Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Penyakit infeksi (infectious disease), yang juga dikenal sebagai
communicable disease atau transmissible disease adalah penyakit yang nyata
secara klinik (yaitu, tanda-tanda dan/atau gejala-gejala medis karakteristik
penyakit) yang terjadi akibat dari infeksi, keberadan dan pertumbuhan agen
biologik patogenik pada organisme host individu. Dalam hal tertentu,
penyakit infeksi dapat berlangsung sepanjang waktu. Patogen penginfeksi
meliputi virus, bakteri, jamur, protozoa, parasit multiseluler dan protein yang
menyimpang yang dikenal sebagai prion. Patogen-patogen ini merupakan
penyebab epidemi penyakit, dalam artian bahwa tanpa patogen, tidak ada
epidemi infeksi terjadi. Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan utama
di masyarakat maupun di rumah sakit. Selain itu, penyakit infeksi merupakan
penyebab kesakitan utama di negara-negara berkembang, khususnya di
Indonesia. Menurut Depkes pada tahun 1997, berdasarkan Survey Kesehatan
Rumah Tangga tahun 2007, penyebab utama kematian antara lain: 28,1 %
disebabkan oleh penyakit infeksi dan parasit, 18,9 % disebabkan oleh
penyakit vaskuler, dan 15,7 % disebabkan oleh penyakit pernafasan.
Otitis eksterna merupakan salah satu penyakit infeksi yang cukup sering
terjadi pada daerah tropis. Otitis eksterna, juga dikenal sebagai externa otitis
atau swimmers ear, adalah suatu kondisi di mana ada peradangan pada

saluran pendengaran eksterna atau luar. Hal ini dapat disebabkan oleh
sejumlah faktor, termasuk penyakit menular, alergi dan dermatologis. Infeksi
bakteri akut adalah penyebab paling umum dari otitis eksterna (Koch, 2012).
Faktor predisposisi lainnya antara lain kelembaban, maserasi, trauma lokal,
external devices, dermatitis, kelainan anatomi, dan obstruksi kanal, yang
mungkin membuat epitel saluran rentan terhadap infeksi (McWilliams, 2012).
Faktor ini menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan
edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang
mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan
eksudat. Istilah otitis eksterna akut meliputi adanya kondisi inflasi kulit dari
liang telinga bagian luar. Insiden tahunan otitis eksterna adalah antara 1:100
dan 1:250 dari populasi umum (Rosenfeld et al, 2006).
Penyakit ini dapat terjadi pada semua kelompok usia. Diperkirakan 10%
orang mengalami otitis eksterna selama masa hidup mereka. Otitis eksterna
lebih sering terjadi pada anak-anak yang berusia 10 sampai 14 tahun.
Biasanya, hal itu terjadi pada musim panas bukan pada musim dingin, karena
anak-anak cendrung melakukan kegiatan bermain air diluar ruangan ketika
musim panas (Koch, 2012). Secara klinis, otitis eksterna dapat berupa
unilateral atau bilateral, akut ataupun kronis, ringan sampai berat,
nonrecurrent atau recurrent dan amenable atau resisten terhadap terapi rutin.
Hal ini telah diklasifikasikan berdasarkan tipe dari eksudat seperti
erythematoceruminous atau supuratif, dengan membentuk suatu subgrouped
parasit atau non-parasit (Jacobson, 2002). Organisme yang paling sering
menyebabkan otitis eksterna adalah organisme patogen seperti Pseudomonas

aeruginosa (38%), Staphylococcus epidermidis (9%) dan S. aureus (8%)


