Disusun oleh:
Relly Kurniawan
22010116210026
Penguji :
dr. Yusrina Istanti., M.Si. Med., Sp. A(K)
Pembimbing :
dr. Yuni Sartika Dewi
i
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 22010116210026
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Diponegoro
Penguji, Pembimbing,
dr. Yusrina Istanti., M.Si. Med, Sp.A(K) dr. Yuni Sartika Dewi
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Laporan Kasus “ Seorang Anak
Laki-laki 2 Tahun 4 Bulan Dengan Sindroma Nefrotik Resisten Steroid,
Hipertensi Stage 2, Perawakan Normal” ini dapat penulis selesaikan.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam
menempuh kepaniteraan senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
1. dr. Yusrina Istanti, M.Si. Med, Sp. A(K). sebagai penguji yang telah bersedia
meluangkan waktu dan membimbing penulis.
2. dr. Yuni Sartika Dewi, sebagai pembimbing yang telah memberikan masukan,
petunjuk, serta kritik yang membangun dalam penyusunan kasus ini.
3. An.APP, serta keluarga, atas bantuannya sebagai pasien di dalam penyusunan
kasus besar ini.
4. Orang tua, keluarga dan teman-teman yang telah memberikan bantuan maupun
dukungan kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
iv
3.3 IMBALANS ELEKTROLIT ................................................................. 55
BAGAN PERMASALAHAN............................................................................... 63
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Fourth Report on the Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure in Children and Adolescent adalah nilai rerata tekanan darah sistolik
dan atau diastolik lebih dari persentil ke-95 berdasarkan jenis kelamin, usia,
dan tinggi badan pada pengukuran sebanyak 3 kali atau lebih.8,9,10 Hipertensi
pada anak dan remaja merupakan masalah kesehatan yang bermakna,
morbiditas dan mortalitas yang diakibatkannya juga makin substansial. Secara
umum, kejadian hipertensi pada anak berkisar 1-2%, bahkan sebuah penelitian
di Amerika Serikat terhadap 5100 anak sekolah mendapatkan kejadian
hipertensi sebesar 4,5%.8,9
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi atas primer dan sekunder.
Penyebab hipertensi pada anak, terutama masa preadolesens, umumnya adalah
sekunder. Di antara penyebab sekunder tersebut, penyakit parenkim ginjal
merupakan bentuk yang paling banyak ditemukan (60-70%).8 Pada anak usia
< 6 tahun hipertensi lebih sering sebagai akibat penyakit parenkim ginjal,
obstruksi arteri renalis, atau koartasio aorta. Anak yang lebih besar bisa
mengalami hipertensi dari penyakit bawaan yang baru menunjukkan gejala
dan penyakit dapatan seperti refluks nefropati atau glomerulonefritis
kronis.8,9,11
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara
mendiagnosis dan mengelola pasien secara komprehensif dan holistik
berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang serta kepustakaan pada anak yang menderita sindroma
nefrotik resisten steroid, hipertensi, serta mengetahui prognosis penyakit
pasien.
1.3 Manfaat
Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar
agar dapat mendiagnosis dan mengelola pasien dengan tepat dan
2
komprehensif, serta mengetahui prognosis sindroma nefrotik resisten steroid
dan hipertensi pada anak.
3
BAB II
PENYAJIAN KASUS
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SD
Pendidikan : SD
4
2.2 Data Dasar
1. Anamnesis (Alloanamnesis)
Anamnesis pasien dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu
pasien, serta rekam medis pada tanggal 08 Januari 2018 pukul 16.00 WIB
di Bangsal C1 Lantai 1 kamar 4.
a. Keluhan Utama : bengkak seluruh tubuh
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
±6 bulan SMRS, dikeluhkan anak bengkak seluruh tubuh.
Bengkak pertama dari kelopak mata kemudian wajah, leher, badan,
hingga seluruh tubuh. Bengkak tidak diperberat dengan perubahan
posisi maupun aktivitas. Demam (-), lemas (+), mual (-), muntah (-),
kuning (-), perut membesar (-), mudah lelah (-), sesak (-), pucat (-),
frekuensi BAK normal, warna kuning keruh, berbuih (+), anak rewel
saat berkemih (-), BAB tidak ada keluhan. Anak dibawa ke puskesmas
di Banyumas, kemudian dirujuk ke RSUD Banyumas. Hasil
pemeriksaan didapatkan kekurangan albumin dan protein urin (+2).
Anak dikatakan sakit ginjal dengan diagnosis sindroma nefrotik.
Kemudian, pasien di rujuk ke RS dr Kariadi untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut. Anak kemudian dirawat inap pertama kali
mendapat infus dan prednisone 2-2-1 (dosis penuh) diminum setiap
hari. Bengkak perlahan membaik. Selama 5 hari dirawat inap,
kemudian orang tua meminta untuk rawat jalan rutin di poli RSDK.
Selama satu bulan, anak mengonsumsi prednisone dengan dosis penuh.
Dalam pemeriksaan kencing sebanyak 3x, protein urin negatif.
Kemudian, anak mengonsumsi prednisone dengan dosis sebagian atas
petunjuk dari dokter di Poli.
±4 bulan SMRS, anak mengalami bengkak kembali di seluruh
tubuh. Bengkak tidak diperberat dengan perubahan posisi maupun
aktivitas. Demam (-), lemas (-), mual (-), muntah (-), kuning (-), perut
membesar (-), mudah lelah (-), nyeri dada (-), sesak (-), pucat (-),
frekuensi BAK normal, warna kuning keruh, berbuih (+), rewel saat
5
berkemih (-), BAB tidak ada keluhan. Kemudian, anak dibawa ke poli
RSDK kembali. Hasil pemeriksaan urin, didapatkan protein (+3).
Kemudian, anak langsung diberikan prednisone dengan dosis penuh
kembali.
±2 bulan SMRS, anak kontrol ke poli RSDK. Bengkak di kelopak
mata (+) menetap, bengkak pada wajah dan leher (+), bengkak pada
kaki (+), bengkak di kantung pelir (-), perut membesar (-), kuning (-),
demam (-), mual (-), muntah (-), frekuensi dan jumlah BAK normal,
warna kuning keruh (+), berbuih (+), mudah lelah (-), sesak (-), pucat
(-). Karena gejala tersebut, orang tua meminta pasien dirawat inap di
RSDK. Hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah 130/100mmHg
dan pemeriksaan urin rutin (+3). Kemudian pasien dinyatakan
menderita sindroma nefrotik resisten steroid. Anak melanjutkan
pengobatan prednison dengan dosis sebagian dan kaptopril 2x1 tablet
diminum setiap hari. Setelah 5 hari, anak mengalami perbaikan.
