Disusun oleh:
Dosen Penguji:
dr. Santosa, SpF, MHKes
Residen Pembimbing:
dr. Edgar R. P. Saragih
1
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Astari Nadya V. P 1765050380 FK UKI
Yuliance H 1865050032 FK UKI
Bryant Leonardo 1765050048 FK UKI
Maria Asni Babang 1965050096 FK UKI
Rebecca Novityana 1965050106 FK UKI
Fathya Auliannisa 1710221066 FK UPN
Wiraga Adi Nugraha 1710221068 FK UPN
Mengetahui,
Dosen Penguji Residen Pembimbing
2
DAFTAR ISI
2.4 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Tentang Kosmetik ........... 23
2.6 Peran Dokter Dalam Kasus Peredaran Kosmetik Tidak Sesuai Standar..... 38
3
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jenis-jenis merkuri ................................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 2. Contoh bahan lainnya yang berbahaya hadir dalam produk kosmetik ... 15
Tabel 7. Daftar Bahan Pengawet yang Diperbolehkan dalam Kosmetika .......... 311
Tabel 8. Daftar Bahan Tabir Surya yang Diperbolehkan dalam Kosmetika....... 322
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alur Prosedur Pendaftaran Badan Usaha ............................................ 27
Gambar 2. Alur Prosedur Pendaftaran Badan Usaha secara Offline ............. Error!
Bookmark not defined.7
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
mudah dimana saja dan kapan saja, dapat melalui pembelian langsung di pusat
perbelanjaan, swalayan, toko-toko kosmetik ataupun membeli lewat internet.3
Banyaknya produk kosmetik baik impor maupun lokal tentu baik untuk
konsumen karena menawarkan banyak pilihan yang bisa disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing, namun terdapat beberapa produsen yang tidak memiliki
izin, tanpa standar produk yang memadai dan kosmetik berbahaya. Produk
kosmetik berbahaya yang mengandung zat-zat tidak aman bagi kesehatan dapat
dengan mudah dijual oleh produsen kepada konsumen. Beberapa cara dilakukan
oleh produsen agar produknya banyak dibeli, pengakuan dari konsumen dapat
dijadikan iklan produk kosmetik tersebut agar calon pembeli makin percaya
terhadap suatu produk, selain itu ditemukan juga sebuah produk yang
mencantumkan nomor izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
palsu, dimana nomor tersebut bukan dari BPOM dan tidak menggambarkan
informasi yang sebenarnya mengenai keadaan suatu produk kosmetik tersebut.4
Berdasarkan penjabaran keadaan di atas kami menyajikan bahaya produk
kosmetik ilegal ditinjau dari segi medis dan hukum. Dengan mengetahui aspek
medikolegal dari kosmetik tersebut kita dapat membantu polisi dalam penyidikan.
6
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui aspek medikolegal dari kosmetik tidak sesuai standar.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi kosmetik.
2. Mengetahui proses perizinan kosmetik.
3. Mengetahui UU kosmetik Indonesia.
4. Mengetahui UU Perlindungan Konsumen.
5. Mengetahui aspek medis dari kosmetik yang tidak sesuai standar.
6. Mengetahui peranan dokter dalam kasus peredaran kosmetik yang tidak
sesuai standar.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jenis Kosmetik5,6
Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk penilaian, kosmetik
dibagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu:
1. Kosmetik golongan I, adalah:
a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi;
b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa
lainnya;
c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan
penandaan;
d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta
belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.
