1
kandungannya ke dokter spesialis.
2. Riwayat pengobatan : Pasien rutin memeriksakan kandungan ke dokter spesialis
3. Riwayat kesehatan/ penyakit : Pasien belum pernah mengalami tekanan darah tinggi
sebelum kehamilan
4. Riwayat ANC : teratur kontrol ke dokter kandungan
5. Riwayat pekerjaan : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
6. Lain-lain :
Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang
Gizi : cukup
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital
TD : 190/120 mmHg
Suhu : 37°C
Nadi : 100x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 148,5 cm
BMI : 27
Status Generalis
Kepala
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
Thoraks
Cor : BJM, reguler, murmur (-)
Pulmo : VBS kiri=kanan, Ronki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : cembung, supel
Palpasi : Lembut, defance musculair (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas
Edema -/-
Akral hangat, CRT < 2 detik
Status Ginekologis
Inspeksi : vulva/uretra tenang, tidak tampak tanda perdangan, tidak tampak benjolan
Inspekulo : Fluxus (-), fluor (-), portio licin tidak didapatkan massa
Vaginal Touche :
Vulva/Vagina tak ada kelainan
Portio B/K normal
Cavum Uteri B/K normal
Adnexa dalam batas normal
Cavum Douglas dalam batas normal
Pembukaan : tidak ada
2
Daftar Pustaka:
1. Gibson P, Hypertension and Pregnancy, 9 Febuari 2015, diakses tanggal 20 September
2015, dari http://emedicine.medscape.com/article/261435-overview
2. Ronald MR, Preeclampsia, 22 Desember 2014, diakses tanggal 20 September 2015, dari
http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview
3. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K, Hypertensive
Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22, New York: McGraw-
Hill, 2005 : 761-808
4. Scott J, Disaia P, Hammond C, Spellacy W, Gordon J, Danforth Buku Saku Gangguan
Hipertensi dalam Kehamilan, dalam Obstetri dan Ginekologi, edisi ke-1, Koesoema H,
penyunting, Jakarta : Widya Medika, 2002: 202-213
5. Branch D, Porter T, Hypertensive Disorders of Pregnancy, dalam Danforth’s
Obstetrics&Gynecologiy, edisi ke-8, Scott J, Saia P, Hammond C, Spellacy W,
penyunting, Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 1999: 309-326
6. Angsar M.D, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Ilmu Kebidanan Edisi 4, Jakarta:
FKUI, 2008 hal 530-559
7. Cunningham FG, Leveno KJ, Alexander JM, Bloom SL, Casey BM, Dashe JS, Sheffield
JS, Roberts SW (eds). Williams Manual of Obstetric Pregnancy Complication, 22nd
edition. New York; McGraw Hill, 2007
8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gillstrap III LC, Wentstrom KD.
(eds). Williams Obstetric, 22nd edition. New York; McGraw Hill, 2007: 677-81
9. Soewarto S. Kematian Janin. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, edisi
keempat., cetakan pertama, Saifuddin AB, Rachimhadi T, Winkjosastro GH. (ed).
Jakarta; PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008: 732-5
Hasil Pembelajaran:
1. Membuat diagnosis preeklamsi berat + IUFD
2. Mengetahui prinsip tatalaksana preeklamsi berat + IUFD
3. Mengetahui masalah apa yang dapat timbul pada preeklamsi berat + IUFD
4. Mekanisme preeklamsi berat dan IUFD dan hubungannya dengan hasil pemeriksaan
fisik pada kasus ini
5. Edukasi tentang perjalanan penyakit dan prognosis penyakit pada pasien.
3
Tanggal Tekanan BB (kg) Umur TFU (cm) DJJ Letak
darah kehamilan janin
28/12/14 120/80 57 5 mgg - - -
15/01/15 90/70 54 8 mgg - - -
05/03/15 100/70 54 14 mgg 2 jr bwh + Kepala
pst
07/03/15 100/60 54 15 mgg ½ pst + Kepala
symphisis
16/04/15 100/70 55 21 mgg Sepusat + 138x Kepala
21/05/15 110/70 58 26 mgg 18 cm + 140x Kepala
18/06/15 110/60 60 30 mgg 20 cm + 140x Kepala
02/07/15 120/60 60 31 mgg 21 cm + 140x kepala
Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium (06/08/2015)
Hb : 12 g/dL
Ht : 37,8 %
Leukosit : 9.460/mm3
Trombosit : 251.000/mm3
Eritrosit : 4.31 juta sel/L
BT/CT : 3’00’’ / 6’00’’
GDS : 121
Ureum : 13,7
Kreatinin : 0,83
SGOT/SGPT : 40/20
HbsAg : negatif
Anti HIV : negatif
Protein urine : (+3)
4
USG :
07/08/2015 : Janin tunggal, mati, pulsasi jantung (-), presentasi kepala, TBJ
1300 gr, air ketuban sedikit, insersi plasenta di corpus anterior tidak tampak
hematokel retroplasenta, tampak gambaran molase pada tulang kepala
Kesan : G1P0A0 gravida 28-29 minggu presentasi kepala dengan IUFD +
oligohidramnion
5
Preeklampsi Superimposisi
Onset baru proteinuria proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam pada wanita hamil, namun tidak
ditemukan proteinuria sebelum masa gestasi 20 minggu
Peningkatan mendadak dari proteinuria atau tekanan darah atau jumlah trombosit <
100,000 / mm3 pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum masa gestasi 20
minggu
Hipertensi Kronik
Tekanan Darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum masa
gestasi 20 minggu, dan tidak berhubungan dengan penyakit trofoblastik gestasional
atau
Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah masa gestasi 20 minggu dan menetap
setelah 12 minggu postpartum
Etilogi PEB
Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi dari preeklampsi harus dapat
menjelaskan mengapa kelainan hipertensi karena kehamilan banyak terjadi pada wanita yang:
