Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara yang beriklim tropis. Tropis dapat


diartikan sebagai suatu daerah yang terletak diantara garis isotherm di bumi
bagian utara dan selatan, atau daerah yang terdapat di 23,50 lintang utara dan 23.50
lintang selatan. Pada dasarnya wilayah yang termasuk iklim tropis dibedakan
menjadi tropis kering dan tropis basah. Indonesia sendiri termasuk dalam iklim
tropis basah atau daerah hangat dan lembab yang memiliki kriteria faktor
predisposisi terjadinya otitis eksterna.1,2

Otitis eksterna merupakan suatu peradangan pada kulit di bagian liang


telinga yang dapat menyebar ke daun telinga (auricula) ataupun membrane
tympani. Penyebabnya dapat berupa infeksi oleh bakteri, jamur maupun virus.
Lingkungan yang hangat dan lembab adalah media pertumbuhan kuman dan
jamur, ini merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna.3
Selain itu, trauma ringan pada liang telinga ketika membersihkan telinga secara
berlebihan menggunakan cotton bud juga dapat menjadi salah satu faktor
predisposisi terjadinya otitis eksterna4. Perubahan pH kulit canalis pada pasien
diabetes mellitus yang biasanya asam menjadi basa juga dapat menjadi salah satu
faktor predisposisi terjadinya penyakit ini. Hal lain pada kondisi yang dapat
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh, yaitu Human Immunodeficiency
Virus/Acquired immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS), keadaan aplasia akibat
kemoterapi, anemia refrakter, leukimia kronik, limfoma, splenektomi, neoplasia,
dan transplantasi ginjal bisa menjadi faktor predisposisi penderita otitis eksterna
akut yang dapat berlanjut menjadi otitis eksterna maligna.5 Kondisi lain seperti
alergi, penumpukan serumen di telinga tengah, berenang dan keadaan terpapar air
juga bisa menjadi faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna.3

1
Otitis eksterna akut dibagi menjadi dua jenis, yaitu otitis eksterna difusa
dan otitis eksterna sirumskripta. Otitis eksterna difusa, yang sering disebut
“swimmer’s ear” atau “tropical ear” sering ditemukan pada perenang dan daerah
beriklim tropis. Kedua, dalam bentuk furunkel yang disebut otitis eksterna
sirkumskripta. Keduanya berbeda dari segi letak peradangan, gejala yang
ditimbulkan, serta kuman penyebabnya. Otitis eksterna difusa terutama
disebabkan oleh Pseudomonas sp. Sedangkan otitis eksterna sirkumskripta
dominan disebabkan oleh kuman Staphylococcus aureus dan Staphylococcus
albus.3

Studi di negara Nigeria, tercatat 133 kasus dari Januari 2009 sampai Maret
2013 terdiagnosis otitis eksterna, dengan rentang usia terbanyak adalah 20 - 68
tahun sebanyak (58,6%).6 Sedangkan studi di negara Amerika, menurut American
Academy of Otolaryngology–Head and Neck Surgery Foundation, pada tahun
2006 angka kejadian infeksi yang paling umum dihadapi oleh para dokter adalah
otitis eksterna akut sekitar 1:250 dari populasi umum di Amerika Serikat.
Berdasarkan hasil analisis data National Ambulatory-Care (NAC) and Emergency
Department (ED) pada tahun 2007 diperkirakan 2,4 juta kunjungan kesehatan atau
sekitar 8,1 kunjungan per-1000 penduduk di Amerika Serikat didiagnosa
menderita otitis eksterna akut.7

Berdasarkan studi di Indonesia, yaitu di Poliklinik THT-KL RSU Prof. Dr.


R.D. Kandou Manado, ditemukan dari 5.297 pengunjung didapati 440 merupakan
kasus otitis eksterna (8,33%).8 Dari data Departemen Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2012 tentang “10 Besar Penyakit Rawat Jalan Di
Rumah Sakit Tahun 2010”, penyakit telinga dan prosesus mastoid menempati
urutan ke-10.9

Prevalensi penderita otitis eksterna di Poliklinik THT-KL RSU Prof. Dr.


R.D. Kandou Manado yang paling sering adalah pada rentang umur 18-59 tahun
(50%) dengan prevalensi pada laki-laki sebesar (55%) dan pada perempuan
(45%).8 Hal yang sama ditemukan pada tahun 2013 di University of Nigeria

2
Teaching Hospital prevalensi penderita otitis eksterna ditemukan lebih banyak
laki – laki yaitu 66 orang dan perempuan 61 orang dari 127 pasien.10 Pada
penderita otitis eksterna banyak keluhan yang sering dirasakan, namun
diantaranya penderita paling sering mengeluhkan rasa nyeri pada telinga
dibandingkan dengan rasa gatal pada telinga.11 Sedangkan prevalensi penderita
otitis eksterna di Poliklinik THT-KL RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
berdasarkan jenis otitis eksterna yang diderita lebih sering ditemukan otitis
eksterna difusa yaitu 374 pasien (84%).8 Hasil yang berbeda di University of
Nigeria Teaching Hospital bahwa penderita otitis eksterna sirkumskripta lebih
dominan di jumpai dibandingkan otitis eksterna difusa.10

Jika otitis eksterna tidak diobati, infeksi akan menyebar ke struktur organ
disekitarnya yang lebih dalam dan dapat berkembang menjadi otitis eksterna
maligna. Otitis eksterna maligna memiliki tingkat mortalitas hampir 50%.
Sehingga dengan mencegah terjadinya otitis eksterna dapat menghindari
komplikasi tersebut.12

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kasus otitis eksterna


masih merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian khusus,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai karakteristik
penderita otitis eksterna usia 15 – 60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas
Kristen Indonesia periode Januari 2017 - Juni 2018.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah penelitian


sebagai berikut : Bagaimana karakteristik pasien otitis eksterna usia 15-60 tahun
di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia periode Januari 2017 - Juni
2018.