Bengkak di kelopak mata (-), bengkak pada wajah dan leher (+)
berkurang, bengkak pada kaki (+) berkurang, bengkak di kantung pelir
(-), perut membesar (+), kuning (-), demam (-), mual (-), muntah (-),
frekuensi dan jumlah BAK normal, warna kuning keruh (+), berbuih
(+), mudah lelah (-),sesak (-), pucat (-).Kemudian pasien kontrol rutin
dan pengobatan rutin di poli anak RSDK.
±1 bulan SMRS, anak kembali dikeluhkan bengkak dari mata (+),
bengkak pada wajah dan leher (+), perut membesar (-), bengkak pada
kantong pelir (+), bengkak kaki dan tangan (+),demam (-), kuning (-),
mual (+), muntah (+), frekuensi BAK normal, jumlah BAK sedikit-
sedikit, berbuih (+), warna kuning keruh (+), mudah lelah (-), sesak (-),
pucat (-). Hasil pemeriksaan didapatkan albumin darah 1,8 g/dL dan
protein urin (+4). Tekanan darah 130/100. Anak diberi infus, obat
melalui suntikan, prednison 4-0-0, siklofosfamid dan kaptopril 2x1
tablet diminum setiap hari. Setelah 9 hari perawatan, kondisi anak
membaik. Bengkak di mata (+) berkurang, bengkak pada wajah dan
6
leher (+) berkurang, perut membesar (+), bengkak pada kantong pelir
(-), bengkak pada kaki (+) berkurang, bengkak pada tangan (+)
berkurang, perut membesar (-), demam (-), kuning (-), mual (-),
muntah (-), frekuensi BAK normal, jumlah BAK sedikit-sedikit,
berbuih (+), warna kuning keruh (+), mudah lelah (-), sesak (-), pucat
(-). Lalu anak rawat di poli anak RSDK.
±1 hari SMRS, anak kembali mengalami keluhan bengkak pada
wajah (+), bengkak pada leher (+), perut membesar (-),bengkak pada
tangan (+), bengkak pada kaki (+),bengkak pada kantong pelir (-),
demam (-), kuning (-), mual (+), muntah (-), frekuensi BAK normal,
jumlah BAK sedikit-sedikit, berbuih (+), warna kuning keruh (+),
mudah lelah (-), sesak (-), pucat (-). Kemudian anak dibawa ke IGD
RSDK dan dirawat untuk keempat kalinya di bangsal C1L1.
Saat ini, bengkak pada mata anak (+), bengkak pada wajah (+),
bengkak pada leher (+), perut membesar (-),bengkak pada tangan (+),
bengkak pada kaki (+),bengkak pada kantong pelir (-), demam (-),
kuning (-), mual (-), muntah (-), frekuensi BAK normal, jumlah BAK
sedikit-sedikit, berbuih (+), warna kuning keruh (+), mudah lelah (-),
sesak (-), pucat (-). Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin
dan urin rutin. Didapatkan hasil albumin darah 1,8 g/dL dan protein
urin (+4). Natrium 127 mmol/L, kalium 3,2 mmol/L, Chlorida 97
mmol/L. Tekanan darah 130/90. Anak diberi infus D5 ½ NS 240/10/10
tpm mikro, injeksi furosemid 12 mg/12 jam, KCL 300 mg/24 jam per
oral, prednison 4-0-0 (senin-rabu-jumat) per oral dan captopril 6,25
mg/12 jam per oral.
7
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat keluarga dengan keluhan bengkak disangkal
- Riwayat keluarga dengan keluhan penyakit ginjal disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
II
III
8
a. Bersama/ umum/ lainnya
b. Sendiri (skor : 1)
6. Sumber air minum :
a. Sumur atau mata air tak terlindungi/ sungai/ air hujan
b. Air kemasan/ ledeng/ pompa/ sumur atau mata air terlindungi
(skor : 1)
7. Sumber penerangan utama :
a. Bukan listrik
b. Listrik (PLN/ non PLN) (skor : 1)
8. Jenis bahan bakar untuk memasak sehari-hari :
a. Kayu/ arang/ minyak tanah
b. Gas/ listrik (skor : 1)
9. Berapa kali dalam seminggu rumah tangga membeli daging/ susu/
ayam :
a. Tidak pernah membeli/ satu kali (skor : 0)
b. Dua kali atau lebih
10. Berapa kali sehari biasanya rumah tangga makan :
a. Satu kali/ dua kali
b. Tiga kali atau lebih (skor : 1)
11. Berapa stel pakaian baru dalam setahun biasanya dibeli oleh/ untuk
setiap/ sebagian besar anggota keluarga :
a. Tidak pernah membeli/ satu kali
b. Lebih dari satu kali (skor : 1)
12. Apabila ada anggota keluarga yang sakit apakah mampu berobat ke
Puskesmas atau Poliklinik :
a. Ya (skor : 1)
b. Tidak
13. Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga :
a. Tidak bekerja/ pertanian padi/ palawija
b. Perkebunan/ peternakan/ perikanan/ industry/ perdagangan/
angkutan/ jasa lainnya (bangunan) (skor : 1)
9
14. Pendidikan tertinngi yang ditamatkan kepala keluarga :
a. SD/ MI ke bawah/ SLTP (skor : 0)
b. SLTA ke atas
15. Apakah keluarga memiliki barang-barang berikut yang masing-
masing bernilai paling sedikit Rp 500.000,- :
a. Tidak ada
b. Tabungan/ emas/ TV berwarna/ ternak/ sepeda motor/
kulkas (skor : 1)
16. Apakah rumah tangga pernah menerima kredit UKM/KUKM
setahun lalu :
a. Ya
b. Tidak (skor : 0)
Jumlah Skor : 13
Kriteria BPS:Jumlah skor <10 = miskin, jumlah skor ≥ 10 = tidak
miskin. Keluarga ini termasuk dalam keluarga tidak miskin menurut
kriteria BPS. Kesimpulan : Keluarga tidak miskin menurut BPS.
c. Riwayat Perinatal
Prenatal : Antenatal care >4 kali di bidan. imunisasi TT (+),
vitamin (+), suplemen besi (+). Penyakit selama
kehamilan: hipertensi (-), diabetes mellitus (-), demam
dengan ruam (-), perdarahan (-), trauma (-), riwayat
merokok (-), riwayat konsumsi alkohol (-), riwayat
terpapar radiasi (-), konsumsi obat-obatan dan jamu (-)
Natal : Lahir anak laki-laki dari ibu G1P0A0 saat usia 22 tahun
dengan usia kehamilan 38 minggu, lahir spontan secara
pervaginam, ditolong oleh bidan, langsung menangis,
biru (-), kuning (-), berat bayi lahir 3500 gram, panjang
badan lahir 50 cm.
