1
HALAMAN PENGESAHAN
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang
bukan gawat darurat, lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat
bagi penanganan pasien selanjutnya, serta lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. Adapun level 4A artinya dokter
umum mampu mendiagnosis dan memberikan terapi sampai tuntas. Oleh karena
itu, kami bertujuan untuk mengulas kasus tersebut untuk meningkatkan pemahaman
lebih mengenai OMSK dan otomikosis.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah agar mahasiswa kedokteran mampu
menegakkan diagnosis dan melakukan rujukan yang tepat berdasarkan data yang
diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dan
pengelolaan pasien dengan otitis media supuratif kronik dan otomikosis.
1.3 Manfaat
Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses
belajar menegakkan diagnosis dan melakukan rujukan, serta pengelolaan pasien
otitis media supuratif kronik dan otomikosis.
4
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. AM
Umur : 24 tahun
TTL : Demak, 26 Maret 1995
Alamat : Sayung, Demak, Jawa Tengah
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : Sarjana
Masuk RSDK : 17 Mei 2019
No. CM : C754127
5
ANAMNESIS
Secara autoanamnesis pada tanggal 17 Mei 2019 jam 13.00 WIB
Keluhan Utama
Kurang dengar pada telinga kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
± 3 bulan SMRS pasien mengeluh kurang dengar pada telinga kanan. Keluhan
semakin lama semakin berat sehingga mengganggu aktivitas. Tidak ada faktor yang
memperberat dan memperingan keluhan. Pasien juga mengeluh keluar cairan dari
telinga kanan, terus menerus, awalnya berwarna bening kemudian menjadi kuning
kental dan berbau. Nyeri(-/-), berdenging (-/-), gatal (-/-), riwayat trauma (-),
keluhan demam (-). Pasien kemudian berobat ke RS Roemani dan diberikan obat
tetes telinga, tetapi pasien tidak mengingat nama obatnya.
± 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan kurang dengar pada telinga kanan
semakin memberat. Pasien juga mengeluh cairan masih keluar dari telinga
kanannya berwarna kuning kental dan berbau. Pasien juga merasa telinga kanan
terasa nyeri (+/-) dan gatal (+/-). Pasien kemudian dirujuk ke RSDK.
6
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan pegawai swasta di PT. Roda Makmur Sentosa. Pasien belum
menikah dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara, keduanya sudah bekerja.
Pasien berobat menggunakan JKN Non-PBI. Kesan sosial ekonomi cukup.
Lain-lain
Pasien telah menjadi perokok aktif ± 5 tahun. Pasien bekerja di pabrik dengan suara
mesin produksi yang cukup bising.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada tanggal 17 Mei 2019 pukul 13.00 WIB di Poli Otologi THT-
KL RSUP dr. Kariadi Semarang.
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Aktivitas : Normoaktif
Kooperativitas : Kooperatif
Status gizi : Kesan normoweight
Tanda - tanda vital :
TD : 120/80mmHg
Suhu : 36,5 C
Nadi : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
Kepala : Mesosefal
Kulit : Turgor cukup
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), ikterik (-/-)
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal
7
Status Lokalis (THT)
1. Telinga:
Gambar:
8
2. Hidung dan Sinus Paranasal:
Gambar:
Pemeriksaan Luar
Inspeksi : deformitas (-), warna kulit sama dengan
sekitar, allergic shinner (-), nasal crease (-), allergic
Hidung
salute (-), jaringan sikatriks (-).
Palpasi : os nasal : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)
Sinus Nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
Rinoskopi Anterior Kanan Kiri
Discaj (-) (-)
Mukosa Hiperemis (-)
Konka Inferior Edema (-), hipertrofi (-) Edema (-), hipertrofi (-)
Tumor Massa (-) Massa (-)
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Lain-lain (-) (-)
Diafanoskopi tidak dilakukan
3. Tenggorok:
Gambar:
9
Orofaring Keterangan
Simetris, massa (-), hiperemis (-), fistula (-), benjolan di
Palatum
palatum (-)
Arkus Faring Simetris, uvula di tengah
Mukosa Hiperemis (-), granulasi (-)
Ukuran T1, hiperemis (-), Ukuran T1, hiperemis (-),
permukaan rata, kripte permukaan rata, kripte
Tonsil
melebar (-), detritus (-), melebar (-), detritus (-),
membran (-) membran (-)
Peritonsil Abses (-)
Refleks muntah + normal
Nasofaring (Rinoskopi Posterior) : tidak dilakukan pemeriksaan
Laringofaring (Laringoskopi Indirek) : tidak dilakukan pemeriksaan
Laring (Laringoskopi Indirek) : tidak dilakukan pemeriksaan
10
5. Gigi dan Mulut
Gigi geligi : Gigi goyang (-), gigi lubang (-), karies (-)
Lidah : Simetris, deviasi (-), stomatitis (-).
Palatum : Simetris, massa (-), bombans (-), hiperemis (-), fistula
(-), benjolan di palatum (-)
Pipi : Mukosa buccal: hiperemis (-), stomatitis (-)
Lain-lain : (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
MSCT
Kesan : Mastoiditis
RINGKASAN
Seorang laki-laki 24 tahun datang dengan keluhan kurang denger pada
telinga kanan sejak ± 3 bulan SMRS. Keluhan disertai keluar cairan berwarna
kuning kental dan berbau dari telinga kanan. Pasien kemudian berobat ke RS
Roemani dan diberikan obat tetes telinga. ± 1 minggu SMRS keluhan kurang dengar
11
dan keluar cairan semakin memberat disertai nyeri telinga (+/-) dan gatal (+/-) pada
telinga kanan. Pasien kemudian dirujuk ke RSDK.
Pemeriksaan fisik hidung dan tenggorokan dalam batas normal.
Pemeriksaan fisik telinga ditemukan membran timpani telinga kanan perforasi
subtotal dan ditemukan jamur pada telinga kanan. Pada pemeriksaan penunjang
MSCT, ditemukan Mastoiditis.
DIAGNOSIS BANDING
- Otitis Media Akut stadium perforasi
DIAGNOSIS SEMENTARA
- Otitis media supuratif kronik dextra dengan mastoiditis
- Otomikosis
RENCANA PENGELOLAAN
Pemeriksaan Diagnostik :
- Pro audio timpanometri
- Otoendoskopi
- Darah rutin, GDS, PPT, PPTK, elektrolit, Ur, Cr
- Kultur cairan telinga
Tatalaksana :
- Pro-timpanoplasti
- Pro-mastoidektomi
- Perhidrol tetes telinga 4 tetes/8jam
- Ketokonazole 2% salep
- Ofloxacin tetes telinga 3 mg 10 tetes/12 jam
- Asam mefenamat 500 mg / 8 jam p.o (jika nyeri)
12
Pemantauan :
Keadaan umum, derajat nyeri, keluhan kurang pendengaran, keluhan keluar cairan
dari telinga kanan, keluhan gatal pada telinga kanan
Edukasi :
Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita
Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai pemeriksaan penunjang yang
harus dilaksanakan untuk penegakan diagnosis
Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai rencana tindakan (operasi
timpanoplasti dan mastoidektomi) beserta prosedur yang akan dilakukan, serta
prognosis (KP menetap)
Menjelaskan pada pasien dan keluarga tatalaksana medikamentosa
Menjelaskan pada pasien dan keluarga untuk menjaga agar air tidak masuk ke
telinga kanan pasien.
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad sanam : Dubia ad malam
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi telinga akut, subakut, dan kronik pada epitel
skuamosa pinna dan kanalis auditorius externa yang disebabkan oleh infeksi jamur.
Namun, otomikosis juga dapat terjadi akibat infeksi bakteri kronis yang
menyebabkan turunnya imunitas lokal sehingga memudahkan terjadinya infeksi
jamur sekunder. Pada kasus dengan adanya perforasi membrane timpani, jamur
juga dapat menyebabkan infeksi pada telinga tengah. 4
16
Penggunaan jangka panjang tetes telinga antibiotik
Keadaan normal telinga dan sel epitel mukosa saluran telinga dapat
mengalami perubahan akibat penggunaan jangka panjang tetes telinga
antibotik, sehingga memudahkan terjadinya pertumbuhan dan proliferasi
jamur. Perubahan tersebut juga dapat mengakibatkan flora normal dalam
saluran telinga berubah menjadi patologis.
Perenang
Jika terlalu banyak air masuk ke dalam saluran telinga, misalnya saat
berenang, terutama jika air tersebut mengandung klorin akan memudahkan
jamur untuk tumbuh dan berproliferasi. Dengan demikian, perenang
sebaiknya menggunakan ear plug atau penyumbat telinga pada saat
berenang.
Terlalu sering membersihkan telinga
Terlalu sering membersihkan telinga menggunakan cotton bud dapat
mengakibat trauma lokal pada saluran telinga sehingga memudahkan
terjadinya infeksi, pertumbuhan dan proliferasi bakteri dan jamur.