1. Terpajan villi chorialis untuk pertama kali.
2. Terpajan villi chorialis yang berlebihan, seperti pada kehamilan kembar
atau memiliki mla hidatidosa
3. Memiliki kelainan vaskuler sebelumnya
4. Secara genetik memiliki predisposisi terhadap terjadinya hipertensi pada
kehamilan.3, 4
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak
teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu
pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut
adalah3,4,5,6:
1. Teori abnormalitas invasi trofoblastik pada pembuluh darah uterina
2. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
3. Teori adaptasi kardiovaskulatori genetik
4. Teori defisiensi gizi
5. Teori pengaruh genetik
Patofisiologi PEB
Walaupun mekanisme patofisiologi yang jelas tidak dimengerti, preeklampsi merupakan
suatu kelainan pada fungsi endotel yaitu vasospasme. Pada beberapa kasus, mikroskop
cahaya menunjukkan bukti insufisiensi plasenta akibat kelainan tersebut, seperti trombosis
plasenta difus, inflamasi vaskulopati desidua plasenta, dan invasi abnormal trofoblastik pada
endometrium. Hal-hal ini menjelaskan bahwa pertumbuhan plasenta yang abnormal atau
kerusakan plasenta akibat mikrotrombosis difus merupakan pusat perkembangan kelainan
ini.1,2,3
Disfungsi endotel yang luas menimbulkan manifestasi klinis berupa disfungsi multi
organ, meliputi susunan saraf pusat, hepar, pulmonal, renal, dan sistem hematologi.
Kerusakan endotel menyebabkan kebocoran kapiler patologis yang dapat bermanifestasi pada
ibu berupa kenaikan berat badan yang cepat, edema non dependen (muka atau tangan), edema
pulmonal, dan hemokonsentrasi. Ketika plasenta ikut terkena kelainan, janin dapat terkena
6
dampaknya akibat penurunan aliran darah utero-plasenta. Penurunan perfusi ini menimbulkan
manifestasi klinis seperti tes laju jantung janin yang non-reassuring, skor rendah profil
biofisik, oligohidramnion, dan pertumbuhan janin terhambat pada kasus-kasus yang berat.1,2,3
Berdasar definisinya, preeklampsi–eklampsi cocok untuk disebut suatu sindroma: A
group of symptoms or pathological signs which consistently occur together, especially with
an (originally) unknown cause (Oxford English Dictionary, 1993). 3
Diagnosis PEB
Diagnosis PEB ditegakkan dengan anamnesis yang teliti sehingga mengetahui
bagaimana keteraturan ibu mengontol kandungan dan juga pemeriksaan fisik yang baik dan
ditunjang oleh pemeriksaan penunjang.
7
Apabila kematian janin terjadi saat persalinan dengan umur kehamilan lebih dari 28
minggu disebut sebagai kematian janin dalam persalinan (intrapartum fetal death).
Walaupun definisi menurut WHO lah yang paling sering digunakan dalam banyak
liteatur, ternyata tidak semua negara menggunakan definisi tersebut.
Etilogi IUFD
Penyebab kematian janin intra uterine secara umum dikategorikan disebabkan oleh
janin, maternal dan plasenta. Pada waktu lalu penyebab kamatian janin tidak begitu jelas
diketahui, tapi saat ini hal tersebut sudah bisa diketahui dimana autopsi dilakukan oleh
ahli patologi yang ahli dibidang kelainan janin dan plasenta dibantu oleh satu tim ahli
yang terdiri dari maternal-fetal medicine, genetik dan dokter spesialis anak yang bisa
menentukan penyebab kematian. Penyebab kematian fetus dan janin yang ditentukan
melalui autopsi dapat dilihat pada tabel.7,8
8
umur ibu tua, penyakit Rhesus, ruptura uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi
akut ibu, kematian ibu. Status tidak kawin.
o Faktor fetal antara lain adalah hamil kembar, hamil tumbuh terhambat,
kelainan kongenital, kelainan genetik, infeksi. Nonvertex presentasi.
o Faktor plasental antara lain adalah kelainan tali pusat, lepasnya plasenta,
ketuban pecah dini, vasa previa.Oligohydramnion.
o Sedangkan faktor resiko terjadinya kematian janin intrauterin meningkat pada
usia ibu >40 th, pada ibu infertil, hemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi
dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urelitikum),
kegemukan, ayah berusia lanjut.
o Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas.
