Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

OTITIS MEDIA AKUT

Oleh :

Will Hans Yulius (0915069)

Arif Rachman (0915092)

Adindha Yulianti (0915128)

Anisia Mikaela M (0715044)

Irene Evelyn (0815179)

Pembimbing :

dr. M. Indra Sapta, SpTHT-KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

RS IMMANUEL – BANDUNG

2014
BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media akut (OMA) merupakan penyakit pada bagian ilmu THT yang sering
ditemukan, terutama pada anak-anak. Penegakkan diagnosis dan manajemen pengelolaan
OMA memberikan pengaruh yang signifikan pada kesehatan anak, biaya perawatan dan
penggunaan antibiotika secara keseluruhan. Penyakit OMA juga dapat berpengaruh terhadap
perkembangan sosial dan pendidikan bagi anak-anak.

Otitis media peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media
supuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki bentuk akut dan kronis. Otitis
media akut termasuk kedalam jenis otitis media supuratif. Selain itu, terdapat juga jenis otitis
media spesifik, yaitu otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitis media adhesiva.

Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran
pernapasan atas. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan 30%
mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis
media berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika
Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3
tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris
setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.

Resiko kekambuhan otitis media terjadi pada beberapa faktor, antara lain usia <5 thn,
otitis prone (pasien yang mengalami otitis pertama kali pada usia <6 bln, 3 kali dalam 6 bln
terakhir), infeksi pernapasan, perokok, dan laki-laki.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga Tengah

2.1.1 Anatomi Telinga Tengah


Gambar anatomi telinga

Telinga sendiri terbagi menjadi tiga bagian:

1. Telinga luar :

a. Daun telinga

b. Liang telinga luar

2. Telinga tengah

a. M. Timpani d. Tuba auditiva

b. Cav. Timpani e. Aditus ad antrum

c. Osikula f. Antrum + celulae

3. Telinga dalam

a. Labirin koklea

b. Labirin vestibuler

Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi dengan dunia luar oleh membran timpani.
Selain itu di daerah ini terdapat Eustachius tube yang menghubungkan telinga tengah dengan
rongga hidung belakang dan tenggorokan bagian atas.
2.1.2 Fisiologi Telinga Tengah

Telinga tengah seluruhnya dilapisi oleh mukosa yang merupakan kelanjutan dan
modifikasi dari mukosa saluran napas. Telinga tengah mempunyai mekanisme pertahanan:

 Palut lendir yang terus menerus diperbarui & mengandung lysosim


 Bila ada invasi kuman, produksi mukus bertambah, disertai pengeluaran sel-sel
fagosit PMN ke dalam mukus  mukopus.
 Pembentukan spesifik antibodi terhadap benda asing yang masuk.

Fungsi Tuba Auditiva :


 Ventilasi telinga tengah untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam cavum timpani
dengan tekanan udara atmosfir
 Proteksi dari sekret dan bunyi yang tercetus di nasofaring.
 Drainase dan pembersihan sekret ke arah nasofaring

2.2 Otitis Media Akut (OMA)

2.2.1 Definisi

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa dari selaput
permukaan telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media
terbagi atas otitis media supuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki bentuk
akut dan kronis. Otitis media akut termasuk kedalam jenis otitis media supuratif. Selain itu,
terdapat juga jenis otitis media spesifik, yaitu otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitik,
dan otitis media adhesiva.

Otitis Media Akut adalah peradangan telinga tengah yang mengenai sebagian atau
seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu. Telinga tengah adalah
organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu
keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong dan faring, secara alamiah teradapat
mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim pelindung
dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii.
2.2.2 Etiologi

Otitis media akut terjadi akibat tidak berfungsingnya sistem pelindung, hal ini karena
sumbatan atau peradangan pada tuba eustachii yang merupakan faktor utama terjadinya otitis
media. Pada anak-anak semakin seringnya terserang infeksi saluran pernafasan atas,
kemungkinan terjadi otitis media akut juga semakin sering. Pada anak-anak, OMA
dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.

Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik:

– Streptococcus Pneumoniae (38%)

– Haemophilus Influenzae (27%)

– Moraxella catarrhalis (11%)

– Staphylococcus aureus (2%)

2.2.3 Epidemiologi

Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran
pernapasan atas. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan 30%
mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis
media berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika
Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3
tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris
setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.