menggantikan flora alami. Organisme lain yang dapat menyebabkan infeksi
termasuk

patogen

anaerob

(4-25%),

seperti

Bacteroides

dan

Peptostreptococci, dan infeksi jamur (2-10%) (Koch, 2012). Otomycosis dan


Candida albicans merupakan jamur yang paling sering menyebabkan otitis
eksterna, diikuti oleh Aspergillus niger (Al-Husaban et al, 2004). Secara
keseluruhan, 90% kasus Otitis Eksterna khususnya yang akut, bersifat
unilateral, dan di Amerika Utara lebih dari 90% dari otitis eksterna
disebabkan oleh infeksi bakteri, dengan insiden terendah disebabkan oleh
infeksi jamur. Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus
merupakan patogen yang paling umum bertanggung jawab untuk otitis
eksterna, dengan Staphylococcus spp yang jarang terdapat pada anak-anak
dibandingkan pada orang dewasa (McWilliams, 2012). Bentuk otitis eksterna
yang paling berbahaya adalah Otitis Eksterna Maligna (OEM). Otitis
Eksterna Maligna (OEM) disebut juga Otitis Eksterna Nekrotikan atau
Osteomielitis dasar tengkorak, merupakan suatu infeksi telinga luar yang
dapat menyebabkan kematian. Otitis eksterna ini disebut maligna atau ganas
karena sifat kliniknya yang agresif, hasil terapi yang jelek dan tingginya
mortality rate pada penderita (Aboet, 2006). Otitis Eksterna Maligna ini
sering didapati pada pasien usia lanjut dan menderita penyakit diabetes serta
pasien dengan disfungsi imun selular. OEM juga dapat terjadi pada pasien
dengan immunocompromised, seperti AIDS yang melibatkan populasi yang
lebih muda (Aboet, 2006).

Berangkat dari latar belakang, peneliti ingin mengetahui bagaimanakah


insiden dan manajemen otitis eksterna dengan mengamati rekam medis pasien
rawat jalan yang dimana peneliti memilih Rumah Sakit Indera Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui :
1. Bagaimana insiden otitis eksterna pasien rawat jalan di Rumah Sakit
Indera pada Periode Januari Juni 2014?
2. Bagaimana gambaran umum karakteristik otitis eksterna pasien rawat jalan
di Rumah Sakit Indera pada Periode Januari Juni 2014?
3. Bagaimana manajemen penyakit otitis eksterna pasien rawat jalan di
Rumah Sakit Indera pada Periode Januari Juni 2014?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum dan manajemen otitis eksterna pasien
rawat jalan di Rumah Sakit Indera Denpasar pada periode Januari - Juni
2014.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui insiden otitis eksterna pasien rawat jalan di Rumah Sakit
Indera pada Periode Januari Juni 2014?
2. Mengetahui gambaran umum karakteristik otitis eksterna pasien
rawat jalan di Rumah Sakit Indera pada Periode Januari Juni 2014?
3. Mengetahui manajemen penyakit otitis eksterna pasien rawat jalan di
Rumah Sakit Indera pada Periode Januari Juni 2014?

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat bagi Peneliti
1. Sebagai bahan pertimbangan untuk membuat intervensi, baik
farmakologis maupun non-farmakologis, terhadap pasien otitis
eksterna
2. Sebagai penerapan ilmu yang telah di peroleh kepada masyarakat
1.4.2 Manfaat Teoritis
1. Memberikan informasi dan wawasan terbaru mengenai otitis
eksterna
2. Menambah pustaka pengetahuan di bidang kesehatan, terutama
kesehatan telinga, dan menjadi dasar atau referensi bagi penelitian
selanjutnya
3. Menambah keterampilan peneliti dalam penyusunan proposal
penelitian sebagai salah satu aplikasi ilmu selamamenjalani
pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

1.4.3 Manfaat bagi Perguruan Tinggi


1. Mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam
bidang penelitian
2. Meningkatkan kerjasamaantara mahasiswadan staff pengajar di
Universitas Udayana

1.4.4 Manfaat bagi Masyarakat

Memberikan informasi dan referensi terbaru kepada masyarakat


mengenai otitis eksterna, sehingga masyarakat dapat mengenali dan
melakukan upaya preventif terhadap otitis eksterna.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi Telinga Luar

Gambar 2.1

Anatomi Telinga Luar (Wright, 1997).