10
dikatakan sehat, tumbuh kembang tidak terlambat,
sesuai dengan usia.
11
- pisang 1 buah dibagi 3 diberikan 3x dalam
sehari
12
Kesan : ASI tidak eksklusif, MPASI dini. Kuantitas dan kualitas
makanan dan minuman anak cukup.
- Riwayat Perkembangan
- Usia 2 bulan : Tersenyum, memiringkan kepala
- Usia 3 bulan : Memiringkan badan, tengkurap
- Usia 6 bulan : Duduk dengan di bantu
- Usia 8 bulan : Merangkak
- Usia 12 bulan : Berdiri
- Usia 15 bulan : Berjalan
13
2.3 Pemeriksaan Fisik
Hari rawat inap ke-1, tanggal 8 Januari 2018 pukul 16.00 WIB di
Bangsal C1 Lantai 1 kamar 4 RSUP Dr. Kariadi. Seorang anak laki-laki
usia 2 tahun 4 bulan, BB: 14,4 kg, TB : 84 cm.
a. Keadaan Umum : Tampak bengkak, terpasang infus
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda-tanda Vital
RR : 22x per menit
HR : 120x per menit
Temperatur : 36,3oC (axilla)
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
P50: 99/58
P90: 113/72
P95:117/77
P99: 124/85
Krisis HT: 180/120
d. Status Gizi
BB sekarang : 14,4 kg
TB sekarang : 84 cm
Lingkar kepala : 46 cm
LILA : 17 cm
WAZ : tidak dapat dinilai karena pasien edema
HAZ : -2,00 SD (Perawakan normal)
HC : -2,00 SD
WHZ : tidak dapat dinilai karena pasien edema
Kesan gizi : tidak dapat dinilai karena pasien edema
e. Status Internus
Kepala : Mesosefal (LK : 46 cm)
Rambut berwarna hitam, tidak mudah tercabut
14
sklera ikterik (-/-)
Paru
- Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
- Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
- Auskultasi : SD vesikuler (+/+) ‖ (+/+)
ST ronkhi (-/-) ‖ (-/-)
ST hantaran (-/-) ‖ (-/-)
Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV linea
midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, thrill
(-)
- Perkusi : Batas jantung sulit dinilai
- Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
Abdomen
15
- Inspeksi : Cembung, venektasi (-), striae (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : Supel, menangis saat penekanan perut (-),
- undulasi (-), hepar dan lien tak teraba
- Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih(-)
Superior Inferior
Hematologi
16
MCHC 33,6 33 g/dL 29,0– 36,0
Hitung Jenis
Eosinofil 0 % 1-5
Basofil 0 %
Batang 1 % 2-5
Segmen 74 % 25-70
Limfosit 18 % 20-40
Monosit 6 % 4-8
Lain-lain Metamielosit %
1%
Gambaran Darah Tepi (08-01-2018)
Trombosit Estimasi jumlah sulit dilakukan, clumping (+) dapat mempengaruhi hasil hitung
trombosit. Bentuk normal, bentuk besar (+)
Kimia Klinik
Elektrolit
17
Chlorida 97 104 mmol/L 98– 107
18
Masalah Masalah Tanggal
No Tanggal No
Aktif Pasif
1. Wajah, leher, perut, dan kaki 08-01-2018 1. Kesan sosial 08-01-
bengkak 8 ekonomi 2018
kurang
2. Tekanan Darah 130/90 8 08-01-2018
3. Hipoalbuminemia, 08-01-2018
hiperkolesterolemia 7
4. Hiponatremi, hipokalsemi9 08-01-2018
2.6 Diagnosis
Diagnosis Kerja
Sindroma Nefrotik Resisten Steroid
Hipertensi Stage 2
Imbalance elektrolit (Hiponatremi, hipokalsemi)
Perawakan normal
Terapi :
19
- Infus D5 ½ NS 240/10/10 tpm mikro
- Prednison alternate dose 4-0-0 po
- Transfusi albumin 250 ml selama 4 jam
- Injeksi Cyclophosphamide pulse 500 mg
Edukasi :
- Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa anak menderita
sindroma nefrotik, yaitu suatu kumpulan gejala yang
mengakibatkan gangguan fungsi ginjal.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien tatalaksana yang akan
diberikan adalah transfusi albumin untuk mengurangi bengkak,
prednison untuk tatalaksana sindroma nefrotik resisten steroid,
kaptopril untuk menurunkan tekanan darah
- Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai efek samping dari
obat-obatan yang diberikan seperti moon face, obesitas, infeksi,
gangguan pertumbuhan, dan lain-lain.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien agar cuci tangan sebelum dan
sesudah memegang anak serta menjaga higienitas dan kebersihan
personal pasien seperti mandi 2x sehari.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa penyakit ini dapat
sewaktu-waktu kambuh.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien agar pasien meminum obat
secara teratur dan benar dan datang kontrol sesuai waktu yang telah
dijadwalkan.
2. Hipertensi stage 2
Initial Plan :
20
Diagnosis :S :-
O : cek tekanan darah dengan tensimeter air raksa
Terapi :
- Captopril 12,5 mg/12 jam
- Injeksi furosemide 20 mg/12 jam
Monitoring : monitoring keadaan umum, tanda vital, tekanan
darah/8jam
Edukasi :
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa saat ini pasien
memiliki tekanan darah tinggi dan diberikan obat untuk
mengontrol tekanan darahnya.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien untuk melakukan diet rendah
garam.
- Menjelaskan kepada orang tua mengenai pentingnya memonitor
tekanan darah tiap 8 jam sekali, dan bahwa terapi farmakologik
dapat dibutuhkan pada setiap waktu.
3. Imbalance Elektrolit
Initial Plan :
Diagnosis : S :-
O : cek darah rutin (elektrolit)
Terapi :
21
Edukasi :
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa saat ini
beberapa nilai zat pada tubuh pasien tidak normal,
sehingga perlu diinfus dan diberi obat serta dipantau
perkembangan keadaan pasien.