3
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita otitis eksterna usia 15-60 tahun


di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia periode
Januari 2017 - Juni 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi jenis kelamin penderita otitis eksterna


usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen
Indonesia.
b. Mengetahui distribusi usia penderita otitis eksterna di Rumah Sakit
Umum Universitas Kristen Indonesia.
c. Mengetahui distribusi tingkat pendidikan penderita otitis eksterna
usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen
Indonesia.
d. Mengetahui distribusi pekerjaan penderita otitis eksterna usia 15-60
tahun di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia.
e. Mengetahui distribusi keluhan utama penderita otitis eksterna usia
15-60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia.
f. Mengetahui distribusi keluhan tambahan penderita otitis eksterna
usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen
Indonesia.
g. Mengetahui distribusi faktor resiko yang terkait pada penderita
otitis eksterna usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas
Kristen Indonesia.
h. Mengetahui distribusi jenis otitis eksterna pada penderita usia 15-
60 tahun di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia.
i. Mengetahui distribusi lokasi telinga yang dikeluhkan oleh
penderita otitis eksterna usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum
Universitas Kristen Indonesia.

4
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi


penelitian selanjutnya atau masukan bagi perkembangan ilmu
kedokteran secara khusus ilmu telinga hidung tenggorok kepala
leher (T.H.T-K.L) untuk mengetahui bagaimana karakteristik
pasien otitis eksterna usia 15-60 tahun di Rumah Sakit Umum
Universitas Kristen Indonesia.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Instansi Kesehatan

a. Sebagai bahan informasi terbaru guna membantu tenaga


kesehatan dalam memberikan pelayanan secara optimal di
Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia.
b. Dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan pada masyarakat terhadap insidensi otitis
eksterna.
c. Sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan manajemen
rekam medis di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen
Indonesia.

2. Bagi Peneliti Lain

a. Menambah wawasan tentang penelitian manajemen rekam


medis, dalam kaitannya dengan otitis eksterna
b. Dapat memberikan informasi dasar yang mendukung
penelitian lain yang berhubungan dengan otitis eksterna.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam atau
labyrinthus. Telinga luar terdiri dari daun telinga (auricula) dan liang telinga
(meatus acusticus externus) dan mempunyai batas dengan telinga tengah yaitu,
membrane tympani.13 Auricula tersusun dari tulang rawan kecuali pada bagian
lobulus. Meatus acusticus externus atau liang telinga berbentuk huruf S, pada
sepertiga bagian luar tersusun oleh tulang rawan, sedangkan dua pertiga bagian
dalam rangkanya tersusun oleh tulang. Panjangnya berkisar antara 2½ - 3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat kelenjar serumen (kelenjar
keringat) dan rambut. Telinga tengah berbentuk rongga seperti kubus berisi udara
dengan batas luarnya yaitu membrane tympani, batas depan yaitu tuba auditiva
eustachius, batas bawahnya adalah vena jugularis (bulbus jugularis), batas
belakangnya 3 tulang pendengaran yaitu malleus, incus, dan stapes. Dilanjutkan
dengan aditus ad antrum, canalis facialis parsverticalis, atap atas berabatasan
dengan tegmen tympani (meningen/otak), dan batas dalamnya berturut-turut dari
atas ke bawah yaitu canalis semi circularis horizontal, canalis facialis, oval
window, round window, dan promontorium. Dan untuk Telinga dalam terdiri dari
cochlea yang sering disebut dengan rumah siput. Cochlea berupa dua setengah
lingkaran dan vestibulum, yang terdiri dari tiga buah kanalis semisirkularis.
Ujung atau puncak cochlea disebut helicotrema, menghubungkan perilimfe skala
tympani dan skala vestibuli. Pada irisan melintang cochlea, tampak skala
vestibuli dibagian atasnya, skala tympani di bagian bawahnya dan skala media
diantaranya. Skala vestibuli dan skala tympani berisi perilimfa, sedangkan skala
media berisi endolimfa.14

6
Gambar 2.1 Anatomi Telinga15

2.1.1 Daun Telinga (Auricula)

Daun telinga atau auricula terdiri dari lempeng tulang rawan


elastis tipis yang ditutupi oleh lapisan kulit, terdapat sedikit jaringan
subkutan antara kulit dan perichondrium. Bentuk anatomi dari daun telinga
ini sangat kompleks, tapi mudah terlihat jika cacat kongenital.16 Dalam
merawat trauma telinga luar, harus diusahakan untuk mempertahankan
bentuk anatominya, karena secara fisiologis daun telinga berperan untuk
mengumpulkan dan menyalurkan gelombang suara dari lingkungan luar ke
dalam liang telinga. Daun telinga juga mempunyai otot instrinsik dan
ekstrinsik, keduanya dipersarafi oleh nervus fasialis.14