2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I
Kategori Kosmetik7
Berdasarkan fungsi kosmetik terdiri dari 13 (tiga belas) kategori, yaitu:
1. Sediaan bayi;
2. Sediaan mandi;
8
3. Sediaan kebersihan badan;
4. Sediaan cukur;
5. Sediaan wangi-wangian;
6. Sediaan rambut;
7. Sediaan pewarna rambut;
8. Sediaan rias mata;
9. Sediaan rias wajah;
10. Sediaan perawatan kulit;
11. Sediaan mandi surya dan tabir surya;
12. Sediaan kuku;
13. Sediaan hygiene mulut.
51787 52809
60000
50000 38515
40000
30000
20000
10000 28 3013
0
2014 2015 2016 2017 2018
(Sumber : Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Tahun 2018 tentang Izin Edar
Kosmetik di Indonesia)
9
Kandungan berbahaya dalam kosmetik tidak sesuai standar
Pasar kosmetik ilegal telah berkembang berupa produk palsu berlabel merek
asli. Kosmetik tidak sesuai standar berbahaya bagi keselamatan konsumen, karena
kurangnya kepatuhan terhadap peraturan dalam proses produksi dan kemungkinan
adanya bahan berbahaya. Logam berat seperti nikel, timah dan terutama kromium,
paling sering ditemukan di lipstik palsu, eyeliner, dan produk make-up lainnya yang
diimpor secara ilegal. Bahan kosmetik ini jika terakumulasi dalam konsentrasi
cukup tinggi dapat menyebabkan dermatitis dan alergi parah. Logam berat yang
tercampur seperti Merkuri (Hg), Timbal/Timah Hitam (Pb), Arsen (As), dan
Kadmium (Cd) dalam kosmetika merupakan sesepora (trace element) yang tidak
bisa dihindarkan.8
Persyaratan cemaran logam berat dalam kosmetika telah diatur dalam
Peraturan Kepala Badan POM Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Cemaran Mikroba dan
Logam Berat dalam Kosmetika.8
Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa persyaratan cemaran logam
berat dalam kosmetika untuk:
1. Merkuri (Hg), tidak boleh lebih dari 1 mg/kg atau 1 mg/L (1 bpj)
2. Timbal/Timah Hitam (Pb), tidak boleh lebih dari 20 mg/kg atau 20 mg/L (20
bpj)
3. Arsen (As), tidak boleh lebih dari 5 mg/kg atau 5 mg/L (5 bpj)
4. Kadmium (Cd), tidak boleh lebih dari 5 mg/kg atau 5 mg/L (5 bpj)
10
hampir mencangkup seluruh aspek kehidupan manusia dan lingkungan. Selama
kurun waktu beberapa tahun, merkuri telah banyak digunakan dalam bidang
kedokteran, pertanian, dan industri termasuk juga dalam bidang kosmetika. Dalam
bidang kosmetik merkuri sering kita temukan dalam produk kecantikan seperti krim
kulit, sabun, eye make-up, dan eye make up remover (fenil garam merkuri).
Berdasarkan BPOM 2015 kehadiran merkuri dalam kosmetik masih dapat
diperbolehkan dalam kadar tertentu yaitu tidak boleh lebih dari 1 mg/kg atau 1
mg/L.9
Merkuri dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui inhalasi, digesti dan
kulit. Merkuri yang terkandung dalam kosmetik sebagian besar merupakan merkuri
anorganik, namun ada pula kosmetik yang mengandung merkuri organik. Merkuri
anorganik hanya diabsorbsi sekitar 10% melalui inhalasi sedangkan sisanya lewat
saluran cerna dan kulit. Merkuri yang telah diabsorbsi akan masuk ke pembuluh
darah, dan akan terdistribusi keseluruh tubuh. Paparan merkuri dalam jangka
panjang akan menyebabkan akumulasi merkuri pada jaringan terutama pada ginjal
yang menyebabkan nekrosis jaringan ginjal, sehingga menyebabkan kebocoran
ginjal. Selain itu merkuri juga dapat menyebabkan reaksi peradangan akut pada
kulit.9
Akumulasi merkuri pada sistem persarafan dapat menggaggu proses
neurotransmiter sehingga dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen jika
terpapar dalam waktu yang lama. Beberapa merkuri seperti merkuri elemental dan
jenis merkuri organik lainnya juga dapat menembus blood brain barrier dan
transplasenta sehingga dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat dan
gangguan janin.9
Tabel 1. Jenis-jenis merkuri
11
Absorpsi Inhalasi 75- Inhalasi Saluran Parenteral 100% Parenteral
85%, ingesti 10%, ingesti pencernaan 90%
hanya sedikit 100%, inhalasi,
kulit hanya
sedikit
Toksisitas Primer : paru, Primer: Primer: SSP. Primer: SSP. Kulit, mata,
mata, gigi, ginjal dan Sekunder: Sekunder: paru-paru
kulit. saluran Kardiovaskular Kardiovaskular
Sekunder : pencernaan.