Daun telinga terletak di kedua sisi kepala, merupakan lipatan kulit


dengan dasarnya terdiri dari tulang rawan yang juga ikut membentuk liang
telinga bagian luar. Hanya kuping telinga atau lobulus yang tidak mempunyai

tulang rawan, tetapi terdiri dari jaringan lemak dan jaringan fibrous (Austin,
1997).
Permukaan lateral daun telinga mempunyai tonjolan dan daerah yang
datar. Tepi daun telinga yang melengkung disebut heliks. Pada bagian
postero-superiornya terdapat tonjolan kecil yang disebut tuberkulum telinga
(Darwintubercle). Pada bagian anterior heliks terdapat lengkungan disebut
anteheliks. Bagian superior anteheliks membentuk dua buah krura antiheliks,
dan bagian dikedua krura ini disebut fosa triangulari. Di atas kedua krura ini
terdapat fosa skafa. Di depan anteheliks terdapat konka, yang terdiri atas
bagian yaitu simba konka, yang merupakan bagian antero superior konka
yang ditutupi oleh krus heliks dan kavum konka yang terletak dibawahnya
berseberangan dengan konka dan terletak dibawah krus heliks terdapat
tonjolan kecil berbentuk segi tiga tumpulan yang disebut tragus. Bagian
diseberang tragus dan terletak pada batas bawah anteheliks disebut
antitragus. Tragus dan antitragus dipisahkan oleh celah intertragus. Lobulus
merupakan bagian daun yang terletak dibawah anteheliks yang tidak
mempunyai tulang rawan dan terdiri dari jaringan ikat dan jaringan lemak
(Wright, 1997).
Di permukaan posterior daun telinga terdapat juga tonjolan dan cekungan
yang namanya sesuai dengan anatomi yang membentuk sulkus heliks, sulkus
krus heliks, fosa antiheliks, eminensia konka dan eminensia skafa. Rangka
tulang rawan daun telinga dibentuk oleh lempengan fibrokartilago elastik.
Tulang rawan tidak terbentuk pada lobulus dan bagian daun telinga diantara
krus heliks dan tulang rawan daun telinga ini ditutupi oleh kulit dan

dihububungkan dengan sekitarnya oleh ligametum dan otot-otot. Tulang


rawan daun telinga berhubungan dengan tulang rawan liang telinga melalui
bagian yang disebut isthmus pada permukaan posterior perlekatannya tidak
terlalu erat karena ada lapisan lemak supdermis yang tipis. Kulit daun telinga
oleh rambut-rambut halus yang mempunyai kelenjar sebasea pada akarnya.
Kelenjar ini banyak terdapat dikonka dan fosa skafa (Wright, 1997).
Ligamentum daun telinga terdiri dari ligamentum ekstrinsik dan
ligamentum intrinsik. Ligamentum ekstrinsik menghubungkan tulang rawan
daun telinga dan tulang temporal. Ligamentum intrinsik berukuran kecil dan
menghubungkan bagian-bagian daun telinga satu sama lain (Senturia, 1980).
Otot daun telinga terdiri dari 3 buah otot ekstrinsik dan enam buah otot
intrinsik. Otot ekstrinsik terdiri m. aurikularis anterior, m. aurikularis superior
dan m. aurikularis posterior. Otot-otot ini menghubungkan daun telinga
dengan tulang tengkorak dan kulit kepala. Otot-otot ini bersifat rudimenter,
tetapi pada beberapa orang tertentu ada yang masih mempunyai kemampuan
untuk

menggerakan

daun

telinganya

keatas

dan

kebawah

dengan

menggerakan otot-otot ini. Otot intrinsik terdiri dari m. helisis mayor, m.


helisis minor, m. Tragikus, m.antitragus, m.obligus aurkularis dan
m.transpersus aurikularis. Otot-otot ini menghubungkan bagian-bagian daun
telinga (Russel, 1993).
Persyarafan sensorik daun telinga ada yang berasal dari pleksus servikalis
yaitu n. aurikularis magnus bersama dengan cabang kutaneus, n. Fasialis
mensarafi permukaan posterior dan anterior. Nervus oksipitalis mempersarafi
bagian atas permukaan posterior daun telinga. Nervus aurikulo temporalis