7
Gambar 2.2 Anatomi Daun Telinga15

2.1.2 Liang Telinga (Meatus Acusticus Externus)

Merupakan saluran berkelok yang menghubungkan aurikula


dengan membran timpani. Liang telinga atau Meatus Acusticus Externus
berfungsi menghantarkan gelombang suara dari aurikula ke membrana
timpani. Pada satu pertiga rangka bagian luar liang telinga disusun oleh
cartilago elastis, dan dua pertiga bagian dalam adalah tulang, yang
dibentuk oleh membran timpani. Liang telinga dilapisi oleh kulit, dan
sepertiga bagian luarnya mempunyai rambut, glandula sebacea, dan
glandula ceruminosa. Glandula ceruminosa merupakan modifikasi kelenjar
keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna coklat kekuningan.
Rambut dan lilin ini merupakan barier yang lengket, untuk mencegah
benda asing masuk.17

Sendi temporomandibularis dan kelenjar terletak di depan liang


telinga sementara prosesus mastoideus terletak di belakangnya. Nervus
facialis menjauhi foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju

8
prossesus stiloideus di posteroinferior liang telinga, dan kemudian berjalan
dibawah liang telinga memasuki kelenjar parotis. Rawan liang telinga
merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan untuk mencari
nervus facialis, patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.13,14
Saraf sensorik yang mempersarafi kulit dari liang telinga berasal dari
nervus auriculotemporalis dan ramus auricularis nervus vagus. Aliran
Limfe menuju ke nodus parotidei superficiales, mastoideus, dan
cervicales superficiales.14 16

2.2 Definisi Otitis Eksterna

Otitis eksterna (OE) adalah suatu peradangan atau infeksi pada


saluran pendengaran bagian luar (CAE), daun telinga, atau keduanya. Penyakit ini
merupakan penyakit umum yang dapat ditemukan pada semua kelompok umur.
Otitis eksterna (OE) biasanya merupakan infeksi bakteri akut kulit saluran telinga
(paling sering disebabkan Pseudomonas aeruginosa atau Staphylococcus aureus),
tetapi dapat juga disebabkan oleh bakteri lain, virus, maupun infeksi jamur.18

2.3 Epidemiologi

Berdasarkan studi di negara Nigeria dari 13.328 kasus penyakit telinga,


ada 133 kasus di diagnosis dengan otitis eksterna yang terjadi pada semua
kelompok umur. Usia minimun adalah satu tahun, sementara usia maksimal
adalah 64 tahun.6 Laporan hasil analisis data National Ambulatory-Care (NAC)
and Emergency Department (ED) pada tahun 2007, menggambarkan epidemiologi
otitis eksterna akut di Amerika Serikat diperkirakan 2,4 juta kunjungan kesehatan
atau sekitar 8,1 kunjungan per-1000 penduduk di Amerika Serikat didiagnosa
menderita otitis eksterna akut. Sedangkan hasil penelitian di Poliklinik THT-KL
RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada periode Januari – Desember 2011
memperlihatkan bahwa dari 5.297 pengunjung terdapat 440 kasus otitis eksterna.7

9
2.4 Klasifikasi Otitis Eksterna

Klasifikasi otitis eksterna terdiri atas:

2.4.1 Otitis Eksterna Akut

Dikatakan otitis eksterna akut karena berlangsung kurang dari 6


minggu.

a. Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel/bisul)


Merupakan otitis eksterna lokal yang bermula dari infeksi
dari folikel rambut dan menimbulkan furunkel (bisul) pada1/3
luar dari liang telinga luar (meatus acusticus externus). Kulit
telinga 1/3 luar liang telinga mengandung adneksa kulit seperti
folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar serumen, maka
tempat tersebut dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus, sehingga
membentuk furunkel. Biasanya disebabkan oleh Staphyllococcus
aureus dan Staphylococcus. albus. Pada otitis eksterna
sirkumskripta pasien sering mersakan rasa nyeri yang hebat, tidak
sesuai dengan besar bisul. Hal ini disebabkan karena kulit liang
telinga tidak mengandung jaringan ikat longgar dibawahnya,
sehingga rasa nyerti timbul pada penekanan perikondrium. Rasa
nyeri dapat juga timbul spontan pada waktu membuka mulut
(sendi temporomandibular). Selain itu terdapat juga gangguan
pendengaran, bila furunkel bertambah besar dan menyumbat liang
telinga.17

b. Otitis eksterna difusa


Merupakan otitis eksterna yang dapat disebabkan oleh
bakteri (Pseudomonas sp., Staphylococcus sp., Proteus sp.) atau
jamur pada dua pertiga dalam dari kulit liang telinga luar (meatus
acusticus externus). Tampak kulit liang telinga hiperemis dan
edema yang tidak jelas batasnya. Infeksi ini juga dikenal juga

10
dengan nama swimmer’s ear dan tropical’s ears. Infeksi ini sering
terjadi pada perenang dan cuaca yang panas serta lembab. Bakteri
penyebab biasanya golongan Pseudomonas sp. Adapun kuman
lain yang dapat menjadi penyebab otitis eksterna difusa ini adalah
Staphylococcus albus, Escherichia coli, Enterobacter aerogenes
dan sebagainya. Penyakit ini juga bisa terjadi sekunder pada otitis
media supuratif kronis. Penyakit ini ditandai dengan nyeri tekan
pada tragus, liang telinga sangat sempit, kadang terdapat
pembesaran kelenjar regional, ada nyerti tekan, serta terdapat
otorrhea yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir seperti
sekret yang keluar dari kavum timpani pada otitis media.4
c. Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur
yang terjadi pada teling luar, dan biasanya jarang mempengaruhi
telinga tengah. Gejala yang biasanya ditimbulkan seperti pruritis,
telinga tidak nyaman dan rasa sakit di telinga, rasa penuh di liang
telinga, tinnitus, dan gangguan pendengaran. Infeksi jamur di
liang telinga ini biasanya terjadi di daerah kelembaban yang
tinggi. Jamur penyebab utama otomikosis adalah Pityrosporum
dan Aspergilus.19
d. Herpes zoster otikus
Infeksi liang telinga yang disebabkan oleh virus varicella
zoster. Virus tersebut dapat menyerang satu atau lebih dermatom
saraf kranial (saraf trigeminus, ganglion genikulatum, dan radiks
servikalis bagian atas) yang dapat disebut sebagai Sindroma
Ramsay Hunt.1

2.4.2. Otitis Eksterna Kronis

Otitis eksterna kronis adalah infeksi liang telinga yang berulang


dan berlangsung lebih dari 6 minggu.