18
biasanya sudah menggunakan berbagai obat tetes telinga antibiotik maupun
per oral, namun keluhan tidak berkurang.11
19
Sediaan antifungi dapat dibagi menjadi dua, yakni antifungi spesifik dan
non spesifik. Antifungi non spesifik diantaranya adalah larutan asam dan
pembersih, yaitu :
Povidone iodine adalah obat luar yang berfungsi sebagai antiseptik yang
umumnya digunakan untuk membersihkan serta membunuh bakteri,
jamur dan virus pada daerah kulit termasuk kulit yang tedapat luka.
Boric acid adalah medium asam dan sering digunakan sebagai antiseptik
dan insektisida. Dapat diberikan bila penyebabnya adalah Candida
albicans.
Gentian Violet yang disediakan dalam bentuk larutan konsentrasi rendah.
Misalnya 1% dalam air. Gentian violet bersifat antibakteri, antifungi,
antiinflamasi dan antiseptik. Beberapa penelitian menunjukkan
efektivitas agen ini hingga 80%.
Castellani’s paint (acetone, alkohol, fenol, fuchsin, resocinol)
Cresylate (merthiolate, M-cresyl acetate, propyleneglycol, bric acid, dan
alkohol)
Merchurochrome yang merupakan antiseptik topikal dan antifungi.
Penelitian menunjukkan efektivitasnya hingga 93, 4%.
21
otomikosis harus lebih kuat untuk mencegah komplikasi seperti hilangnya
pendengaran dan infeksi invasif ke tulang temporal.4
Otomikosis terkadang sulit diatasi walaupun telah diobati dengan
pengobatan yang sesuai. Maka dari itu perlu ditentukan apakah kondisi ini
akibat penyakit otomikosis itu sendiri atau berhubungan dengan gangguan
sistemik lainnya atau hasil dari gangguan immunodefisiensi yang
mendasari. Pengobatan lain selain medikamentosa yaitu menjaga telinga
tetap kering dan mengarahkan pada kembalinya kondisi fisiologis dengan
mencegah gangguan pada kanalis akustikus eksternus. 4
22
3.3 Definisi Otitis Media Supuratif Kronik
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) didefinisikan sebagai
peradangan kronik pada telinga tengah dengan adanya perforasi membran
timpani yang menetap dan keluarnya cairan/discharge telinga (otorrhoea) yang
hilang timbul maupun terus menerus.12
Definisi yang dikeluarkan oleh WHO menggolongkan otore yang
terjadi selama 2 minggu sebagai OMSK sedangkan PERHATI-KL lebih
cenderung menggunakan standar waktu yang lebih lama yaitu 8 minggu.
OMSK umumnya diawali oleh otitis media akut yang banyak terjadi pada usia
anak kurang dari 6 tahun.12,13
23
3.5 Patogenesis OMSK
Patogenesis terjadinya OMSK tidak hanya didasari oleh satu
mekanisme saja melainkan merupakan suatu kondisi multifaktorial yang
melibatkan beberapa faktor di antaranya:
1. Inflamasi kronik oleh karena adanya disfungsi tuba eustachius
2. Faktor genetik yang mempengaruhi proses penyembuhan dan resistensi
mukosa terhadap infeksi
3. Karakteristik khusus anatomi telinga tengah seperti pneumatisasi dan
ukuran
4. Karakteristik, patogenitas, virulensi dan resistensi dari patogen penyebab
infeksi
Kejadian OMSK erat hubungannya dengan gangguan ventilasi telinga
tengah yang disebabkan oleh adanya disfungsi tuba eustachius. Disfungsi tuba
eustachius terjadi akibat obstruksi tuba eustachius baik secara mekanik,
fungsional ataupun keduanya. Obstruksi mekanik dapat disebabkan oleh faktor
instrinsik seperti infeksi, inflamasi atau alergi dan faktor ekstrinsik seperti
tumor di nasofaring atau adenoid. Obstruksi fungsional dapat disebabkan oleh
kolapsnya tuba oleh karena barotrauma, meningkatnya compliance tulang
rawan yang menghambat terbukanya tuba atau gagalnya mekanisme aktif
pembukaan tuba eustachius akibat buruknya fungsi m.tensor veli palatina.
