Disusun oleh:
Kelompok IX
Tingkat II A Keperawatan Malang
Maulidia Riska
(1401100005)
Lolita Nindi I
(1401100006)
Gigih Eko S
(1401100030)
Tanti Adiati
(1401100036)
Indah Styarini
(1401100048)
Rizki Puji S
(1401100051)
Kemenkes Malang
Teman - teman D III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, serta
dapat digunakan sebagai motivator untuk menyusun makalah lain yang lebih
baik. Kami menyadari bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................3
1.3 Tujuan .......................................................................................3
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Definisi dan Klasifikasi Otitis Media........................................4
2.2 Etiologi Otitis Media.................................................................4
2.3 Tanda dan Gejala Otitis Media..................................................8
2.4 Patogenesis................................................................................16
2.5 Patofisiologi..............................................................................17
2.6 Penatalaksanaan........................................................................18
2.7 Pencegahan................................................................................24
2.8 Komplikasi................................................................................24
BAB III CONTOH KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus.........................................................................................26
3.2 Pembahasan...............................................................................27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................39
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera
pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain
melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Di Indonesia didapat dari data THT diseluruh Indonesia tercatat 65 orang
perbulan dalam pemeriksaan dengan keluhan peradangan pada telinga tengah,
sedangkan dikalbar data yang didapat tidaklah terlalu spesifik, hanya ada
beberapa pasien saja yang tercatat disetiap bulannya.
Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di
antara mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan
otologik adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli
audiologi, ahli patologi wicara dan pendidik.
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis
media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media
non supuratif.
beberapa
negara dengan ekonomi rendah dan Indonesia, serta memiliki angka kejadian
yang cukup bervariasi pada tiap-tiap negara. Penyakit ini juga telah
menimbulkan beban lain yang cukup berarti, diantaranya waktu dan biaya.
Salah satu laporan Center for Disease Control and Prevention (CDC)
dalam salah satu programnya yaitu CDCs Active Bacterial Core Surveillance
(ABCs) di Amerika Serikat tahun 1999 menunjukkan kasus OMA terjadi
sebanyak enam juta kasus per tahun. Meropol dkk juga mendapati 45-62%
indikasi pemberian antibiotik pada anak-anak di Amerika Serikat disebabkan
OMA. Oleh karena pemakaian antibiotik yang tinggi, beban negara tersebut
yang digunakan untuk kasus OMA tergolong signifikan, melebihi 3,8 triliun
dolar setiap tahunnya. Sementara itu di Kanada, tepatnya di Quebec, biaya
penanganan OMA diperkirakan menghabiskan dana lebih dari sepuluh juta
dolar setiap tahunnya dan tenaga medis menghabiskan waktu kira-kira 4,9 jam
untuk keseluruhan penanganan OMA. Otitis media supuratif kronis (OMSK)
termasuk salah satu masalah kesehatan utama yang ditemukan pada banyak
populasi di dunia, dan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang
cukup signifikan. Penyakit ini biasa ditemukan pada masyarakat kelas
menengah ke bawah di negara-negara berkembang, dan menyebabkan
meningkatnya biaya untuk pengobatan.
Prevalensi OMSK di dunia berkisar antara 1 sampai 46 % pada
komunitas masyarakat kelas menengah ke bawah di negara-negara
berkembang. Adanya prevalensi OMSK lebih dari 1% pada anak-anak di suatu
komunitas menunjukkan adanya suatu lonjakan penyakit, namun hal ini dapat
diatasi dengan adanya pelayanan kesehatan masyarakat. Otitis media kronik
terjadi secara perlahan-lahan namun dalam jangka waktu yang lama. Dengan
demikian, dalam penanganannya memerlukan suatu kecermatan dan ketepatan
agar dapat dicapai penyembuhan yang maksimal. Dari survei pada 7 propinsi
di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insiden Otitis Media Supuratif
Kronis (atau yang oleh awal dikenal sebagai "congek") sebesar 3% dari
penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia
diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Jumlah penderita ini kecil
kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin bertambah setiap tahunnya
mengingat kondisi ekonomi masih buruk, kesadaran masyarakat akan
kesehatan yang masih rendah dan sering tidak tuntasnya pengobatan yang
dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan otitis media?