11
a. Eczematous otitis externa.
Meliputi berbagai kondisi dermatologis (dermatitis atopik,
psoriasis, sindrom lupus eritematosa, eczema) yang dapat
menginfeksi liang telinga dan menyebabkan otitis eksterna.1
b. Otitis eksterna maligna.
Disebut juga otitis eksterna nekrotikans atau osteomielitis dasar
tengkorak. Suatu tipe khusus dari infeksi akut yang difus di liang
telinga luar. Infeksi telinga ini di mulai dari liang telinga luar dan
meluas ke tulang temporal hingga ke jaringan sekitarnya.
Keadaan ini sering didapati pada pasien usia lanjut dan menderita
penyakit diabetes mellitus. Serta pasien dengan disfungsi imun
selular. Pada penderita diabetes mellitus, pH serumennya lebih
tinggi dibanding pH serumen non-diabetes. Kondisi ini yang
menyebabkan paenderita diabetes mellitus lebih mudah terkena
otitis eksterna. Otitis eksterna maligna juga dapat terjadi pada
pasien dengan immunocompromised, seperti AIDS yang
melibatkan populasi yang lebih muda. Otalgia adalah gejala yang
paling sering terjadi. Pada pemeriksaan otoskopi ditemukan otitis
eksterna dengan jaringan granulasi sepanjang posteroinferior
liang telinga luar. Pemeriksaan scan tulang dengan technetium Tc
99m dan Ga 67 scan diperlukan untuk menegakkan diagnosa.1,12
c. Keratosis obsturan
Pada Keratosis Obsturan terdapatnya gumpalan epidermis pada
liang telinga yang dapat menyebabkan terbentuknya sel epitel
yang berlebihan dan tidak bermigrasi ke arah teinga luar.
Keratosis obsturan terdapat tuli yang konduktif pada seorang
pasien sehingga ia akan merasakan nyeri yang hebat, liang telinga
yang lebar, membran timpani lebih tebal dan jarang, serta sering
ditemukan sekresi telinga pada satu sisi telinga atau unilateral dan
lebih sering pada usia tua.1,7

12
2.5 Etiologi dan Faktor Resiko

Otitis eksterna paling banyak disebabkan oleh karena bakteri. Bakteri


penyebab yang paling umum adalah Pseudomonas sp. dan Staphylococcus sp.
Tidak hanya bakteri, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh jamur dan virus.
Jamur penyebab tersering adalah Aspergillus niger dan Candida albicans. Otitis
eksterna juga dapat disebabkan oleh penyebaran luas dari proses dermatologis
yang bersifat non-infeksi.3

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena otitis eksterna,


antara lain yaitu struktur kanalis auditorius yang unik berkontribusi terhadap
perkembangan otitis eksterna. Selain itu, kanalis auditorius eksternal mempunyai
suhu yang hangat, gelap dan mudah lembab, sehingga merupakan lingkungan
yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan jamur. Aktivitas membersihkan atau
mengorek-ngorek telinga yang terlalu sering dengan cotton bud menyebabkan
terjadinya akumulasi serumen dan pembersihan terganggu. Trauma ringan ketika
mengorek juga dapat melukai kulit sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya
invasi patogen penyakit ke kulit yang rusak. Selain itu, sering berenang dan sering
terpapar air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan merupakan sumber
kontaminasi yang sering dari bakteri. Pada penggunaan bahan kimia seperti
hairspray dan pewarna rambut juga bisa membuat iritasi yang memungkinkan
bakteri dan jamur mudah masuk. Serta, keadaan yang terlalu sering menggunakan
alat – alat yang menutupi saluran telinga seperti alat bantu pendengaran maupun
earphone yang dapat meningkatkan risiko otitis eksterna. Pada dasarnya, otitis
eksterna dapat ditemukan pada hampir semua kelompok usia. Otitis eksterna tidak
dipengaruhi oleh jenis kelamin, namun biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan
individu tersebut.4,12

Penyakit otitis eksterna terbagi menjadi tiga stadium, diantaranya stadium


preinflamasi, stadium inflamasi akut, yang dapat terjadi secara ringan, sedang atau
berat dan stadium inflamasi kronik. Pada stadium preinflamasi terjadi edema
stratum korneum akibat hilangnya pH asam dari lapisan pelindung kanal,

13
kemudian terjadi penyumbatan di unit apopilosebasea, selama penyumbatan
berlangsung akan timbul rasa penuh dan rasa gatal di telinga. Kerusakan lapisan
epitel memungkinkann invasi bakteri atau jamur yang berasal dari pinggir kanal
ataupun yang masuk bersama benda asing yang dimasukkan ke kanal, seperti
cotton bud. Hal ini mengakibatkan terjadinya stadium inflamasi akut yang
ditandai dengan nyeri.

Pada tahap awal stadium inflamasi ringan, permukaan kulit meautus acusticus
externus terlihat eritema ringan, sedikit edema, dan dapat juga terlihat adanya
sekret encer atau agak keruh dalam jumlah yang sedikit. Rasa nyeri dan gatal akan
semakin bertambah, menandakan perkembangan inflamasi akut otitis eksterna
dari stadium inflamasi ringan ke stadium inflamasi sedang, dan kanal terlihat lebih
edema dan lebih banyak eksudat kental.

Jika inflamasi tidak segera diobati, perkembangan inflamasi akan berlanjut ke


stadium inflamasi berat. Ditandai dengan rasa nyeri yang semakin bertambah dan
tertutupnya lumen kanal, serta terdapat banyak eksudat purulen, edema, adanya
papul putih di permukaan kulit kanal sehingga membran timpani tidak terlihat
jelas. Pada stadium berat ini, biasanya terjadi perluasan infeksi yang meliputi
perbatasan jaringan lunak dan kelenjar getah bening servikal.

Pada stadium kronik, terjadi penebalan kulit kanal eksternal dan bagian
superfisialnya mulai mengelupas. Pada stadium ini dapat ditemukan perubahan
sekunder pada bagian aurikula dan konka, seperti eksematisasi, likenifikasi, dan
ulserasi superfisial. Kondisi ini hampir sama dengan eksema, dan dapat terjadi
dengan pengeringan dan penebalan kanal, sampai hilangnya kanal eksternal
karena hipertrofi kulit akibat infeksi kronik.7,11,18

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala otitis eksterna umumnya adalah rasa gatal dan sakit (otalgia). Pada
otitis eksterna sirkumskripta memiliki gejala dan tanda seperti nyeri hebat dan
kemerahan kulit di sekitar folikel rambut hingga abses yang akhirnya pecah,
terjadi pelepasan sekret yang sangat busuk. Rasa nyeri yang hebat disebabkan

14
karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan ikat longgar dibawahnya,
sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondium. Rasa nyeri akan terasa
lebih berat akibat pergerakan daun telinga atau tekanan pada tragus, seperti
gerakan spontan pada waktu membuka mulut. Gangguan pendengaran biasanya
terjadi bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga sehingga hantaran
gelombang suara juga tidak optimal.17

Pada otitis eksterna difusa, gejala dan tanda umumnya ialah rasa gatal, nyeri
tekan, dan nyeri tarikan di daerah daun telinga, tetapi penyakit ini dapat juga
menimbulkan gangguan pendengaran pada kasus yang parah dan menimbulkan
pembengkakan (oedema) di liang telinga, sehingga mempersempit rongga dari
liang telinga tersebut. Pada pemeriksaan otoskopi, sering terlihat suatu lapisan
tipis dan kemerahan pada kulit liang telinga. Peradangan tersebut dapat menyebar
ke membran timpani dan jaringan lunak sekitar. Gejala nyeri lebih dominan pada
infeksi liang telinga dan terdapat pengeluaran sekret (otorrhea). Sekret tersebut
biasanya encer hingga tampak berminyak dan dapat berbau busuk, hal ini
bergantung pada mikroorganisme penyebab. Jika otorrhea tampak berupa seperti
benang-benang mukus, biasanya menunjukkan fokus sekresi berada di telinga
tengah. Pada kebanyakan penyakit kulit generalisata, kejadian otitis eksterna
dengan otorrhea juga dapat terjadi peda perjalanan penyakitnya, demikian juga
pada psoriasis, dermatitis seboroik atau eczema. Pada otomikosis gejala yang
ditemukan, yaitu berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga. Dan pada
keadaan herpes zoester otikus, ditemukan lesi kulit yang vesikuler pada kulit di
daerah muka dan sekitar daun telinga, kadang juga disertai paralisis pada otot
wajah. Pada keadaan berat biasanya ditemukan gangguan pendengaran. Pada
kasus keratosis obsturan, gejala umumnya adalah nyeri telinga (otalgia) berat, tuli
konduktif akut, dan gangguan pendengaran. Jika terjadi gangguan pendengaran,
biasanya disebabkan oleh adanya gumpalan epitel berkeratin di liang telinga. Pada
otitis eksterna maligna gejalanya ialah rasa gatal di liang telinga, diikuti oleh
nyeri, sekret yang banyak keluar, pembengkakan liang telinga, serta terdapat

15
jaringan granulasi yang tumbuh cepat ke dalam sehingga liang telinga menjadi
tertutup.4,19

2.7 Penegakan Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis otitis eksterna dapat diperoleh dari


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis
Pada Anamnesis, keluhan utama yang dilaporkan pasien antara
lain rasa nyeri telinga atau otalgia yang berat, rasa penuh pada telinga,
tinnitus, dan demam. Nyeri bertambah terutama ketika daun telinga
ditarik, nyeri tekan pada tragus, serta gerakan spontan membuka mulut,
yaitu seperti ketika mengunyah makanan dan menguap. Keluhan
tambahan lainnya adalah pendengaran sedikit berkurang, walaupun ada
juga yang normal. Selain iyu, keluarnya sekret yang encer bening sampai
kental. Jenis sekret ini tergantung dari penyebab kuman atau jamur yang
menginfeksi. Infeksi yang disebabkan oleh jamur akan bermanifestasi
sekret kental berwarna putih keabu-abuan dan berbau. Pendengaran bisa
normal, dan sedikit berkurang.12