22
Tempat penampungan air : Bak penampungan air di kamar mandi, gentong air
untuk kebutuhan memasak.
23
2.8.2 Denah Rumah
KAMAR MANDI
R R
U U
M M
A A
H DAPUR H
T T
KAMAR 1
E E
T T
A KAMAR 2 A
N RUANG N
G TAMU G
G G
A A
PINTU
DEPAN
HALAMAN
JALAN
24
Kebiasaan sehari-hari
Asuh
Ayah bekerja sebagai buruh dan Ibu sebagai ibu rumah tangga. Perawatan
pasien sehari-hari sepenuhnya dilakukan oleh ibu. Bila anak sakit biasanya
dibawa ke puskesmas.
Asih
Kasih sayang berasal dari orang tua. Anak menghabiskan banyak waktu
dengan ibunya saat ayah kerja. Terkadang anak bermain dan belajar bersama
ibunya.
Asah
Lingkungan
25
3. Catatan Kemajuan
Tabel 7. Catatan Kemajuan
09/01/18 S: Demam (-), sesak (-), bengkak pada wajah, P:
tangan dan kaki (+)
Terapi :
O: KU : tampak bengkak, compos mentis
- Infus D5 ½ NS
RR : 22x/menit T : 36,4 oC 240/10/10 tpm
HR : 98 x/menit N : Reguler, - Inj. Furosemid 25 mg/12
TD: 140/100 mmHg tegangan cukup jam iv
P50: 99/58 LP : 52 cm - Inj. Ampicillin 450mg/6
P90: 113/72 jam iv
P95:117/77
P99: 124/85
Krisis HT: 180/120 PO:
- Captopril 6,25 mg/8 jam
- Mata: edema palpebra (+/+), anemis (- - Prednsion tab 4-0-0
), ikterik (-/-) - KCL 300 mg tab PO
- Telinga: discharge (-/-)
- Hidung: napas cuping (-), discharge (-/- Diet:
),
- Mulut: asimetris (-), pucat (-) - Nasi cukup protein
- Tenggorok: T1-1, hiperemis (-) rendah garam 3x1 porsi
- Leher: pembesaran nnll (-), edema (-), - Susu 3x100ml
transiluminasi (-)
- Thorax Program:
Simetris kanan kiri, retraksi (-)
- Cor: BJ I dan II normal, bising (-), - Tunggu usaha albumin
gallop (-) (250ml dalam 4 jam)
- Pulmo: SDV (+/+) ‖ (+/+), ST hantaran - Rencana transfuse
(-/-) ‖ (-/-) albumin 250ml dalam 4
- Abdomen: cembung, luka (-), BU (+) jam
normal, pekak sisi (+) meningkat, pekak - Inj. Furosemide 15mg
alih (-) hepar dan lien tidak teraba mid dan post transfusi
- Genital : laki-laki, edema scrotal (-) - Cek albumin post
- Ekstremitas Sup. Inf transfusi
Oedem +/+ +/+ - Evaluasi TD tiap 8 jam,
Sianosis -/- -/- Balance cairan/diuresis
Akral dingin -/- -/- tiap 12 jam, lingkar
CRT <2” <2” perut dan BB tiap hari
A:
- Sindrom nefrotik relaps
- Hipertensi stage II
- Edema anasarka
- Leukositosis (24.100)
- Trombositosis (661.000)
- Hipoalbumin (1,8)
26
- Hipokalsemi (1,9)
- Hiponatremia (127)
- Hipokalemi (3,2)
- Hipochlorida (97)
- Hiperkolesterolemia (615)
27
RR : 22x/menit T : 36,5oC 240/10/10 tpm
HR : 100 x/menit N : Reguler, - Inj. Furosemid 15 mg/12
TD: 140/80 mmHg tegangan cukup jam iv
P50: 99/58 LP : 52 cm - Inj. Ampicillin 450mg/6
P90: 113/72 jam iv
P95:117/77 - PRC 300/75/18
P99: 124/85
Krisis HT: 180/120 PO:
- Captopril 6,25 mg/8 jam
- Prednisone tab 4-0-0
- Mata: edema palpebra (+/+), anemis (-), - KCL 300 mg tab PO
ikterik (-/-)
- Telinga: discharge (-/-) Diet:
- Hidung: napas cuping (-), discharge (-/-
), epistaksis (-) - Nasi cukup protein
- Mulut: asimetris (-), pucat (-) rendah garam 3x1 porsi
- Tenggorok: T1-1, hiperemis (-) - Susu 3x100ml
- Leher: pembesaran nnll (-),
- Thorax Program:
Simetris kanan kiri, retraksi (-)
- Cor: BJ I dan II normal, bising (-), - Transfusi albumin 100ml
gallop (-) dalam 4 jam
- Pulmo: dispneu (-), SDV (+/+), - Inj. Furosemide 15mg
hantaran (-/-)(-/-), ronkhi (-/-) (-/-) mid dan post transfusi
- Abdomen: cembung, BU (+) normal, - Cek albumin post
hepar lien tidak teraba transfusi
- Genitalia: edema scrotal (-) - Evaluasi TD tiap 8 jam,
- Ekstremitas Sup. Inf Balance cairan/diuresis
Oedem +/+ +/+ tiap 12 jam, lingkar
Sianosis -/- -/- perut dan BB tiap hari
Akral dingin -/- -/- - Monitoring reaksi
CRT <2” <2” transfusi
A:
- Sindroma nefrotik resisten steroid
- Hipertensi Stage II
- Edema anasarka
- Hipoalbumin (1,8)
- Hipokalsemi (1,9)
- Hiponatremia (127)
- Hipokalemi (3,2)
- Hipochlorida (97)
28
11/01/18 S: demam (-), batuk (-) sesak (-),bengkak di kaki P:
(+)
Terapi :
O: KU : compos mentis
- Infus D5 ½ NS
RR : 20x/menit T : 36,4oC 240/10/10 tpm
HR : 98 x/menit N : Reguler, isi - Inj. Furosemid 15 mg/12
TD: 140/110 mmHg tegangan jam iv
P50: 99/58 cukup - Inj. Ampicillin 450mg/6
P90: 113/72 LP : 52 cm jam iv
P95:117/77
P99: 124/85
Krisis HT: 180/120 PO:
- Captopril 6,25 mg/8 jam
- Prednisone tab 4-0-0
- Mata: edema palpebra (-/-), anemis (-), - KCL 300 mg tab PO
ikterik (-/-)
- Telinga: discharge (-/-) Diet:
- Hidung: napas cuping (-), discharge (-/-