10

merupakan cabang n. mandibularis memberikan persarafan daerah tragus,


krus heliks dan bagian atas heliks (Wright, 1997) (Senturia, 1980).
Bentuk dari kulit, tulang rawan dan otot pada suatu keadaan tertentu
dapat menentukan bentuk dan ukuran dari orifisium liang telinga bagian luar,
serta menentukan sampai sejauh mana serumen akan tertahan dalam liang
telinga, disamping itu mencegah air masuk kedalam liang telinga (Senturia,
1980).
Liang telinga luar yang sering disebut meatus, merupakan suatu struktur
berbentuk S yang panjang kira-kira 2,5 cm, membentang dari konka telinga
sampai mambran timpani. Disebabkan kedudukan membran timpani miring
menyebabkan liang telinga bagian belakang atas lebih pendek kira-kira 6 mm
dari dinding anterior inferior. Bagian lateral liang telinga adalah tulang rawan
meluas kira-kira panjang liang telinga. Agar sedikit lebih panjang bagian
tulang sebelah dalam yang merupakan terowongan langsung ketulang
temporal.
Bagian tulang rawan liang telinga luar sedikit mengarah keatas dan
kebelakang dan bagian sedikit kebawah dan kedepan. Penarikan daun telinga
kearah belakang atas luar, akan membuat liang telinga cenderung lurus
sehingga memungkinkan terlihatnya membran timpani pada kebanyakan liang
telinga.
Dinding depan, dasar dan sebagian dinding belakang dari liang telinga
dibentuk oleh tulang rawan yang mana terbentuk penyempitan depan bawah,
bila meluas komedia. Ujung sebelah dalam dari jalur ini melekat erat
permukaan luar yang kasar dari bagian tulang liang telinga. Bagian superior

11

dan posterior dibentuk oleh jaringan ikat padat yang mana berlanjut dengan
prosteum dari bagian tulang liang telinga. Liang telinga bagian tulang rawan
adalah sangat lentur dan fleksibel sebagian akibat adanya dua atau tiga celah
tegal lurus dari santrorini pada dinding tulang rawan.
Pada liang telinga bagian tulang ada bagian daerah cembuung yang
bervariasi dari dinding anterior dan inferior tepat dimedial persambungan
antara bagian tulang dan disebut ishmus. Sesudah ishmus, dasar liang telinga
menurun tajam bawah dan kemudian menaik keatas kearah persambungan
pinggir inferior anulus timpanikus, membentuk lekukan yang disebut
resensus tuimpanikus inferior sudut yang dibentuk dinding anterior dengan
membran timpani juga bermakna kepentingan klinis dari resesus ini adalah
dapat menjadi tempat penumpukan keratin atau serumen yang mana dapat
bertindak sebaga sumber infeksi.
Bentuk dari daun telinga dan liang telinga luar menyebabkan benda asing
serangga dan air sulit memasuki liang telinga bagian tulang dan mencapai
membran timpani orifisium dan liang telinga luar yang kecil dari tumpang
tindih antara tragus dan antitragus merupakan garis pertahanan pertama
terhadap kontaminasi dari liang telinga dan trauma membran timpani. Garis
pertahanan kedua dibentuk oleh tumpukan massa serumen yang menolak air,
yang mengisi sebagian liang telinga bagian tulang rawan tepat dimedial
orifisium liang telinga. Garis pertahanan ketiga rawan dan bagian tulang liang
telinga, hal ini sering lebih terbentuk oleh dinding liang telinga yang
cembung. Penyempitan ini membuat sulitnya serumen menumpuk atau benda

12

asing memasuki lumen liang telinga bagian tulang dan membran timpani
(Wright, 1997) (Senturia, 1980).

