Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara yang beriklim tropis. Tropis dapat

diartikan sebagai suatu daerah yang terletak diantara garis isotherm di bumi

bagian utara dan selatan, atau daerah yang terdapat di 23,50 lintang utara dan 23.50

lintang selatan. Pada dasarnya wilayah yang termasuk iklim tropis dibedakan

menjadi tropis kering dan tropis basah. Indonesia sendiri termasuk dalam iklim

tropis basah atau daerah hangat dan lembab yang memiliki kriteria faktor

predisposisi terjadinya otitis eksterna.1,2

Otitis eksterna merupakan suatu peradangan pada kulit di bagian liang

telinga yang dapat menyebar ke daun telinga (auricula) ataupun membrane

tympani. Penyebabnya dapat berupa infeksi oleh bakteri, jamur maupun virus.

Lingkungan yang hangat dan lembab adalah media pertumbuhan kuman dan

jamur, ini merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna.3

Selain itu, trauma ringan pada liang telinga ketika membersihkan telinga secara

berlebihan menggunakan cotton bud juga dapat menjadi salah satu faktor

predisposisi terjadinya otitis eksterna4. Perubahan pH kulit canalis pada pasien

diabetes mellitus yang biasanya asam menjadi basa juga dapat menjadi salah satu

faktor predisposisi terjadinya penyakit ini. Hal lain pada kondisi yang dapat

1
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh, yaitu Human Immunodeficiency

Virus/Acquired immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS), keadaan aplasia akibat

kemoterapi, anemia refrakter, leukimia kronik, limfoma, splenektomi, neoplasia,

dan transplantasi ginjal bisa menjadi faktor predisposisi penderita otitis eksterna

akut yang dapat berlanjut menjadi otitis eksterna maligna.5 Kondisi lain seperti

alergi, penumpukan serumen di telinga tengah, berenang dan keadaan terpapar air

juga bisa menjadi faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna.3

Otitis eksterna akut dibagi menjadi dua jenis, yaitu otitis eksterna difusa

dan otitis eksterna sirumskripta. Otitis eksterna difusa, yang sering disebut

“swimmer’s ear” atau “tropical ear” sering ditemukan pada perenang dan daerah

beriklim tropis. Kedua, dalam bentuk furunkel yang disebut otitis eksterna

sirkumskripta. Keduanya berbeda dari segi letak peradangan, gejala yang

ditimbulkan, serta kuman penyebabnya. Otitis eksterna difusa terutama

disebabkan oleh Pseudomonas sp. Sedangkan otitis eksterna sirkumskripta

dominan disebabkan oleh kuman Staphylococcus aureus dan Staphylococcus

albus.3

Studi di negara Nigeria, tercatat 133 kasus dari Januari 2009 sampai Maret

2013 terdiagnosis otitis eksterna, dengan rentang usia terbanyak adalah 20 - 68

tahun sebanyak (58,6%).6 Sedangkan studi di negara Amerika, menurut American

Academy of Otolaryngology–Head and Neck Surgery Foundation, pada tahun

2006 angka kejadian infeksi yang paling umum dihadapi oleh para dokter adalah

otitis eksterna akut sekitar 1:250 dari populasi umum di Amerika Serikat.

Berdasarkan hasil analisis data National Ambulatory-Care (NAC) and Emergency

2
Department (ED) pada tahun 2007 diperkirakan 2,4 juta kunjungan kesehatan atau

sekitar 8,1 kunjungan per-1000 penduduk di Amerika Serikat didiagnosa

menderita otitis eksterna akut.7

Berdasarkan studi di Indonesia, yaitu di Poliklinik THT-KL RSU Prof. Dr.

R.D. Kandou Manado, ditemukan dari 5.297 pengunjung didapati 440 merupakan

kasus otitis eksterna (8,33%).8 Dari data Departemen Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia tahun 2012 tentang “10 Besar Penyakit Rawat Jalan Di

Rumah Sakit Tahun 2010”, penyakit telinga dan prosesus mastoid menempati

urutan ke-10.9

Prevalensi penderita otitis eksterna di Poliklinik THT-KL RSU Prof. Dr.

R.D. Kandou Manado yang paling sering adalah pada rentang umur 18-59 tahun

(50%) dengan prevalensi pada laki-laki sebesar (55%) dan pada perempuan

(45%).8 Hal yang sama ditemukan pada tahun 2013 di University of Nigeria

Teaching Hospital prevalensi penderita otitis eksterna ditemukan lebih banyak

laki – laki yaitu 66 orang dan perempuan 61 orang dari 127 pasien.10 Pada

penderita otitis eksterna banyak keluhan yang sering dirasakan, namun

diantaranya penderita paling sering mengeluhkan rasa nyeri pada telinga

dibandingkan dengan rasa gatal pada telinga.11 Sedangkan prevalensi penderita

otitis eksterna di Poliklinik THT-KL RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado

berdasarkan jenis otitis eksterna yang diderita lebih sering ditemukan otitis

eksterna difusa yaitu 374 pasien (84%).8 Hasil yang berbeda di University of

Nigeria Teaching Hospital bahwa penderita otitis eksterna sirkumskripta lebih

dominan di jumpai dibandingkan otitis eksterna difusa.10

3
Jika otitis eksterna tidak diobati, infeksi akan menyebar ke struktur organ

disekitarnya yang lebih dalam dan dapat berkembang menjadi otitis eksterna

maligna. Otitis eksterna maligna memiliki tingkat mortalitas hampir 50%.

Sehingga dengan mencegah terjadinya otitis eksterna dapat menghindari

komplikasi tersebut.12

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kasus otitis eksterna

masih merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian khusus,

maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai karakteristik

penderita otitis eksterna usia 15 – 60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas

Kristen Indonesia periode Januari 2017 - Juni 2018.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah penelitian

sebagai berikut : Bagaimana karakteristik pasien otitis eksterna usia 15-60 tahun

di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia periode Januari 2017 - Juni

2018.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita otitis eksterna usia 15-60 tahun

di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia periode

Januari 2017 - Juni 2018.

4
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi jenis kelamin penderita otitis eksterna

usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen

Indonesia.

b. Mengetahui distribusi usia penderita otitis eksterna di Rumah Sakit

Umum Universitas Kristen Indonesia.

c. Mengetahui distribusi tingkat pendidikan penderita otitis eksterna

usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen

Indonesia.

d. Mengetahui distribusi pekerjaan penderita otitis eksterna usia 15-60

tahun di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia.

e. Mengetahui distribusi keluhan utama penderita otitis eksterna usia

15-60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia.

f. Mengetahui distribusi keluhan tambahan penderita otitis eksterna

usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen

Indonesia.

g. Mengetahui distribusi faktor resiko yang terkait pada penderita

otitis eksterna usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas

Kristen Indonesia.

h. Mengetahui distribusi jenis otitis eksterna pada penderita usia 15-

60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia.

5
i. Mengetahui distribusi lokasi telinga yang dikeluhkan oleh

penderita otitis eksterna usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum

Universitas Kristen Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi

penelitian selanjutnya atau masukan bagi perkembangan ilmu

kedokteran secara khusus ilmu telinga hidung tenggorok kepala

leher (T.H.T-K.L) untuk mengetahui bagaimana karakteristik

pasien otitis eksterna usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum

Universitas Kristen Indonesia.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Instansi Kesehatan

a. Sebagai bahan informasi terbaru guna membantu tenaga

kesehatan dalam memberikan pelayanan secara optimal di

Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia.

b. Dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan pada masyarakat terhadap insidensi otitis

eksterna.

6
c. Sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan manajemen

rekam medis di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen

Indonesia.

2. Bagi Peneliti Lain

a. Menambah wawasan tentang penelitian manajemen rekam

medis, dalam kaitannya dengan otitis eksterna

b. Dapat memberikan informasi dasar yang mendukung

penelitian lain yang berhubungan dengan otitis eksterna.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam atau

labyrinthus. Telinga luar terdiri dari daun telinga (auricula) dan liang telinga

(meatus acusticus externus) dan mempunyai batas dengan telinga tengah yaitu,

membrane tympani.13 Auricula tersusun dari tulang rawan kecuali pada bagian

lobulus. Meatus acusticus externus atau liang telinga berbentuk huruf S, pada

sepertiga bagian luar tersusun oleh tulang rawan, sedangkan dua pertiga bagian

dalam rangkanya tersusun oleh tulang. Panjangnya berkisar antara 2½ - 3 cm.

Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat kelenjar serumen (kelenjar

keringat) dan rambut. Telinga tengah berbentuk rongga seperti kubus berisi udara

dengan batas luarnya yaitu membrane tympani, batas depan yaitu tuba auditiva

eustachius, batas bawahnya adalah vena jugularis (bulbus jugularis), batas

belakangnya 3 tulang pendengaran yaitu malleus, incus, dan stapes. Dilanjutkan

dengan aditus ad antrum, canalis facialis parsverticalis, atap atas berabatasan

dengan tegmen tympani (meningen/otak), dan batas dalamnya berturut-turut dari

atas ke bawah yaitu canalis semi circularis horizontal, canalis facialis, oval

window, round window, dan promontorium. Dan untuk Telinga dalam terdiri dari

cochlea yang sering disebut dengan rumah siput. Cochlea berupa dua setengah

lingkaran dan vestibulum, yang terdiri dari tiga buah kanalis semisirkularis.

8
Ujung atau puncak cochlea disebut helicotrema, menghubungkan perilimfe skala

tympani dan skala vestibuli. Pada irisan melintang cochlea, tampak skala

vestibuli dibagian atasnya, skala tympani di bagian bawahnya dan skala media

diantaranya. Skala vestibuli dan skala tympani berisi perilimfa, sedangkan skala

media berisi endolimfa.14

Gambar 2.1 Anatomi Telinga15

2.1.1 Daun Telinga (Auricula)

Daun telinga atau auricula terdiri dari lempeng tulang rawan

elastis tipis yang ditutupi oleh lapisan kulit, terdapat sedikit jaringan

subkutan antara kulit dan perichondrium. Bentuk anatomi dari daun telinga

ini sangat kompleks, tapi mudah terlihat jika cacat kongenital.16 Dalam

9
merawat trauma telinga luar, harus diusahakan untuk mempertahankan

bentuk anatominya, karena secara fisiologis daun telinga berperan untuk

mengumpulkan dan menyalurkan gelombang suara dari lingkungan luar ke

dalam liang telinga. Daun telinga juga mempunyai otot instrinsik dan

ekstrinsik, keduanya dipersarafi oleh nervus fasialis.14

Gambar 2.2 Anatomi Daun Telinga15

2.1.2 Liang Telinga (Meatus Acusticus Externus)

Merupakan saluran berkelok yang menghubungkan aurikula

dengan membran timpani. Liang telinga atau Meatus Acusticus Externus

berfungsi menghantarkan gelombang suara dari aurikula ke membrana

timpani. Pada satu pertiga rangka bagian luar liang telinga disusun oleh

cartilago elastis, dan dua pertiga bagian dalam adalah tulang, yang

dibentuk oleh membran timpani. Liang telinga dilapisi oleh kulit, dan

10
sepertiga bagian luarnya mempunyai rambut, glandula sebacea, dan

glandula ceruminosa. Glandula ceruminosa merupakan modifikasi kelenjar

keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna coklat kekuningan.

Rambut dan lilin ini merupakan barier yang lengket, untuk mencegah

benda asing masuk.17

Sendi temporomandibularis dan kelenjar terletak di depan liang

telinga sementara prosesus mastoideus terletak di belakangnya. Nervus

facialis menjauhi foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju

prossesus stiloideus di posteroinferior liang telinga, dan kemudian berjalan

dibawah liang telinga memasuki kelenjar parotis. Rawan liang telinga

merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan untuk mencari

nervus facialis, patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.13,14

Saraf sensorik yang mempersarafi kulit dari liang telinga berasal dari

nervus auriculotemporalis dan ramus auricularis nervus vagus. Aliran

Limfe menuju ke nodus parotidei superficiales, mastoideus, dan

cervicales superficiales.14 16

2.2 Definisi Otitis Eksterna

Otitis eksterna (OE) adalah suatu peradangan atau infeksi pada

saluran pendengaran bagian luar (CAE), daun telinga, atau keduanya. Penyakit ini

merupakan penyakit umum yang dapat ditemukan pada semua kelompok umur.

Otitis eksterna (OE) biasanya merupakan infeksi bakteri akut kulit saluran telinga

11
(paling sering disebabkan Pseudomonas aeruginosa atau Staphylococcus aureus),

tetapi dapat juga disebabkan oleh bakteri lain, virus, maupun infeksi jamur.18

2.3 Epidemiologi

Berdasarkan studi di negara Nigeria dari 13.328 kasus penyakit telinga,

ada 133 kasus di diagnosis dengan otitis eksterna yang terjadi pada semua

kelompok umur. Usia minimun adalah satu tahun, sementara usia maksimal

adalah 64 tahun.6 Laporan hasil analisis data National Ambulatory-Care (NAC)

and Emergency Department (ED) pada tahun 2007, menggambarkan epidemiologi

otitis eksterna akut di Amerika Serikat diperkirakan 2,4 juta kunjungan kesehatan

atau sekitar 8,1 kunjungan per-1000 penduduk di Amerika Serikat didiagnosa

menderita otitis eksterna akut. Sedangkan hasil penelitian di Poliklinik THT-KL

RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada periode Januari – Desember 2011

memperlihatkan bahwa dari 5.297 pengunjung terdapat 440 kasus otitis eksterna.7

2.4 Klasifikasi Otitis Eksterna

Klasifikasi otitis eksterna terdiri atas:

2.4.1 Otitis Eksterna Akut

Dikatakan otitis eksterna akut karena berlangsung kurang dari 6

minggu.

a. Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel/bisul)

Merupakan otitis eksterna lokal yang bermula dari infeksi

dari folikel rambut dan menimbulkan furunkel (bisul) pada

12
sepertiga luar dari liang telinga luar (meatus acusticus externus).

Kulit telinga sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa

kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar

serumen, maka tempat tersebut dapat terjadi infeksi pada

pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel. Biasanya

disebabkan oleh Staphyllococcus aureus dan Staphylococcus.

albus. Pada otitis eksterna sirkumskripta pasien sering mersakan

rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini

disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan

ikat longgar dibawahnya, sehingga rasa nyerti timbul pada

penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga timbul spontan

pada waktu membuka mulut (sendi temporomandibular). Selain

itu terdapat juga gangguan pendengaran, bila furunkel bertambah

besar dan menyumbat liang telinga.17

b. Otitis eksterna difusa

Merupakan otitis eksterna yang dapat disebabkan oleh

bakteri (Pseudomonas sp., Staphylococcus sp., Proteus sp.) atau

jamur pada dua pertiga dalam dari kulit liang telinga luar (meatus

acusticus externus). Tampak kulit liang telinga hiperemis dan

edema yang tidak jelas batasnya. Infeksi ini juga dikenal juga

dengan nama swimmer’s ear dan tropical’s ears. Infeksi ini sering

terjadi pada perenang dan cuaca yang panas serta lembab. Bakteri

penyebab biasanya golongan Pseudomonas sp. Adapun kuman

13
lain yang dapat menjadi penyebab otitis eksterna difusa ini adalah

Staphylococcus albus, Escherichia coli, Enterobacter aerogenes

dan sebagainya. Penyakit ini juga bisa terjadi sekunder pada otitis

media supuratif kronis. Penyakit ini ditandai dengan nyeri tekan

pada tragus, liang telinga sangat sempit, kadang terdapat

pembesaran kelenjar regional, ada nyerti tekan, serta terdapat

otorrhea yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir seperti

sekret yang keluar dari kavum timpani pada otitis media.4

c. Otomikosis

Otomikosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur

yang terjadi pada teling luar, dan biasanya jarang mempengaruhi

telinga tengah. Gejala yang biasanya ditimbulkan seperti pruritis,

telinga tidak nyaman dan rasa sakit di telinga, rasa penuh di liang

telinga, tinnitus, dan gangguan pendengaran. Infeksi jamur di

liang telinga ini biasanya terjadi di daerah kelembaban yang

tinggi. Jamur penyebab utama otomikosis adalah Pityrosporum

dan Aspergilus.19

d. Herpes zoster otikus

Infeksi liang telinga yang disebabkan oleh virus varicella

zoster. Virus tersebut dapat menyerang satu atau lebih dermatom

saraf kranial (saraf trigeminus, ganglion genikulatum, dan radiks

servikalis bagian atas) yang dapat disebut sebagai Sindroma

Ramsay Hunt.1

14
2.4.2. Otitis Eksterna Kronis

Otitis eksterna kronis adalah infeksi liang telinga yang berulang

dan berlangsung lebih dari 6 minggu.

a. Eczematous otitis externa.