Resiko kekambuhan otitis media terjadi pada beberapa faktor, antara lain usia <5
tahun, otitis prone (pasien yang mengalami otitis pertama kali pada usia <6 bulan, 3 kali
dalam 6 bulan terakhir), infeksi pernapasan, perokok, dan laki-laki.
2.2.4 Patogenesis

Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada otitis media.
Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga kearah nasofaring dan
sepertiganya terdiri atas tulang. Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup
dan baru terbuka apabila udara diperlukan masuk ketelinga tengah atau pada saat mengunyah,
menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi muskulus tensor veli palatini
apabila terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dan tekanan udara luar antara 20 sampai
dengan 40 mmHg. Tuba Eustachius mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi,
dan drainase sekret. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga
tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga tengah dari
tekanan suara, dan menghalangi masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ketelinga
tengah. Drainase bertujuan untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga tengah ke
nasofaring. Pathogenesis OMA pada sebagian besar dimulai oleh infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas,
termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi
sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan
menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring kedalam telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk
mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat
obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan kedalam
telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi.
Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta
terjadi akumulasi sekret ditelinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada
sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator
inflamasi yang dilepaskanakan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori
juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan
imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses
inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang
pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu
banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema
pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien
dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius,
sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstra luminal seperti tumor, dan
hipertrofi adenoid.

2.2.5 Stadium Klinis OMA

OMA memiliki beberapa stadium klinis antara lain:

1. Stadium oklusi tuba eustachius


a. Terdapat gambaran retraksi membran timpani.
b. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat.
c. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus.
2. Stadium hiperemis
a. Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani.
b. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
a. Membran timpani menonjol ke arah luar.
b. Sel epitel superfisial hancur.
c. Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani.
d. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
tambah hebat.
4. Stadium perforasi
a. Membran timpani ruptur.
b. Keluar nanah dari telinga tengah.
c. Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
a. Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali.
b. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering.
c. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya tahan
tubuh baik.
2.2.6 Diagnosis

Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien. Pada anak,
keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh tinggi serta ada riwayat
batuk pilek sebelumnya. Anak juga gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit waktu tidur, diare,
kejang-kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur
membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun, dan anak tertidur
tenang. Pada anak yang lebih besar atau dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran dan rasa penuh dalam telinga.

Diagnosis terhadap OMA tidak sulit, dengan melihat gejala klinis dan keadaan
membran timpani biasanya diagnosis sudah dapat ditegakkan. Penilaian membran timpani
dapat dilihat melalui pemeriksaan lampu kepala dan otoskopi. Perforasi yang terdapat pada
membran timpani bermacam-macam, antara lain perforasi sentral, marginal, atik, subtotal,
dan total.

2.2.7 Penatalaksanaan

Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pada stadium oklusi, tujuan terapi
dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl
efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan
fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga
harus diobati dengan memberikan antibiotik. Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik,
obat tetes hidung, dan analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya
dilakukan miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika
terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100
mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis
lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar
nyeri dapat berkurang. Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H 2O2 3% selama 3-
5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Stadium resolusi biasanya akan tampak
sekret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu,
namun bila masih keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis.

2.2.8 Komplikasi

Sebelum ada antibiotik, komplikasi paling sering pada OMA ialah abses subperiosteal
sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak. Otitis media yang tidak
diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen.

2.2.9 Pencegahan

Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:


1. Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.
2. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan.
3. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring.
4. Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.
BAB III

KESIMPULAN

 Otitis Media merupakan penyakit infeksi yang sering ditemukan, terutama pada anak-
anak.
 Diperlukan penegakkan diagnosis dan manajemen pengelolaan OMA yang adekuat
agar memberikan pengaruh yang signifikan pada kesehatan anak, biaya perawatan dan
penggunaan antibiotika secara keseluruhan. Sehingga penyakit OMA tidak
berpengaruh buruk terhadap perkembangan sosial dan pendidikan bagi anak-anak.
 Tindakan preventif terhadap OMA sangat diperlukan untuk mencegah Otitis Media
yang berulang dan kronis, serta mencegah adanya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

• Anonim. 2008. Otitis Media Akut. Accessed:


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1092.htm.

• Revai, Krystal et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating
Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. PEDIATRICS Vol. 119 No. 6
June 2007, pp. e1408-e1412.

• Moses, Scott. 2008. Otitis Media. Accessed: www.fpnotebook.com.

• Djaafar, ZA. 2006. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Telinga Hidung Tenggorokan,
cetakan ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai