Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 2 TAHUN 4 BULAN DENGAN


SINDROMA NEFROTIK RESISTEN STEROID, HIPERTENSI STAGE 2,
PERAWAKAN NORMAL

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:
Relly Kurniawan
22010116210026

Penguji :
dr. Yusrina Istanti., M.Si. Med., Sp. A(K)

Pembimbing :
dr. Yuni Sartika Dewi

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Relly Kurniawan

NIM : 22010116210026

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Diponegoro

Judul : Seorang Anak Laki-laki 2 Tahun 4 Bulan Dengan


Sindroma Nefrotik Resisten Steroid, Hipertensi Stage 2,
Perawakan Normal

Penguji : dr. Yusrina Istanti., M. Si. Med, Sp.A(K)

Pembimbing : dr. Yuni Sartika Dewi

Semarang, 18 Januari 2018

Penguji, Pembimbing,

dr. Yusrina Istanti., M.Si. Med, Sp.A(K) dr. Yuni Sartika Dewi

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Laporan Kasus “ Seorang Anak
Laki-laki 2 Tahun 4 Bulan Dengan Sindroma Nefrotik Resisten Steroid,
Hipertensi Stage 2, Perawakan Normal” ini dapat penulis selesaikan.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam
menempuh kepaniteraan senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. dr. Yusrina Istanti, M.Si. Med, Sp. A(K). sebagai penguji yang telah bersedia
meluangkan waktu dan membimbing penulis.
2. dr. Yuni Sartika Dewi, sebagai pembimbing yang telah memberikan masukan,
petunjuk, serta kritik yang membangun dalam penyusunan kasus ini.
3. An.APP, serta keluarga, atas bantuannya sebagai pasien di dalam penyusunan
kasus besar ini.
4. Orang tua, keluarga dan teman-teman yang telah memberikan bantuan maupun
dukungan kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.

Semarang, 18 Januari 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................... 1

1.2 TUJUAN .............................................................................................. 2

1.3 MANFAAT .......................................................................................... 2

BAB II PENYAJIAN KASUS ............................................................................. 4

2.1 IDENTITAS PENDERITA ................................................................... 4

2.2 DATA DASAR ..................................................................................... 5

2.3 PEMERIKSAAN FISIK ....................................................................... 13

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG .......................................................... 17

2.5 DAFTAR MASALAH ......................................................................... 19

2.6 DIAGNOSIS ......................................................................................... 20

2.7 RENCANA PEMECAHAN MASALAH ............................................ 20

2.8 PROFIL TEMPAT TINGGAL PASIEN ............................................... 23

BAB III PEMBAHASAN .................................................................................... 41

3.1 SINDROMA NEFROTIK ..................................................................... 41

3.2 HIPERTENSI ........................................................................................ 52

iv
3.3 IMBALANS ELEKTROLIT ................................................................. 55

3.4 STATUS GIZI ....................................................................................... 56

BAB IV RINGKASAN ......................................................................................... 59

BAGAN PERMASALAHAN............................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 64

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sindrom nefrotik adalah kumpulan suatu tanda patognomonik penyakit
glomerular yang ditandai dengan gejala proteinuria masif (> 40 mg/m2
LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2
mg/mg atau dipstik ≥ +2), hipoalbuminemia < 2,5 g/dL, edema, dan dapat
disertai hiperkolesterolemia> 200 mg/dL.1
Sindrom nefrotik (SN) merupakan kelainan ginjal anak yang paling sering
ditemukan. Jumlah penderita di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus
baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per
100.000 anak.1 Sedangkan, Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per
tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun menderita sindroma nefrotik.
Sindrom nefrotik lebih banyak dialami oleh anak laki-laki dari pada anak
perempuan dengan perbandingan 2:1.2
Sindrom nefrotik idiopatik/primer pada anak, sebagian besar (80-90%)
mempunyai gambaran patologi anatomi berupa kelainan minimal (SNKM).3
Pada pengobatan kortikosteroid inisial, sebagian besar SNKM (94%)
mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada glomerulosklerosis fokal
segmental (GSFS) 80-85% tidak responsif (resisten steroid).4
Kebanyakan SN pada anak memberikan respons terhadap pengobatan
kortikosteroid (prednisone/prednisolone), hanya 10-20% yang tidak
memberikan respons terhadap pengobatan kortikosteroid.5,6 Disebut SN
sensitif steroid (SNSS) bila penderita memberikan respons dan terjadi remisi
dalam empat minggu pengobatan kortikosteroid, sedangkan bila tidak
mengalami remisi disebut SN resisten steroid (SNRS).5,7
Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney Diseases in
Children), pada SNKM ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopik, 15-
20% disertai hipertensi dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan
ureum darah yang bersifat sementara.1,2 Hipertensi pada anak menurut The

1
Fourth Report on the Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure in Children and Adolescent adalah nilai rerata tekanan darah sistolik
dan atau diastolik lebih dari persentil ke-95 berdasarkan jenis kelamin, usia,
dan tinggi badan pada pengukuran sebanyak 3 kali atau lebih.8,9,10 Hipertensi
pada anak dan remaja merupakan masalah kesehatan yang bermakna,
morbiditas dan mortalitas yang diakibatkannya juga makin substansial. Secara
umum, kejadian hipertensi pada anak berkisar 1-2%, bahkan sebuah penelitian
di Amerika Serikat terhadap 5100 anak sekolah mendapatkan kejadian
hipertensi sebesar 4,5%.8,9
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi atas primer dan sekunder.
Penyebab hipertensi pada anak, terutama masa preadolesens, umumnya adalah
sekunder. Di antara penyebab sekunder tersebut, penyakit parenkim ginjal
merupakan bentuk yang paling banyak ditemukan (60-70%).8 Pada anak usia
< 6 tahun hipertensi lebih sering sebagai akibat penyakit parenkim ginjal,
obstruksi arteri renalis, atau koartasio aorta. Anak yang lebih besar bisa
mengalami hipertensi dari penyakit bawaan yang baru menunjukkan gejala
dan penyakit dapatan seperti refluks nefropati atau glomerulonefritis
kronis.8,9,11

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara
mendiagnosis dan mengelola pasien secara komprehensif dan holistik
berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang serta kepustakaan pada anak yang menderita sindroma
nefrotik resisten steroid, hipertensi, serta mengetahui prognosis penyakit
pasien.

1.3 Manfaat
Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar
agar dapat mendiagnosis dan mengelola pasien dengan tepat dan

2
komprehensif, serta mengetahui prognosis sindroma nefrotik resisten steroid
dan hipertensi pada anak.

3
BAB II
PENYAJIAN KASUS

2.1 Identitas Penderita


Nama : An.APP

Tanggal Lahir/Umur : 23 Agustus 2015 / 2 tahun 4 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Cikokol RT 001 RW 001 Kelurahan Samudra


Kecamatan Gumelar Kabupaten Banyumas
Provinsi Jawa Tengah
No. CM / Register : C671673 / 9347734
Bangsal : C1 Lantai 1 (kamar 4)

Tanggal Masuk : 08 Januari 2018

Tanggal Keluar : 12 Januari 2018

Identitas Orang Tua


Nama Ayah : Tn. P

Umur : 29 tahun, 10 bulan

Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SD

Nama Ibu : Ny. ST

Umur : 23 tahun, 11 bulan


Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SD

4
2.2 Data Dasar
1. Anamnesis (Alloanamnesis)
Anamnesis pasien dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu
pasien, serta rekam medis pada tanggal 08 Januari 2018 pukul 16.00 WIB
di Bangsal C1 Lantai 1 kamar 4.
a. Keluhan Utama : bengkak seluruh tubuh
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
±6 bulan SMRS, dikeluhkan anak bengkak seluruh tubuh.
Bengkak pertama dari kelopak mata kemudian wajah, leher, badan,
hingga seluruh tubuh. Bengkak tidak diperberat dengan perubahan
posisi maupun aktivitas. Demam (-), lemas (+), mual (-), muntah (-),
kuning (-), perut membesar (-), mudah lelah (-), sesak (-), pucat (-),
frekuensi BAK normal, warna kuning keruh, berbuih (+), anak rewel
saat berkemih (-), BAB tidak ada keluhan. Anak dibawa ke puskesmas
di Banyumas, kemudian dirujuk ke RSUD Banyumas. Hasil
pemeriksaan didapatkan kekurangan albumin dan protein urin (+2).
Anak dikatakan sakit ginjal dengan diagnosis sindroma nefrotik.
Kemudian, pasien di rujuk ke RS dr Kariadi untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut. Anak kemudian dirawat inap pertama kali
mendapat infus dan prednisone 2-2-1 (dosis penuh) diminum setiap
hari. Bengkak perlahan membaik. Selama 5 hari dirawat inap,
kemudian orang tua meminta untuk rawat jalan rutin di poli RSDK.
Selama satu bulan, anak mengonsumsi prednisone dengan dosis penuh.
Dalam pemeriksaan kencing sebanyak 3x, protein urin negatif.
Kemudian, anak mengonsumsi prednisone dengan dosis sebagian atas
petunjuk dari dokter di Poli.
±4 bulan SMRS, anak mengalami bengkak kembali di seluruh
tubuh. Bengkak tidak diperberat dengan perubahan posisi maupun
aktivitas. Demam (-), lemas (-), mual (-), muntah (-), kuning (-), perut
membesar (-), mudah lelah (-), nyeri dada (-), sesak (-), pucat (-),
frekuensi BAK normal, warna kuning keruh, berbuih (+), rewel saat