Meliputi berbagai kondisi dermatologis (dermatitis atopik,

psoriasis, sindrom lupus eritematosa, eczema) yang dapat

menginfeksi liang telinga dan menyebabkan otitis eksterna.1

b. Otitis eksterna maligna.

Disebut juga otitis eksterna nekrotikans atau osteomielitis dasar

tengkorak. Suatu tipe khusus dari infeksi akut yang difus di liang

telinga luar. Infeksi telinga ini di mulai dari liang telinga luar dan

meluas ke tulang temporal hingga ke jaringan sekitarnya.

Keadaan ini sering didapati pada pasien usia lanjut dan menderita

penyakit diabetes mellitus. Serta pasien dengan disfungsi imun

selular. Pada penderita diabetes mellitus, pH serumennya lebih

tinggi dibanding pH serumen non-diabetes. Kondisi ini yang

menyebabkan paenderita diabetes mellitus lebih mudah terkena

otitis eksterna. Otitis eksterna maligna juga dapat terjadi pada

pasien dengan immunocompromised, seperti AIDS yang

melibatkan populasi yang lebih muda. Otalgia adalah gejala yang

paling sering terjadi. Pada pemeriksaan otoskopi ditemukan otitis

eksterna dengan jaringan granulasi sepanjang posteroinferior

15
liang telinga luar. Pemeriksaan scan tulang dengan technetium Tc

99m dan Ga 67 scan diperlukan untuk menegakkan diagnosa.1,12

c. Keratosis obsturan

Pada Keratosis Obsturan terdapatnya gumpalan epidermis pada

liang telinga yang dapat menyebabkan terbentuknya sel epitel

yang berlebihan dan tidak bermigrasi ke arah teinga luar.

Keratosis obsturan terdapat tuli yang konduktif pada seorang

pasien sehingga ia akan merasakan nyeri yang hebat, liang telinga

yang lebar, membran timpani lebih tebal dan jarang, serta sering

ditemukan sekresi telinga pada satu sisi telinga atau unilateral dan

lebih sering pada usia tua.1,7

2.5 Etiologi dan Faktor Resiko

Otitis eksterna paling banyak disebabkan oleh karena bakteri. Bakteri

penyebab yang paling umum adalah Pseudomonas sp. dan Staphylococcus sp.

Tidak hanya bakteri, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh jamur dan virus.

Jamur penyebab tersering adalah Aspergillus niger dan Candida albicans. Otitis

eksterna juga dapat disebabkan oleh penyebaran luas dari proses dermatologis

yang bersifat non-infeksi.3

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena otitis eksterna,

antara lain yaitu struktur kanalis auditorius yang unik berkontribusi terhadap

perkembangan otitis eksterna. Selain itu, kanalis auditorius eksternal mempunyai

suhu yang hangat, gelap dan mudah lembab, sehingga merupakan lingkungan

16
yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan jamur. Aktivitas membersihkan atau

mengorek-ngorek telinga yang terlalu sering dengan cotton bud menyebabkan

terjadinya akumulasi serumen dan pembersihan terganggu. Trauma ringan ketika

mengorek juga dapat melukai kulit sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya

invasi patogen penyakit ke kulit yang rusak. Selain itu, sering berenang dan sering

terpapar air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan merupakan sumber

kontaminasi yang sering dari bakteri. Pada penggunaan bahan kimia seperti

hairspray dan pewarna rambut juga bisa membuat iritasi yang memungkinkan

bakteri dan jamur mudah masuk. Serta, keadaan yang terlalu sering menggunakan

alat – alat yang menutupi saluran telinga seperti alat bantu pendengaran maupun

earphone yang dapat meningkatkan risiko otitis eksterna. Pada dasarnya, otitis

eksterna dapat ditemukan pada hampir semua kelompok usia. Otitis eksterna tidak

dipengaruhi oleh jenis kelamin, namun biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan

individu tersebut.4,12

Penyakit otitis eksterna terbagi menjadi tiga stadium, diantaranya stadium

preinflamasi, stadium inflamasi akut, yang dapat terjadi secara ringan, sedang atau

berat dan stadium inflamasi kronik. Pada stadium preinflamasi terjadi edema

stratum korneum akibat hilangnya pH asam dari lapisan pelindung kanal,

kemudian terjadi penyumbatan di unit apopilosebasea, selama penyumbatan

berlangsung akan timbul rasa penuh dan rasa gatal di telinga. Kerusakan lapisan

epitel memungkinkann invasi bakteri atau jamur yang berasal dari pinggir kanal

ataupun yang masuk bersama benda asing yang dimasukkan ke kanal, seperti

17
cotton bud. Hal ini mengakibatkan terjadinya stadium inflamasi akut yang

ditandai dengan nyeri.

Pada tahap awal stadium inflamasi ringan, permukaan kulit meautus acusticus

externus terlihat eritema ringan, sedikit edema, dan dapat juga terlihat adanya

sekret encer atau agak keruh dalam jumlah yang sedikit. Rasa nyeri dan gatal akan

semakin bertambah, menandakan perkembangan inflamasi akut otitis eksterna

dari stadium inflamasi ringan ke stadium inflamasi sedang, dan kanal terlihat lebih

edema dan lebih banyak eksudat kental.

Jika inflamasi tidak segera diobati, perkembangan inflamasi akan berlanjut ke

stadium inflamasi berat. Ditandai dengan rasa nyeri yang semakin bertambah dan

tertutupnya lumen kanal, serta terdapat banyak eksudat purulen, edema, adanya

papul putih di permukaan kulit kanal sehingga membran timpani tidak terlihat

jelas. Pada stadium berat ini, biasanya terjadi perluasan infeksi yang meliputi

perbatasan jaringan lunak dan kelenjar getah bening servikal.

Pada stadium kronik, terjadi penebalan kulit kanal eksternal dan bagian

superfisialnya mulai mengelupas. Pada stadium ini dapat ditemukan perubahan

sekunder pada bagian aurikula dan konka, seperti eksematisasi, likenifikasi, dan

ulserasi superfisial. Kondisi ini hampir sama dengan eksema, dan dapat terjadi

dengan pengeringan dan penebalan kanal, sampai hilangnya kanal eksternal

karena hipertrofi kulit akibat infeksi kronik.7,11,18

18
2.6 Manifestasi Klinis

Gejala otitis eksterna umumnya adalah rasa gatal dan sakit (otalgia). Pada

otitis eksterna sirkumskripta memiliki gejala dan tanda seperti nyeri hebat dan

kemerahan kulit di sekitar folikel rambut hingga abses yang akhirnya pecah,

terjadi pelepasan sekret yang sangat busuk. Rasa nyeri yang hebat disebabkan

karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan ikat longgar dibawahnya,

sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondium. Rasa nyeri akan terasa

lebih berat akibat pergerakan daun telinga atau tekanan pada tragus, seperti

gerakan spontan pada waktu membuka mulut. Gangguan pendengaran biasanya

terjadi bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga sehingga hantaran

gelombang suara juga tidak optimal.17

Pada otitis eksterna difusa, gejala dan tanda umumnya ialah rasa gatal, nyeri

tekan, dan nyeri tarikan di daerah daun telinga, tetapi penyakit ini dapat juga

menimbulkan gangguan pendengaran pada kasus yang parah dan menimbulkan

pembengkakan (oedema) di liang telinga, sehingga mempersempit rongga dari

liang telinga tersebut. Pada pemeriksaan otoskopi, sering terlihat suatu lapisan

tipis dan kemerahan pada kulit liang telinga. Peradangan tersebut dapat menyebar

ke membran timpani dan jaringan lunak sekitar. Gejala nyeri lebih dominan pada

infeksi liang telinga dan terdapat pengeluaran sekret (otorrhea). Sekret tersebut

biasanya encer hingga tampak berminyak dan dapat berbau busuk, hal ini

bergantung pada mikroorganisme penyebab. Jika otorrhea tampak berupa seperti

benang-benang mukus, biasanya menunjukkan fokus sekresi berada di telinga

tengah. Pada kebanyakan penyakit kulit generalisata, kejadian otitis eksterna

19
dengan otorrhea juga dapat terjadi peda perjalanan penyakitnya, demikian juga

pada psoriasis, dermatitis seboroik atau eczema. Pada otomikosis gejala yang

ditemukan, yaitu berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga. Dan pada