SSP,SST, Sekunder:
ginjal SSP
Pengaruh Proteinuria Proteinuria Nekrosis tubular Karsinogenik
pada ginjal (>500ug/m3 nekrosis
udara) tubular
b. Antimony
Antimony (antimon) adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang
memiliki lambang Sb dan nomor atom 51. Lambangnya diambil dari bahasa
Latin Stibium. Antimon merupakan metaloid dan mempunyai empat alotropi.
Bentuk stabil antimon adalah logam biru-putih. Antimoni kuning dan hitam adalah
logam tak stabil. Antimon digunakan sebagai bahan tahan api, cat, keramik,
elektronik, dan karet.11
Oksida dan sulfida antimon, sodium antimonat, dan antimon triklorida
digunakan dalam pembuatan senyawa tahan api, keramik, gelas, dan cat. Antimon
sulfida alami (stibnit) diketahui telah digunakan sebagai obat-obatan dan kosmetika
dalam masa bibel.11
Antimon dan senyawa-senyawanya adalah toksik (racun). Paparan antimon
dikaitkan dengan keracunan timbal, dengan gejala termasuk sakit kepala, sakit
perut, sembelit, colic abdomen, kehilangan nafsu makan, ulkus saluran cerna,
penurunan berat badan, albuminuria, dan glikosuria. Selain itu studi lebih lanjut
menyebutkan bahwa antimon bersifat mutagenik, karsiogenik, dan resiko
teratogenik pada ibu hamil yang terpapar. Paparan antimon dengan konsentrasi 9
mg/m3 diudara mampu membuat iritasi pada mata, kulit dan paru. Paparan kronis
akan berpotensi menyebab penyakit paru-paru, jantung, dan penyakit pencernaan.
Efek akut pada kesehatan adalah muntah hebat, iritasi mata dan iritasi membrane
mukosa. Selain itu antimon adalah agen hemolitik. Penelitian dengan hewan coba
12
menunjukan efek jangka panjang pada paparan antimon dapat meningkatkan
peningkatan malfungsi hati dan perubahan darah.9,11
c. Bisphenol A
Bisphenol A (BPA) merupakan salah satu bahan kimia sintetik yang sangat
banyak diproduksi dewasa ini. Bahan ini merupakan monomer dalam sintesis
epoksi resin. Epoksi resin digunakan sebagai bahan pelapis dinding dalam kemasan
makanan dan minuman. Dalam bidang kosmetik senyawa BPA sering ditemukan
pada cat kuku, krim kulit, lotion mandi, kedokteran gigi kosmetik dan tambalan.12
Dalam bentuk aktif, senyawa BPA memiliki aktifitas hormon estrogen
sehingga jika masuk ke dalam tubuh dapat memimik (meniru) hormon estrogen.