5
berkemih (-), BAB tidak ada keluhan. Kemudian, anak dibawa ke poli
RSDK kembali. Hasil pemeriksaan urin, didapatkan protein (+3).
Kemudian, anak langsung diberikan prednisone dengan dosis penuh
kembali.
±2 bulan SMRS, anak kontrol ke poli RSDK. Bengkak di kelopak
mata (+) menetap, bengkak pada wajah dan leher (+), bengkak pada
kaki (+), bengkak di kantung pelir (-), perut membesar (-), kuning (-),
demam (-), mual (-), muntah (-), frekuensi dan jumlah BAK normal,
warna kuning keruh (+), berbuih (+), mudah lelah (-), sesak (-), pucat
(-). Karena gejala tersebut, orang tua meminta pasien dirawat inap di
RSDK. Hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah 130/100mmHg
dan pemeriksaan urin rutin (+3). Kemudian pasien dinyatakan
menderita sindroma nefrotik resisten steroid. Anak melanjutkan
pengobatan prednison dengan dosis sebagian dan kaptopril 2x1 tablet
diminum setiap hari. Setelah 5 hari, anak mengalami perbaikan.
Bengkak di kelopak mata (-), bengkak pada wajah dan leher (+)
berkurang, bengkak pada kaki (+) berkurang, bengkak di kantung pelir
(-), perut membesar (+), kuning (-), demam (-), mual (-), muntah (-),
frekuensi dan jumlah BAK normal, warna kuning keruh (+), berbuih
(+), mudah lelah (-),sesak (-), pucat (-).Kemudian pasien kontrol rutin
dan pengobatan rutin di poli anak RSDK.
±1 bulan SMRS, anak kembali dikeluhkan bengkak dari mata (+),
bengkak pada wajah dan leher (+), perut membesar (-), bengkak pada
kantong pelir (+), bengkak kaki dan tangan (+),demam (-), kuning (-),
mual (+), muntah (+), frekuensi BAK normal, jumlah BAK sedikit-
sedikit, berbuih (+), warna kuning keruh (+), mudah lelah (-), sesak (-),
pucat (-). Hasil pemeriksaan didapatkan albumin darah 1,8 g/dL dan
protein urin (+4). Tekanan darah 130/100. Anak diberi infus, obat
melalui suntikan, prednison 4-0-0, siklofosfamid dan kaptopril 2x1
tablet diminum setiap hari. Setelah 9 hari perawatan, kondisi anak
membaik. Bengkak di mata (+) berkurang, bengkak pada wajah dan

6
leher (+) berkurang, perut membesar (+), bengkak pada kantong pelir
(-), bengkak pada kaki (+) berkurang, bengkak pada tangan (+)
berkurang, perut membesar (-), demam (-), kuning (-), mual (-),
muntah (-), frekuensi BAK normal, jumlah BAK sedikit-sedikit,
berbuih (+), warna kuning keruh (+), mudah lelah (-), sesak (-), pucat
(-). Lalu anak rawat di poli anak RSDK.
±1 hari SMRS, anak kembali mengalami keluhan bengkak pada
wajah (+), bengkak pada leher (+), perut membesar (-),bengkak pada
tangan (+), bengkak pada kaki (+),bengkak pada kantong pelir (-),
demam (-), kuning (-), mual (+), muntah (-), frekuensi BAK normal,
jumlah BAK sedikit-sedikit, berbuih (+), warna kuning keruh (+),
mudah lelah (-), sesak (-), pucat (-). Kemudian anak dibawa ke IGD
RSDK dan dirawat untuk keempat kalinya di bangsal C1L1.
Saat ini, bengkak pada mata anak (+), bengkak pada wajah (+),
bengkak pada leher (+), perut membesar (-),bengkak pada tangan (+),
bengkak pada kaki (+),bengkak pada kantong pelir (-), demam (-),
kuning (-), mual (-), muntah (-), frekuensi BAK normal, jumlah BAK
sedikit-sedikit, berbuih (+), warna kuning keruh (+), mudah lelah (-),
sesak (-), pucat (-). Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin
dan urin rutin. Didapatkan hasil albumin darah 1,8 g/dL dan protein
urin (+4). Natrium 127 mmol/L, kalium 3,2 mmol/L, Chlorida 97
mmol/L. Tekanan darah 130/90. Anak diberi infus D5 ½ NS 240/10/10
tpm mikro, injeksi furosemid 12 mg/12 jam, KCL 300 mg/24 jam per
oral, prednison 4-0-0 (senin-rabu-jumat) per oral dan captopril 6,25
mg/12 jam per oral.

c. Riwayat Penyakit Dahulu :


Tidak ada

7
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat keluarga dengan keluhan bengkak disangkal
- Riwayat keluarga dengan keluhan penyakit ginjal disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal

II

III

Gambar 1. Pohon Keluarga

e. Riwayat Sosial Ekonomi :


- Ayah bekerja sebagai buruh dan Ibu tidak bekerja.
- Menanggung 1 orang anak yang belum mandiri, belum bersekolah
- Biaya pengobatan ditanggung oleh JKN Non PBI.
- Kesan sosial ekonomi : kurang
Kriteria Sosial Ekonomi menurut BPS (Badan Pusat Statistik)
1. Jumlah anggota keluarga (3) (skor : 1)
2. Luas lantai bangunan :
a. < 8 m2 per kapita
b. > 8 m2 per kapita (skor : 1)
3. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terluas :
a. Bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa
diplester
b. Semen/ keramik/ kayu berkualitas tinggi (skor : 1)
4. Jenis dinding bangunan tempat tinggal terluas :
a. Bambu/ rumbia/ kayu/ kayu berkualitas rendah
b. Tembok/ kayu berkualitas tinggi (skor : 1)
5. Fasilitas untuk buang air besar :

8
a. Bersama/ umum/ lainnya
b. Sendiri (skor : 1)
6. Sumber air minum :
a. Sumur atau mata air tak terlindungi/ sungai/ air hujan
b. Air kemasan/ ledeng/ pompa/ sumur atau mata air terlindungi
(skor : 1)
7. Sumber penerangan utama :
a. Bukan listrik
b. Listrik (PLN/ non PLN) (skor : 1)
8. Jenis bahan bakar untuk memasak sehari-hari :
a. Kayu/ arang/ minyak tanah
b. Gas/ listrik (skor : 1)
9. Berapa kali dalam seminggu rumah tangga membeli daging/ susu/
ayam :
a. Tidak pernah membeli/ satu kali (skor : 0)
b. Dua kali atau lebih
10. Berapa kali sehari biasanya rumah tangga makan :
a. Satu kali/ dua kali
b. Tiga kali atau lebih (skor : 1)
11. Berapa stel pakaian baru dalam setahun biasanya dibeli oleh/ untuk
setiap/ sebagian besar anggota keluarga :
a. Tidak pernah membeli/ satu kali
b. Lebih dari satu kali (skor : 1)
12. Apabila ada anggota keluarga yang sakit apakah mampu berobat ke
Puskesmas atau Poliklinik :
a. Ya (skor : 1)
b. Tidak
13. Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga :
a. Tidak bekerja/ pertanian padi/ palawija
b. Perkebunan/ peternakan/ perikanan/ industry/ perdagangan/
angkutan/ jasa lainnya (bangunan) (skor : 1)

9
14. Pendidikan tertinngi yang ditamatkan kepala keluarga :
a. SD/ MI ke bawah/ SLTP (skor : 0)
b. SLTA ke atas
15. Apakah keluarga memiliki barang-barang berikut yang masing-
masing bernilai paling sedikit Rp 500.000,- :
a. Tidak ada
b. Tabungan/ emas/ TV berwarna/ ternak/ sepeda motor/
kulkas (skor : 1)
16. Apakah rumah tangga pernah menerima kredit UKM/KUKM
setahun lalu :
a. Ya
b. Tidak (skor : 0)
Jumlah Skor : 13
Kriteria BPS:Jumlah skor <10 = miskin, jumlah skor ≥ 10 = tidak
miskin. Keluarga ini termasuk dalam keluarga tidak miskin menurut
kriteria BPS. Kesimpulan : Keluarga tidak miskin menurut BPS.

c. Riwayat Perinatal
Prenatal : Antenatal care >4 kali di bidan. imunisasi TT (+),
vitamin (+), suplemen besi (+). Penyakit selama
kehamilan: hipertensi (-), diabetes mellitus (-), demam
dengan ruam (-), perdarahan (-), trauma (-), riwayat
merokok (-), riwayat konsumsi alkohol (-), riwayat
terpapar radiasi (-), konsumsi obat-obatan dan jamu (-)

Natal : Lahir anak laki-laki dari ibu G1P0A0 saat usia 22 tahun
dengan usia kehamilan 38 minggu, lahir spontan secara
pervaginam, ditolong oleh bidan, langsung menangis,
biru (-), kuning (-), berat bayi lahir 3500 gram, panjang
badan lahir 50 cm.

Postnatal : Anak rutin dibawa ke posyandu untuk imunisasi. Anak

10
dikatakan sehat, tumbuh kembang tidak terlambat,
sesuai dengan usia.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Tabel 1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Ibu
Keadaan
No Kehamilan dan kelahiran Usia
saat ini
Perempuan, aterm, spontan 16 tahun Sekolah
pervaginam, berat bayi lahir 3000 kelas 2 SMA
dan dapat
1. gram, panjang lahir 48 cm, langsung
mengikuti
nangis, biru (-), kuning (-) pelajaran
dengan baik.

2. Laki-laki, aterm, spontan 2 tahun Anak dirawat


pervaginam, berat bayi lahir 3500 4 bulan di Bangsal
gram, panjang lahir 50 cm, langsung anak CIL1
nangis, biru (-), kuning (-) karena
bengkak
seluruh tubuh
d. Riwayat Imunisasi
Tabel 2. Riwayat Imunisasi Anak
Umur Jenis Vaksin yang Diberikan
Saat lahir HB 0
1 bulan BCG, Polio 0
2 bulan HB 1, DPT 1, Polio 1 ,
Pentabio
3 bulan HB 2, DPT 2, Polio 2,
Pentabio
4 bulan HB 3, DPT 3, Polio 3,
Pentabio
9 bulan Campak
Kesan : Imunisasi dasar lengkap, booster (-)

e. Riwayat Makan dan Minum


0 – 6 bulan : - ASI ad libitum 600 cc

11
- pisang 1 buah dibagi 3 diberikan 3x dalam
sehari

6 bulan –12 bulan : - nasi blender (nasi + ikan) 2 kali sehari ½


porsi
- susu formula BENDERA 3 sendok takar +
100 cc air 6x sehari
- pisang 1 buah dibagi 2 diberikan 2x sehari
- biscuit Promina diencerkan dengan air 1x
sehari (siang hari)
12 bulan – 2 tahun : - nasi diblender (nasi + sayur+ ikan) 2x sehari
1 porsi
- susu formula BENDERA 3 sendok takar +
100 cc air 8x sehari
2 tahun – sekarang : - nasi + sayur + lauk 2x sehari 1 porsi
- susu formula BENDERA 3 sendok takar +
100 cc air 10x sehari

Tabel 3. Food Recall


I Nasi + ayam 1 Nasi + telur + Nasi 1 porsi +
porsi habis (507 sayur habis (510 ayam + susu
kkal) kkal) BENDERA 100 cc
(572 kkal)

II Nasi + lele 1 porsi Nasi + sayur Nasi 1 porsi + telur


habis (461 kkal) kangkung + ikan + susu BENDERA
bandeng 1 porsi 100cc (549,5 kkal)
habis (609,5 kkal)

III Nasi ½ porsi + Nasi ½ porsi + ayam + sayur


ayam tidak habis telur + sayur bayam bening +
(327 kkal) bayam tidak habis susu BENDERA
(330 kkal) 100 cc (230 kkal)

12
Kesan : ASI tidak eksklusif, MPASI dini. Kuantitas dan kualitas
makanan dan minuman anak cukup.

f. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


- Riwayat Pertumbuhan
Berat badan lahir : 3500 gram

Berat badan bulan lalu : 14 kg

Berat badan sekarang : 14,4 kg

Berat badan ideal : 14 kg

Panjang badan lahir : 50 cm

Panjang badan sekarang : 84 cm

Lingkar kepala sekarang : 46 cm

Lingkar lengan atas : 17 cm


sekarang

- Riwayat Perkembangan
- Usia 2 bulan : Tersenyum, memiringkan kepala
- Usia 3 bulan : Memiringkan badan, tengkurap
- Usia 6 bulan : Duduk dengan di bantu
- Usia 8 bulan : Merangkak
- Usia 12 bulan : Berdiri
- Usia 15 bulan : Berjalan

Saat ini, kemampuan anak sudah bisa menyusun 4 balok kubus,


anak sudah dapat berjalan, anak baru bisa memegang pensil dan
mencoret-coret di kertas, anak baru bisa mengucapkan mama dan
papa, dapat bermain dengan teman sebaya.
Kesan: Perkembangan normal, sesuai usia dan tahap perkembangannya.