keadaan herpes zoester otikus, ditemukan lesi kulit yang vesikuler pada kulit di

daerah muka dan sekitar daun telinga, kadang juga disertai paralisis pada otot

wajah. Pada keadaan berat biasanya ditemukan gangguan pendengaran. Pada

kasus keratosis obsturan, gejala umumnya adalah nyeri telinga (otalgia) berat, tuli

konduktif akut, dan gangguan pendengaran. Jika terjadi gangguan pendengaran,

biasanya disebabkan oleh adanya gumpalan epitel berkeratin di liang telinga. Pada

otitis eksterna maligna gejalanya ialah rasa gatal di liang telinga, diikuti oleh

nyeri, sekret yang banyak keluar, pembengkakan liang telinga, serta terdapat

jaringan granulasi yang tumbuh cepat ke dalam sehingga liang telinga menjadi

tertutup.4,19

2.7 Penegakan Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis otitis eksterna dapat diperoleh dari

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Pada Anamnesis, keluhan utama yang dilaporkan pasien antara lain rasa

nyeri telinga atau otalgia yang berat, rasa penuh pada telinga, tinnitus,

dan demam. Nyeri bertambah terutama ketika daun telinga ditarik, nyeri

tekan pada tragus, serta gerakan spontan membuka mulut, yaitu seperti

ketika mengunyah makanan dan menguap. Keluhan tambahan lainnya

20
adalah pendengaran sedikit berkurang, walaupun ada juga yang normal.

Selain iyu, keluarnya sekret yang encer bening sampai kental. Jenis

sekret ini tergantung dari penyebab kuman atau jamur yang menginfeksi.

Infeksi yang disebabkan oleh jamur akan bermanifestasi sekret kental

berwarna putih keabu-abuan dan berbau. Pendengaran bisa normal, dan

sedikit berkurang.12

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan telinga luar dapat dengan mudah diperiksa dengan

bantuan head lamp. Saat memeriksa meatus acusticus externa dan

membran tympani, tenaga kesehatan memerlukan alat otoskop untuk

melakukan pemeriksaan otoskopik. Otoskop adalah alat yang dapat

menyinarkan cahaya dan gambaran dapat dibesarkan untuk mengamati

meatus acusticus externa dan membran tympani. Hasil pemeriksaan fisik

otitis eksterna antara lain terdapat nyeri tekan tragus, edema saluran

auditori eksternal, eritematosa, discharge purulen, eczema daun telinga,

adenopati periauricular dan servikal. Pada kasus yang berat, umumnya

infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, termasuk kelenjar parotis.16

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan kultur dari sekret telinga untuk mengidentifikasi organisme

penyebab dan untuk meresepkan terapi antimikroba yang tepat dan

efektif. Jika diagnosis mengarah ke otitis eksterna maligna, CT scan atau

bone scan isostop dapat membantu menegakkan diagnosis.16

21
2.8 Penatalaksanaan

Dokter meresepkan terapi antimikroba untuk mengatasi indikasi 2

penyebab paling umum yaitu Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus

aureus. Dilanjutkan dengan membersihkan serumen dari saluran telinga

sehingga obat yang bersifat topikal bisa bekerja efektif. Jika ada nyeri, dokter

mengobati rasa nyerinya. Mengedukasi pasien untuk menggunakan obat tetes

telinga yang tepat, karena jika berlebihan dapat menyebabkan tumbuhnya jamur

dan selalu menjaga telinga dalam keadaan tetap kering dan tidak lembab.

Pada otitis eksterna sirkumskripta, terapi yang diberikan bergantung kepada

keadaan furunkel. Jika sudah menjadi abses, diaspirasi secara steril untuk

mengeluarkan nanahnya. Selain itu juga diberikan antimikroba lokal dalam bentuk

salep contohnya pylomixin B, bacitracin atau antiseptik (asam asetat 2-5% dalam

alkohol). Jika dinding furunkel tebal, dilakukan insisi dengan anastesi, kemudian

di pasang salir (drain) untuk mengalirkan nanah. Biasanya tidak perlu diberikan

obat antibiotika secara sistemik, hanya diberikan obat simtomatik seperti analgetik

dan obat penenang. Untuk otitis eksterna difusa, penanganan yang dilakukan

dengan membersihkan liang telinga, dan karena adanya oedema dinding kanalis,

dimasukkan tampon yang mengandung antibiotika ke liang telinga supaya

terdapat kontak yang baik anatar obat dengan kulit yang meradang. Antibiotika

sistemik kadang diperlukan pada kasus-kasus yang berat, dan selanjutnya

dianjurkan untuk melakukan tes kepekaan bakteri. Antibiotika sistemik khususnya

diperlukan jika dicurigai adanya perikondritis atau kondritis pada tulang rawan

telinga. Jika otitis eksterna difus yang terjadi secara sekunder akibat dari otitis

22
media kronik, maka pengobatan otitis media kronik yang diutamakan terlebih

dahulu. Rasa nyeri pada telinga dapat diatasi dengan analgetik. Pada otomikosis,

pengobatannya dengan menggunakan larutan asam asetat 2% dalam alkohol,

larutan Iodium povidon 5% atau tetes telinga yang mengandung campuran

antibiotik dan steroid yang diteteskan ke liang telinga. Kadang juga diperlukan

obat anti jamur dalam bentuk salep yang diberikan secara topikal, seperti nistatin,

klotrimazol. Dalam pengobatan herpes zoester otikus, penatalaksanaannya sesuai

dengan penyebabnya, yaitu virus herpes zoester. Pada otitis eksterna kronik,

dilakukan operasi rekonstruksi liang telinga, dan pada kolesteatoma juga

dilakukan operasi pengangkatan kolesteatoma dan jaringan yang nekrotik dengan

tujuan mencegah berlanjutnya penyakit yang mengerosi tulang. Kolesteatoma dan

jaringan nekrotik daiangkat sampai bersih, diikuti pemberian antibiotik topikal

secara berkala. Jika koklesteatoma masih kecil atau terbatas, dapat dilakuakan

tindakan konservatif. Sedangkan pada otitis eksterna maligna sering, harus segera

dilakukan tes kultur dan resistensi. Sambil menunggu hasil kultur, dapat diberikan

obat golongan fluorquinolone (ciprofloxasin) dosis tinggi per oral. Pada keadaan

yang lebih berat, diberikan antibiotika parenteral kombinasi dengan antibiotika

golongan aminoglikosida yang diberikan selama 6-8 minggu. Selain obat-obatan,

dilakukan juga tindakan untuk memebersihkan luka secara radikal. Tindakan

membersihkan luka yang kurang bersih akan menyebabkan penjalaran penyakit

makin cepat. Otitis eksterna maligna sering didapati pada pasien usia lanjut dan

menderita penyakit diabetes mellitus. Untuk itu, selain mengobati telinga, pasien

dengan diabetes mellitus juga harus dikontrol gula darahnya.3,4,18

23
2.9 Komplikasi

Proses infeksi dapat menghasilkan stenosis pada saluran telinga. Infeksi

juga bisa menyebar dan menyebabkan cellulitis atau chondritis di daerah

sekitarnya. Jika infeksi terus berkembang, infeksi dapat menyebar ke kelenjar

parotis. Ketika infeksi menyebar ke struktur disekitarnya telinga luar, itu dikenal

sebagai keganasan atau necrotizing otitis externa. Selain itu, beberapa jenis otitis