1.2.2 Bagaimana etiologi otitis media?
1.2.3 Apa saja tanda dan gejala otitis media?
1.2.4 Bagaimana patogenesis otitis media?
1.2.5 Bagimana patofisiologi otitis media?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan otitis media?
1.2.7 Bagaimana pencegahan otitis media?
1.2.8 Apa saja komplikasi dari otitis media?
1.3 Tujuan
1.3.1 Dapat mengetahui definisi otitis media
1.3.2 Dapat mengetahui etiologi otitis media
1.3.3 Dapat mengetahui tanda dan gejala otitis media
1.3.4 Dapat mengetahui patogenesis dari otitis media
1.3.5 Dapat mengetahui patofisiologi dari otitis media
1.3.6 Dapat mengetahui penatalaksanaan otitis media
1.3.7 Dapat mengetahui pencegahan dari otitis media
1.3.8 Dapat mengetahui komplikasi otitis media
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi dan Klasifikasi Otitis Media
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media
terbagi atas otitis media supuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing
memiliki bentuk akut dan kronik. Otitis media akut termasuk kedalam jenis
otitis media supuratif. Selain itu terdapat juga jenis otitis media spesifik, yaitu
otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitis media adhesiva
(Djaafar, 2007).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala
dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat (Buchman, 2003).
Otitis media kronis adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana
terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran
timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang
hilang timbul. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang timbul
atau menetap selama 2 bulan atau lebih (Djaafar, 1997).
Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret yang nonpurulen di
tengah telinga tengah, sedangkan membran timpani utuh. Adanya cairan di
tengah telinga dengan membran timpani utuh tanpa da tanda-tanda infeksi
disebut juga otitis media dengan efusi. Pabila efusi tersebut encer disebut
otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental disebut otitis media
mukoid (glue ear).
2.2 Etiologi Otitis Media
2.2.1 Otitis Media Akut
a. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Tiga
jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus
pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%)
dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai
patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A
betahemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif.
Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak
ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di
rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak
balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga
sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).
b. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai
tersendiri atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus
yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory
syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak
30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus
7
2.2.2
umumnya
menyatakan
bahwa
tuba
tidak
mungkin
10
Suhu
Gelisah
(oC)
Tarik
Kemeraha
Telinga
Bengkak pada
pada membran
membran
timpani
timpani
0
<38
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
38-38,5
Ringan
Ringan
Ringan
Ringan
38,6-39
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
>39
Berat
Berat
Berat
Berat,
termasuk otore
11
12
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat
purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid.
Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat
dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang
purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol
atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan
tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di
telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur
nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif.
Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang. Stadium
supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis
mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan
nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat
tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran
timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis
terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan
miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi
pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga
tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani
akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang
tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani
mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi (Djaafar,
2007; Dhingra, 2007).
4. Stadium Perforasi
13
mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa
telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah
sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi
dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK
stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang
sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan
kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat kepingkeping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas
unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang
karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur
darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga
dan
merupakan
tanda
adanya
kolesteatom
yang
15
fistel
labirin
akibat
erosi
dinding
labirin
oleh
16
17
OME
Infeksi (-)
Etiologi:
Perubahan tekanan udara tiba-tiba
Infeksi
Alergi
OMA
Sembuh
OME
OMSK
18
17
menghindari
perforasi
membran
timpani,
dan
18
rekuren,
seperti
miringotomi
dengan
insersi
tuba
labirinitis,
dan
infeksi
sistem
saraf
pusat.
memuaskan
terhadap
terapi
second-line,
untuk
19
(1996)
dalam
Titisari
(2005),
penelitian
prospertif,
randomized
trial
yang
telah
dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis
media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah
menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis,
tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan
OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba,
tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi
jalan napas dan rinosinusitis rekuren (Kerschner, 2007).
2.6.2
20
Pseudomonas
karena
meningkatnya
resistensi.
21
pada
kuman
gram
positif
dan
negatif
serta
antimikroba,
sedikitnya
perlu
diketahui
daya
mencegah
terjadinya
komplikasi
atau
kerusakan
berhasil.
Sebagian
ahli
menganjurkan
penobatan
24
BAB III
CONTOH KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus
An.H usia 3 tahun, agama islam, suku bangsa jawa, alamat jalan nanda
naru theok Jambi. Masuk kerumah sakit R pada tanggal 11 November 2015
diantar oleh keluarganya, Ny.K 32 tahun seorang ibu rumah tangga, dnegan
kleuhan sejak 2 hari ini nyeri pada daerah pada bagian telingansebelah
kanannya. Rasa sakit ini tidak hilang bahkan klien sampai demam, mual,
muntah dan tidak ada napsu makan.
Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan adanya pembengkakan pada
telinga kanan klien, bengkak tampak merah dan meradang. Pada membrane
timpani sebelah kanan klien tampak bulging dan hiperemis. Klien tampak
rewel dan terus meringis kesakitan, klien juga tampak memegangi dan
menarik-narik telinga yang sakit.
Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh RR 22x per menit,
nadi 110 kali per menit dan suhu tubuh klien 40 derajat celcius. Klien tampak
menderita nyeri dengan skla nyeri 6, nyeri dirasakan semakin hebat pada
malam hari atau pada saat anak sedang bermain atau saat melakukan aktivitas
lainnya. Kulit tubuh klien tampak kemerahan, saat ditimbang BB klien 11 kg,
klien hanya menghabiskan dari porsi makan yang disediakan. Klien masih
mengalami muntah dengan frekuensi muntah 3 kali per 24 jam. Dan hasil
pemeriksaan laboratorium diperoleh peningkatan jumlah sel lekosit yaitu 16
ribu/ml3 darah.
25
Ibu klien mengatakan bahwa anaknya pernah menderita batuk dan pilek
dan tidak ada riwayat keluarnya cairan dari rongga telinga, dan tidak pernah
mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam atau dengan benda yang
berbahaya lainnya. Sebelumnya dari kleuarga klien tidak ada yang menderita
sakit seperti yang klien alami dan tidak ada riwayat alergi dalam anggota
keluarga. Keluarga klien juga tidak ada yang menderita penyakit DM.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Pengkajian
a. Identitas klien
1) Nama klien : An.H
2) Usia
: 3 tahun
3) Agama
: Islam
4) Suku bangsa : Jawa
5) Alamat
: Jl.Nanda baru Thehok Jambi
b. Penanggungjawab
1) Nama
: Ny.K
2) Usia
: 32 tahun
3) Agama
: Islam
4) Suku bangsa : Jawa
5) Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
6) Alamat
: Jl.Nanda baru Thehok Jambi
c. Tanggal masuk Rumah Sakit
Klien masuk RS.R pada tanggal 11 November 2015 dan dirawat di
R.THT
d. Alasan masuk Rumah Sakit
An.H dibawa ke RS.R dengan alasan ibu klien mengatakan bahwa
sejak 2 hari An.H menderita demam, dengan suhu mencapai 40
derajat Celsius. Klien juga merasakan nyeri pada daerah bagian
telinga sebelah kanannya dan rasa sakit tidak hilang.
e. Riwayat kesehatan sekarang
P= Nyeri dirasakan klien pada saat klien sedang bermain dan
melakukan aktivitas lainnya
Q= Nyeri tekan dan berasa nyut-nyut dan telinga terasa penuh
R= Nyeri dirasakan pada telinga sebelah kanan tepatnya pada
telinga tengah
S= Skala nyeri 6 (nyeri sedang). Klien tampak meringis dan
memegangi serta menarik-narik bagian telinga yang sakit
T= Nyeri semakin hebat dirasakan klien pada malam hari
Saat ini klien juga mengalami demam dengan suhu tubuh mencapai
40 derajat celcius, kulit tubuh klien tampak kemerahan, klien juga
26
S=400C
N=100x/menit
2) Status lokalis
a) Telinga
Inspeksi
Aurikula
AD
: dalam batas normal
AS
: dalam batas normal
Kanalis auditorius
AD
: tampak hiperemis
AS
: dalam batas normal
Otoskopi
Membran timpani
AD
: tampak bulging dan hiperemis
27
AS
: dalam batas normal
Palpasi
Nyeri tekan tragus
AD
: (-)
AS
: (-)
Nyeri tekan aurikula
AD
: (+)
AS
: (-)
b) Hidung dan sinus paranasalis
Inspeksi
: deformitas (-)
Palpasi
: nyeri tekan (-)
Trinuskopi anterior
Deviasi septum
: (-)
Discharge
: (-)
Mukosa hiperemis : (-)
Konkahipertrofi
: (-)
c) Rongga mulut
Lidah : tremor (-)
Mulut : mukosa bukal dalam batas normal,
hiperemis (-)
Gigi : karies (-)
Palatum: dalam batas normal
d) Tenggorokan
Inspeksi region nasofaring
Mukosa hiperemis (-)
Tonsil tidka membesar, T1-T1
Postnasal drip (-)
Analisa Data
Nama klien
: An.H
Usia
: 3 tahun
No
1.
DS:
Data
Etiologi
Inflamasi, tekanan
Masalah
Nyeri
28
Klien
mengatakan
mengeluh
nyeri
pada
pada membrane
timpani
aktivitas
lainnya
DO:
1. Setelah dilakukan
pemeriksaan
terdapat
adanya
pembengkakan
pada telinga kanan
klien,
bengkak
bulging
dan hiperemis
2. Klien
tampak
rewel
dan
meringis
3. Klien
terus
tampak
memegangi
dan
menarik-narik
2.
klien
Infeksi
Hipertermi
mengatakan
29
DO:
1. Klien
tampak
rewel
2. Suhu tubuh 400 C
3. Jumlah sel leukosit
16.000/ml3
3.