Oleh karena itu para peneliti memberikan perhatian yang cukup besar terhadap BPA
dan kemungkinan efeknya terhadap manusia. Selain itu, BPA juga merupakan salah
satu senyawa endocrine disruptors yang dapat mengganggu biosintesis, sekresi,
kerja, atau metabolisme alami suatu hormon.13
Bisphenol A yang masuk kedalam tubuh melalui pangan dapat diserap
dalam saluran cerna lalu dimetabolisme di dalam hati membentuk senyawa yang
inaktif, yaitu konjugat BPA-glucoronic acid yang tidak memiliki aktifitas hormonal
dan tidak berbahaya. Senyawa ini bersifat larut dalam air sehingga dapat
dikeluarkan melalui urin. Selain itu terdapat pula senyawa inaktif lain yang
dihasilkan dalam jumlah yang lebih sedikit, yaitu BPA sulfat. Baik BPA-glucoronic
acid mapun BPA sulfat keduanya dapat diukur kadarnya dalam tubuh, namun hanya
BPA bentuk bebas (BPA bentuk aktif saja) yang berpotensi menimbulkan efek
merugikan bagi kesehatan.13
Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa BPA, baik dalam bentuk aktif
maupun inaktif, mampu menembus plasenta. BPA bebas yang telah menembus
plasenta dan mencapai fetus, kebanyakan tetap berada dalam bentuk aktifnya,
sedangkan bila senyawa yang menembus plasenta ialah bentuk inaktifnya maka
senyawa tersebut dapat diubah menjadi BPA bentuk aktif. Pada fetus, perubahan
BPA inaktif menjadi aktif ini dimungkin-kan karena organ hati dan jantungnya
dapat menghasilkan enzim yang mampu mengubah senyawa konjugat BPA-
glucoronic acid menjadi BPA-estrogenic yang toksik.13
13
d. Kromium
Kromium merupakan logam transisi golongan VI B yang dapat memiliki
tingkat valensi yang bervariasi antara -2 dan +6 . Pada kadar yang rendah, kromium
tergolong logam esensial bagi manusia yang berguna terutama dalam metabolisme
karbohidrat karena bersama-sama dengan insulin menjaga kadar gula darah.14
14
dalam tubuh yang melebihi dosis fisiologis dalam tubuh dapat menyebabkan
kerusakan organ tubuh, penyakit kanker bahkan kematian.14,15
Selain beberapa zat berbahaya diatas ada contoh bahan lainnya yang
berbahaya yang hadir dalam produk kosmetik. Contoh bahan berbahaya dan
efeknya bagi kesehatan dicantumkan dalam tabel berikut:
15
2.3 Hukum atau Perundanng-Undangan yang Mengatur Tentang Peredaran
Kosmetik Di Indonesia
Undang–undang Nomor 36 Tahun 2009
Undang–undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai dasar
berbagai peraturan yang mengatur pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Undang-undang ini memuat pengaturan berbagai hal pokok tentang kesehatan,
yaitu berisi tentang:
1. Ketentuan umum yang memuat istilah dan pengertian berbagai hal tentang
kesehatan;
2. Azas dan tujuan pembangunan kesehatan, diselenggarakan dengan
berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan,
penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan
nondiskriminatif dan norma-norma agama dan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya;
3. Hak dan kewajiban dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau, untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang
kesehatan, dan kewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya;
4. Tanggung jawab pemerintah dalam merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat;
5. Sumber daya di bidang kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan
kesehatan;
6. Upaya kesehatan yang diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan
secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan;
7. Pengawasan, penyidikan dan ketentuan pidana sebagai upaya untuk
melindungi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
aman.
16
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, ketentuan
mengenai peredaran kosmetika, tindakan terhadap pelanggaran dan tindak pidana
terhadap peredaran kosmetik tanpa ijin edar diatur dalam beberapa pasal, yaitu:
Pasal 106 ayat (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan
setelah mendapat izin edar.
Pasal 106 ayat (3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan
memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita
dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 189 ayat (1) Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, kepada
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintahan yang
menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan juga diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan.
Pasal 189 ayat (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
o Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan
tentang tindak pidana di bidang kesehatan;
o Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana di bidang kesehatan;
o Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan;
o Melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang
tindak pidana di bidang kesehatan;
o Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti
dalam perkara tindak pidana di bidang kesehatan;
o Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang kesehatan;
o Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang
membuktikan adanya tindak pidana di bidang kesehatan.