eksterna juga menimbulkan paresis dari nervus facialis.19

2.10 Pencegahan

Pencegahan otitis eksterna antara lain, yaitu saat telinga terasa gatal tidak

diperbolehkan menggoreskan, menusuk telinga atau membersihkan telinga

dengan menggunakan cotton bud, kuku, pin, atau benda lainnya yang bisa melukai

telinga. Jika terasa sangat gatal, segera berkonsultasi ke dokter. Gatal dapat

dikontrol dengan antihistamin yang diberikan secara oral, terutama pada waktu

tidur. Lalu usahakan telinga selalu dalam keadaan kering, tidak lembab,

contohnya setelah mencuci rambut, berenang atau mandi, usahakan telinga tidak

lembab dengan menggelengkan kepala untuk membuang air yang tersisa dari

saluran telinga. Pasien otitis eksterna yang masih dalam pengobatan harus

diperhatikan agar telinga jauh dari air selama 7-10 hari. Pada perenang dapat

kembali berenang setelah 2-3 hari menyelesaikan pengobatan, atau dibantu

dengan penggunaan penyumbat telinga karet silikon. Pasien yang memakai alat

bantu dengar atau earphone harus membatasi penggunaannya sampai rasa sakit

hilang.12

24
Pencegahan lainnya dengan menggunakan asam asetat profilkasis yang

diresepkan oleh dokter sebelum atau sesudah berenang dan pemberian sebelum

tidur adalah salah satu cara untuk mencegah otitis eksterna. Jika gejala belum

membaik setelah beberapa hari pengobatan, harus segera memberitahu dokter

untuk melihat apakah diperlukan perubahan dalam pengobatan. Dan jika stenosis

meatus terjadi, tindakan meatoplasty (pembesaran meatus) dianjurkan untuk

menanganinya.7,18

2.11 Prognosis

Sebagian besar pasien otitis eksterna membaik dalam 2-3 hari dari

pemberian antibiotik. Jika tidak membaik dalam 2-3 hari maka perlu dilakukan

evaluasi kembali oleh dokter. Otitis eksterna biasanya sembuh sepenuhnya dalam

7-10 hari. Pada beberapa pasien, dapat menyebabkan nyeri hebat yang

memerlukan penghilang rasa sakit seperti narkotika, dan nyeri biasanya membaik

2-5 hari setelah memulai terapi. Jika tidak diobati, otitis eksterna akut dapat

berkembang menjadi otitis eksterna maligna, suatu kondisi serius yang sering

menyebabkan morbiditas atau mortalitas yang parah. Komplikasi ini hampir

secara khusus terlihat pada pasien immunocompromised, seperti penderita

diabetes, penderita AIDS, orang-orang yang menjalani kemoterapi, dan pasien

yang memakai obat immunosuppressant (misalnya, glukokortikoid). Jika tidak

diobati, nekrosis otitis eksterna maligna memiliki tingkat kematian mencapai

50%.3,7

25
26
2.12 Kerangka Teori

Faktor Risiko

Penyumbat
Trauma ringan Diabetes
Telinga dan alat
Bahan Alergi Penggunaan saat mengorek Melitus Berenang bantu dengar
Iritan Cotton Bud telinga

Keluhan

Gangguan
Otalgia Pruritus Rasa Penuh Ottorhea Demam
Pendengaran

Memperberat

a. Kemasukan
Agent: Air saat
Otitis mandi dan
a. Bakteri
Eksterna berenang
b. Jamur
c. Virus b. Struktur
anatomis
telinga

Bagan II.1 Kerangka Teori

27
2.13 Kerangka Konsep
Gambaran Kasus
Berdasarkan Usia

Gambaran Kasus
Berdasarkan Jenis
Kelamin

Gambaran Kasus
Berdasarkan
Pendidikan

Gambaran Kasus
Berdasarkan
Pekerjaan

Gambaran Kasus
Gambaran Kasus Berdasarkan
Otitis Eksterna
Otitis Eksterna Keluhan Utama

Gambaran Kasus
Berdasarkan
Keluhan Tambahan

Gambaran Kasus
Berdasarkan Faktor
Resiko

Gambaran Kasus
Berdasarkan Jenis
Otitis eksterna

Gambaran Kasus
Berdasarkan Lokasi
Telinga yang
diderita
Bagan II.2 Kerangka Konsep

28
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Peneliti menggunakan metode deskriptif retrospektif yang mencari data

mundur sampai waktu peristiwa yang terjadi. Data yang dipakai yaitu rekam

medik, dari hasil data penelitian ini akan dibuat dalam bentuk deskriptif untuk

mengetahui karakteristik penderita otitis eksterna usia 15 – 60 tahun di Poliklinik

Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Umum Universitas

Kristen Indonesia periode Januari 2017 sampai Juni 2018.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan dibagian rekam medik Rumah Sakit

Umum Universitas Kristen Indonesia Jakarta.

3.2.2 Waktu

Waktu penelitian dilakukan pada bulan September-November

2018.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

29
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita

otitis eksterna usia 15 – 60 tahun di Rumah Sakit Umum

Universitas Kristen Indonesia periode Januari 2017 – Juni 2018.

3.3.2 Sampel

Metode sampel untuk mendukung penelitian ini adalah total

sampling dimana jumlah sampel sama dengan jumlah populasi

penelitian sebanyak 67 orang yang memenuhi kriteria inklusi.

3.3.3 Kriteria Inklusi

a. Penderita dengan otitis eksterna yang telah didiagnosis oleh

dokter spesialis THT-KL.

b. Pasien berusia 15-60 tahun.

c. Pasien otitis eksterna yang datang berobat ke Rumah Sakit

Umum Univesitas Kristen Indonesia periode Januari 2017-Juni

2018.

d. Pasien memiliki data lengkap berupa : Jenis kelamin, usia, data

pendidikan, data pekerjaan, keluhan utama, keluhan tambahan,

faktor resiko, jenis otitis eksterna, serta lokasi telinga yang

diderita.

3.3.4 Kriteria Eksklusi

a. Bukan penderita otitis eksterna yang datang berobat ke Rumah

Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia Jakarta.

30
b. Diluar usia 15-60 tahun. periode Januari 2017 – Juni 2018.

c. Diluar periode Januari 2017 – Juni 2018.

d. Pasien tidak memiliki data lengkap berupa: Jenis kelamin, usia,

data pendidikan, pekerjaan, keluhan utama, keluhan tambahan,

faktor resiko, jenis otitis eksterna, serta lokasi telinga yang

diderita.

3.4 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

No. Variabel Keterangan Kategori Skala

1. Usia Suatu waktu yang 1. 15-20 Nominal

mengukur lamanya 2. 21-25

kehidupan pasien 3. 26-30

dari sejak lahir. 4. 31-35

5. 36-40

6. 41-45

7. 46-50

8. 51-55

9. 56-60

2. Jenis Tanda fisik yang 1. Laki-laki Nominal

Kelamin teridentifikasi pada 2. Perempuan

pasien dan dibawa

31
sejak dilahirkan.

3. Pendidikan Pembelajaran 1. SD Ordinal

pengetahuan, 2. SMP

keterampilan, dan 3. SMA

kebiasaan penderita. 4. Diploma

5. Sarjana

4. Pekerjaan Aktivitas utama 1. Tidak bekerja Nominal

yang dilakukan oleh 2. Ibu Rumah

pasien. Tangga

3. Pelajar/Mahas

iswa

4. Wiraswasta

5. Pegawai

swasta

6. Pegawai

Negeri (PNS)

5. Keluhan Keluhan yang 1. Otalgia Nominal

utama menyebabkan pasien 2. Pruritus

meminta pertolongan

dokter atau

paramedis lainnya.

6. Keluhan keluhan lain yang 1. Otorrhea Nominal

Tambahan timbul selain 2. Penurunan

32
keluhan utama pendengaran

sehingga 3. Demam

menyebabkan pasien 4. Rasa penuh

datang ke rumah

sakit.

7. Faktor Faktor – faktor yang 1. Korek telinga Nominal

Resiko ada sebelum 2. Berenang

terjadinya penyakit. 3. Penggunaan

alat bantu

dengar

4. Diabetes

Mellitus

8. Jenis otitis Klasifikasi atau 1. Otitis eksterna Nominal

eksterna penggolongan otitis difusa

eksterna. 2. Otitis eksterna

sirkumskripta

3. Otomikosis

4. Keratitis

obsturan

9. Lokasi Letak atau posisi 1. Unilateral Nominal

telinga telinga yang diderita 2. Bilateral

33
3.5 Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan data rekam medik pasien periode Januari

2017-Juni 2018.

3.6 Alur Penelitian

Persiapan Pembuatan Distribusi ke RS


Penelitian Proposal UKI

Pengambilan
Pengolahan Data Rekam
Input Data
Data Medik

Laporan Hasil Pembahasan


Penelitian Hasil Data

Bagan III.1 Alur Penelitian

3.7 Manajemen Data

Data yang telah terkumpul akan diedit dan dimasukkan ke dalam aplikasi

SPSS (Statistical Package for The Social Science). Kemudian setelah itu

34
menganalisis data dengan metode analisis univariat. Pengolahan data merupakan

upaya pengolahan data mulai dari dikumpulkan lalau dianalisis.