Mekanisme lain yang mendasari terjadinya OMSK ialah adanya inflamasi baik
yang berupa infeksi maupun non infeksi. Infeksi dapat terjadi oleh bakteri yang
bermigrasi dari meatus acusticus externus menuju telinga tengah melalui
perforasi membran timpani yang dapat dipicu kejadian OMA sebelumnya
maupun infeksi yang berasal fokus infeksi di luar telinga seperti infeksi
asenderen melalui tuba eustachius dari infeksi saluran napas atas, tonsil,
adenoid maupun sinus.
Infeksi saluran napas atas dapat memicu terjadinya otitis media melalui
menisme disfungsi tuba eustachius dan inflamasi. Peradangan pada saluran
napas atas dapat menjalar hingga menyebabkan edema mukosa tuba esutachius
yang berujung pada disfungsi tuba. Selain itu, reaksi inflamasi mungkin
24
tercetuskan oleh proses infeksi dari bakteri patogen infeksi saluran napas atas
yang secara asenderen berpindah menuju telinga tengah melalui tuba
eustachius. Adanya kontak dengan agen patogen maupun alergen pada infan
atau anak kecil dapat mencetuskan terjadinya adenoiditis melalui perubahan
imunologik-inflamatorik. Patogenesis timbulnya otitis media akibat
adenoiditis terletak pada potensi terjadinya hiperplasi adenoid dan
terbentuknya reservoir patogen mikroorganisme pada adenoiditis kronik.
Inflamasi non infeksi pada telinga tengah dapat disebabkan oleh adanya alergi
ataupun refluks gaster. Perforasi mukosa telinga tengah lebih mudah
mengalami sensitisasi oleh debu, serbuk sari ataupun alergen udara lainnya.
Penelitian oleh Downs et al menyatakan bahwa pajanan histamin intratimpanik
mengakibatkan disfungsi tuba. Rinitis alergi sebagai salah satu bentuk alergi
juga berpotensi menimbulkan OMSK melaui suatu reaksi inflamasi yang
mempengaruhi tidak hanya mukosa hidung, tapi hingga ke telinga tengah yang
berujung pada disfungsi tuba.
25
Pada OMSK tipe maligna dapat ditemukan koleasteatom yang
merupakan penumpukan epitel skuamus berkeratin. Terbentuknya kolesteatom
pada OMSK dapat terjadi secara kongenital, primer maupun sekunder. Pada
kolesteatom primer, tidak didapatkan adanya riwayat otitis media ataupun
perforasi. Kolesteatom berasal dari timbunan keratin debris pada kantung yang
terbentuk oleh karena invaginasi pars flaksid maupun hiperplasia sel basal
akibat infeksi subklinik berulang. Sedangkan kolesteatom sekunder dijumpai
pada pasien dengan riwayat otitis media/perforasi sebelumnya. Terbentuknya
kolesteatom tersebut diperkirakan berasal dari migrasi epitel skuamus
berkeratin dari telinga luar melalui membran timpani yang perforasi menuju ke
telinga tengah atapun dapat pula berasal dari metaplasia epitel telinga tengah
akibat infeksi berulang. Kolesteatoma yang terbentuk dapat menyebabkan
destruksi tulang dan jaringan sekitarnya dengan menghasilkan enzim
kolagenase, asam fosfatase, proteolitik dan menginduksi osteoklas serta sel-sel
inflamasi mononuklear.
OMSK dapat menyebabkan conductive hearing loss (CHL) serta gangguan
sensory neural hearing loss (SNHL).OMSK ditandai dengan adanya perforasi
membran timpani, yang dapat menghambat konduksi suara ke telinga bagian
dalam. Tingkat terganggu fungsi pendengaran juga telah dibuktikan
berbanding lurus dengan kerusakan yang disebabkan pada struktur telinga
tengah. Dalam beberapa kasus OMSK, bisa ada gangguan pendengaran
permanen yang dapat dikaitkan dengan perubahan jaringan ireversibel dalam
pendengaran.14Infeksi kronik telinga tengah menyebabkan edema pada
lapisan telinga tengah, perforasi membran timpani dan gangguan tulang
pendengaran, sehingga terjadi CHL. Selain itu, mediator inflamasi yang
dihasilkan selama OMSK dapat menembus ke telinga bagian dalam melalui
jendela bulat. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya sel-sel rambut di koklea,
yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural (SNHL).
28
Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) bila
diperlukan
3. Dianjurkan High Resolution Computer Tomography (HRCT)
mastoid potongan aksial koronal tanpa kontras ketebalan 0.6mm.