), epistaksis (-) - Nasi cukup protein
- Mulut: asimetris (-), pucat (-) rendah garam 3x1 porsi
- Tenggorok: T1-1, hiperemis (-) - Susu 3x100ml
- Leher: pembesaran nnll (-),
- Thorax Program:
Simetris kanan kiri, retraksi (-)
- Cor: BJ I dan II normal, bising (-), - Cek albumin post
gallop (-) transfusi
- Pulmo: dispneu (-), SDV (+/+), - Evaluasi TD tiap 8 jam,
hantaran (-/-)(-/-), ronkhi (-/-) (-/-) Balance cairan/diuresis
- Abdomen: cembung, pekak sisi (+) tiap 12 jam, lingkar
normal, pekak alih (-), BU (+) normal, perut dan BB tiap hari
hepar lien tidak teraba - CPA pulse 500 mg iv
- Genital : laki-laki, edema scrotal (-)
- Ekstremitas Sup. Inf
Oedem -/- +/+
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
CRT <2” <2”
Hasil Laboratorium:
Hb : 10, HT 30,3
Leukosit : 9300
Trombosit : 518.000
A:
- Sindroma nefrotik resisten steroid
- Hipertensi stage II
- Leukositosis (29.600)
- Hipoalbumin (1,8)
- Hipokalsemi (1,9)
- Hiponatremia (127)
- Hipokalemi (3,2)
29
- Hipochlorida (97)
12/01/2018 S: - P:
O: KU : compos mentis, terpasang infus Terapi :
RR : 20x/menit T : 37oC - Infus D5 ½ NS
HR : 100 x/menit N : Reguler, isi 240/10/10 tpm
TD: 150/100 mmHg tegangan - Inj. Ampicillin 450mg/6
P50: 99/58 cukup jam iv
P90: 113/72 LP : 47 cm - Inj. Furosemid 15 mg/12
P95:117/77 jam iv
P99: 124/85
Krisis HT: 180/120
PO:
- Mata: edema palpebra (-/-), anemis (-), - Captopril 6,25 mg/8 jam
ikterik (-/-) - Prednisone tab 4-0-0
- Telinga: discharge (-/-) - KCL 300 mg tab PO
- Hidung: napas cuping (-), discharge (-/-
), epistaksis (-) Diet:
- Mulut: asimetris (-), pucat (-)
- Tenggorok: T1-1, hiperemis (-) - Nasi cukup protein
- Leher: pembesaran nnll (-), rendah garam 3x1 porsi
- Thorax - Susu 3x100ml
Simetris kanan kiri, retraksi (-)
- Cor: BJ I dan II normal, bising (-), Program:
gallop (-)
- Pulmo: dispneu (-), SDV (+/+), - Cek albumin post
hantaran (-/-)(-/-), ronkhi (-/-) (-/-) transfusi
- Abdomen: cembung, pekak sisi (+) - Evaluasi TD tiap 8 jam,
normal, pekak alih (-), BU (+) normal, Balance cairan/diuresis
hepar lien tidak teraba tiap 12 jam, lingkar
- Genital : laki-laki, edema scrotal (-) perut dan BB tiap hari
- Ekstremitas Sup. Inf - Pasien rawat jalan
Oedem -/- +/+
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
CRT <2” <2”
A:
- Sindroma nefrotik resisten steroid
- Hipertensi stage II
- Edema anasarka
30
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.1 Definisi/Batasan
o Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
o Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut–
turut dalam 1 minggu
31
o Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan
o Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun
o Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam
14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut–turut
o Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednisone full dose
2mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
Pada kasus ini, anak tidak mengalami remisi setelah diberikan prednisone full
dose 4-4-4 selama 1 bulan. Dengan adanya uraian diatas dapat dilihat bahwa anak
ini mengarah pada diagnosis sindroma nefrotik resisten steroid.
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih
berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadang-kadang
disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai
sakit perut hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis. Pada
pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar
perut, dan tekanan darah. Dalam laporan ISKDC (International study of kidney
diseases in children), pada SN kelainan minimal ditemukan 22% dengan
hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan
kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.1
Pada kasus ini, anak mengalami keluhan bengkak pada mata kemudian
wajah, perut, dan ekstremitas. Bengkak tidak dipengaruhi aktivitas dan posisi.
Saat bengkak ditekan, kulit terbentuk lengkungan beberapa saat. BAK jumlah
sedikit-sedikit, berwarna kuning keruh dan berbuih. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan anak tampak bengkak dan edema anasarka.
32
3.1.3 Patofisiologi
3.1.3.1 Proteinuria
Terdapat tiga jenis proteinuria yaitu glomerular, tubular dan overflow.
Kehilangan protein pada sindrom nefrotik termasuk dalam proteinuria glomerular.