3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a. Editing

Hasil pengambilan data yang diperoleh atau dikumpulkan melalui

rekam medik perlu disunting atau (edit) terlebih dahulu dengan

benar, lengkap dan sudah sesuai dengan data yang diperlukan.

b. Coding

Mengklasisfikasikan data-data ke dalam kategori dengan cara

memberi kode berbentuk angka pada data variabel rekam medis

yang didapat untuk mempermudah proses tabulasi dan analisis

data.

c. Entry Data

Data-data rekam medik yang sudah diberi kode kemudian

dimasukkan kedalam tabel dengan cara memasukkan data melalui

pengolahan komputer SPSS (Statistical Product and Service

Solution) Versi 25.

d. Cleaning

Dilakukan bila terdapat kesalahan dalam pemasukan data. Setelah

dilakukan pengolahan data maka akan dilakukan analisis data.

35
e. Tabulasi

Proses pengolahan data yang dilakuakn dengan cara memasukkan

data ke dalam tabel. Data yang telah diperoleh peneliti dalam

bentuk kode ditabulasi kedalam tabel distribusi frekuensi sehingga

tersusun dengan baik dan mudah dipahami.

3.7.2 Analisis Data

Setelah melakukan editing, coding, entry, dan cleaning, data yang

diperoleh masing-masing dianalisis menggunakan SPSS Versi 25. Adapun

analisis data yang digunakan menggunakan analisis univariat. Analisis

univarit dilakukan untuk melihat proporsi semua variabel yaitu umur, jenis

kelamin, data pendidikan, keluhan utama, keluhan tambahan, lokasi

telinga, diagnosis medik dan penatalaksanaan. Hasil analisis univariat

berupa distribusi frekuensi dari setiap variabel. Selanjutnya, hasil analisis

univariat ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar atau grafik.

36
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

Data penelitian diperoleh dari Rumah Sakit Umum Universitas Kristen

Indonesia, yaitu pasien otitis eksterna pada usia 15-60 tahun yang tercatat pada

periode Januari 2017 – Juni 2018. Adapun data yang diambil disesuaikan dengan

variabel yang akan diteliti dan dilakukan rekapitulasi pada format yang dibuat

oleh peneliti. Data penelitian ini diperoleh dengan melihat data rekam medik

pasien otitis eksterna usia 15-60 tahun sebanyak 67 pasien untuk memperoleh data

karakteristik pasien otitis eksterna yang terdiri atas jenis kelamin, usia, tingkat

pendidikan, pekerjaan, keluhan utama, keluhan tambahan, faktor resiko, jenis

otitis eksterna, dan lokasi telinganya.

4.2 Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang didapatkan akan disajikan dalam bentuk tabel dan

gambar sebagai berikut:

4.2.1 Jenis Kelamin

Jenis kelamin pasien dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu laki-laki

dan perempuan. Berdasarkan data dari rekam medik diperoleh hasil

sebagai berikut:

37
Tabel IV.1 Distribusi Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Jenis Kelamin

Variabel Frekuensi %

Laki-laki 32 47,8

Perempuan 35 52,2

Total 67 100,0

Gambar IV.1 Grafik Distribusi Persentase Pasien Otitis Eksterna

Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa

distribusi pasien otitis eksterna pada usia 15-60 tahun berdasarkan jenis

38
kelamin yaitu kasus perempuan berjumlah 52,2% (35 orang), sedangkan

laki-laki berjumlah 47,8% (32 orang).

4.2.2 Usia

Usia pasien dibagi menjadi 9 kelompok. Berdasarkan data dari

rekam medik diperoleh kelompok pasien sebagai berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Usia

Variabel Frekuensi %

15-20 tahun 10 14,9

21-25 tahun 7 10,4

26-30 tahun 12 17,9

31-35 tahun 8 11,9

36-40 tahun 4 6,0

41-45 tahun 5 7,5

46-50 tahun 4 6,0

51-55 tahun 7 10,4

56-60 tahun 10 14,9

Total 67 100,0

39
Gambar IV.2 Grafik Distribusi Persentase Pasien Otitis Eksterna

Berdasarkan Usia

Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa

distribusi pasien otitis eksterna berdasarkan usia yaitu kelompok usia

15-20 tahun berjumlah 10 orang (14,9%), kelompok usia 21-25 tahun

berjumlah 7 orang (10,4%), kelompok usia 26-30 tahun berjumlah 12

orang (17,9%), kelompok usia 31-35 tahun berjumlah 8 orang (11,9%),

kelompok usia 36-40 tahun berjumlah 4 orang (6,1%), kelompok usia

41-45 tahun berjumlah 5 orang (7,7%), kelompok usia 46-50 tahun

berjumlah 4 orang (6,0%), kelompok usia 51-55 tahun berjumlah 7 orang

(10,4%), dan kelompok usia 56-60 tahun berjumlah 10 orang (14,9%).

40
Dapat kita lihat kelompok pasien dengan usia 26-30 tahun memiliki angka

yang lebih tinggi yakni berjumlah 12 orang (17,9%). Sedangkan kelompok

usia 36-40 tahun dan 46-50 tahun memiliki angka terendah yakni 6%

(4 orang).

4.2.3 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan pasien dibagi menjadi 5 kelompok yaitu SD,

SMP, SMA, Diploma, Sarjana. Berdasarkan data dari rekam medik

diperoleh kelompok pasien sebagai berikut:

Tabel IV.3 Distribusi Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

Variabel Frekuensi %

SD 4 6,0

SMP 5 7,5

SMA 35 52,2

Diploma 5 7,5

Sarjana 18 26,9

Total 67 100,0

41
Gambar IV.3 Grafik Distribusi Persentase Pasien Otitis Eksterna

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tabel dan grafik diatas, dapat diketahui bahwa

distribusi pasien otitis eskterna usia 15-60 tahun berdasarkan tingkat

pendidikan yaitu tingkat pendidikan SD berjumlah 4 orang (6,0%), tingkat

pendidikan SMP berjumlah 5 orang (7,5%), tingkat pendidikan SMA

berjumlah 35 orang (52,2%), tingkat pendidikan Diploma berjumlah 5

orang (7,5%), tingkat pendidikan Sarjana berjumlah 18 orang (26,9%).

Dapat kita lihat angka paling tinggi adalah pasien otitis eksterna yang

berpendidikan SMA sebanyak 35 orang (52,2%).

42
4.2.4 Pekerjaan

Pekerjaan pasien dibagi menjadi 6 kelompok. Berdasarkan data

dari rekam medik diperoleh kelompok pasien sebagai berikut:

Tabel IV.4 Distribusi Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Pekerjaan

Variabel Frekuensi %

Tidak Bekerja 5 7,5

Ibu Rumah Tangga 16 23,9

Pelajar/Mahasiswa 10 14,9

Wiraswasta 4 6,0

Pegawai Swasta 27 40,3

Pegawai Negeri / PNS 5 7,5

Total 67 100,0

43
Gambar IV.4 Grafik Distribusi Persentase Pasien Otitis Eksterna

Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan tabel dan grafik diatas, dapat diketahui bahwa

distribusi kasus otitis eksterna usia 15-60 tahun berdasarkan jenis

pekerjaan didapatkan pasien yang tidak bekerja berjumlah 5 orang (7,5%),

ibu rumah tangga berjumlah 16 orang (23,9%), sebagai pelajar/mahasiswa

berjumlah 10 orang (14,9%), wiraswasta berjumlah 4 orang (6%), pegawai

swasta berjumlah 27 orang (40,3%), dan Pegawai Negri Sipil (PNS)

berjumlah 5 orang (7,5%). Dapat kita lihat pasien yang bekerja sebagai

pegawai swasta memiliki angka yang lebih tinggi yakni 26 orang (40%).

4.2.5 Keluhan Utama

Keluhan utama pasien yang diambil sebagai objek penelitian oleh

penulis terdiri dari 2 keluhan yang ada pada data rekam medik.

Berdasarkan data dari rekam medik diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel IV.5 Distribusi Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Keluhan Utama

Variabel Frekuensi %

Otalgia 44 65,7

Pruritus 23 34,3

Total 67 100,0

44
Gambar IV.5 Grafik Distribusi Persentase Pasien Otitis Eksterna

Berdasarkan Keluhan Utama

Dari tabel dan grafik diatas, distribusi kasus otitis eksterna usia 15-

60 tahun berdasarkan keluhan utama didapatkan keluhan otalgia sebanyak

44 orang (65,7%), sedangkan keluhan pruritus sebanyak 23 orang

(34,3%). Dapat kita lihat keluhan utama yang paling banyak dikeluhkan

oleh pasien adalah otalgia sebanyak 44 orang (65,7%).