Foto polos mastoid Schuller masih dapat dilakukan bila fasilitas
CT scan tidak tersedia
4. Dapat dilakukan kultur dan resistensi sekret telinga, yang diambil
di :
Poliklinik : dengan bahan sekret liang telinga
Saat operasi : dengan bahan sekret rongga mastoid
5. Dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tuba Eustachius
6. Pemeriksaan fungsi keseimbangan
7. Pemeriksaan fungsi saraf fasialis
8. Dapat dilakukan Paper patch test
9. Dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi jaringan saat operasi
10. Untuk persiapan operasi : disesuaikan dengan PPK Tindakan
operasi yang dilakukan
d. KRITERIA DIAGNOSIS
Riwayat keluar cairan dari telinga terus menerus atau hilang timbul
lebih dari 2 bulan dengan atau tanpa gejala lain, adanya perforasi
membran timpani dan tidak ditemukan kolesteatoma pada
pemeriksaan fisik atau tidak ada kecurigaan adanya kolesteatoma
pada pemeriksaan patologi anatomi atau pemeriksaan radiologi.
e. TERAPI
1. Non Pembedahan :
Hindari air masuk ke dalam telinga
Cuci liang telinga :
− NaCl 0,9%
− Asam asetat 2%
29
− Peroksida 3%
Antibiotika:
− Topikal tetes telinga Ofloksasin
− Sistemik: anti Pseudomonas sp (golongan Quinolon dan
Sefalosporin generasi IV)
2. Pembedahan :
Timpanoplasti dengan atau tanpa mastoidektomi.
Menurut ICD 9 CM mencakup :
Myringoplasty (Type I tympanoplasty), Type II tympanoplasty
, Type III tympanoplasty
Ossiculoplasty
with or without Simple mastoidectomy
Atticotomy
3. Setelah operasi :
i. Antibiotika
Golongan Sefalosporin anti pseudomonas adalah Sefalosporin
generasi IV (dikenal sebagai antipseudomonal), pilihannya :
Cefepime atau Ceftazidim. Antibiotik jenis ini juga merupakan
pilihan untuk pasien anak mengingat adanya kontra indikasi
pemberian antibiotik golongan Quinolon.
Pada kasus infeksi Methicillin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA) : Sefalosporin generasi V, pilihannya :
Fetaroline atau Ceftobiprol.
Penggunaan Gentamisin dapat dilakukan pada kondisi : i.
Tidak tersedia obat lain yang tidak bersifat ototoksik. ii. Satu-
satunya antibiotik yang sensitif terhadap kuman hasil biakan
sekret liang telinga yang diambil di poliklinik maupun saat
operasi.
i. Pemberian analgetik diberikan pilihan golongan nonopioid dan
golongan opioid.
30
f. EDUKASI
1. Berobat segera bila batuk pilek
2. Hindari air masuk ke dalam telinga
3. Menyarankan operasi dengan tujuan menurunkan risiko
kekambuhan, mencegah komplikasi lebih lanjut (intra temporal dan
ekstra temporal) serta untuk perbaikan fungsi pendengaran.
31
Kelumpuhan nervus fasialis dapat terjadi akibat infeksi langsung
ke kanalis fasialis yang terdapat pada superior cavum timpani. Paralisis
ini dapat terjadi pada OMSK dengan atau tanpa kolesteatoma. Pada
kolesteatoma, bagian tulang pada kanalis fasialis mengalami erosi dan
timbul jaringan granulasi yang dapat menekan kanalis fasialis.
Kelumpuhan nervus dapat diamati pada cabang-cabangnya yang
mempersarafi otot-otot wajah yaitu ramus temporalis, zigommaticus,
buccal, mandibula dan cervicalis, biasanya derajat kelemahannya akan
menentukan reversibilitas kelumpuhan tersebut. Tanda-tanda
kelumpuhan yaitu berupa kelemahan kemampuan mengerutkan kening,
menutupnya kelopak mata, mengerutkan hidung, bersiul, tertawa lebar
dan meringis.
ii. Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi
1. Lesi di luar foramen stilomastoideus
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di
antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata
yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan
keluar terus menerus.
2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik mulut tertarik kearah sisi mulut yang
sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi
menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak
dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus, ditambah
dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan)
dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya
pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya saraf intermedius,
sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda
timpani bergabung dengan saraf fasialis di kanalis fasialis.
3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus
stapedius)
32
Gejala dan tanda klinik mulut tertarik kearah sisi mulut yang
sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi
menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak
dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus, ditambah
dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan)
dan salivasi di sisi yang terkena berkurang, di tambah dengan
hiperakusis.
4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion
genikulatum)
Gejala dan tanda klinik mulut tertarik kearah sisi mulut yang
sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi
menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak
dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus, ditambah
dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan)
dan salivasi di sisi yang terkena berkurang, di tambah dengan
hiperakusis disertai dengan nyeri di belakang dan didalam liang
telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi
pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom Ramsay-
Hunt adalah kelumpuhan fasialis perifer yang berhubungan dengan
herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah
herpes zoster otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam
kanalis auditorius dan dibelakang aurikel (saraf aurikularis
posterior), terjadi tinitus, kegagalan pendengaran, gangguan
pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.
5. Lesi di meatus akustikus internus
Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli
akibat terlibatnya nervus akustikus.
6. Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons.
Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan
tanda terlibatnya saraf Trigeminus, saraf akustikus dan kadang –
kadang juga saraf Abdusen, saraf Aksesorius dan saraf Hipoglossus.
33
Gambar 6. komponen serat saraf fasialis dan intermediet dan tanda-
tanda kerusakan segmen individualnya
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang laki-laki 24 tahun datang ke klinik THT RSUP dr. Kariadi dengan
keluhan kurang pendengaran. ± 3 bulan SMRS pasien mengeluh kurang dengar
35
pada telinga kanan. Keluhan semakin lama semakin berat sehingga mengganggu
aktivitas. Tidak ada faktor yang memperberat dan memperingan keluhan. Pasien
juga mengeluh keluar cairan dari telinga kanan, terus menerus, awalnya berwarna
bening kemudian menjadi kuning kental dan berbau. Nyeri (-/-), berdenging (-/-),
gatal (-/-), riwayat trauma (-), keluhan demam (-). Pasien kemudian memeriksakan
diri ke RS Roemani dan diberikan obat tetes telinga.
± 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan kurang dengar pada telinga kanan
semakin memberat. Pasien juga mengeluh cairan masih keluar dari telinga
kanannya berwarna kuning kental dan berbau. Pasien juga merasa telinga kanan
terasa nyeri (+/-) dan gatal (+/-). Pasien kemudian dirujuk ke RSDK. Pada
pemeriksaan fisik hidung dan tenggorokan dalam batas normal. Pemeriksaan fisik
telinga ditemukan membran timpani telinga kanan perforasi subtotal, discaj (+)
mukopurulen memenuhi CAE, dan ditemukan jamur (+). Pada pemeriksaan
penunjang MSCT, ditemukan mastoiditis.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan
Otitis media supuratif kronik dextra dengan mastoiditis, dengan kriteria diagnosis
adanya riwayat keluar cairan dari liang telinga kanan terus menerus selama kurang
lebih 3 bulan disertai dengan adanya perforasi membran timpani subtotal pada
telinga kanan. Berdasarkan sekret yang keluar kasus ini termasuk ke dalam fase akif
dikarenakan sekret masih aktif keluar. Pada pemeriksaan penunjang juga
didapatkan gambaran mastoiditis.
Pada kasus ini juga ditemukan jamur pada liang telinga kanan sehingga
pasien didiagnosis pula dengan otomikosis. Penggunaan obat tetes telinga jangka
panjang dapat menjadi salah satu faktor resiko terjadinya infeksi jamur.
Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan pada kasus ini antara lain Pro
audio timpanometri, Otoendoskopi, Darah rutin, GDS, PPT, PPTK, elektrolit, Ur,
Cr, dan Kultur cairan telinga. Sedangkan tatalaksana pada kasus ini antara lain Pro-
timpanoplasti, Pro mastoidektomi, Perhidrol tetes telinga 4 tetes/8jam,
Ketokonazole 2% salep, Ofloxacin tetes telinga 3 mg 10 tetes/12 jam, dan Asam
mefenamat 500 mg / 8 jam p.o (jika nyeri).
36
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
39
13. Gopen Q. Pathology and clinical course of the inflammatory disease of the
middle ear. In: Gulya AJ, Minor LB, Poe DS, editor. Glasscock-Shambaugh
Surgery of The Ear. Sixth edition. Connecticut: PMPH USA; 2010. p.425-36.
14. Hamilton J. Chronic otitis media in childhood. In: Gleeson M, Browning GG,
Burton MJ, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, Lund VJ, et al, editor. Scotts-
Brown’s Otorhinolaryngology: Head and Neck Surgery. 7th edition. London:
Edward Arnold publisher; 2008. p.928-964.
40