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan telinga luar dapat dengan mudah diperiksa


dengan bantuan head lamp. Saat memeriksa meatus acusticus externa
dan membran tympani, tenaga kesehatan memerlukan alat otoskop untuk
melakukan pemeriksaan otoskopik. Otoskop adalah alat yang dapat
menyinarkan cahaya dan gambaran dapat dibesarkan untuk mengamati
meatus acusticus externa dan membran tympani. Hasil pemeriksaan fisik
otitis eksterna antara lain terdapat nyeri tekan tragus, edema saluran
auditori eksternal, eritematosa, discharge purulen, eczema daun telinga,
adenopati periauricular dan servikal. Pada kasus yang berat, umumnya
infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, termasuk kelenjar parotis.16

16
c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan kultur dari sekret telinga untuk mengidentifikasi


organisme penyebab dan untuk meresepkan terapi antimikroba yang tepat
dan efektif. Jika diagnosis mengarah ke otitis eksterna maligna, CT scan
atau bone scan isostop dapat membantu menegakkan diagnosis.16

2.8 Penatalaksanaan

Dokter meresepkan terapi antimikroba untuk mengatasi indikasi 2


penyebab paling umum yaitu Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus
aureus. Dilanjutkan dengan membersihkan serumen dari saluran telinga
sehingga obat yang bersifat topikal bisa bekerja efektif. Jika ada nyeri, dokter
mengobati rasa nyerinya. Mengedukasi pasien untuk menggunakan obat tetes
telinga yang tepat, karena jika berlebihan dapat menyebabkan tumbuhnya jamur
dan selalu menjaga telinga dalam keadaan tetap kering dan tidak lembab.

Pada otitis eksterna sirkumskripta, terapi yang diberikan bergantung kepada


keadaan furunkel. Jika sudah menjadi abses, diaspirasi secara steril untuk
mengeluarkan nanahnya. Selain itu juga diberikan antimikroba lokal dalam bentuk
salep contohnya pylomixin B, bacitracin atau antiseptik (asam asetat 2-5% dalam
alkohol). Jika dinding furunkel tebal, dilakukan insisi dengan anastesi, kemudian
di pasang salir (drain) untuk mengalirkan nanah. Biasanya tidak perlu diberikan
obat antibiotika secara sistemik, hanya diberikan obat simtomatik seperti analgetik
dan obat penenang. Untuk otitis eksterna difusa, penanganan yang dilakukan
dengan membersihkan liang telinga, dan karena adanya oedema dinding kanalis,
dimasukkan tampon yang mengandung antibiotika ke liang telinga supaya
terdapat kontak yang baik anatar obat dengan kulit yang meradang. Antibiotika
sistemik kadang diperlukan pada kasus-kasus yang berat, dan selanjutnya
dianjurkan untuk melakukan tes kepekaan bakteri. Antibiotika sistemik khususnya
diperlukan jika dicurigai adanya perikondritis atau kondritis pada tulang rawan
telinga. Jika otitis eksterna difus yang terjadi secara sekunder akibat dari otitis
media kronik, maka pengobatan otitis media kronik yang diutamakan terlebih

17
dahulu. Rasa nyeri pada telinga dapat diatasi dengan analgetik. Pada otomikosis,
pengobatannya dengan menggunakan larutan asam asetat 2% dalam alkohol,
larutan Iodium povidon 5% atau tetes telinga yang mengandung campuran
antibiotik dan steroid yang diteteskan ke liang telinga. Kadang juga diperlukan
obat anti jamur dalam bentuk salep yang diberikan secara topikal, seperti nistatin,
klotrimazol. Dalam pengobatan herpes zoester otikus, penatalaksanaannya sesuai
dengan penyebabnya, yaitu virus herpes zoester. Pada otitis eksterna kronik,
dilakukan operasi rekonstruksi liang telinga, dan pada kolesteatoma juga
dilakukan operasi pengangkatan kolesteatoma dan jaringan yang nekrotik dengan
tujuan mencegah berlanjutnya penyakit yang mengerosi tulang. Kolesteatoma dan
jaringan nekrotik daiangkat sampai bersih, diikuti pemberian antibiotik topikal
secara berkala. Jika koklesteatoma masih kecil atau terbatas, dapat dilakuakan
tindakan konservatif. Sedangkan pada otitis eksterna maligna sering, harus segera
dilakukan tes kultur dan resistensi. Sambil menunggu hasil kultur, dapat diberikan
obat golongan fluorquinolone (ciprofloxasin) dosis tinggi per oral. Pada keadaan
yang lebih berat, diberikan antibiotika parenteral kombinasi dengan antibiotika
golongan aminoglikosida yang diberikan selama 6-8 minggu. Selain obat-obatan,
dilakukan juga tindakan untuk memebersihkan luka secara radikal. Tindakan
membersihkan luka yang kurang bersih akan menyebabkan penjalaran penyakit
makin cepat. Otitis eksterna maligna sering didapati pada pasien usia lanjut dan
menderita penyakit diabetes mellitus. Untuk itu, selain mengobati telinga, pasien
dengan diabetes mellitus juga harus dikontrol gula darahnya.3,4,18

2.9 Komplikasi

Proses infeksi dapat menghasilkan stenosis pada saluran telinga. Infeksi


juga bisa menyebar dan menyebabkan cellulitis atau chondritis di daerah
sekitarnya. Jika infeksi terus berkembang, infeksi dapat menyebar ke kelenjar
parotis. Ketika infeksi menyebar ke struktur disekitarnya telinga luar, itu dikenal
sebagai keganasan atau necrotizing otitis externa. Selain itu, beberapa jenis otitis
eksterna juga menimbulkan peresis dari nervus fasialis.19