17
Pasal 189 ayat (3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan oleh penyidik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
Pasal 196 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi
standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 197 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki
izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). 20
18
hanya berlaku dalam 3 tahun.16
Peraturan yang sama pada pasal 8, dijelaskan juga apabila dalam jangka
waktu 14 hari kerja sejak pengajuan permohonan notifikasi diterima oleh Kepala
Badan tidak ada surat penolakan, terhadap kosmetika yang dinotifikasi dianggap
disetujui dan dapat beredar di wilayah Indonesia.16
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan perizinan di bidang usaha
kosmetika yang dimulai dari pembuatan dan pendistribusian, perizinan di bidang
kosmetika meliputi : Izin Usaha, Izin Produksi, Izin Edar, Rekomendasi Impor, dan
Surat Izin Usaha Perdagangan. Berdasarkan legalitasnya, perizinan di bidang
kosmetika memiliki dasar hukum, fungsi dan pemberi izin yang berbeda-beda.
Dengan banyaknya izin dan perbedaan instansi yang menerbitkan izin membawa
konsekuensi terjadinya pelanggaran izin yang diakibatkan adanya ketidaktahuan
pengusaha, masyarakat dan menimbulkan beban ekonomi yang lebih tinggi.
Perbedaan masing-masing izin dapat dijabarkan dalam tabel 2 di bawah ini17:
19
Izin Edar Peraturan Kepala BPOM Registrasi produk
BPOM Nomor kosmetik agar
Hk.00.05.1.23.3516 produk tersebut
tentang Izin Edar secara sah dapat
Produk Obat, Obat diedarkan di
Tradisional, Kosmetik, wilayah
Suplemen Makanan Indonesia.
Persetujuan Permenkes No 14/2016 Kementerian Izin yang
Impor tentang Rekomendasi Perdagagan digunakan untuk
Persetujuan Impor menyeleksi dan
Barang Komplementer mengendalikan
usaha yang
melakukan impor
barang
komplementer,
barang untuk
keperluan Tes
Pasar dan
pelayanan purna
jual.
20
Sanksi pidana merupakan sanksi yang diterapkan melalui prosedur peradilan
dan diputus oleh lembaga peradilan, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama.
Sesuai alasan tersebut, maka pelanggaran peizinan selalu dikedepankan sanksi
administrasi yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan mengembalikan
pada kondisi semula. Dalam praktik di masyarakat penerapan sanksi administrasi
seringkali belum mencapai tujuannya, hal ini dikarenakan adanya peluang bagi
masyarakat untuk tidak mentaati sanksi yang dijatuhkan atau kurangnya
kemampuan perangkat daerah untuk melakukan.16
Apabila suatu saat terjadi komplain dari masyarakat terkait kosmetik tersebut
menurut pasal 16 pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1176/ MENKES/PER/ VIII/2010 maka Industri kosmetika, importir kosmetika,
atau usaha perorangan/ badan usaha yang melakukan kontrak produksi mempunyai
tanggung jawab untuk menangani keluhan dan/ atau menarik kosmetika yang
bersangkutan dari peredaran. Sanksi ini diberikan oleh kepala badan. Sesuai dengan
pasal 20 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/
MENKES/PER/ VIII/2010 langkah-langkah yang ditempuh apabila ada pelangaran
terhadap ketentuan yang berlaku yaitu:
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat dikenai sanksi
administratif berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Larangan mengedarkan kosmetika untuk sementara;
c. Penarikan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan,
kemanfaatan, dan penandaan dari peredaran;
d. Pemusnahan kosmetika; atau
e. Penghentian sementara kegiatan produksi dan/ atau peredaran kosmetika.