2.2

Etiologi dan Patofisiologi Otitis Eksterna


Otitis eksterna, yang juga dikenal sebagai externa otitis atau swimmers
ear, adalah suatu kondisi di mana ada peradangan pada saluran pendengaran
eksterna atau luar. Hal ini dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk
penyakit menular, alergi dan dermatologis. Infeksi bakteri akut adalah
penyebab paling umum dari otitis eksterna (Koch, 2012).
Faktor predisposisi lainnya antara lain kelembaban, maserasi, trauma
lokal, external devices, dermatitis, kelainan anatomi, dan obstruksi kanal,
yang mungkin membuat epitel saluran rentan terhadap infeksi (McWilliams,
2012). Faktor ini menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang
menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma
lokal yang mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan
menimbulkan eksudat. Istilah otitis eksterna akut meliputi adanya kondisi
inflasi kulit dari liang telinga bagian luar.
Bentuk Otitis Eksterna yang paling berbahaya adalah Otitis Eksterna
Maligna (OEM). Otitis Eksterna Maligna (OEM) disebut juga Otitis Eksterna
Nekrotikan atau Osteomielitis dasar tengkorak, merupakan suatu infeksi
telinga luar yang dapat menyebabkan kematian. Otitis eksterna ini disebut
maligna atau ganas karena sifat kliniknya yang agresif, hasil terapi yang jelek
dan tingginya mortality rate pada penderita. Otitis Eksterna Maligna ini
sering didapati pada pasien usia lanjut dan menderita penyakit diabetes serta

13

pasien dengan disfungsi imun selular. OEM juga dapat terjadi pada pasien
dengan immunocompromised, seperti AIDS yang melibatkan populasi yang
lebih muda (Aboet, 2006). Patofisiologi Otitis Eksterna ganas (necrotizing)
kurang dipahami, tetapi paparan air yang sering pada telinga merupakan
faktor iatrogenik potensial (Rubin et al, 2006).

2.3 Mikrobiologi dan Histopatologi Otitis Eksterna


Organisme yang paling sering menyebabkan Otitis Eksterna adalah
organisme patogen seperti Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus
epidermidis dan S. aureus menggantikan flora alami. Organisme lain yang
dapat menyebabkan infeksi termasuk patogen anaerob, seperti Bacteroides
dan peptostreptococci, dan infeksi jamur (Koch, 2012). Otomycosis dan
Candida albicans merupakan jamur yang paling sering menyebabkan Otitis
Eksterna, diikuti oleh Aspergillus niger (Al-Husaban et al, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh J.D. Russel pada 32 penderita otitis
eksterna dan dilakukan pemeriksaan kultur 5 kasus menunjukan bakteri
campuran, 10 kasus pertumbuhan jamur dan 46 kasus lainnya dijumpai
organisme komensal gram positif yang paling penting adalah Staphylococcus
aureus, sedangkan Pseudomonas aurigonosa merupakan organisme gram
negatif yang paling banyak dijumpai, organisme gram positif lainnya
terutama ialah Streptococcus pada kelompok D dan G, sementara organisme
gram negatif lainnya terdiri dari Hemophilus influenza proteus spesies dan
Escherchia coly. Kuman anaerob terutama ialah bacterioides, clostridii dan
Streptococcus anaerob. Jamur utama adalah Candida albicans pada 8 kasus

14

sedangkan Aspergilus niger pada 2 kasus. Sedangkan sebagian besar dari


kuman komensal ialah Staphylococcus albus ataupun diphtheroides (Russel,
1993).
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen penyebab yang lazim pada
otitis eksterna maligna, meskipun sangat jarang juga dapat dijumpai S.
aureus, Proteus dan Aspergillus (Aboet, 2006).
Pada otitis eksterna difusa akut tampak adanya gambaran hiperkeratosis
epidermis, parakeratosis, akanthosis, erosi, spingiosis, hiperplasia stratum
korneum dan stratum germinativum, edema, hiperemis, infiltrasi leukosit,
nekrosis, nekrosis fokal diikuti penyembuhan fibroblastik pada dermis dan
aparatus kelenjar berkurang, aktifitas sekretoris kelenjar berkurang (Miyoso,
1994).