13
2.3 Pemeriksaan Fisik
Hari rawat inap ke-1, tanggal 8 Januari 2018 pukul 16.00 WIB di
Bangsal C1 Lantai 1 kamar 4 RSUP Dr. Kariadi. Seorang anak laki-laki
usia 2 tahun 4 bulan, BB: 14,4 kg, TB : 84 cm.
a. Keadaan Umum : Tampak bengkak, terpasang infus
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda-tanda Vital
RR : 22x per menit
HR : 120x per menit
Temperatur : 36,3oC (axilla)
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
P50: 99/58
P90: 113/72
P95:117/77
P99: 124/85
Krisis HT: 180/120
d. Status Gizi
BB sekarang : 14,4 kg
TB sekarang : 84 cm
Lingkar kepala : 46 cm
LILA : 17 cm
WAZ : tidak dapat dinilai karena pasien edema
HAZ : -2,00 SD (Perawakan normal)
HC : -2,00 SD
WHZ : tidak dapat dinilai karena pasien edema
Kesan gizi : tidak dapat dinilai karena pasien edema

e. Status Internus
Kepala : Mesosefal (LK : 46 cm)
Rambut berwarna hitam, tidak mudah tercabut

Mata : edema palpebra (+/+), konjungtiva anemis (-/-),

14
sklera ikterik (-/-)

Hidung : Discharge (-/-), epistaksis (-), napas cuping


hidung (-/-)

Telinga : Discharge (-/-)


Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir kering (-), oraltrush
(-)

Tenggorokan : T1-1, faring hiperemis (-)


Leher : Pembesaran nnll (-)
Thoraks

Paru
- Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
- Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
- Auskultasi : SD vesikuler (+/+) ‖ (+/+)
ST ronkhi (-/-) ‖ (-/-)
ST hantaran (-/-) ‖ (-/-)

Vesikuler
Vesikuler Vesikuler

Paru Depan Paru Belakang

Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV linea
midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, thrill
(-)
- Perkusi : Batas jantung sulit dinilai
- Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)

Abdomen

15
- Inspeksi : Cembung, venektasi (-), striae (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : Supel, menangis saat penekanan perut (-),
- undulasi (-), hepar dan lien tak teraba
- Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih(-)

Genital : Laki-laki, dalam batas normal


Edema skrotum (-)
Anus : Hiperemis (-), ekskoriasi (-)
Ekstremitas

Superior Inferior

Edema (pitting) +/+ +/+


Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary Refill Time <2”/<2” <2”/<2”
Gerak +/+ +/+
Kekuatan 5/5/5 5/5/5
Tonus N/N N/N

2.4 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Darah Rutin
Tabel 4. Pemeriksaan Darah Rutin

Hasil Hasil Hasil Hasil


Pemeriksaan Satuan Nilai Normal
(08-01-18) (09-01-18) (10-01-18) (11-01-18)

Hematologi

Hemoglobin 11,1 10 g/dL 10,0-15,0

Hematokrit 33 30,3 % 36-44

Eritrosit 4,35 4,02 juta/UI 3-5,4

MCH 25,5 24,9 Pg 23 – 31

MCV 75,9 75,4 fL 77-101

16
MCHC 33,6 33 g/dL 29,0– 36,0

Leukosit 24,1 9,3 ribu/mmk 5-14,5

Trombosit 664 518 ribu/mmk 150 –400

RDW 17,7 18,3 % 11,6 – 14,80

MPV 8,7 10,3 fL 4,0 – 11,0

Hitung Jenis

Eosinofil 0 % 1-5

Basofil 0 %

Batang 1 % 2-5

Segmen 74 % 25-70

Limfosit 18 % 20-40

Monosit 6 % 4-8

Lain-lain Metamielosit %
1%
Gambaran Darah Tepi (08-01-2018)

Eritrosit Normosit, poikilositosis ringan (ovalosit, pear shape)

Trombosit Estimasi jumlah sulit dilakukan, clumping (+) dapat mempengaruhi hasil hitung
trombosit. Bentuk normal, bentuk besar (+)

Leukosit Estimasi jumlah meningkat, neutrofilia limfosit atypical (-)

Kimia Klinik

Glukosa sewaktu 140 mg/dL 80-160

Kolesterol total 615 mg/dL <200

Albumin 1,8 2,3 g/dL 3,4-5,0

Ureum 42 32 mg/dL 15-39

Kreatinin 0,7 0,66 mg/dL 0,60– 1,30

Elektrolit

Natrium 127 141 mmol/L 136– 145

Kalium 3,2 3,6 mmol/L 3,5– 5,1

17
Chlorida 97 104 mmol/L 98– 107

Calcium 1,9 2,11 Mmol/L 2,12-2,52

 Pemeriksaan Sekresi-Ekskresi Urin Rutin (08 Januari 2018)


Tabel 5. Pemeriksaan Sekresi-Ekskresi Urin Rutin (08 Januari 2018)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Makroskopis
Warna Kuning muda
Kejernihan Agak keruh
Berat Jenis 1,010 1,003-1,025
Ph 5 4,8-7,4
Protein ++++ Negatif
Reduksi Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Aseton Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Sedimen
Epitel 2-5/LPK
Epitel Tubulus : 1-3/LPB
Epitel Tubulus
Oval fat bodies : +
Leukosit 0-2/LPB 0,0-20/µl
Eritrosit 7-11/LPB 0,0-25,0/µl
Kristal Negatif 0,0-10,0/µl
Sil. Lilin: 0-1/LPK
Sil. Pathologi
Sil. Lemak: 2-4/LPK
Granula Kasar 0-2 / LPK Negatif
Granula Halus Negatif Negatif
Sil Hialin 1-3 /LPK Negatif
Sil.Epitel Negatif Negatif
Sil. Eritrosit Negatif Negatif
Sil. Leukosit Negatif Negatif
Mucus Benang mucus +/positif 0,00-0,50/µl
Yeast cell Negatif 0,0-25,0/µl
Bakteri +/Positif Negatif
Sperma Negatif 0,00-3,00/µl

2.5 Daftar Masalah


Tabel 6. Daftar Masalah

18
Masalah Masalah Tanggal
No Tanggal No
Aktif Pasif
1. Wajah, leher, perut, dan kaki 08-01-2018 1. Kesan sosial 08-01-
bengkak  8 ekonomi 2018
kurang
2. Tekanan Darah 130/90 8 08-01-2018

3. Hipoalbuminemia, 08-01-2018
hiperkolesterolemia  7
4. Hiponatremi, hipokalsemi9 08-01-2018

5. Leukositosis, trombositosis 08-01-2018

6. Urin rutin : Proteinuria, Epitel 2- 08-01-2018


5 LPK, Epitel Tubulus : 1-3/LPB
Oval fat bodies : +
Sil. hialin 1-3/LPK, Sil. granula
0-2 /LPK, Sil. Lemak: 2-4/LPK
7
7. Sindroma Nefrotik 08-01-2018

8. Hipertensi Stage 2 08-01-2018

9. Imbalance elektrolit (Natrium, 08-01-2018


Kalsium)

2.6 Diagnosis
Diagnosis Kerja
Sindroma Nefrotik Resisten Steroid
Hipertensi Stage 2
Imbalance elektrolit (Hiponatremi, hipokalsemi)
Perawakan normal

2.7 Rencana Pemecahan Masalah (Initial Plan)


1. Sindroma Nefrotik Resisten Steroid
Initial Plan :
Diagnosis : S :-
O : - Biopsi Ginjal

Terapi :

19
- Infus D5 ½ NS 240/10/10 tpm mikro
- Prednison alternate dose 4-0-0 po
- Transfusi albumin 250 ml selama 4 jam
- Injeksi Cyclophosphamide pulse 500 mg

Monitoring : Evaluasi keadaan umum, tanda vital (terutama tekanan


darah / 8jam), berat badan per 12 jam, balance
cairan/diuresis per 12 jam, darah rutin, urin rutin

Edukasi :
- Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa anak menderita
sindroma nefrotik, yaitu suatu kumpulan gejala yang
mengakibatkan gangguan fungsi ginjal.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien tatalaksana yang akan
diberikan adalah transfusi albumin untuk mengurangi bengkak,
prednison untuk tatalaksana sindroma nefrotik resisten steroid,
kaptopril untuk menurunkan tekanan darah
- Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai efek samping dari
obat-obatan yang diberikan seperti moon face, obesitas, infeksi,
gangguan pertumbuhan, dan lain-lain.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien agar cuci tangan sebelum dan
sesudah memegang anak serta menjaga higienitas dan kebersihan
personal pasien seperti mandi 2x sehari.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa penyakit ini dapat
sewaktu-waktu kambuh.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien agar pasien meminum obat
secara teratur dan benar dan datang kontrol sesuai waktu yang telah
dijadwalkan.

2. Hipertensi stage 2
Initial Plan :

20
Diagnosis :S :-
O : cek tekanan darah dengan tensimeter air raksa
Terapi :
- Captopril 12,5 mg/12 jam
- Injeksi furosemide 20 mg/12 jam
Monitoring : monitoring keadaan umum, tanda vital, tekanan
darah/8jam
Edukasi :
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa saat ini pasien
memiliki tekanan darah tinggi dan diberikan obat untuk
mengontrol tekanan darahnya.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien untuk melakukan diet rendah
garam.
- Menjelaskan kepada orang tua mengenai pentingnya memonitor
tekanan darah tiap 8 jam sekali, dan bahwa terapi farmakologik
dapat dibutuhkan pada setiap waktu.