Menurut UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen apabila ada
pihak yang menjual produk tanpa izin edar akan diberi sanksi pidana sesuai Pasal
62 ayat (1) yaitu Pelaku usaha yang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dipidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,-(dua miliar
rupiah).19
21
UU Nomor 36 pasal 196 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar
dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Pasal 197 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
Setiap orang yang melakukan penjualan obat palsu maka akan diberikan
sanksi yaitu pasal 386 ayat (1) KUHP dikatakan mengenai pemalsuan obat adalah:
“Barangsiapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan, minuman
atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu dipalsu, dan menyembunyikan hal itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”, dimana dengan
menggunakan analogi, maka yang dimaksud dengan sediaan farmasi meliputi obat,
obat tradisional, kosmetika dan suplemen makanan sebagaimana diatur dalam UU
Kesehatan.21
b) Pasal 62, yaitu mengenai larangan Pasal 17 tentang larangan untuk memproduksi
iklan yang mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan
dan harga, memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang,
tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa, dan
melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
periklanan.19
22
2.4 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Tentang Kosmetik
Pengertian BPOM
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah lembaga pemerintah
yang bertugas melakukan regulasi, standardisasi, dan sertifikasi produk makanan
dan obat yang mencakup keseluruhan aspek pembuatan, penjualan, penggunaan,
dan keamanan makanan, obat-obatan, kosmetik, dan produk lainnya. Peraturan
tentang perizinan kosmetik telah diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Untuk mendapatkan izin sebagai produk kosmetik legal dari BPOM harus melalui
proses. Pelegalan disini bisa bermakna bahwa produk kosmetik tersebut aman dan
layak untuk digunakan.17
Peraturan Badan ini mengatur mengenai:
1. Jenis perizinan sektor Obat dan Makanan;
2. Persyaratan;
3. Tata cara penerbitan izin;
4. Masa berlaku izin; dan
5. Pengawasan.
23
d) Data pendukung klaim; dan/atau
e) Contoh produk jika diperlukan.
(2) Sertifikat Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) yang
masih berlaku Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk memperoleh Izin Edar Kosmetika dalam
negeri, Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 juga harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Sesuai dengan bentuk dan jenis sediaan yang dinotifikasi
atau rekomendasi penerapan CPKB; dan
b) Surat penunjukan atau persetujuan dari perusahaan pemberi
lisensi yang mencantumkan merek dan/atau nama kosmetika
(kosmetika lisensi).
(3) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), untuk memperoleh Izin Edar Kosmetika kontrak, Pelaku
Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 juga harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a) Surat perjanjian kerjasama kontrak antara pemberi kontrak
dengan penerima kontrak produksi yang disahkan oleh
notaris dan mencantumkan merek dan/atau nama kosmetika
serta tanggal masa berlaku perjanjian; dan
b) Sertifikat CPKB yang masih berlaku sesuai dengan bentuk
dan jenis sediaan yang dinotifikasi dari industri penerima
kontrak.
(4) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat(1), untuk memperoleh Izin Edar Kosmetika impor, Pelaku Usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 juga harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a) Surat penunjukan perantara yang masih berlaku yang dibuat
dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris dan paling
sedikit mencantumkan:
Nama dan alamat produsen/prinsipal negara asal;
i. Nama importir;
24