2.4 Klasifikasi Otitis Eksterna


Secara umum, otitis eksterna diklasifikasikan menjadi dua yaitu
berdasarkan bentuk lesi dan berdasarkan penyebabnya. Beradasarkan bentuk
lesi, otitis eksterna dibagi menjadi dua yaitu otitis eksterna sirkumskripta
(furunkulosis)

dan

otitis

eksterna

difusa.

Sedangkan

berdasarkan

penyebabnya, otitis eksterna dibagi menjadi tiga yaitu otitis eksterna yang
disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur.
Otitis Eksterna menurut Mawson (1967) diklasifikasikan menjadi 2
bagian yaitu infektif dan reaktif. Infektif dibagi menjadi bakteri, jamur dan
virus. Sedangkan reaktif dibagi menjadi eksema, dermatitis seboroika, dan

15

dermatitis neuro. Menurut Peterkin (1974) diklasifikasikan menjadi genetika,


lingkungan, trauma dan infekif (Morrison et al, 1976).
Klasifikasi Otitis Eksterna menurut G.G.Browning (Browning, 1997):
Klasifikasi
Lokal ( Furunkulosis)
Otitis Eksterna Difusa

Subklasifikasi
Idhiopatik
Truma
Iritan
Alergi
Bakteri dan fungal
Iklim dan Lingkungan

Keadaan Umum Kulit

Dermatitis Seboroika
Dermatitis Alergi
Dermatitis Atopik
Psoriasis

Invasif
(granula/Nekrotizing Maligna)
lainnya ( Keratosis Obturan)
Tabel 3.1

Klasifikasi Otitis Eksterna

2.5 Tanda, Gejala, dan Diagnosis Otitis Eksterna


Pruritis, sakit telinga, discharge (pus) dan gangguan pendengaran adalah
gejala yang paling umum dari otitis externa. Telinga mungkin saja peka
terhadap pemeriksaan dan otoscopy, dan biasanya saluran telinga luar terlihat
adanya edema dan eritematosa. Jika ada, cairan pus yang keluar biasanya

16

berwarna putih, kuning, coklat, atau abu-abu. Pada penyakit yang sudah berat
dapat menyebabkan rasa sakit, eritema periauricular, limfadenopati, dan
demam (Koch, 2012).
Umumnya, infeksi jamur menyebabkan telinga gatal, ketidaknyamanan,
keluarnya cairan pus dan perasaan bahwa terdapat sesuatu di liang telinga,
sedangkan rasa sakit yang lebih intens terjadi pasien dengan infeksi bakteri.
Dermatitis kontak juga sering menyebabkan gatal-gatal. Ini adalah gejala
yang dominan. Kurangnya respon terhadap pengobatan otitis eksternal selama
satu minggu dapat menunjukkan dermatitis kontak (Koch, 2012).
Kemungkinan penyebab dari tipe-tipe pus dari otitis eksterna adalah
(Jacobson, 2002):
Tipe Pus :
Dicurigai terdapat :
Berwarna coklat gelap, seperti lilin, Murni infeksi M. Pachydermatis

beraroma manis

Berwarna coklat tua sampai hitam,

Serangan O. Cynotis

eksudat mudah hancur menyerupai

bubuk kopi
Berwarna kuning gelap sampai coklat

pucat, lembut
Berbentuk keras, beraroma manis,

Cocci gram positif

berminyak, berwarna kuning sampai

endocrinopathy
Bakteri gram negatif berbentuk

coklat (otitis ceruminous)


Berwarna kuning pucat,

kental,

Non-infeksi
seperti

yang

seborrhoea,

batang

beraroma manis, sering berbentuk


seperti keju (caseous)
Tabel 3.2

penyebabnya

Tipe-tipe pus dari otitis eksterna

atopy,

17

Diagnosis Otitis Eksterna dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis


dan pemeriksaan fisik, otoskopi, pneumatik otoskopi, otomicroskopi,
timpanometri, akustik reflektometri, kultur bakteri, Imaging studies, dan
audiometri (Rosenfeld et al, 2006).
Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala dan tanda yang dijumpai dan
pemeriksaan kultur dari cairan yang didapat dari liang telinga. Biopsi jaringan
granulasi pada liang telinga luar perlu dilakukan untuk meniadakan
karsinoma liang telinga. Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk menentukan
perluasan penyakit. CT scan tulang temporal direkomendasikan untuk menilai
perluasan penyakit pada evaluasi permulaan. Scan tulang dengan Technetium
Tc 99 m dilakukan untuk mendeteksi adanya keterlibatan tulang. Gallium-67
scan merupakan indikator yang sensitif untuk infeksi (Aboet, 2006).