3. Imbalance Elektrolit
Initial Plan :
Diagnosis : S :-
O : cek darah rutin (elektrolit)

Terapi :

- Infus D5 ½ NS 240/10/10 tpm mikro


- KCL 300 mg tablet per oral
Monitoring : Evaluasi keadaan umum, tanda vital, balance
cairan/diuresis per 12 jam, monitoring gejala dan tanda
imbalans elektrolit (penurunan kesadaran, kejang, mual
muntah, kembung, sesak, kelemahan otot)

21
Edukasi :
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa saat ini
beberapa nilai zat pada tubuh pasien tidak normal,
sehingga perlu diinfus dan diberi obat serta dipantau
perkembangan keadaan pasien.

2.8 Profil Tempat Tinggal Pasien

2.8.1 Keadaan Rumah

Status rumah : Rumah pribadi


Ukuran : 10x5 m2
Penghuni : 3 orang
Teras rumah : Ada
Dinding rumah : Tembok
Lantai rumah : Keramik
Ruangan : 2 kamar tidur, dapur, kamar mandi, ruang tamu
Kamar mandi : Milik pribadi
Sumber air minum : Air mineral galon
Sumber air cuci : Air Sumur
Ventilasi : Terdapat 1 pintu didepan dan dibelakang rumah
disertai dengan celah ventilasi udara diatas pintu,
terdapat celah ventilasi udara pada dinding di tiap
kamar tidur. Pintu dibuka jika pagi dan siang.

Dapur : Ada, di belakang rumah. Keluarga memasak


menggunakan kompor gas. Asap keluar lewat
ventilasi di dapur.

Tempat sampah : Sampah dikumpulkan dalam plastik dan dibuang ke


pembuangan sampah dekat sungai.

22
Tempat penampungan air : Bak penampungan air di kamar mandi, gentong air
untuk kebutuhan memasak.

23
2.8.2 Denah Rumah

KAMAR MANDI
R R

U U

M M

A A

H DAPUR H

T T
KAMAR 1
E E

T T

A KAMAR 2 A

N RUANG N

G TAMU G

G G

A A
PINTU
DEPAN

HALAMAN

JALAN

24
Kebiasaan sehari-hari

Asuh

Ayah bekerja sebagai buruh dan Ibu sebagai ibu rumah tangga. Perawatan
pasien sehari-hari sepenuhnya dilakukan oleh ibu. Bila anak sakit biasanya
dibawa ke puskesmas.

Asih

Kasih sayang berasal dari orang tua. Anak menghabiskan banyak waktu
dengan ibunya saat ayah kerja. Terkadang anak bermain dan belajar bersama
ibunya.

Asah

Stimulasi mental diberikan oleh kedua orangtua. Pendidikan terakhir ayah


adalah SD dan ibu adalah SD.

Lingkungan

Tempat tinggal pasien adalah rumah pribadi yang terletak di Cikokol RT


001 RW 001 Kelurahan Samudra Kecamatan Gumelar Kabupaten Banyumas
Provinsi Jawa Tengah. Luas rumah 10x5 m2.Rumah pasien lantai keramik,
terdapat 2 kamar tidur. Terdapat celah ventilasi udara ditiap kamar. Terdapat
ruang tamu dan dapur. Dapur berada di dalam rumah dan asap bisa keluar melalui
celah ventilasi yang ada di dapur. Kamar mandi menggunakan kamar mandi
sendiri. Keluarga menyapu rumah 2 kali dalam sehari. Penghuni rumah berjumlah
empat orang, yaitu ibu, ayah dan 2 orang anak.

25
3. Catatan Kemajuan
Tabel 7. Catatan Kemajuan
09/01/18 S: Demam (-), sesak (-), bengkak pada wajah, P:
tangan dan kaki (+)
Terapi :
O: KU : tampak bengkak, compos mentis
- Infus D5 ½ NS
RR : 22x/menit T : 36,4 oC 240/10/10 tpm
HR : 98 x/menit N : Reguler, - Inj. Furosemid 25 mg/12
TD: 140/100 mmHg tegangan cukup jam iv
P50: 99/58 LP : 52 cm - Inj. Ampicillin 450mg/6
P90: 113/72 jam iv
P95:117/77
P99: 124/85
Krisis HT: 180/120 PO:
- Captopril 6,25 mg/8 jam
- Mata: edema palpebra (+/+), anemis (- - Prednsion tab 4-0-0
), ikterik (-/-) - KCL 300 mg tab PO
- Telinga: discharge (-/-)
- Hidung: napas cuping (-), discharge (-/- Diet:
),
- Mulut: asimetris (-), pucat (-) - Nasi cukup protein
- Tenggorok: T1-1, hiperemis (-) rendah garam 3x1 porsi
- Leher: pembesaran nnll (-), edema (-), - Susu 3x100ml
transiluminasi (-)
- Thorax Program:
Simetris kanan kiri, retraksi (-)
- Cor: BJ I dan II normal, bising (-), - Tunggu usaha albumin
gallop (-) (250ml dalam 4 jam)
- Pulmo: SDV (+/+) ‖ (+/+), ST hantaran - Rencana transfuse
(-/-) ‖ (-/-) albumin 250ml dalam 4
- Abdomen: cembung, luka (-), BU (+) jam
normal, pekak sisi (+) meningkat, pekak - Inj. Furosemide 15mg
alih (-) hepar dan lien tidak teraba mid dan post transfusi
- Genital : laki-laki, edema scrotal (-) - Cek albumin post
- Ekstremitas Sup. Inf transfusi
Oedem +/+ +/+ - Evaluasi TD tiap 8 jam,
Sianosis -/- -/- Balance cairan/diuresis
Akral dingin -/- -/- tiap 12 jam, lingkar
CRT <2” <2” perut dan BB tiap hari

Usaha CPA pulse

A:
- Sindrom nefrotik relaps
- Hipertensi stage II
- Edema anasarka
- Leukositosis (24.100)
- Trombositosis (661.000)
- Hipoalbumin (1,8)

26
- Hipokalsemi (1,9)
- Hiponatremia (127)
- Hipokalemi (3,2)
- Hipochlorida (97)
- Hiperkolesterolemia (615)

10/01/18 S: Demam (-), sesak (-), bengkak pada wajah, P:


tangan dan kaki (+),
Terapi :
O: KU : compos mentis
- Infus D5 ½ NS

27
RR : 22x/menit T : 36,5oC 240/10/10 tpm
HR : 100 x/menit N : Reguler, - Inj. Furosemid 15 mg/12
TD: 140/80 mmHg tegangan cukup jam iv
P50: 99/58 LP : 52 cm - Inj. Ampicillin 450mg/6
P90: 113/72 jam iv
P95:117/77 - PRC 300/75/18
P99: 124/85
Krisis HT: 180/120 PO:
- Captopril 6,25 mg/8 jam
- Prednisone tab 4-0-0
- Mata: edema palpebra (+/+), anemis (-), - KCL 300 mg tab PO
ikterik (-/-)
- Telinga: discharge (-/-) Diet:
- Hidung: napas cuping (-), discharge (-/-
), epistaksis (-) - Nasi cukup protein
- Mulut: asimetris (-), pucat (-) rendah garam 3x1 porsi
- Tenggorok: T1-1, hiperemis (-) - Susu 3x100ml
- Leher: pembesaran nnll (-),
- Thorax Program:
Simetris kanan kiri, retraksi (-)
- Cor: BJ I dan II normal, bising (-), - Transfusi albumin 100ml
gallop (-) dalam 4 jam
- Pulmo: dispneu (-), SDV (+/+), - Inj. Furosemide 15mg
hantaran (-/-)(-/-), ronkhi (-/-) (-/-) mid dan post transfusi
- Abdomen: cembung, BU (+) normal, - Cek albumin post
hepar lien tidak teraba transfusi
- Genitalia: edema scrotal (-) - Evaluasi TD tiap 8 jam,
- Ekstremitas Sup. Inf Balance cairan/diuresis
Oedem +/+ +/+ tiap 12 jam, lingkar
Sianosis -/- -/- perut dan BB tiap hari
Akral dingin -/- -/- - Monitoring reaksi
CRT <2” <2” transfusi

Hasil Laboratorium: Usaha CPA pulse


Hb: 3,37
Ht: 37,9 Na/K/Ca/Cl: 127/3,2/1,9/97
Leukosit: 1630
Trombosit: 193.000

A:
- Sindroma nefrotik resisten steroid
- Hipertensi Stage II
- Edema anasarka
- Hipoalbumin (1,8)
- Hipokalsemi (1,9)
- Hiponatremia (127)
- Hipokalemi (3,2)
- Hipochlorida (97)

28
11/01/18 S: demam (-), batuk (-) sesak (-),bengkak di kaki P:
(+)
Terapi :
O: KU : compos mentis
- Infus D5 ½ NS
RR : 20x/menit T : 36,4oC 240/10/10 tpm
HR : 98 x/menit N : Reguler, isi - Inj. Furosemid 15 mg/12
TD: 140/110 mmHg tegangan jam iv
P50: 99/58 cukup - Inj. Ampicillin 450mg/6
P90: 113/72 LP : 52 cm jam iv
P95:117/77
P99: 124/85
Krisis HT: 180/120 PO:
- Captopril 6,25 mg/8 jam
- Prednisone tab 4-0-0
- Mata: edema palpebra (-/-), anemis (-), - KCL 300 mg tab PO
ikterik (-/-)
- Telinga: discharge (-/-) Diet:
- Hidung: napas cuping (-), discharge (-/-
), epistaksis (-) - Nasi cukup protein
- Mulut: asimetris (-), pucat (-) rendah garam 3x1 porsi
- Tenggorok: T1-1, hiperemis (-) - Susu 3x100ml
- Leher: pembesaran nnll (-),
- Thorax Program:
Simetris kanan kiri, retraksi (-)
- Cor: BJ I dan II normal, bising (-), - Cek albumin post
gallop (-) transfusi
- Pulmo: dispneu (-), SDV (+/+), - Evaluasi TD tiap 8 jam,
hantaran (-/-)(-/-), ronkhi (-/-) (-/-) Balance cairan/diuresis
- Abdomen: cembung, pekak sisi (+) tiap 12 jam, lingkar
normal, pekak alih (-), BU (+) normal, perut dan BB tiap hari
hepar lien tidak teraba - CPA pulse 500 mg iv
- Genital : laki-laki, edema scrotal (-)
- Ekstremitas Sup. Inf
Oedem -/- +/+
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
CRT <2” <2”
Hasil Laboratorium:
Hb : 10, HT 30,3
Leukosit : 9300
Trombosit : 518.000