4.2.6 Keluhan Tambahan

Keluhan tambahan pasien dikelompokkan menjadi 6. Berdasarkan

data dari rekam medik diperoleh hasil sebagai berikut:

45
Tabel IV.6 Distribusi Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Keluhan

Tambahan

Variabel Frekuensi %

Otorrhea 25 37,3

Penurunan Pendengaran 20 29,9

Demam 13 19,4

Rasa Penuh 9 13,4

Total 67 100,0

Gambar IV.6 Grafik Distribusi Persentase Pasien Otitis Eksterna

Berdasarkan Keluhan Tambahan

Berdasarkan tabel dan grafik diatas, dapat diketahui bahwa

distribusi kasus otitis eksterna usia 15-60 tahun berdasarkan keluhan

46
tambahan yaitu otorrhea sebanyak 25 orang (37,3%), penurunan

pendengaran sebanyak 20 orang (29,9%), demam sebanyak 13 orang

(19,4%), dan rasa penuh sebanyak 9 orang (13,4%). Dapat kita lihat selain

keluhan utama, keluhan tambahan yang paling banyak dikeluhkan oleh

pasien adalah otorrhea berjumlah 25 orang (37,3%).

4.2.7 Faktor Resiko

Faktor resiko pada pasien otitis eksterna dikelompokkon menjadi

4 kelompok. Berdasarkan data dari rekam medik diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel IV.7 Distribusi Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Faktor Resiko

Variabel Frekuensi %

Korek Telinga 63 94,0

Berenang 2 3,0

Penggunaan Alat Bantu Dengar 1 1,5

Diabetes Mellitus 1 1,5

Total 67 100,0

47
Gambar IV.7 Grafik Distribusi Persentase Pasien Otitis Eksterna

Berdasarkan Faktor Resiko

Berdasarkan tabel dan grafik diatas, dapat diketahui bahwa

distribusi kasus otitis eksterna usia 15-60 tahun berdasarkan faktor resiko

yaitu kebiasaan korek telinga pada 63 orang (94%), berenang sebanyak 2

orang (3 %), penggunaan alat bantu dengar (ABD) 1 orang (1,5%), dan

diabetes mellitus 1 orang (1,5%).

4.2.8 Jenis Otitis Eksterna

Jenis otitis eksterna dibagi menjadi 4 kelompok. Berdasarkan data

dari rekam medik diperoleh hasil sebagai berikut:

48
Tabel IV.8 Distribusi Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Jenis Otitis

Eksterna

Variabel Frekuensi %

Otitis Eksterna Difusa 61 91,0

Otitis Eskterna Sirkumskripta 3 4,5

Otomikosis 2 3,0

Keratitis Obsturan 1 1,5

Total 67 100,0

49
Gambar IV.8 Grafik Distribusi Persentase Pasien Otitis Eksterna

Berdasarkan Jenis Otitis Eksterna

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa distribusi kasus

otitis eksterna usia 15-60 tahun berdasarkan jenisnya didapatkan pasien

yang terdiagnosa dengan otitis eksterna difusa berjumlah 61 orang (91%),

otitis eksterna sirkumskripta berjumlah 3 orang (4,5%), otomikosis

berjumlah 2 orang (3,0%), dan keratitis obsturan 1 orang (1,5%). Dapat

jenis otitis eksterna yang paling dominan dari 65 kasus adalah otitis

eksterna difusa berjumlah 61 orang (91%).

4.2.9 Lokasi Telinga

Lokasi telinga dibagi menjadi 2 kelompok. Berdasarkan data dari

rekam medik diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel IV.9 Distribusi Pasien Otitis Eskterna Berdasarkan Lokasi

Telinga

Variabel Frekuensi %

Unilateral 58 86,6

Bilateral 9 13,4

Total 67 100,0

50
Gambar IV.9 Grafik Distribusi Persentase Pasien Otitis Eksterna

Berdasarkan Lokasi Telinga

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa distribusi kasus

otitis eksterna usia 15-60 tahun didapatkan sebanyak 56 orang (86,2%)

teridentifikasi dibagian unilateral telinga, sedangkan 9 orang (13,8%)

bilateral. Dapat kita lihat dari data diatas lokasi telinga yang paling banyak

adalah dibagian unilateral berjumlah 59 orang (86,2%).

4.3 Pembahasan

Berdasarkan data rekam medik Rumah Sakit Umum Universitas Kristen

Indonesia didapatkan distribusi pasien otitis eksterna pada usia 15-60 tahun

periode Januari 2017-Juni 2018 sebanyak 67 orang. Profil penderita berdasarkan

51
jenis kelamin didominasi oleh jenis kelamin perempuan dengan jumlah 35 pasien

(52,2%). Hasil penelitian ini sesuai oleh Andar tahun 2014 didapatkan bahwa

pasien dengan jenis kelamin perempuan merupakan kelompok terbanyak dengan

jumlah 36 orang (69%) dibanding dengan jenis kelamin laki-laki yang berjumlah

16 orang (31%).20 Hasil lain yang serupa ditemukan pada penelitian Chervoni

tahun 2013 di kota Lanchasire, Inggris, dari 846 kasus otitis eksterna didapatkan

jenis kelamin perempuan berjumlah 462 orang dan laki laki 384 orang. 21 Akan

tetapi terdapat kontroversi tentang hubungan antara jenis kelamin dengan

seringnya kasus otitis eksterna ini, seperti pada penelitian Aryanugraha dan

Setiawan didapatkan bahwa prevalensi kejadian otitis eksterna di Desa Penebel

antara jenis kelamin perempuan dan laki-laki sebanding.22 Hasil-hasil penelitian di

atas menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap

predisposisi terjadinya otitis eksterna. Hal ini dapat dimungkinkan karena tidak

terlibatnya faktor hormonal pada patogenesis terjadinya otitis eksterna. Kejadian

ini diduga karena kebiasaan tindakan melakukan perawatan dan mencuci rambut

yang lebih sering atau berlebihan, sedangkan kebiasaan tersebut lebih banyak

dilakukan oleh perempuan dibandingkan laki-laki.23 Perempuan lebih sering

menggunakan cotton bud untuk membersihkan telinga.24

Profil penderita berdasarkan usia didominasi oleh kelompok usia 26-30

tahun dengan jumlah pasien 12 orang (17,9%). Hal ini sesuai dengan penelitian

Farhaan tahun 2000 dilaporkan bahwa pasien otitis eksterna terbanyak adalah

kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 26 orang (40,6%).25 Otitis eksterna sering

terjadi pada usia dewasa atau usia produktif. Hal ini disebabkan karena pada usia

52
produktif atau orang dewasa didapatkan rambut liang telinga luar lebih banyak.

Pada orang dewasa juga didapatkan liang telinga luar dengan jaringan keratin

lebih tebal serta aktivitas kelenjar keringat yang lebih tinggi.26 Hal tersebut

merupakan faktor predisposisi yang dapat menyebabkan kelembaban lumen liang

telinga luar ebih tinggi sehingga memudahkan terjadinya otitis eksterna.2,3,25

Akan tetapi pada otitis eksterna jenis maligna biasanya terjadi pada usia lanjut dan

disertai dengan diabetes mellitus. Pada penderita diabetes mellitus pH serumen

lebih tinggi dibanding pH serumen yang tidak disertai dengan diabetes. Kondisi

ini menyebabkan penderita gangguan diabetes lebih mudah terkena otitis

eksterna.1

Profil penderita berdasarkan tingkat pendidikan didominasi oleh pasien

berpendidikan SMA sebanyak 35 orang (52,2%). Serupa dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ramadhanti tahun 2013, tingkat pendidikan SMA adalah tingkat

pendidikan terbanyak yakni 41 orang (56,2%).27 Tingkat pendidikan tidak

berhubungan dengan predisposisi terjadinya otitis eksterna. Tingkat pendidikan

berhubungan dengan sikap dan perilaku terhadap kesehatan. Oleh karena itu

tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi perilakunya untuk

mengikuti petunjuk pengobatan. Perubahan perilaku sesuai tingkat pendidikan

dengan kemampuan mencerna dan mengikuti petunjuk pengobatan yang diberikan

ini dapat mempengaruhi prognosis kesembuhan suatu penyakit.28

Profil penderita berdasarkan pekerjaan didominasi oleh pegawai swasta

sebanyak 27 orang (40,3%). Hal ini berbeda dengan penelitian Omran dkk di

Roohani Hospital, Nepal tahun 2015 didapatkan bahwa ibu rumah tangga adalah

53
jenis pekerjaan yang menderita otitis eksterna dengan frekuensi terbanyak yakni

pada 48 orang (37,5%).29 Pada umumnya individu yang rentan terkena otitis

eksterna adalah orang-orang yang gemar berolahraga air atau terpapar air,

termasuk perenang.25 Sedangkan pada penelitian ini didapatkan hasil yang tidak

sejalan.

Profil penderita berdasarkan keluhan utama yang paling sering dikeluhkan

oleh pasien adalah otalgia pada 44 orang (65,7%), diikuti dengan pruritus

sebanyak 23 orang (34,3%). Dapat dilihat bahwa keluhan otalgia adalah gejala

dominan yang dirasakan oleh pasien. Hal ini serupa dengan penelitian yang

dilakukan oleh Agus dkk tahun 2010 bahwa keluhan terbanyak yang membuat

penderita mencari pengobatan adalah otalgia sebanyak 33 penderita (71,7%),

keluhan berikutnya adalah gatal pada 10 penderita (21,7%), serta otorrhea pada 3

penderita (6,5%).30 Hal ini dimungkinkan terjadinya stadium inflamasi akut yang

ditandai dengan sensasi panas terbakar dalam liang telinga diikuti dengan nyeri.

Keadaan ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan

longgar di bawahnya, kulit liang telinga tersebut langsung berhubungan dengan

periosteum dan perikondium, sehingga edema pada lapisan dermis dapat menekan

langsung serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Rasa nyeri

dapat juga timbul pada saat gerakan membuka mulut (sendi temporomandibula).31

Profil penderita otitis eksterna berdasarkan jenisnya didominasi oleh otitis

eksterna difusa yang berjumlah 61 orang (91%). Hasil serupa dengan penelitian

Andar di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan tahun 2014 didapatkan bahwa

jenis yang sering dijumpai adalah otitis eksterna difusa sebesar 41 orang (85%).20

54
Hal ini disebabkan karena otitis eksterna difusa biasa terjadi pada cuaca yang

panas dan lembab. Indonesia sendiri termasuk dalam iklim tropis basah atau

daerah hangat dan lembab yang memiliki kriteria faktor predisposisi terjadinya

otitis eksterna.1,2 Bila lapisan lemak menghilang pada waktu cuaca panas dan

lembab, maka kandungan air dari stratum korneum meningkat sehingga terjadi

edema interselluler. Edema itu menyebabkan pengeluaran sekret melalui orifisium

apopilosebasea dan lapisan lemak. Bila terpapar cuaca hangat dan lembab yang

lama, maka kulit liang telinga yang tidak terlindungi mengalami maserasi dan

ekfoliasi dari sel-sel epitelnya, tetapi pada stratum korneum tidak akan terjadi. Hal

ini yang menyebabkan perasaan gatal sehingga timbul keinginan untuk

menggaruk, sehingga terjadilah siklus gatal-korek (itch scratch cycle). Akibatnya

keadaan ini akan menimbulkan trauma pada stratum korneum, sehingga

memungkinkan mikroorganisme masuk ke epitel yang luka dan menimbulkan

infeksi.12,18 Umumnya mikroorganisme penyebab adalah bakteri golongan

Pseudomonas. Adapun bakteri lain yang juga menjadi penyebab otitis eksterna

difusa antara lain Staphylococcus albus, Escherichia coli, dan Enterobacter

aerogenes.2,3,20

Profil penderita otitis eksterna berdasarkan keluhan tambahan didominasi

oleh keluhan otorrhea pada 25 orang (37,3%) dan diikuti dengan keluhan

penurunan pendengaran sebanyak 20 orang (29,9%). Hal ini tidak serupa dengan

hasil penelitian Omran dkk tahun 2015 keluhan tambahan yang sering timbul

adalah gangguan pendengaran (89,8%).29 Keluhan tambahan pada setiap pasien

55
otitis eksterna bervariasi, tergantung dengan derajat atau stadium yang

dialaminya.

Profil penderita otitis eksterna berdasarkan faktor resiko didominasi oleh

kebiasaan mengorek telinga pada 63 orang (94%). Faktor predisposisi terjadinya

otitis eksterna adalah trauma mekanik, trauma lokal dan ringan pada epitel liang

telinga luar (meatus acusticus eksternus), misalnya setelah mengorek telinga

dengan cotton bud, jari, bulu, ataupun pin. Keadaan ini mengakibatkan bakteri

masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat.32 Hasil penelitian ini

didukung oleh penelitian di Iran didapatkan bahwa kebiasaan membersihkan

telinga dengan menggunakan benda asing seperti cotton bud berhubungan dengan

infeksi pada kanalis auditori eksternus.33 Kulit pada liang telinga luar hampir

sama dengan kulit dibagian tubuh lainnya. Bagian yang membedakan adalah tebal

tipisnya lapisan epidermis pars ossea. Hal tersebut merupakan faktor terjadinya

kerusakan kulit liang telinga luar meskipun oleh trauma yang kecil. Selain itu

mengorek telinga dapat meyebabkan hilangnya Protective Lipid LayerAnd Acid

Mantle. Hal tersebut menyebabkan kelembapan dan suhu di meatus acusticus

externus meningkat sehingga menjadi media pertumbuhan bakteri yang

baik.12,18,33

Profil penderita otitis eksterna berdasarkan lokasi telinga, yaitu lokasi

unilateral berjumlah 58 penderita (86,6%) dan diikuti lokasi bilateral yakni 9

penderita (13,4%). Tidak terdapat perbedaan nilai pH, tingkat kelembaban antara

telinga kanan dan telinga kiri. Ketiga faktor tersebut berpengaruh terhadap

terjadinya otitis eksterna.35

56
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Gambaran Karakteristik Pasien

Otitis Eksterna Usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen

Indonesia Periode Januari 2017-Juni 2018, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Angka Kejadian otitis eksterna pada periode Januari 2017 - Juni 2018

dengan jumlah total penderita yang memenuhi kriteria dalam penelitian,

yaitu 65 pasien.

2. Kelompok usia penderita otitis eksterna terbanyak yaitu kelompok usia 26-

30 tahun.

3. Penderita otitis eksterna menurut kriteria jenis kelamin terbanyak yaitu

penderita dengan jenis kelamin perempuan.

4. Penderita otitis eksterna untuk tingkat pendidikan terbanyak adalah pasien

dengan tingkat pendidikan SMA

5. Penderita otitis eksterna untuk jenis pekerjaan yang paling banyak adalah

pasien yang bekerja sebagai pegawai swasta.

6. Keluhan utama paling dominan yang membuat pasien datang ke dokter

adalah keluhan nyeri telinga (otalgia)

57
7. Penderita otitis eksterna memiliki keluhan tambahan selain keluhan utama

yaitu keluhan otorrhea, penurunan pendengaran, demam dan rasa penuh.

8. Rata-rata pasien usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas

Kristen Indonesia tidak mengetahui akan bahaya kebiasaan mengorek

telinga menggunakan cotton bud.

9. Lokasi telinga terjadinya otitis eksterna tidak hanya unilateral, tetapi juga

bilateral.

5.2 Saran

1. Bagi Institusi Rumah Sakit

a. Diperlukan kelengkapan dari data Rekam Medik Kesehatan Pasien

sehingga dapat menunjang penelitian selanjutnya.

b. Melakukan upaya promotif dan preventif kepada masyarakat

dengan penyediaan sarana informasi yang mudah diakses seperti

penyuluhan kesehatan, sosialisasi, pembagian leaflet, poster dan

sejenisnya sebagai upaya pencegahan dan pengendalian otitis

eksterna.

2. Bagi Peneliti lain

a. Penelitian ini perlu dikembangkan dengan menambahkan

karakteristik lain seperti riwayat penyakit dahulu, untuk

mengetahui faktor risiko lain terjadinya otitis eksterna.

b. Diperlukan penelitian lanjut dengan memakai jumlah sampel yang

lebih besar di rumah sakit lain atau populasi lain.

58
3. Bagi Masyarakat

a. Memperhatikan segala faktor penyebab yang dapat menyebabkan

terjadinya otitis eksterna, seperti kebiasaan membersihkan telinga

dengan cotton bud, berhati-hati saat membersihkan telinga agar

tidak terjadi luka atau trauma yang nantinya akan menyebabkan

infeksi.

b. Memberikan informasi berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan

dari otitis eksterna.

59

Anda mungkin juga menyukai