ii. Nama produk/merek kosmetika;
iii. Tanggal diterbitkan;
iv. Masa berlaku penunjukan keagenan;
v. Hak untuk melakukan notifikasi, impor, dan
distribusi dari produsen/principal negara asal; dan
vi. Nama dan tanda tangan direktur/pimpinan
produsen/principal negara asal;
b) Surat perjanjian kerjasama kontrak antara pemohon
notifikasi dengan penerima kontrak produksi yang disahkan
oleh notaris dan mencantumkan merek dan/atau nama
kosmetika serta tanggal masa berlaku perjanjian, untuk
usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak
produksi dengan industri kosmetika di luar wilayah
Indonesia;
c) Certificate of free sale untuk kosmetika impor yang berasal
dari negara di luar ASEAN yang dikeluarkan pejabat
berwenang di negara asal yang dilegalisir oleh Kedutaan
Besar/Konsulat Jenderal Republik Indonesia setempat,
dikecualikan untuk Kosmetika Kontrak yang diproduksi di
luar wilayah Indonesia;
d) Sertifikat good manufacturing practice atau surat
pernyataan penerapan good manufacturing practice untuk
industri yang berlokasi di negara ASEAN;
e) Sertifikat good manufacturing practice untuk industri
kosmetika yang berlokasi di luar negara ASEAN dan
industri kosmetika di luar wilayah Indonesia yang
menerima kontrak produksi dengan ketentuan sebagai
berikut:
i. Diterbitkan oleh pejabat pemeTrintah yang
berwenang atau lembaga yang diakui di negara asal;
ii. Dilegalisir oleh Kedutaan Besar/Konsulat Jenderal
Republik Indonesia setempat; dan
25
iii. Mencantumkan masa berlaku. (5) Dalam hal
sertifikat good manufacturing practice sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf e tidak mencantumkan
masa berlaku, sertifikat good manufacturing
practice dinyatakan berlaku selama 5 (lima) tahun17
26
Gambar 1. Alur Prosedur Pendaftaran Badan Usaha
27
melampirkan bahan-bahan yang diperbolehkan sebagai bahan pewarna, pengawet,
tabir surya.18
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenai sanksi
administratif berupa: (1) peringatan tertulis; (2) larangan mengedarkan kosmetik
untuk sementara; (3) penarikan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan
keamanan, kemanfaatan, mutu dan penandaan dari peredaran; pemusnahan
kosmetik; (4) pemusnahan kosmetik; (5) pembatalan notifikasi; dan/atau (6)
penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau peredaran kosmetik.18
Tabel-tabel dibawah ini mencantumkan bahan-bahan yang diperbolehkan
sebagai bahan pewarna, pengawet, tabir surya serta bahan-bahan yang tidak
diperbolehkan dalam kosmetik.
Tabel 4. Daftar Bahan yang Dilarang dalam Kosmetika
No Nama Bahan NO CAS
28
CAS No tidak maka kegunaan
60372-77-2 dalam harus
bentuk dijelaskan pada
spray penandaan
produk.
4 Oxalic acid Sediaan 5% Hanya
(INCI), ester perawatan diaplikasikan
dan rambut oleh tenaga
garam alkali- Professional
nya
Aluminium
fluoride Sediaan 0,15% Mengandung
Persyaratan total
5. Aluminum hygiene dihitung aluminium
fluoride(2)
fluoride Mulut sebagai F(1) fluoride(3),(4)
(INCI)
Ammonium Sediaan 0,15% Mengandung
Persyaratan total
6. fluoride hygiene dihitung aluminium
fluoride(2)
(INCI) Mulut sebagai F(1) fluoride(3),(4)
(a) Sabun Untuk kegunaan
Ethyl-Ν α- (b) lain
dodecanoyl- Shampo selain sebagai
Larginate anti penghambat
hydrochloride ketombe 0,8% pertumbuhan
7. Ethyl Lauroyl (c) mikroorganisme,
Arginate HCl Deodoran, maka kegunaan
(INCI) tidak harus
CAS No dalam dijelaskan pada
60372-77-2 bentuk penandaan
spray produk.
8. Oxalic acid Sediaan 5% Hanya
(INCI), ester perawatan diaplikasikan
dan rambut oleh tenaga
garam alkali- Professional
nya
(1) Jika dicampur dengan senyawa fluorine lain yang diizinkan dalam lampiran ini,
total kadar F tidak boleh lebih dari 0,15%.
(2) Jumlah total fluoride dalam satu unit kemasan tidak lebih dari 300 mg.
Persyaratan ini tidak berlaku untuk sediaan pasta gigi yang merupakan program
pemerintah untuk perlindungan terhadap karies gigi (contoh : program perawatan
gigi di sekolah).