A:
- Sindroma nefrotik resisten steroid
- Hipertensi stage II
- Leukositosis (29.600)
- Hipoalbumin (1,8)
- Hipokalsemi (1,9)
- Hiponatremia (127)
- Hipokalemi (3,2)

29
- Hipochlorida (97)

12/01/2018 S: - P:
O: KU : compos mentis, terpasang infus Terapi :
RR : 20x/menit T : 37oC - Infus D5 ½ NS
HR : 100 x/menit N : Reguler, isi 240/10/10 tpm
TD: 150/100 mmHg tegangan - Inj. Ampicillin 450mg/6
P50: 99/58 cukup jam iv
P90: 113/72 LP : 47 cm - Inj. Furosemid 15 mg/12
P95:117/77 jam iv
P99: 124/85
Krisis HT: 180/120
PO:
- Mata: edema palpebra (-/-), anemis (-), - Captopril 6,25 mg/8 jam
ikterik (-/-) - Prednisone tab 4-0-0
- Telinga: discharge (-/-) - KCL 300 mg tab PO
- Hidung: napas cuping (-), discharge (-/-
), epistaksis (-) Diet:
- Mulut: asimetris (-), pucat (-)
- Tenggorok: T1-1, hiperemis (-) - Nasi cukup protein
- Leher: pembesaran nnll (-), rendah garam 3x1 porsi
- Thorax - Susu 3x100ml
Simetris kanan kiri, retraksi (-)
- Cor: BJ I dan II normal, bising (-), Program:
gallop (-)
- Pulmo: dispneu (-), SDV (+/+), - Cek albumin post
hantaran (-/-)(-/-), ronkhi (-/-) (-/-) transfusi
- Abdomen: cembung, pekak sisi (+) - Evaluasi TD tiap 8 jam,
normal, pekak alih (-), BU (+) normal, Balance cairan/diuresis
hepar lien tidak teraba tiap 12 jam, lingkar
- Genital : laki-laki, edema scrotal (-) perut dan BB tiap hari
- Ekstremitas Sup. Inf - Pasien rawat jalan
Oedem -/- +/+
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
CRT <2” <2”

A:
- Sindroma nefrotik resisten steroid
- Hipertensi stage II
- Edema anasarka

30
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sindroma Nefrotik


Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala
proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+), Hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, edema dan
dapat disertai hiperkolesterolemia.1 Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di
Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-4 kasus baru per 100.000 anak per tahun.1
Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per
100.000 per tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Menurut
studi cross sectional, peneliti menemukan bahwa pada anak dibawah 8 tahun,
rasio prevalensi antara laki-laki dan perempuan berbanding 2:1-3:2.1,2
Berdasarkan respon terhadap pengobatan, sindroma nefrotik diklasifikasikan
menjadi sindroma nefrotik sensitif steroid (SNSS) dan sindroma nefrotik resisten
steroid (SNRS). Disebut sindroma nefrotik sensitif steroid apabila terjadi remisi
setelah pemberian prednisone dosis penuh selama 4 minggu. Sedangkan
dikatakan sindroma nefrotik resisten steroid apabila remisi tidak terjadi pada
pengobatan prednisone dosis penuh selama 4 minggu.5,7

3.1.1 Definisi/Batasan

Beberapa batasan yang dipakai pada SN adalah.7

o Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
o Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut–
turut dalam 1 minggu

31
o Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan
o Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun
o Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam
14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut–turut
o Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednisone full dose
2mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

Pada kasus ini, anak tidak mengalami remisi setelah diberikan prednisone full
dose 4-4-4 selama 1 bulan. Dengan adanya uraian diatas dapat dilihat bahwa anak
ini mengarah pada diagnosis sindroma nefrotik resisten steroid.

3.1.2 Gejala Klinis

Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih
berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadang-kadang
disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai
sakit perut hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis. Pada
pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar
perut, dan tekanan darah. Dalam laporan ISKDC (International study of kidney
diseases in children), pada SN kelainan minimal ditemukan 22% dengan
hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan
kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.1

Pada kasus ini, anak mengalami keluhan bengkak pada mata kemudian
wajah, perut, dan ekstremitas. Bengkak tidak dipengaruhi aktivitas dan posisi.
Saat bengkak ditekan, kulit terbentuk lengkungan beberapa saat. BAK jumlah
sedikit-sedikit, berwarna kuning keruh dan berbuih. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan anak tampak bengkak dan edema anasarka.

32
3.1.3 Patofisiologi
3.1.3.1 Proteinuria
Terdapat tiga jenis proteinuria yaitu glomerular, tubular dan overflow.
Kehilangan protein pada sindrom nefrotik termasuk dalam proteinuria glomerular.
Proteinuria pada penyakit glomerular disebabkan oleh peningkatan filtrasi
makromolekul yang melewati dinding kapiler glomerulus. Hal ini sering
diakibatkan oleh kelainan pada podosit glomerular. Dalam kondisi patologis,
podosit mengalami berbagai perubahan bentuk struktural seperti foot process
effacement, pseudocyt formation, hipertrofi, detachment dan apoptosis. Foot
process effacement merupakan karakteristik perubahan yang paling dominan
dijumpai pada sindroma nefrotik. Sindrom nefrotik terutama disebabkan oleh
injuri sel podosit dengan manifestasi proteinuria masif. Dalam keadaan normal
membran basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah
kebocoran protein. Pada sindroma nefrotik, mekanisme penghalang tersebut
terganggu fungsinya.12,13
3.1.3.2 Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada sindrom nefrotik,
hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif yang mengakibatkan
penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik
plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Laju sintesis albumin
pada SN dalam keadaan seimbang ternyata tidak menurun, bahkan meningkat atau
normal. Pada suatu penelitian terhadap anak ditemukan kenaikan laju sintesis dua
kali pada SN (dan anak dengan hipoalbuminemia dengan penyebab non hepatik
lainnya) menunjukkan bahwa kapasitas peningkatan sintesis hati terhadap albumin
tidak cukup untuk mengkompensasi laju kehilangan albumin yang abnormal.13,14

33
3.1.3.3 Edema
Edema merupakan penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel
tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh
ketidakseimbangan faktor-faktor yang mengontrol perpindahan cairan tubuh,
antara lain gangguan hemodinamik sistem kapiler yang menyebabkan retensi
natrium dan air, penyakit ginjal serta berpindahnya air dari intravaskular ke
jaringan interstitial.13,14
Edema pada sindrom nefrotik diterapkan dengan teori underfill dan
overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor
kunci terjadinya sindrom nefrotik. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan
tekanan onkotik plasma sehinga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan
interstitial sesuai dengan hukum Starling, akibatnya volume darah yang beredar
akan berkurang kemudian mengakibatkan perangsangan sistem renin-angiotensin
sehingga terjadi retensi natrium dan air pada tubulus distal ginjal. Teori overfill
menjelaskan bahwa defek primer pada tubulus akan mengakibatkan gangguan
ekskresi natrium. Akbiatnya terjadi peningkatan volume darah , penekanan
sistem renin-angiotensin dan vasopresin. Kondisi volume darah yang meningkat
disertai tekanan onkotik yang rendah menyebabkan transudasi cairan dari kapiler
ke jaringan interstitial sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus
akan meningkatkan retensi dan edema.15,16

34
. Gambar 3. TeoriUnderfill

Gambar 4. Teori Overfill

3.1.3.4 Hiperlipidemia

Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan yang sering menyertai sindroma


nefrotik. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan meningkatnya LDL (low
density lipoprotein), lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Mekanisme
hiperlipidemia pada sindrom nefrotik dihubungkan dengan peningkatan sintesis

35
lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Peningkatan sintesis
lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma menurun. Tekanan onkotik
yang rendah secara langsung menstimulasi transkripsi gen apoprotein B di
hepar.14

Pada kasus ini, dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan anak
bengkak pada wajah, leher, abdomen dan ekstremitas bawah. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar protein pada urin,
pemeriksaan albumin darah, dan pemeriksaan kadar kolesterol tubuh. Hasil
pemeriksaan kadar protein menunjukkan proteinuria masif 500 mg/dl disertai
hipoalbuminemia 1,8 dan hiperkolesterolemia 615mg/dl.

3.1.4 Diagnosis Banding

Selain sindroma nefrotik, klinis edema bisa dikaitkan dengan kelainan


lain. Kelainan lain yang dapat menimbulkan klinis edema antara lain edema
hepatal, edema kardial, dan edema nutrisional. Edema hepatal dapat terjadi pada
pasien dengan penyakit hepar kronis yang pada perjalanan penyakitnya akan
menyebabkan sirosis hepar. Sirosis hepar dapat menyebabkan edema yang
disebabkan oleh 2 faktor. Faktor pertama disebabkan oleh adanya hipertensi
portal yang menyebabkan tekanan tinggi terjadi vena porta menuju hati. Vena
porta menerima aliran dari vena mesenterica inferior dan vena lienalis. Tekanan
tinngi yang terjadi pada vena porta mengakibatkan aliran darah menuju vena
porta terganggu sehingga tekanan terjadi vasodilatasi pembuluh darah
sebelumnya. Peningkatan tekanan pada lien kemudian mengakibatkan asites.
Sementara itu kurangnya darah pada pembuluh darah arteri akibat tidak
lancarnya sirkulasi dapat mengaktifkan sistem renin angiotensin yang menyebab
terjadinya retensi natrium kemudian terjadi edema. Faktor kedua disebabkan oleh
sintesis albumin yang terganggu akibat rusaknya sel hepar. Akibat dari

36
hipoalbuminemia dapat menyebabkan penurunan tekanan onkotik yang
kemudian menyebabkan edema sesuai hukum starling pada teori underfill seperti
gambar diatas. Selain itu akibat dari rendahnya sintesis albumin dapat
menimbulkan manifestasi berupa tampak ikterik. Hal ini diakibatkan albumin
tidak mengikat bilirubin hasil destruksi eritrosit. Akibat proses tersebut dapat
terlihat tampak ikterik pada kulit dan sclera mata.15

Pada kasus ini, tidak ditemukan gejala berupa tampak ikterik pada anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Sehingga dari asesmen awal kecurigaan akan adanya
kelainan pada hepar dapat disingkirkan.

