fourth Edition. 2013.
Elsevier.
19. Acerra, John R. Pharyngitis Follow Up. 2017.
Emedicine.medscape.com/article/764304-followup#e1

Anda mungkin juga menyukai