2.6 Manajemen Otitis Eksterna


Secara umum, manajemen otitis eksterna dengan cara melakukan
pengobatan seperti treatment aural toilet (suction, dry mopping, irrigation,
removal of obstructing cerumen or foreign object), non-antibiotic tetes
(antiseptik atau acidifying), antibiotik tetes, steroid tetes, oral antibiotik,
Analgesic Complementary and alternative Medicine, Ear canal wick, biopsi,
dan pembedahan (Rosenfeld et al, 2006).
Pemakaian manajemen otopikal yang sering digunakan di Negara Afrika
Selatan, dibagi berdasarkan tabel dibawah ini (Koch,2012) :
Tipe Agen
Agen Antiseptik

Thiomersal

Bahan Aktif

Nama Dagang
Merthiolate

Phenazone

Aurone

18

Acidifying agents

Acetic acid

After swim ear drop,


Dischem Swimmers

Kortikosteroid

Betamethasone

Ear Cleanser
Betnesol

Hydrocortisone

Dilucort, Skin calm,


Mylocort, Procutan

Kortikosteroids

Dexamethasone
Hydrocortisone dan ciprofloxacin

Maxidex
Ciprobay HC Otic

dan antibiotik

Dexamethasone dan ciprofloxacin

Cilodex

Dexamethasone dan chloramphenicol

Covomycin-D

serta neomycin
Betamethasone dan neomycin

Betnesol-N

Hydrocortisone dan polymyxin B

Otosporin

Hydrocortisone dan polymyxin B

Terra-Cortril

Kortikosteroid

serta tetracycline
Flumethasone dan clioquinol

Locacortem-Vioform

dan antiseptik
Antiseptik dan

Dexamethasone dan framycetin


Phenazone dan benzocaine

Sofradex
Adco-Otised

analgesik

Phenazone dan Na-sulphacetamide

Covancaine

serta benzocaine
Tabel 3.3 Manajemen Otopikal Otitis Eksterna

19

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif. Data adalah data
retrospektif yang diambil secara cross-sectional pada periode Januari-Juni
2014 yang bertujuan untuk mengetahui insiden dan manajemen otitis eksterna
di Rumah Sakit Indera Denpasar.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Indera Denpasar Bali pada bulan
Juni 2014.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini sebagai berikut:
Populasi target adalah pasien otitis eksterna di Denpasar pada

periode Januari - Juni 2014


Populasi terjangkau adalah pasien otitis eksterna di Rumah Sakit
Indera Denpasar pada periode Januari - Juni 2014

3.3.2 Sampel Penelitian

20

Sampel penelitian ini adalah semua pasien otitis eksterna yang


memiliki data rekam medis lengkap serta memenuhi kriteria inklusi di
Rumah Sakit Indera Denpasar pada periode Januari - Juni 2014.
3.3.2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel Penelitian
Kriteria Inklusi dalam penelitian ini:
Pasien otitis eksterna baru di Rumah Sakit Indera Denpasar
pada periode Januari - Juni 2014.
Data rekam medis pasien otitis eksterna yang lengkap baik
data medis maupun data non- medis pasien, meliputi identitas
(nama, jenis kelamin, umur, alamat), tanggal dan waktu
pemeriksaan,

hasil

anamnesis

(keluhan

dan

riwayat

penyakit), hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, rencana


penatalaksanaan, serta pengobatan (jenis dan nama obat,
sediaan, dosis, petunjuk pemakaian).
Kriteria Eksklusi:
Pasien otitis eksterna yang menjalani rawat inap di Rumah
Sakit Indera Denpasar.
Data rekam medis pasien yang tidak lengkap karena
informasi yang dibutuhkan tentang pasien tidak cukup
memadai.