Edema kardial juga dapat menunjukkan klinis bengkak. Bengkat terjadi


akibat retensi cairan pada ruang jantung karena janung tidak dapat memompa
darah dengan baik sehingga beban preload meningkat kemudian terjadi aliran
balik vena meningkat. Namun kebutuhan tubuh terhadap oksigen tetap harus
terpenuhi akibatnya aliran darah ke perifer dialihkan untuk menyelamatkan organ
vital yang lain. Akibatnya pada pasien CHF terjadi gangguan perfusi jaringan.
Manifestasi dari rendahnya perfusi jaringan dapat dilihat anak mudah lelah, akral
dingin, dan capillary refill time lebih dari 2 detik, meningkatnya JVP. Aliran
sitemik yang turun juga dpat mengaktifkan sistem renin angiotensin. Hal ini
menimbulkan terjadinya retensi natrium dan kalium sehingga mengakibatkan
edema. Selain itu edema kardial juga diikuti oleh oleh keluhan sesak napas
karena adanya bendungan pada paru.12

Pada kasus ini, tidak ditemukan adanya tanda-tanda berupa anak mudah lelah,
akral dingin, capillary refill time memanjang maupun meningkatnya JVP. Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik berikut, kecurigaan akan terjadinya edema et
causa kardial dapat disingkirkan pada penilaian awal.

Edema nutrisional dapat terjadi karena intake protein anak rendah


sehingga menyebabkan sintesis albumin rendah.15

37
Pada kasus ini, status gizi anak diukur berdasarkan WHO anthroplus. Skor anak
berdasarkan tinggi badan terhadap usia yaitu -2,00 SD. Sedangkan status gizi
anak berdasarkan lila yaitu 17 cm. Dari kedua skor diatas didapatkan kesan gizi
baik, perawakan normal.

3.1.5. Tatalaksana Sindroma Nefrotik

Penatalaksanaan anak dengan sindroma nefrotik pada fasilitas kesehatan


yang lebih tinggi kemudian akan diberi perawatan dengan tujuan untuk
mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema,
memulai pengobatan steroid dan edukasi orang tua. Sebelum pengobatan steroid
dimulai, akan dilakukan pemeriksaan berat badan dan tinggi badan, tekanan
darah, pemiksaan fisik untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik seperti
lupus eritematosus sistemik dan purpura henoch scholein, mencari fokus infeksi
di gigi, telinga, ataupun cacingan. Jika ditemukan adanya infeksi tersebut maka
harus dieradikasi terlebih dahulu. Kemudian dilakukan uji mantoux jika ada
kontak TB dan bila menunjukkan hasil positif maka diberikan profilaksis INH
selama 6 bulan bersama steroid, lalu bila ditemukan tuberkulosis maka diberikan
obat antituberkulosis.1,16
Terapi dietetik juga harus diperhatikan pada anak dengan sindroma nefrotik.
Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan
menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diet rendah
protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan
pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/KgBB/hari. Diet rendah garam (1-
2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.1,17
Pada kasus ini, berat badan anak 14,4 kg, maka kebutuhan protein anak per
hari adalah 15 gram-20 gram per hari. sedangkan kebutuhan garam anak adalah

38
1-2 gram per hari. Pada kenyataanya anak ini mendapatkan asupan 75 gram
protein per hari melalui intake makanan dan susu.

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.
Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada
pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit
kalium dan natrium darah.1

Pada kasus ini, berat badan anak 14,4 kg. Injeksi furosemid yang diberikan
pada anak ini 20 mg/12 jam. Pemberian furosemide pada anak ini masih dalam
range pedoman pemberian furosemid pada anak.

Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi


karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus
albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2
mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20
ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya
komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat
diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mence-
gah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.1

Pada kasus ini, terapi kortikosteroid yang diberikan adalah prednisone


sediaan 5 mg diberikan peroral dengan dosis 4 tablet diminum senin-rabu-jumat.
Hal ini sesuai berdasarkan pemberian dosis dengan body surface area yaitu 60
mg/m2/hari sebagai terapi inisial. Anak juga diberikan albumin 250ml selama 4
jam.

39
Pada sindroma nefrotik idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan
awal. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon. Terapi
inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid
sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari
atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk
menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal
(berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial
diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal)
atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi.1

Setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, maka keadaan anak


dapat dilihat berdasarkan respon terhadap steroid. Seorang anak dikatakan sensitif
steroid jika remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4
minggu. Kriteria remisi yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4
mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu. Jika tidak terjadi remisi
pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4
minggu maka dapat dikatakan resisten steroid.1,17

Dalam rekomendasi KDIGO, pengobatan inisial sindrom nefrotik dengan


prednison/prednisolone, memberi dua pilihan:16

40
• Prednison oral dosis penuh (full dose) selama 6 minggu (maksimal 60
mg/m2 /hari), dilanjutkan 6 minggu dengan dosis alternating,
diberikan single dose pagi hari.
• Pemberian prednison dosis penuh 4 minggu, dilanjutkan dengan 4
minggu kedua 40 mg/m2 atau 1,5 mg/kgbb/hari alternating, jadi tetap
8 minggu seperti sebelumnya, tetapi dilanjutkan 3 bulan dosis
diturunkan (tapering off) sebelum prednison dihentikan.

Pemberian steroid jangka panjang pada terapi inisial sudah banyak


dilaporkan bahwa pemberian selama 3-7 bulan dan dimulai dengan dosis penuh
jangka pendek 4-6 minggu dilanjutkan dosis alternating dengan tapering off
dapat mengurangi jumlah relaps, dan relaps sering.18 Pada pemberian dosis
inisial prednison lebih dari 3 bulan akan mengurangi relaps sampai 30%
dibandingkan pemberian hanya 2 bulan, dalam pengamatan selama 12-24
bulan.16,17

Setelah pengobatan inisial selesai namun tidak menunjukkan tanda remisi


maka diagnosis pasien menjadi sindroma nefrotik resisten steroid. Pada SN
resisten steroid sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi ginjal
untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi anatomi
mempengaruhi prognosis. Pada pengobatan kortikosteroid inisial, sebagian besar
SNKM (94%) mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85%
tidak responsive (resisten steroid).2,3

Pasien dengan sindroma nefrotik resisten steroid terapi prednisone diganti


dengan agen imunosupresif lain seperti siklofosfamid 2-3mg/KgBB/hari per oral
atau CPA pulse 500mg/m2 BSA. Efek samping yang dapat terjadi dari pemakaian
siklofosfamid adalah depresi sumsum tulang. Pemeriksaan darah tepi setiap
minggu diperlukan oleh pasien sindroma nefrotik yang mendapat terapi

41
siklofosfamid. Apabila terjadi depresi sumsum tulang (leukosit <1.000/uL) maka
obat dihentikan sementara dan dilanjutkan lagi apabila leukosit ≥5.000/uL.19,20

Pada kasus ini, berat badan anak 14,4 kg dan tinggi badan 84 cm, BSA =
0,336 m2. Injeksi siklofosfamid pulse yang diberikan pada anak ini 500mg.
Pemberian siklofosfamid pada anak ini masih dalam range pedoman pemberian
siklofosfamid pada anak.

3.2 Hipertensi

Hipertensi telah lama diketahui sebagai salah satu masalah kesehatan.


Walaupun prevalensi secara klinis sangat sedikit pada anak dan remaja dibanding
pada dewasa, namun cukup banyak bukti yang menyatakan bahwa hipertensi
esensial pada orang dewasa dapat berawal pada masa kanak-kanak dan remaja.
Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik sistem
kardiovaskular yang mana patofisiologinya adalah multi faktorial. Task Force
Report on High Blood Pressure in Children and Adolescents pada tahun 1987
dan 1996 mengemukakan beberapa definisi hipertensi. Tekanan darah tinggi atau
hipertensi adalah apabila rata-rata tekanan darah lebih tinggi atau sama dengan
persentil ke-95 terhadap umur dan jenis kelamin pada tiga kali pemeriksaan.
Tekanan darah pada anak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan ukuran/massa
otot tubuh.11

3.2.1 Etiologi

Ditinjau dari penyebabnya, hipertensi pada anak dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan hipertensi
yang tidak disebabkan oleh penyakit, yang dikenal sebagai hipertensi
primer/esensial. Pada anak kecil dan pra-remaja sebagian besar merupakan

42
hipertensi yang disebabkan oleh penyakit; penyakit ginjal dan pembuluh darah
ginjal merupakan penyebab tersering, contohnya seperti peradangan ginjal,
infeksi ginjal kronik, penyumbatan aliran urin, batu ginjal, kelainan kongenital
saluran kemih, penyempitan pembuluh darah ginjal, dan sebagainya. Hipertensi
primer atau esensial lebih sering ditemukan pada remaja, meliputi 85-90% kasus.
Hipertensi primer sangat jarang ditemukan pada anak berusia kurang dari 10
tahun. Faktor risiko yang dikaitkan dengan terjadinya hipertensi esensial adalah
riwayat hipertensi dalam keluarga dan kegemukan/obesitas.9,11

Pada kasus ini, hipertensi yang terjadi adalah hipertensi sekunder karena
sindroma nefrotik. Berdasarkan teori underfill, hipertensi terjadi akibat dari
aktifnya sistem renin angiotensin aldosteron yang menyebabkan retensi natrium
dan berlanjut pada hipertensi.

3.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi


Tekanan darah dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan tinggi badan anak.
Di samping itu, tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, stres
(misalnya anak menangis), dan rangsangan yang lain. Oleh karena itu
pengukuran tekanan darah memerlukan kondisi anak yang tenang, dilakukan di
dalam ruang yang menyenangkan anak, setelah anak beristirahat sejenak.9,11

3.3.3 Diagnosis

Hipertensi pada anak dapat diketahui dengan cara penggunaan tabel


tekanan darah yaitu sebagai berikut:9,11
1. Pergunakan grafik pertumbuhan Center for Disease Control (CDC)
(www.cdc.gov/growthcharts) untuk menentukan persentil tinggi anak.
2. Ukur dan catat TDS dan TDD anak.
3. Gunakan tabel TDS dan TDD yang benar sesuai jenis kelamin.

43
4. Lihat usia anak pada sisi kiri tabel. Ikuti perpotongan baris usia secara
horizontal dengan persentil tinggi anak pada tabel (kolom vertikal).
5. Kemudian cari persentil 50, 90, 95, dan 99 TDS di kolom kiri dan TDD di
kolom kanan.
6. Interpretasikan tekanan darah (TD) anak:
• TD: <persentil 90 adalah normal.
• TD: antara persentil 90-95 disebut pre-hipertensi. Pada anak remaja jika
>120/80 mmHg disebut prehipertensi.
• TD >persentil 95 kemungkinan suatu hipertensi.
7. Bila TD >persentil 90, pengukuran TD harus diulang sebanyak dua kali
pada kunjungan berikutnya di tempat yang sama, dan rerata TDS dan TDD
harus dipergunakan.
8. Bila TD >persentil 95, TD harus diklasifikasikan dan dievaluasi lebih lanjut.
Pada kasus ini, Pada grafik persentil tinggi badan menurut usia pada
pasien ini dengan jenis kelamin laki-laki, tinggi badan 84 cm dan usia 2 tahun 4
bulan didapatkan tekanan darah berada diatas persentil 99.
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
P50: 99/58
P90: 113/72
P95:117/77
P99: 124/85
Krisis HT: 175/111

3.2.4 Tatalaksana
Tujuan pengobatan hipertensi pada anak adalah mengurangi risiko jangka
pendek maupun panjang terhadap penyakit kardiovaskuler dan kerusakan organ
target. Tujuan akhir pengobatan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah

44
hingga di bawah persenil ke 95 berdasarkan usia, jenis kelamin dan tinggi badan
anak.
a. Terapi medikamentosa
Dapat diberikan golongan obat ACE-inhibitor seperti kaptopril
dengan dosis maksimal 6 mg/kg/hari, lisinopil dengan dosis maksimal 0,2-1
mg/kg/hari. Golongan ARB contohnya seperti Losartan dengan dosis
maksimum 1,4 mg/kg/kali tiap 24 jam. Selain itu dapat diberikan diuretik
seperti Hidroklorotiazid dengan dosis 4 mg/kg/hari. Furosemid 12 mg/kg/hari
dan spironolakton 3,3 mg/kg/hari tiap 6-12 jam.
b. Terapi suportif
Pada anak dan remaja, dianjurkan untuk mengubah gaya hidup yaitu
penurunan berat badan (apabila berlebih), diet rendah lemak dan garam,
olahraga teratur.

Pada kasus ini, pasien ini diberikan obat oral Captopril 6,25 mg/24
jam (ACE Inhbitor) sebagai vasodilatator pembuluh darah dengan cara
menghambat produksi hormon angiotensin II. Furosemide 10 mg/12 jam
intravena berfungsi sebagai loop diuretik pada glomerulus ginjal untuk
mengurangi penyerapan kembali air sehingga dapat mengurangi edema dan
tekanan darah tinggi dengan efek samping hipokalemia, penurunan toleransi gula
darah.

3.3 Imbalans elektrolit


Imbalans elektrolit adalah ketika kadar elektrolit di dalam darah tidak dalam
batas normal. Koreksi dari imbalans elektrolit sendiri tergantung dari kadar
elektrolit yang tidak normal.21
a. Hiponatremia

45
Hiponatremia adalah kadar natrium <135 mEq/l dan dapat menyebabkan
pasien mengalami penurunan kesadaran maupun kejang. Pemberian natrium
dihitung dengan rumus Na (mmol) = (140-Na) x 0,6 x BB diberikan hanya
separuhnya untuk mencegah terjadinya hipertensi dan overload cairan.
Pendapat lain menganjurkan natrium cukup sampai Na serum 125 mEq/L
sehingga pemberian Na = (125 – Na serum) x 0,6 x BB. Bila disertai dengan
gejala serebral atau kadar Na <120 mEq/l maka perlu dikoreksi dengan
cairan NaCl hipertonik 3% (0,5 mEq/ml) dalam 1-4 jam.21
b. Hipokalsemia
Hipokalsemia akan bermanifestasi pada gangguan otot jika tidak ditangani,
hipokalsemia dikoreksi dengan pemberian Ca glukonas 0.5 cc/kgBB.21
Dalam kasus ini, pasien mengalami imbalans elektrolit berupa hiponatremi
dan hipokalsemi.

3.4 Status Gizi


3.4.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang
yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat
gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi
kurang, gizi normal, dan gizi lebih.
Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat
keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi
yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi
yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak
dan zat gizi lainnya. Status gizi normal merupakan keadaan yang sangat
diinginkan oleh semua orang.22

46
3.4.2 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan
suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun
gizi lebih.22
Cara interpretasi status gizi berdasarkan kombinasi berat badan
terhadap panjang badan, berat badan terhadap umur, dan panjang badan
terhadap umur menurut baku Z-score. Selain itu Penilaian status gizi dapat
dilakukan dengan:
- Anamnesis untuk menilai masukan diet.
- Pemeriksaan klinis dengan menilai ada tidaknya tanda-tanda kurang gizi.
- Pemeriksaan laboratorium dengan melihat kadar hemoglobin, protein dan
kolesterol.

Pada kasus ini, Berikut Pediatric Nutrition Care

1. Nutritional Assessment
Status gizi pasien :
WAZ : tidak dapat dinilai WHZ : tidak dapat dinilai
HAZ : -2,00 SD LILA: 17 cm  kesan gizi: Gizi Baik

Kesan : Gizi baik, perawakan normal


2. Nutritional Requirement
- BB aktual : 14,4 kg, TB : 84 cm, BB ideal = 14 kg
- Kebutuhan nutrisi usia 2 tahun 4 bulan sesuai RDA 100 kkal/kgBB/24 jam
dan protein 1,23 g/kgBB/24 jam.
3. Route of Administration
Pasien masih dapat menerima makanan dan minuman melalui oral, jadi
jalur pemberian diet makanan akan dipilih melalui oral, sedangkan untuk
maintenance (infus D5½NS) cairan akan digunakan jalur parenteral.

47
4. Formula
Tabel 10. Kebutuhan Nutrisi dalam 24 Jam (BB ideal = 14kg)
Kalori Protein
Cairan (100 (1,23 g/
Kebutuhan 24 Jam
1220 cc kkal/kgBB) kgBB)
1400 kkal 14 g
Infus D5½ NS 240/10/10 240 cc 408 kkal -
tpm
Diet rendah protein
300 cc 1566 kkal 53,7 g
rendah garam 3x1
Susu full cream 3x100cc 300 cc 195 kkal 10,5 g
Total 840 cc 2167 kkal 64,2 g
% AKG 52,5% 108,35% 256,8%

5. Monitoring
- Tolerasi pasien terhadap diet
- Akseptabilitas diet

48
BAB IV
RINGKASAN

±6 bulan SMRS, dikeluhkan anak bengkak seluruh tubuh. Bengkak pertama


dari kelopak mata kemudian wajah, leher, badan, hingga seluruh tubuh. Bengkak
tidak diperberat dengan perubahan posisi maupun aktivitas. Demam (-), lemas (+),
mual (-), muntah (-), kuning (-), perut membesar (-), mudah lelah (-), sesak (-), pucat
(-), frekuensi BAK normal, warna kuning keruh, berbuih (+), rewel saat berkemih (-
), BAB tidak ada keluhan. Anak dibawa ke puskesmas di Banyumas, kemudian
dirujuk ke RSUD Banyumas. Hasil pemeriksaan didapatkan kekurangan albumin dan
protein urin (+2). Anak dikatakan sakit ginjal dengan diagnosis sindroma nefrotik.
Kemudian, pasien di rujuk ke RS dr Kariadi untuk mendapatkan penanganan lebih
lanjut. Anak kemudian dirawat inap pertama kali mendapat infus dan prednisone 2-
2-1 (dosis penuh) diminum setiap hari. Bengkak perlahan membaik. Selama 5 hari
dirawat inap, kemudian orang tua meminta untuk rawat jalan rutin di poli RSDK.
Selama satu bulan, anak mengonsumsi prednisone dengan dosis penuh. Kemudian
dikarenakan keluhan membaik, anak mengonsumsi prednisone dengan dosis
sebagian atas petunjuk dari dokter di Poli.
±4 bulan SMRS, anak mengalami bengkak kembali di seluruh tubuh.
Bengkak tidak diperberat dengan perubahan posisi maupun aktivitas. Demam (-),
lemas (-), mual (-), muntah (-), kuning (-), perut membesar (-), mudah lelah (-),sesak
(-), pucat (-), frekuensi BAK normal, warna kuning keruh, berbuih (+), rewel saat
berkemih (-), BAB tidak ada keluhan. Kemudian, anak dibawa ke poli RSDK
kembali. Hasil pemeriksaan urin, didapatkan protein (+3). Kemudian, anak langsung
diberikan prednisone dengan dosis penuh kembali.
±2 bulan SMRS, anak kontrol ke poli RSDK. Bengkak di kelopak mata (+)
menetap, bengkak pada wajah dan leher (+), bengkak pada kaki (+), bengkak di
kantung pelir (-), perut membesar (-), kuning (-), demam (-), mual (-), muntah (-),

49
frekuensi dan jumlah BAK normal, warna kuning keruh (+), berbuih (+), mudah
lelah (-),sesak (-), pucat (-). Karena orang tua merasa khawatir dengan kondisi anak,
orang tua meminta pasien dirawat inap di RSDK. Hasil pemeriksaan didapatkan
tekanan darah 130/100mmHg dan pemeriksaan urin rutin (+3). Kemudian pasien
dinyatakan menderita sindroma nefrotik resisten steroid. Anak melanjutkan
pengobatan prednison dengan dosis sebagian dan kaptopril 2x1 tablet diminum
setiap hari. Setelah 5 hari, anak mengalami perbaikan. Bengkak di kelopak mata (-),
bengkak pada wajah dan leher (+) berkurang, bengkak pada kaki (+) berkurang,
bengkak di kantung pelir (-), perut membesar (+), kuning (-), demam (-), mual (-),
muntah (-), frekuensi dan jumlah BAK normal, warna kuning keruh (+), berbuih (+),
mudah lelah (-),sesak (-), pucat (-).Kemudian pasien kontrol rutin dan pengobatan
rutin di poli anak RSDK.
±1 bulan SMRS, anak kembali dikeluhkan bengkak dari mata (+), bengkak
pada wajah dan leher (+), perut membesar (-), bengkak pada kantong pelir (+),
bengkak kaki dan tangan (+),demam (-), kuning (-), mual (+), muntah (+), frekuensi
BAK normal, jumlah BAK sedikit-sedikit, berbuih (+), warna kuning keruh (+),
mudah lelah (-),sesak (-), pucat (-). Hasil pemeriksaan didapatkan albumin darah 1,8
g/dL dan protein urin (+4). Tekanan darah 130/100. Anak diberi infus, obat melalui
suntikan, prednison 4-0-0, siklofosfamid dan kaptopril 2x1 tablet diminum setiap
hari. Setelah 9 hari perawatan, kondisi anak membaik. Bengkak di mata (+)
berkurang, bengkak pada wajah dan leher (+) berkurang, perut membesar (+),
bengkak pada kantong pelir (-), bengkak pada kaki (+) berkurang, bengkak pada
tangan (+) berkurang, perut membesar (-), demam (-), kuning (-), mual (-), muntah (-
), frekuensi BAK normal, jumlah BAK sedikit-sedikit, berbuih (+), warna kuning
keruh (+), mudah lelah (-),sesak (-), pucat (-). Lalu anak rawat di poli anak RSDK.
±1 hari SMRS, anak kembali mengalami keluhan bengkak pada wajah (+),
bengkak pada leher (+), perut membesar (-),bengkak pada tangan (+), bengkak pada
kaki (+),bengkak pada kantong pelir (-), demam (-), kuning (-), mual (+), muntah (-),

50
frekuensi BAK normal, jumlah BAK sedikit-sedikit, berbuih (+), warna kuning
keruh (+), mudah lelah (-), nyeri dada (-), sesak (-), pucat (-). Kemudian anak dibawa
ke IGD RSDK dan dirawat untuk keempat kalinya di bangsal C1L1.
Saat ini, bengkak pada mata anak (+), bengkak pada wajah (+), bengkak pada
leher (+), perut membesar (-),bengkak pada tangan (+), bengkak pada kaki
(+),bengkak pada kantong pelir (-), demam (-), kuning (-), mual (-), muntah (-),
frekuensi BAK normal, jumlah BAK sedikit-sedikit, berbuih (+), warna kuning
keruh (+), mudah lelah (-), nyeri dada (-), sesak (-), pucat (-). Dilakukan pemeriksaan
laboratorium darah rutin dan urin rutin. Didapatkan hasil albumin darah 1,8 g/dL dan
protein urin (+4). Natrium 127 mmol/L, kalium 3,2 mmol/L, Chlorida 97 mmol/L.
Tekanan darah 130/90. Anak diberi infus D5 ½ NS 240/10/10 tpm mikro, injeksi
furosemid 12 mg/12 jam, KCL 300 mg/24 jam per oral, prednison 4-0-0 (senin-rabu-
jumat) per oral dan captopril 6,25 mg/12 jam per oral.

Anak tinggal dengan orang tua. Anak lebih banyak menghabiskan waktu
bersama ibu sedangkan ayah bekerja menjadi buruh bangunan. Anak sepenuhnya
diasuh oleh ibu, terkadang bermain dan belajar dengan ibu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak sadar composmentis, tampak
bengkak dan terpasang infus. Tanda vital didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg
(Hipertensi stage 2). Status internus didapatkan edema palpebrae, edema extremitas
superior maupun inferior. Pemeriksaan thorax, cor dan pulmo dalam batas normal.
Pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen cembung, tidak terdapat venektasi,
bising usus positif normal, pekak sisi positif normal, pekak alih tidak ada dan hepar
serta lien tidak teraba. Pemeriksaan ekstremitas, didapatkan edema pada ekstremitas
superior dan inferior. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis dan
trombositosis, pemeriksaan kimia klinik didapatkan hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia, pemeriksaan elektrolit didapatkan hiponatremia dan
hipokalsemia, hiponatremia, hypokalemia, hipochlorida. pemeriksaan urin rutin

51
didapatkan urin berwarna kuning agak keruh, protein (+4), epitel 2-5/LPK, Oval fat
bodies +, silinder lemak 2-4/LPK serta bakteri positif. Status antropometri menurut
WHO, WAZ dan WHZ tidak dapat dinilai karena anak edema, HAZ = -2,00 SD
(perawakan normal). Perkembangan anak sesuai umur.
Anak diberi infus D5 ½ NS 240/10/10 tpm mikro, injeksi furosemid 12
mg/12 jam, KCL 300 mg/24 jam per oral, prednison 4-0-0 (senin-rabu-jumat) per
oral dan captopril 6,25 mg/12 jam per oral.

Anak pulang setelah keadaan umum membaik, keluhan bengkak membaik.


Orang tua anak diedukasi untuk jaga kebersihan dan higienitas untuk mengurangi
penyebaran infeksi. Selain itu ibu diedukasi untuk memperhatikan diet anak terutama
perlu menjaga diet rendah garam untuk mengontrol hipertensi dan sindroma nefrotik
yang diderita oleh anak. Orang tua perlu memperhatikan obat-obat yang dikonsumsi
oleh anak dan segera membawa anak ke pelayanan kesehatan bila terdapat tanda-
tanda relaps atau terjadi perburukan kondisi pada anak.

52
BAGAN PERMASALAHAN
Deteksi dini:

Anamnesis: bengkak pada wajah,


tangan, kaki, frekuensi BAK
normal, sedikit-sedikit, warna Kuratif Preventif Promotif Rehabilitatif
kunih keruh (+) dan berbusa (+).
Pemeriksaan Fisik: Tgl. 08 Tatalaksana SN Menjaga pola hidup Pengetahuan Menjaga kualitas dan
Januari 2018 sehat, menghindari mengenaiSNRS, HT kuantitas gizi anak
Anak sadar,tampak bengkak,. Tatalaksana HT resiko terjadinya stage 2,serta edukasi sehari-hari di rumah
Tanda vital: tekanan darah 130/90 infeksi kulit dan untuk mencukupi
Tatalaksana terutama diet cukup
mmHg. Cor d an pulmo dalam
konsumsi obat kebutuhan tumbuh protein dan rendah
batas normal. Tampak edema Imbalans elektrolit
nefrotoksik. kembang anak. garam.
pada wajah, ekstremitas atas dan
bawah. Tatalaksana
Pemeriksaan penunjang: Darah dietetik
rutin: trombositosis, leukositosis.
Kimia klinik hipoalbuminemia,
hiperkolesterolemia. Elektrolit Penatalaksanaan
hiponatremia, hipokalsemia,
hypokalemia, hipochlorida. Urin Komprehensif
rutin: warna kuning agak keruh,
protein (+4), epitel 2-5/LPK,
FAKTOR RESIKO Oval fat bodies (+), sil.lemak 2-
4/LPK, bakteri( +).
Diagnosa
Status Gizi: tidak dapat
Perinatal (-) Anak laki-laki 2 tahun ditentukan, perawakan normal  Diagnosa Utama: Sindroma nefrotik resisten TUMBUH
steroid KEMBANG
Natal (-) 4 bulan Imunisasi Dasar: lengkap,
booster (-)  Diagnosa Komorbid: Hipertensi Stage 2, ANAK
imbalans elektrolit
Post natal (-) 14,4 kg 84 cm.  Diagnosa Komplikasi:-
OPTIMAL
 Diagnosa Pertumbuhan: Perawakan normal
Riwayat penyakit  Diagnosa Gizi: Gizi Baik
autoimun (-)  Diagnosa Perkembangan: Perkembangan sesuai
Sindroma nefrotik resisten steroid usia
Genetik (-)  Diagnosa Imunisasi: Imunisasi dasar lengkap,
booster (-)
 Diagnosa Sosial-Ekonomi: Sosial ekonomi
kurang
Kebutuhan Dasar
Anak
Penatalaksanaan Holistik
Asuh Asih Asah
Kualitas dan Lingkungan Mikro Lingkungan Mini Lingkungan Meso Lingkungan makro
Anak diasuh oleh orang Stimulasi oleh
tua. Kualitas dan kuantitas waktu
orangtua Pengetahuan ibu tentang Interaksi anak dengan Interaksi anak dengan Program Pemerintah
kuantitas makanan sudah dengan keluarga 53
dilakukan dengan kesehatan dan tumbuh anggota keluarga tetangga, suasana mengenai pencegahan
cukup. Pengobatan cukup baik
baik kembang anak. Pengetahuan lainnya yaitu ayah.dan lingkungan sekitar, penyakit tidak menular
sewaktu sakit ke terutama ibu,
penanganan sederhana anak kakak. Suasana rumah dan tersedianya seperti hipertensi
puskesmas. karena ayah
sewaktu sakit, ditingkatkan. yang kondusif. pelayanan kesehatan.
bekerja dan
kakak sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO, Noer, MS, Soemyarso N.


Kompendium Nefrologi Anak; 2012.
2. Penanganan Terkini Sindroma Nefrotik pada Anak. Jurnal Pediatri.
https://jurnalpediatri.com/2016/03/23/penanganan-terkini-sindrom-nefrotik-
pada-anak/. Published 2016. Accessed May 9, 2017.
3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Enam. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
4. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture Notes Kedokteran Klinis Ed. 6..
Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.
5. Dedi R. Aspek Genetik Sindrom Nefrotik Resisten Steroid. MKB.
2010;42(1):37-44.
6. Bagga A, Mantan M. Nephrotic syndrome in children. Indian J Med Res.
2005;122:13-28
7. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2011.
8. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus
Tatalaksana Hipertensi Pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2011.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hipertensi Pada Anak.
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/hipertensi-pada-anak.
Published 2016. Accessed May 9, 2017.
10. Cruz ER. Pediatric Hypertension.
http://emedicine.medscape.com/article/889877-overview. Published March
2017. Accessed May 9, 2017.
11. Saing JH. Hipertensi pada Remaja. Sari Pediatri. 2005;6(4):159-165.

54
12. Cohen EP. Nephrotic syndrome. Medscape [Internet]. 2014:1-2. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview .
13. Jaipaul N. Overview of Nephrotic Syndrome. Merck Manuals Prof Ed.
2013:1-13. http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary-
disorders/glomerular-disorders/overview-of-nephrotic-syndrome.
14. Panduan Praktek Klinis Ilmu Kesehatan Anak. RI, RSUP Dr. Kariadi
Semarang Kementeriaan Kesehatan; 2015.
15. Meadow R, Newell S. Lecture Notes Pediatrica. Edisi Tuju. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2005.
16. Lane JC. Pediatric Nephrotic Syndrome Treatment & Management.
Medscape. 2017:1-22.
17. Alatas H, Trihono PP, Tambunan T, Pardede SO, EL H. Pengobatan Terkini
Sindrom Nefrotik (SN) pada Anak. 2015;17(71):155-162.
18. Niaudet P. Long-term outcome of children with steroid-sensitive idiopathic
nephrotic syndrome. Clin J Am Soc Nephrol [Internet]. 2009;4(10):1547–8.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19808239
19. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. 2010.
Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.
20. Hidayati EL, Pardede SO, Tribono PP. Comparison of Oral and Intravenous
Cyclophosphamide in Children with Steroid-Resistant Nephrotic Syndrome.
2011;51(5):266-271.
21. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. 2014. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi IV- II. Jakarta: Media Aesculapius.
22. Nilawati G. Profil Sindrom Nefrotik pada Ruang Perawatan Anak RSUP
Sanglah Denpasar. 2012;14(4):269-272.

55

Anda mungkin juga menyukai