DS:
Anoreksia
makan
anaknya
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhn tubuh
hanya
menghabiskan
dengan
frekuensi muntah 3
kali/24 jam
3. BB klien 11 kg
3.2.2
Diagnosa
Nama klien : An.H
Umur
No
1
: 3 tahun
Tanggal
11 November 2015
Diagnosa keperawatan
Nyeri berhubungan dengan inflamasi,
tekanan dalam membrane timpani
ditandai dengan klien mengatakan
nyeri pada telinga sebelah kanan dan
terasa nyeri saat malam hari atau saat
11 November 2015
melakukan aktivitas
Hipertermi berhubungan
dengan
30
11 November 2015
kurang
dari
31
32
3.2.3
Intervensi Keperawatan
Nama klien : An.H
Umur
: 3 tahun
N
o
1.
Diagnosa keperawatan
Tujuan/kriteria hasil
Nyeri
berhubungan Tujuan:
Setelah dilakukan
dengan inflamasi, tekanan
tindakan
dalam membrane timpani
keperawatan
ditandai dengan klien
diharapkan
nyeri
mengatakan nyeri pada
berkurang, hilang
telinga sebelah kanan dan
atau
teradaptasi
terasa nyeri saat malam
dengan k.h:
hari atau saat melakukan
1. Klien tidak
aktivitas
lagi
memegangi
dan
menariknarik
telinganya
Perencanaan
Intervensi
1. Tentukan
riwayat
nyeri,
misalnya
lokasi
nyeri,
frekuensi,
durasi,
intensitas
dan
tindakan
penghilang
yang
nyeri
1. Informasi
memberikan
dasar
data
untuk
mengevaluasi
kebutuhan
atau
keefektifan
digunakan
2. Observasi adanya
tanda-tanda
Rasional
wajah
intervensi.
2. Merupakan indicator
atau
derajat
nyeri
atau
rewel,
gelisah,
33
yang
memegangi daerah
mengindikas
ikan
nyeri
pada klien
2. TTV dalam
batas normal
3. Klien tidak
rewel
dan
tidak
yang sakit
3. Biarkan
anak
duduk
atau
tinggikan
kepala
dengan
bantal,
hindari
daerah
luar telinga
wajah
meringis
dapat
mengurangi tekanan
dan
cairan
pada
menunjukka
ekspresi
3. Ketinggian
4. Kompres
hangat
dilakukan
untuk
mengurangi
5. Kaji
TTV,
perhatikan
peningkatan
N, RR
6. Gunakan
TD,
rasa
nyeri.
5. Dapat
mengidentifikasikan
rasa sakit akut dan
tehnik
sentuhan
terapeutik,
fisualisasi
dengan musik
ketidaknyamanan.
6. Memberikan
anak
sejumlah pengendali
atau
nyeri
dan
dapat
mengubah
34
mekanisme
sensasi
persepsi nyeri.
7. Analgesik mengubah
persepsi atau repson
2.
Hipertermi
berhubungan Setelah
dilakukan
perhatikan
dengan
menggigil
meningkatnya keperawatan
atau
diaphoresis
2. Berikan
kompres
dengan k.h
1. Suhu tubuh
hangat,
hindari
normal
36-
370C
2. Leukosit
dalam rentan
tinggi
menunjukkan
proses
penyakit
dapat
membantu
dalam diagnosis
2. Kompres
hangat
dapat
penggunaan
alcohol
3. Longkarkan
yang
pada
dalam batas
terhadap nyeri
1. Suhu tubuh
menurunkan
demam
atau
3. Hal
ini
membantu
tipis
menurunkan
normal
4. Kolaborasi berikan
dapat
panas
35
(5000-
antipiretik
10000/ml3
darah)
3.
kebutuhan
berhubungan
dilakukan
tubuh tindakan
ibu
klien
mengatakan terpenuhi
tekstur
dengan keperawatan
1. Observasi
2. Lakukan
nutrisi
oral
hiegine
porsi
makan
3. Adanya
peningkatan
berat badan
4. Mual
dan
digunakan
untuk
menurunkan demam
1. Hal ini dilakukan
untuk
mengetahui
nafsu makan
3. Anjurkan
sedikit
makan
demi
tapi
sering
dapat
mengurangi
menghabisk
an
dapat
dapat
dengan
evaporasi
4. Antipiretik
4. Berikan makanan
4. Memudahkan
masuknya
dan
gangguan
makanan
mencegah
pada
lambung
36
muntah
teratasi
37
Daftar Pustaka
38