Proteinuria pada penyakit glomerular disebabkan oleh peningkatan filtrasi
makromolekul yang melewati dinding kapiler glomerulus. Hal ini sering
diakibatkan oleh kelainan pada podosit glomerular. Dalam kondisi patologis,
podosit mengalami berbagai perubahan bentuk struktural seperti foot process
effacement, pseudocyt formation, hipertrofi, detachment dan apoptosis. Foot
process effacement merupakan karakteristik perubahan yang paling dominan
dijumpai pada sindroma nefrotik. Sindrom nefrotik terutama disebabkan oleh
injuri sel podosit dengan manifestasi proteinuria masif. Dalam keadaan normal
membran basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah
kebocoran protein. Pada sindroma nefrotik, mekanisme penghalang tersebut
terganggu fungsinya.12,13
3.1.3.2 Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada sindrom nefrotik,
hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif yang mengakibatkan
penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik
plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Laju sintesis albumin
pada SN dalam keadaan seimbang ternyata tidak menurun, bahkan meningkat atau
normal. Pada suatu penelitian terhadap anak ditemukan kenaikan laju sintesis dua
kali pada SN (dan anak dengan hipoalbuminemia dengan penyebab non hepatik
lainnya) menunjukkan bahwa kapasitas peningkatan sintesis hati terhadap albumin
tidak cukup untuk mengkompensasi laju kehilangan albumin yang abnormal.13,14
33
3.1.3.3 Edema
Edema merupakan penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel
tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh
ketidakseimbangan faktor-faktor yang mengontrol perpindahan cairan tubuh,
antara lain gangguan hemodinamik sistem kapiler yang menyebabkan retensi
natrium dan air, penyakit ginjal serta berpindahnya air dari intravaskular ke
jaringan interstitial.13,14
Edema pada sindrom nefrotik diterapkan dengan teori underfill dan
overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor
kunci terjadinya sindrom nefrotik. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan
tekanan onkotik plasma sehinga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan
interstitial sesuai dengan hukum Starling, akibatnya volume darah yang beredar
akan berkurang kemudian mengakibatkan perangsangan sistem renin-angiotensin
sehingga terjadi retensi natrium dan air pada tubulus distal ginjal. Teori overfill
menjelaskan bahwa defek primer pada tubulus akan mengakibatkan gangguan
ekskresi natrium. Akbiatnya terjadi peningkatan volume darah , penekanan
sistem renin-angiotensin dan vasopresin. Kondisi volume darah yang meningkat
disertai tekanan onkotik yang rendah menyebabkan transudasi cairan dari kapiler
ke jaringan interstitial sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus
akan meningkatkan retensi dan edema.15,16
34
. Gambar 3. TeoriUnderfill
3.1.3.4 Hiperlipidemia
35
lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Peningkatan sintesis
lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma menurun. Tekanan onkotik
yang rendah secara langsung menstimulasi transkripsi gen apoprotein B di
hepar.14
Pada kasus ini, dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan anak
bengkak pada wajah, leher, abdomen dan ekstremitas bawah. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar protein pada urin,
pemeriksaan albumin darah, dan pemeriksaan kadar kolesterol tubuh. Hasil
pemeriksaan kadar protein menunjukkan proteinuria masif 500 mg/dl disertai
hipoalbuminemia 1,8 dan hiperkolesterolemia 615mg/dl.
36
hipoalbuminemia dapat menyebabkan penurunan tekanan onkotik yang
kemudian menyebabkan edema sesuai hukum starling pada teori underfill seperti
gambar diatas. Selain itu akibat dari rendahnya sintesis albumin dapat
menimbulkan manifestasi berupa tampak ikterik. Hal ini diakibatkan albumin
tidak mengikat bilirubin hasil destruksi eritrosit. Akibat proses tersebut dapat
terlihat tampak ikterik pada kulit dan sclera mata.15
Pada kasus ini, tidak ditemukan gejala berupa tampak ikterik pada anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Sehingga dari asesmen awal kecurigaan akan adanya
kelainan pada hepar dapat disingkirkan.
Pada kasus ini, tidak ditemukan adanya tanda-tanda berupa anak mudah lelah,
akral dingin, capillary refill time memanjang maupun meningkatnya JVP. Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik berikut, kecurigaan akan terjadinya edema et
causa kardial dapat disingkirkan pada penilaian awal.
37
Pada kasus ini, status gizi anak diukur berdasarkan WHO anthroplus. Skor anak
berdasarkan tinggi badan terhadap usia yaitu -2,00 SD. Sedangkan status gizi
anak berdasarkan lila yaitu 17 cm. Dari kedua skor diatas didapatkan kesan gizi
baik, perawakan normal.
38
1-2 gram per hari. Pada kenyataanya anak ini mendapatkan asupan 75 gram
protein per hari melalui intake makanan dan susu.
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.
Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada
pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit
kalium dan natrium darah.1
Pada kasus ini, berat badan anak 14,4 kg. Injeksi furosemid yang diberikan
pada anak ini 20 mg/12 jam. Pemberian furosemide pada anak ini masih dalam
range pedoman pemberian furosemid pada anak.
39
Pada sindroma nefrotik idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan
awal. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon. Terapi
inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid
sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari
atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk
menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal
(berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial
diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal)
atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi.1
40
• Prednison oral dosis penuh (full dose) selama 6 minggu (maksimal 60
mg/m2 /hari), dilanjutkan 6 minggu dengan dosis alternating,
diberikan single dose pagi hari.
• Pemberian prednison dosis penuh 4 minggu, dilanjutkan dengan 4
minggu kedua 40 mg/m2 atau 1,5 mg/kgbb/hari alternating, jadi tetap
8 minggu seperti sebelumnya, tetapi dilanjutkan 3 bulan dosis
diturunkan (tapering off) sebelum prednison dihentikan.
41
siklofosfamid. Apabila terjadi depresi sumsum tulang (leukosit <1.000/uL) maka
obat dihentikan sementara dan dilanjutkan lagi apabila leukosit ≥5.000/uL.19,20
Pada kasus ini, berat badan anak 14,4 kg dan tinggi badan 84 cm, BSA =
0,336 m2. Injeksi siklofosfamid pulse yang diberikan pada anak ini 500mg.
Pemberian siklofosfamid pada anak ini masih dalam range pedoman pemberian
siklofosfamid pada anak.
3.2 Hipertensi
3.2.1 Etiologi
Ditinjau dari penyebabnya, hipertensi pada anak dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan hipertensi
yang tidak disebabkan oleh penyakit, yang dikenal sebagai hipertensi
primer/esensial. Pada anak kecil dan pra-remaja sebagian besar merupakan
42
hipertensi yang disebabkan oleh penyakit; penyakit ginjal dan pembuluh darah
ginjal merupakan penyebab tersering, contohnya seperti peradangan ginjal,
infeksi ginjal kronik, penyumbatan aliran urin, batu ginjal, kelainan kongenital
saluran kemih, penyempitan pembuluh darah ginjal, dan sebagainya. Hipertensi
primer atau esensial lebih sering ditemukan pada remaja, meliputi 85-90% kasus.
Hipertensi primer sangat jarang ditemukan pada anak berusia kurang dari 10
tahun. Faktor risiko yang dikaitkan dengan terjadinya hipertensi esensial adalah
riwayat hipertensi dalam keluarga dan kegemukan/obesitas.9,11
Pada kasus ini, hipertensi yang terjadi adalah hipertensi sekunder karena
sindroma nefrotik. Berdasarkan teori underfill, hipertensi terjadi akibat dari
aktifnya sistem renin angiotensin aldosteron yang menyebabkan retensi natrium
dan berlanjut pada hipertensi.
3.3.3 Diagnosis
43
4. Lihat usia anak pada sisi kiri tabel. Ikuti perpotongan baris usia secara
horizontal dengan persentil tinggi anak pada tabel (kolom vertikal).
5. Kemudian cari persentil 50, 90, 95, dan 99 TDS di kolom kiri dan TDD di
kolom kanan.