18
2.10 Pencegahan

Pencegahan otitis eksterna antara lain, yaitu saat telinga terasa gatal tidak
diperbolehkan menggoreskan, menusuk telinga atau membersihkan telinga
dengan menggunakan cotton bud, kuku, pin, atau benda lainnya yang bisa melukai
telinga. Jika terasa sangat gatal, segera berkonsultasi ke dokter. Gatal dapat
dikontrol dengan antihistamin yang diberikan secara oral, terutama pada waktu
tidur. Lalu usahakan telinga selalu dalam keadaan kering, tidak lembab,
contohnya setelah mencuci rambut, berenang atau mandi, usahakan telinga tidak
lembab dengan menggelengkan kepala untuk membuang air yang tersisa dari
saluran telinga. Pasien otiits eksterna yang masih dalam pengobatan harus
diperhatikan agar telinga jauh dari air selama 7-10 hari. Pada perenang dapat
kembali berenang setelah 2-3 hari menyelesaikan pengobatan, atau dibantu
dengan penggunaan penyumbat telinga karet silikon. Pasien yang memakai alat
bantu dengar atau earphone harus membatasi penggunaannya sampai rasa sakit
hilang.12

Pencegahan lainnya dengan menggunakan asam asetat profilkasis yang


diresepkan oleh dokter sebelum atau sesudah berenang dan pemberian sebelum
tidur adalah salah satu cara untuk mencegah otitis eksterna. Jika gejala belum
membaik setelah beberapa hari pengobatan, harus segera memberitahu dokter
untuk melihat apakah diperlukan perubahan dalam pengobatan. Dan jika stenosis
meatus terjadi, tindakan meatoplasty (pembesaran meatus) dianjurkan untuk
menanganinya.7,18

2.11 Prognosis

Sebagian besar pasien otitis eksterna membaik dalam 2-3 hari dari
pemberian antibiotik. Jika tidak membaik dalam 2-3 hari maka perlu dilakukan
evaluasi kembali oleh dokter. Otitis eksterna biasanya sembuh sepenuhnya dalam
7-10 hari. Pada beberapa pasien, dapat menyebabkan nyeri hebat yang
memerlukan penghilang rasa sakit seperti narkotika, dan nyeri biasanya membaik
2-5 hari setelah memulai terapi. Jika tidak diobati, otitis eksterna akut dapat

19
berkembang menjadi otitis eksterna maligna, suatu kondisi serius yang sering
menyebabkan morbiditas atau mortalitas yang parah. Komplikasi ini hampir
secara khusus terlihat pada pasien immunocompromised, seperti penderita
diabetes, penderita AIDS, orang-orang yang menjalani kemoterapi, dan pasien
yang memakai obat immunosuppressant (misalnya, glukokortikoid). Jika tidak
diobati, nekrosis otitis eksterna maligna memiliki tingkat kematian mencapai
50%.3,7

20
2.12 Kerangka Teori

Faktor Risiko

Trauma ringan Diabetes Penyumbat


Bahan Penggunaan saat mengorek Melitus Telinga dan alat
Alergi Berenang
Iritan Cotton Bud telinga bantu dengar

Keluhan

Gangguan
Otalgia Pruritus Rasa Penuh Ottorhea Demam
Pendengaran

Memperberat

a. Kemasukan
Agent: Air saat
Otitis mandi dan
a. Bakteri berenang
Eksterna
b. Jamur b. Struktur
c. Virus anatomis
telinga

Bagan II.1 Kerangka Teori

21
2.13 Kerangka Konsep
Gambaran Kasus
Berdasarkan Usia

Gambaran Kasus
Berdasarkan Jenis
Kelamin

Gambaran Kasus
Berdasarkan
Pendidikan

Gambaran Kasus
Berdasarkan
Gambaran Kasus Pekerjaan
Otitis Eksterna
Otitis Eksterna
Gambaran Kasus
Berdasarkan
Keluhan Utama

Gambaran Kasus
Berdasarkan
Keluhan Tambahan

Gambaran Kasus
Berdasarkan Faktor
Resiko

Gambaran Kasus
Berdasarkan Jenis
Otitis eksterna

Gambaran Kasus
Berdasarkan Lokasi
Telinga yang
diderita

Bagan II.2 Kerangka Konsep

22
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Peneliti menggunakan metode deskriptif retrospektif yang mencari data


mundur sampai waktu peristiwa yang terjadi. Data yang dipakai yaitu rekam
medik, dari hasil data penelitian ini akan dibuat dalam bentuk deskriptif untuk
mengetahui karakteristik penderita otitis eksterna usia 15 – 60 tahun di Poliklinik
Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Umum Universitas
Kristen Indonesia periode Januari 2017 sampai Juni 2018.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan dibagian rekam medik Rumah Sakit


Umum Universitas Kristen Indonesia Jakarta.

3.2.2 Waktu

Waktu penelitian dilakukan pada bulan September-November


2018.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita


otitis eksterna usia 15 – 60 tahun di Rumah Sakit Umum
Universitas Kristen Indonesia periode Januari 2017 – Juni 2018.

23
3.3.2 Sampel

Metode sampel untuk mendukung penelitian ini adalah total


sampling dimana jumlah sampel sama dengan jumlah populasi
penelitian sebanyak 67 orang yang memenuhi kriteria inklusi.