Diagnosis IUFD
Diagnosis IUFD sulit ditegakkan hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
banyak pasien, satu-satunya gejala yang mereka rasakan adalah berkurangnya gerakan
janin. Pada pemeriksaan fisik, tidak ditemukannya detak jantung janin menandakan
adanya kematian janin dalam kandungan. Akan tetapi tidak ditemukannya detak jantung
janin bukan merupakan alat diagnostik yang tepat dan harus dikonfirmasikan dengan
menggunakan pemeriksaan ultrasonografi. Ultrasonografi dapat memastikan kurangnya
gerakan janin dan tidak adanya aktivitas jantung janin.
5. Plan PEB
Diagnosis : Pada pasien ini diagnosis sudah dapat dipastikan preeklamsi berat
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan dalam dan pemeriksaan
penunjang, yaitu laboratorium dan USG.
Pengobatan : Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien ini adalah dengan
memperbaiki kondisi umum, pemberian medikamentosa dan non medikamentosa.
Umum
1. Deteksi dini
Frekuensi kunjungan prenatal meningkat pada usia kehamilan trimester ketiga.
Wanita-wanita hamil yang mempunyai hipertensi (140/90 mmHg atau lebih)
dianjurkan untuk lebih sering melakukan pemeriksaan hingga tiap 3 hari untuk
mengevaluasi peningkatan hipertensinya. Wanita dengan preeklampsi berat
harus dirawat, sedangkan penderita preeklampsi ringan dapat ditangani secara
rawat jalan.
Medikamentosa
1. Infus larutan ringer laktat.
2. Pemberian MgSO4
Cara pemberian MgSO4 :
a. Pemberian melalui intravena secara kontinyu (dengan menggunakan
infusion pump).
Dosis awal : 4 gram (20 cc MgSO4 20%) dilarutkan ke dalam 100
cc ringer laktat, diberikan selama 15 – 20 menit.
9
Dosis pemeliharaan : 10 gram (50 cc MgSO4 20%) dalam 500 cc
ringer laktat diberikan dengan kecepatan 1 – 2 gram/ jam (20 – 30
tetes per menit).
b. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala:
Dosis awal : 4 gram (20 cc MgSO4 20%) diberikan secara i.v.
dengan kecepatan 1 gram/ menit.
Dosis pemeliharaan : MgSO4 4 gram 10 gram (10 cc MgSO4 40%)
i.m. setiap 4 jam. Tambahkan 1 cc lidokain 2 % pada setiap
pemberian i.m. untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas.
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
a. Harus tersedia antidotum MgSO4 yaitu kalsium glukonas 10 % ( 1 gram
dalam 10 cc) diberikan i.v. dalam waktu 3 – 5 menit.
b. Refleks patella (+) kuat
c. Frekuensi pernafasan ≥ 16 x/ menit
d. Produksi urine ≥ 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (o,5 cc/kgBB/ jam)
10
Kemudian diikuti dengan pemberian secara tetes sebanyak 7 ampul
dalam 500 cc dextrose 5% atau martos 5%. Jumlah tetesan dititrasi
untuk mencapai tekanan darah yang diinginak, yaitu penurunan
Mean Arterial Pressure ( MAP ) sebanyak 20 % dari awal.
Pemeriksaan tekanana darah dilakukan setiap 10 menit sampai
tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap jam
sampai tekanan darah stabil.
5. Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada : tanda-tanda payah jantung.
Jenis kardiotonika yang diberikan : cedilanid-D
Perawatan dilakukan bersama dengan Sub Bagian Penyakit Jantung
6. Lain-lain
Obat-obat antipiretik
Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5˚C
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol
Antbiotika : diberikan atas indikasi
Antinyeri : bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat diberikan
petidin HCl 50 – 75 mg sekali saja.
Non Medikamentosa
Cara terminasi kehamilan
Belum inpartu:
1. Induksi persalinan : Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor
Bishop ≥ 6
2. Seksio sesarea bila:
Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi dan adanya kontra indikasi
tetes oksitosin.
Delapan jam sejam dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase
aktif
Sudah inpartu:
Kala I
Fase laten : Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop ≥ 6
Fase aktif :
1. Amniotomi
2. Bila his tidak adekuat diberikan tetes oksitosin
3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap,
pertimbangkan seksio sesarea.
Catatan: amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15
menit setelah pemberian pengobatan medisinal.
Kala II
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan.
11
6. Plan IUFD
Diagnosis : Pada pasien ini diagnosis dapat dipastikan IUFD berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan DJJ dan pemeriksaan penunjang, yaitu USG.
Pengobatan : Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien ini adalah dengan
mengakhiri kehamilan.
Diagnosis IUFD
Induksi persalinan SC
12
PORTOFOLIO KASUS MEDIS
Disusun oleh:
Carmellia Suharsa, dr.
Dokter Internship RSUD Gunung Jati Kota Cirebon
Pendamping:
Andra, dr.
13