6. Interpretasikan tekanan darah (TD) anak:
• TD: <persentil 90 adalah normal.
• TD: antara persentil 90-95 disebut pre-hipertensi. Pada anak remaja jika
>120/80 mmHg disebut prehipertensi.
• TD >persentil 95 kemungkinan suatu hipertensi.
7. Bila TD >persentil 90, pengukuran TD harus diulang sebanyak dua kali
pada kunjungan berikutnya di tempat yang sama, dan rerata TDS dan TDD
harus dipergunakan.
8. Bila TD >persentil 95, TD harus diklasifikasikan dan dievaluasi lebih lanjut.
Pada kasus ini, Pada grafik persentil tinggi badan menurut usia pada
pasien ini dengan jenis kelamin laki-laki, tinggi badan 84 cm dan usia 2 tahun 4
bulan didapatkan tekanan darah berada diatas persentil 99.
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
P50: 99/58
P90: 113/72
P95:117/77
P99: 124/85
Krisis HT: 175/111
3.2.4 Tatalaksana
Tujuan pengobatan hipertensi pada anak adalah mengurangi risiko jangka
pendek maupun panjang terhadap penyakit kardiovaskuler dan kerusakan organ
target. Tujuan akhir pengobatan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah
44
hingga di bawah persenil ke 95 berdasarkan usia, jenis kelamin dan tinggi badan
anak.
a. Terapi medikamentosa
Dapat diberikan golongan obat ACE-inhibitor seperti kaptopril
dengan dosis maksimal 6 mg/kg/hari, lisinopil dengan dosis maksimal 0,2-1
mg/kg/hari. Golongan ARB contohnya seperti Losartan dengan dosis
maksimum 1,4 mg/kg/kali tiap 24 jam. Selain itu dapat diberikan diuretik
seperti Hidroklorotiazid dengan dosis 4 mg/kg/hari. Furosemid 12 mg/kg/hari
dan spironolakton 3,3 mg/kg/hari tiap 6-12 jam.
b. Terapi suportif
Pada anak dan remaja, dianjurkan untuk mengubah gaya hidup yaitu
penurunan berat badan (apabila berlebih), diet rendah lemak dan garam,
olahraga teratur.
Pada kasus ini, pasien ini diberikan obat oral Captopril 6,25 mg/24
jam (ACE Inhbitor) sebagai vasodilatator pembuluh darah dengan cara
menghambat produksi hormon angiotensin II. Furosemide 10 mg/12 jam
intravena berfungsi sebagai loop diuretik pada glomerulus ginjal untuk
mengurangi penyerapan kembali air sehingga dapat mengurangi edema dan
tekanan darah tinggi dengan efek samping hipokalemia, penurunan toleransi gula
darah.
45
Hiponatremia adalah kadar natrium <135 mEq/l dan dapat menyebabkan
pasien mengalami penurunan kesadaran maupun kejang. Pemberian natrium
dihitung dengan rumus Na (mmol) = (140-Na) x 0,6 x BB diberikan hanya
separuhnya untuk mencegah terjadinya hipertensi dan overload cairan.
Pendapat lain menganjurkan natrium cukup sampai Na serum 125 mEq/L
sehingga pemberian Na = (125 – Na serum) x 0,6 x BB. Bila disertai dengan
gejala serebral atau kadar Na <120 mEq/l maka perlu dikoreksi dengan
cairan NaCl hipertonik 3% (0,5 mEq/ml) dalam 1-4 jam.21
b. Hipokalsemia
Hipokalsemia akan bermanifestasi pada gangguan otot jika tidak ditangani,
hipokalsemia dikoreksi dengan pemberian Ca glukonas 0.5 cc/kgBB.21
Dalam kasus ini, pasien mengalami imbalans elektrolit berupa hiponatremi
dan hipokalsemi.
46
3.4.2 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan
suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun
gizi lebih.22
Cara interpretasi status gizi berdasarkan kombinasi berat badan
terhadap panjang badan, berat badan terhadap umur, dan panjang badan
terhadap umur menurut baku Z-score. Selain itu Penilaian status gizi dapat
dilakukan dengan:
- Anamnesis untuk menilai masukan diet.
- Pemeriksaan klinis dengan menilai ada tidaknya tanda-tanda kurang gizi.
- Pemeriksaan laboratorium dengan melihat kadar hemoglobin, protein dan
kolesterol.
1. Nutritional Assessment
Status gizi pasien :
WAZ : tidak dapat dinilai WHZ : tidak dapat dinilai
HAZ : -2,00 SD LILA: 17 cm kesan gizi: Gizi Baik
47
4. Formula
Tabel 10. Kebutuhan Nutrisi dalam 24 Jam (BB ideal = 14kg)
Kalori Protein
Cairan (100 (1,23 g/
Kebutuhan 24 Jam
1220 cc kkal/kgBB) kgBB)
1400 kkal 14 g
Infus D5½ NS 240/10/10 240 cc 408 kkal -
tpm
Diet rendah protein
300 cc 1566 kkal 53,7 g
rendah garam 3x1
Susu full cream 3x100cc 300 cc 195 kkal 10,5 g
Total 840 cc 2167 kkal 64,2 g
% AKG 52,5% 108,35% 256,8%
5. Monitoring
- Tolerasi pasien terhadap diet
- Akseptabilitas diet
48
BAB IV
RINGKASAN
49
frekuensi dan jumlah BAK normal, warna kuning keruh (+), berbuih (+), mudah
lelah (-),sesak (-), pucat (-). Karena orang tua merasa khawatir dengan kondisi anak,
orang tua meminta pasien dirawat inap di RSDK. Hasil pemeriksaan didapatkan
tekanan darah 130/100mmHg dan pemeriksaan urin rutin (+3). Kemudian pasien
dinyatakan menderita sindroma nefrotik resisten steroid. Anak melanjutkan
pengobatan prednison dengan dosis sebagian dan kaptopril 2x1 tablet diminum
setiap hari. Setelah 5 hari, anak mengalami perbaikan. Bengkak di kelopak mata (-),
bengkak pada wajah dan leher (+) berkurang, bengkak pada kaki (+) berkurang,
bengkak di kantung pelir (-), perut membesar (+), kuning (-), demam (-), mual (-),
muntah (-), frekuensi dan jumlah BAK normal, warna kuning keruh (+), berbuih (+),
mudah lelah (-),sesak (-), pucat (-).Kemudian pasien kontrol rutin dan pengobatan
rutin di poli anak RSDK.