3.3.3 Kriteria Inklusi

a. Penderita dengan otitis eksterna yang telah didiagnosis oleh


dokter spesialis THT-KL.
b. Pasien berusia 15-60 tahun.
c. Pasien otitis eksterna yang datang berobat ke Rumah Sakit
Umum Univesitas Kristen Indonesia periode Januari 2017-Juni
2018.
d. Pasien memiliki data lengkap berupa : Jenis kelamin, usia, data
pendidikan, data pekerjaan, keluhan utama, keluhan tambahan,
faktor resiko, jenis otitis eksterna, serta lokasi telinga yang
diderita.

3.3.4 Kriteria Eksklusi

a. Bukan penderita otitis eksterna yang datang berobat ke Rumah


Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia Jakarta.

b. Diluar usia 15-60 tahun. periode Januari 2017 – Juni 2018.

c. Diluar periode Januari 2017 – Juni 2018.

d. Pasien tidak memiliki data lengkap berupa: Jenis kelamin, usia,


data pendidikan, pekerjaan, keluhan utama, keluhan tambahan,
faktor resiko, jenis otitis eksterna, serta lokasi telinga yang
diderita.

24
3.4 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

No. Variabel Keterangan Kategori Skala


1. Usia Suatu waktu yang 1. 15-20 Nominal
mengukur lamanya 2. 21-25
kehidupan pasien 3. 26-30
dari sejak lahir. 4. 31-35
5. 36-40
6. 41-45
7. 46-50
8. 51-55
9. 56-60
2. Jenis Tanda fisik yang 1. Laki-laki Nominal
Kelamin teridentifikasi pada 2. Perempuan
pasien dan dibawa
sejak dilahirkan.
3. Pendidikan Pembelajaran 1. SD Ordinal
pengetahuan, 2. SMP
keterampilan, dan 3. SMA
kebiasaan penderita. 4. Diploma
5. Sarjana
4. Pekerjaan Aktivitas utama 1. Tidak bekerja Nominal
yang dilakukan oleh 2. Ibu Rumah
pasien. Tangga
3. Pelajar/Mahas
iswa
4. Wiraswasta
5. Pegawai
swasta
6. Pegawai

25
Negeri (PNS)
5. Keluhan Keluhan yang 1. Otalgia Nominal
utama menyebabkan pasien 2. Pruritus
meminta pertolongan
dokter atau
paramedis lainnya.

6. Keluhan keluhan lain yang 1. Otorrhea Nominal


Tambahan timbul selain 2. Penurunan
keluhan utama pendengaran
sehingga 3. Demam
menyebabkan pasien 4. Rasa penuh
datang ke rumah
sakit.
7. Faktor Faktor – faktor yang 1. Korek telinga Nominal
Resiko ada sebelum 2. Berenang
terjadinya penyakit. 3. Penggunaan
alat bantu
dengar
4. Diabetes
Mellitus

8. Jenis otitis Klasifikasi atau 1. Otitis eksterna Nominal


eksterna penggolongan otitis difusa
eksterna. 2. Otitis eksterna
sirkumskripta
3. Otomikosis
4. Keratitis
obsturan
9. Lokasi Letak atau posisi 1. Unilateral Nominal
telinga telinga yang diderita 2. Bilateral

26
3.5 Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan data rekam medik pasien periode Januari
2017-Juni 2018.

3.6 Alur Penelitian

Persiapan Pembuatan Distribusi ke RS


Penelitian Proposal UKI

Pengolahan Pengambilan
Input Data Data Rekam
Data
Medik

Laporan Hasil Pembahasan


Penelitian Hasil Data

Bagan III.1 Alur Penelitian

3.7 Manajemen Data

Data yang telah terkumpul akan diedit dan dimasukkan ke dalam aplikasi
SPSS (Statistical Package for The Social Science). Kemudian setelah itu
menganalisis data dengan metode analisis univariat. Pengolahan data merupakan
upaya pengolahan data mulai dari dikumpulkan lalau dianalisis.

27
3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a. Editing
Hasil pengambilan data yang diperoleh atau dikumpulkan melalui
rekam medik perlu disunting atau (edit) terlebih dahulu dengan
benar, lengkap dan sudah sesuai dengan data yang diperlukan.
b. Coding
Mengklasisfikasikan data-data ke dalam kategori dengan cara
memberi kode berbentuk angka pada data variabel rekam medis
yang didapat untuk mempermudah proses tabulasi dan analisis
data.
c. Entry Data
Data-data rekam medik yang sudah diberi kode kemudian
dimasukkan kedalam tabel dengan cara memasukkan data melalui
pengolahan komputer SPSS (Statistical Product and Service
Solution) Versi 25.
d. Cleaning
Dilakukan bila terdapat kesalahan dalam pemasukan data. Setelah
dilakukan pengolahan data maka akan dilakukan analisis data.
e. Tabulasi
Proses pengolahan data yang dilakuakn dengan cara memasukkan
data ke dalam tabel. Data yang telah diperoleh peneliti dalam
bentuk kode ditabulasi kedalam tabel distribusi frekuensi sehingga
tersusun dengan baik dan mudah dipahami.

3.7.2 Analisis Data

Setelah melakukan editing, coding, entry, dan cleaning, data yang


diperoleh masing-masing dianalisis menggunakan SPSS Versi 25. Adapun
analisis data yang digunakan menggunakan analisis univariat. Analisis
univarit dilakukan untuk melihat proporsi semua variabel yaitu umur, jenis

28
kelamin, data pendidikan, keluhan utama, keluhan tambahan, lokasi
telinga, diagnosis medik dan penatalaksanaan. Hasil analisis univariat
berupa distribusi frekuensi dari setiap variabel. Selanjutnya, hasil analisis
univariat ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar atau grafik.

29
30

Anda mungkin juga menyukai