3.3.2.2 Besar Sampel

21

Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini dihitung


berdasarkan rumus (Yamane, 1967) :

= Jumlah populasi

= Jumlah sampel

= level signifikan atau alpha yang diinginkan (umumnya


0,05 untuk bidang non-eksak dan 0,01 untuk bidang
eksakta)
Berdasarkan rumus diatas, maka besar sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 117.

3.3.2.3 Teknik Pemilihan Sampel


Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini adalah dengan
metode purposive sampling, dimana peneliti memilih sampel
berdasarkan pertimbangan subjektif dan praktis, dalam hal ini
adalah data rekam medis pasien yang lengkap sehingga
memenuhi kriteria inklusi.

3.4 Data
3.4.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang didapat adalah data primer, yaitu data rekam medis
pasien yang didapat berdasarkan registrasi di Rumah Sakit Indera
Denpasar pada periode April-Juni 2014 dengan metode cross-sectional

22

untuk mengetahui insiden dan manajemen otitis eksterna di Rumah


Sakit Indera Denpasar.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data pada penelitian ini melalui observasi dan
pencatatan data rekam medis seluruh pasien otitis eksterna di Rumah
Sakit Indera Denpasar pada periode April-Juni 2014 yang memenuhi
kriteria inklusi.

3.4.3 Definisi Operasional


1) Otitis eksterna merupakan salah satu penyakit infeksi yang cukup
sering terjadi pada daerah tropis. Otitis eksterna, juga dikenal
sebagai externa otitis atau swimmers ear, adalah suatu kondisi di
mana ada peradangan pada saluran pendengaran eksterna atau luar.
(Koch, 2012).
2) Data rekam medis pasien otitis eksterna yang lengkap adalah data
rekam medis pasien otitis eksterna rawat jalan yang memiliki
kelengkapan, meliputi identitas (nama, jenis kelamin, umur,
alamat), tanggal dan waktu pemeriksaan, hasil anamnesis (keluhan
dan riwayat penyakit), hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, rencana
penatalaksanaan, serta pengobatan (jenis dan nama obat, dosis,
petunjuk pemakaian).
3) Manajemen rencana terapi yang diberikan kepada pasien, meliputi
jenis dan nama obat serta bentuk sediaan.

23

3.4.4 Analisis Data secara Deskriptif


Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer.
Pengolahan data dilakukan secara statistik yaitu statistik deskriptif
untuk

menganalisis

data

berupa

persentase

dengan

cara

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul.


Penyajian data ditampilkan dalam bentuk tabel dan/atau diagram. Data
yang

terkumpul

akan

ditampilkan

sebagaimana

adanya

bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.

tanpa

24

3.5 Alur Penelitian

Gambar 3.1

Alur Penelitian

25

3.6 Anggaran Biaya


Kebutuhan

Banyak

Jumlah

Print Proposal

50 lembar @Rp 250,00

Rp 12.500,00

Fotokopi Proposal

150 lembar @Rp 150,00

Rp 22.500,00

Biaya Penelitian

Rp 250.000,00

Print Laporan Penelitian

50 lembar @Rp 250,00

RP 12.500,00

Fotokopi Laporan Penelitian

150 lembar @Rp 150,00

Rp 22.500,00

Jilid

4 eksemplar @Rp 5.000,00

Rp 20.000,00

Transportasi

Rp 40.000,00
Total
Tabel 3.4

Rp 380.000,00
Anggaran Biaya

26

3.7 Jadwal Penelitian

Kegiatan

2013
9

10

2014

11

12

2
I

II

III

Penyusunan Proposal
Ujian Proposal
Pelaksanaan Penelitian
Penyusunan Draft Penelitian
Penyelesaian Laporan
Tabel 3.5

Jadwal Penelitian

3
IV

6
I

II

III

IV

27

Anda mungkin juga menyukai