±1 bulan SMRS, anak kembali dikeluhkan bengkak dari mata (+), bengkak
pada wajah dan leher (+), perut membesar (-), bengkak pada kantong pelir (+),
bengkak kaki dan tangan (+),demam (-), kuning (-), mual (+), muntah (+), frekuensi
BAK normal, jumlah BAK sedikit-sedikit, berbuih (+), warna kuning keruh (+),
mudah lelah (-),sesak (-), pucat (-). Hasil pemeriksaan didapatkan albumin darah 1,8
g/dL dan protein urin (+4). Tekanan darah 130/100. Anak diberi infus, obat melalui
suntikan, prednison 4-0-0, siklofosfamid dan kaptopril 2x1 tablet diminum setiap
hari. Setelah 9 hari perawatan, kondisi anak membaik. Bengkak di mata (+)
berkurang, bengkak pada wajah dan leher (+) berkurang, perut membesar (+),
bengkak pada kantong pelir (-), bengkak pada kaki (+) berkurang, bengkak pada
tangan (+) berkurang, perut membesar (-), demam (-), kuning (-), mual (-), muntah (-
), frekuensi BAK normal, jumlah BAK sedikit-sedikit, berbuih (+), warna kuning
keruh (+), mudah lelah (-),sesak (-), pucat (-). Lalu anak rawat di poli anak RSDK.
±1 hari SMRS, anak kembali mengalami keluhan bengkak pada wajah (+),
bengkak pada leher (+), perut membesar (-),bengkak pada tangan (+), bengkak pada
kaki (+),bengkak pada kantong pelir (-), demam (-), kuning (-), mual (+), muntah (-),
50
frekuensi BAK normal, jumlah BAK sedikit-sedikit, berbuih (+), warna kuning
keruh (+), mudah lelah (-), nyeri dada (-), sesak (-), pucat (-). Kemudian anak dibawa
ke IGD RSDK dan dirawat untuk keempat kalinya di bangsal C1L1.
Saat ini, bengkak pada mata anak (+), bengkak pada wajah (+), bengkak pada
leher (+), perut membesar (-),bengkak pada tangan (+), bengkak pada kaki
(+),bengkak pada kantong pelir (-), demam (-), kuning (-), mual (-), muntah (-),
frekuensi BAK normal, jumlah BAK sedikit-sedikit, berbuih (+), warna kuning
keruh (+), mudah lelah (-), nyeri dada (-), sesak (-), pucat (-). Dilakukan pemeriksaan
laboratorium darah rutin dan urin rutin. Didapatkan hasil albumin darah 1,8 g/dL dan
protein urin (+4). Natrium 127 mmol/L, kalium 3,2 mmol/L, Chlorida 97 mmol/L.
Tekanan darah 130/90. Anak diberi infus D5 ½ NS 240/10/10 tpm mikro, injeksi
furosemid 12 mg/12 jam, KCL 300 mg/24 jam per oral, prednison 4-0-0 (senin-rabu-
jumat) per oral dan captopril 6,25 mg/12 jam per oral.
Anak tinggal dengan orang tua. Anak lebih banyak menghabiskan waktu
bersama ibu sedangkan ayah bekerja menjadi buruh bangunan. Anak sepenuhnya
diasuh oleh ibu, terkadang bermain dan belajar dengan ibu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak sadar composmentis, tampak
bengkak dan terpasang infus. Tanda vital didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg
(Hipertensi stage 2). Status internus didapatkan edema palpebrae, edema extremitas
superior maupun inferior. Pemeriksaan thorax, cor dan pulmo dalam batas normal.
Pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen cembung, tidak terdapat venektasi,
bising usus positif normal, pekak sisi positif normal, pekak alih tidak ada dan hepar
serta lien tidak teraba. Pemeriksaan ekstremitas, didapatkan edema pada ekstremitas
superior dan inferior. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis dan
trombositosis, pemeriksaan kimia klinik didapatkan hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia, pemeriksaan elektrolit didapatkan hiponatremia dan
hipokalsemia, hiponatremia, hypokalemia, hipochlorida. pemeriksaan urin rutin
51
didapatkan urin berwarna kuning agak keruh, protein (+4), epitel 2-5/LPK, Oval fat
bodies +, silinder lemak 2-4/LPK serta bakteri positif. Status antropometri menurut
WHO, WAZ dan WHZ tidak dapat dinilai karena anak edema, HAZ = -2,00 SD
(perawakan normal). Perkembangan anak sesuai umur.
Anak diberi infus D5 ½ NS 240/10/10 tpm mikro, injeksi furosemid 12
mg/12 jam, KCL 300 mg/24 jam per oral, prednison 4-0-0 (senin-rabu-jumat) per
oral dan captopril 6,25 mg/12 jam per oral.
52
BAGAN PERMASALAHAN
Deteksi dini:
54
12. Cohen EP. Nephrotic syndrome. Medscape [Internet]. 2014:1-2. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview .
13. Jaipaul N. Overview of Nephrotic Syndrome. Merck Manuals Prof Ed.
2013:1-13. http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary-
disorders/glomerular-disorders/overview-of-nephrotic-syndrome.
14. Panduan Praktek Klinis Ilmu Kesehatan Anak. RI, RSUP Dr. Kariadi
Semarang Kementeriaan Kesehatan; 2015.
15. Meadow R, Newell S. Lecture Notes Pediatrica. Edisi Tuju. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2005.
16. Lane JC. Pediatric Nephrotic Syndrome Treatment & Management.
Medscape. 2017:1-22.
17. Alatas H, Trihono PP, Tambunan T, Pardede SO, EL H. Pengobatan Terkini
Sindrom Nefrotik (SN) pada Anak. 2015;17(71):155-162.
18. Niaudet P. Long-term outcome of children with steroid-sensitive idiopathic
nephrotic syndrome. Clin J Am Soc Nephrol [Internet]. 2009;4(10):1547–8.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19808239
19. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. 2010.
Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.
20. Hidayati EL, Pardede SO, Tribono PP. Comparison of Oral and Intravenous
Cyclophosphamide in Children with Steroid-Resistant Nephrotic Syndrome.
2011;51(5):266-271.
21. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. 2014. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi IV- II. Jakarta: Media Aesculapius.
22. Nilawati G. Profil Sindrom Nefrotik pada Ruang Perawatan Anak RSUP
Sanglah Denpasar. 2012;14(4):269-272.
55