(3) Untuk pasta gigi yang mengandung 0,1-0,15% fluoride, kecuali sudah ada
penandaan kontraindikasi untuk anak-anak (misalnya: ‟Hanya digunakan untuk
dewasa‟), maka penandaan wajib mencantumkan: ” Anak-anak usia 6 tahun dan
dibawahnya : Gunakan seukuran biji jagung untuk penyikatan gigi yang diawasi
29
untuk memperkecil kemungkinan tertelan. Dalam hal asupan fluoride dari sumber
lainnya, konsultasikan dengan dokter gigi atau dokter”.
(4) Sediaan mouthwash yang mengandung fluoride, mencantumkan peringatan:
“Tidak digunakan untuk anak usia di bawah 6 tahun”
Keterangan :
Area Penggunaan
Kolom 1: Bahan pewarna yang diizinkan pada semua sediaan kosmetika.
Kolom 2: Bahan pewarna yang diizinkan pada semua sediaan kosmetika kecuali
kosmetika yang digunakan di sekitar mata, khususnya pada make up mata dan
pembersih make up mata.
Kolom 3: Bahan pewarna yang diizinkan khusus pada sediaan kosmetika selama
tujuan penggunaan kosmetika tersebut tidak kontak dengan membran mukosa.
Kolom 4: Bahan pewarna yang diizinkan khusus pada sediaan kosmetika yang
tujuan penggunaannya kontak dengan kulit dalam waktu singkat
30
Tabel 7. Daftar Bahan Pengawet yang Diperbolehkan dalam Kosmetika
Batasan dan Persyaratan
No Nama Bahan Kadar Maksimum Penandaan/Peringatan
Lain
0,007% (dihitung sebagai Hg). Jika Hanya untuk sediaan tata rias Mengandung thiomersal
dicampur dengan senyawa merkuri lain mata dan pembersih tata rias
Thiomersal (INN)
1 yang diizinkan dalam peraturan ini, mata
Thimerosal (INCI)
maka kadar maksimum Hg tetap
0,007%
Butyl 4-hydroxybenzoate dan Tidak boleh digunakan pada Untuk kosmetika non
garamnya kosmetika non bilas yang bilas yang diperuntukkan
Propyl 4-hydroxybenzoate dan diaplikasikan pada area yang bagi
garamnya tertutup oleh popok (nappy anak-anak di bawah usia 3
Isopropyl 4-hydroxybenzoate dan area ) tahun: “Jangan
garamnya bagi anak-anak di bawah usia 3 digunakan pada area yang
Isobutyl 4-hydroxybenzoate dan tahun. tertutup oleh popok
garamnya 0,14 % (sebagai asam) untuk total kadar (nappy area ) anak-anak”’
Benzyl 4-hydroxybenzoate dan ester 0,8 % (sebagai asam) untuk
garamnya campuran bahan no 2 ini dengan bahan
2 Butylparaben (INCI) yang disebutkan pada 36 di Lampiran
Propylparaben (INCI) PerKa BPOM No 18 Tahun 2015,
Isopropylparaben (INCI) dimana total kadar bahan no 2 ini tidak
Isobutylparaben (INCI) melebihi 0,14 %
Benzylparaben (INCI)
Sodium propylparaben (INCI)
Sodium butylparaben (INCI)
Potassium butylparaben (INCI)
Potassium propylparaben (INCI)
Sodium isopropylparaben (INCI)
Sodium isobutylparaben (INCI)
Ethyl-Ν-α-dodecanoyl-L-arginate Tidak digunakan untuk sediaan
3 hydrochloride (+)(6) 0,4% bibir, sediaan higiene mulut
Ethyl lauroyl arginate HCl (INCI) dan
31
CAS No 60372-77-2 sediaan spray
4 Phenylmercuric dalam bentuk 0,007% (dihitung sebagai Hg). Jika Hanya untuk sediaan tata rias Mengandung senyawa
garam dicampur dengan senyawa merkuri lain mata dan pembersih tata rias phenylmercury
(termasuk borates) yang diizinkan dalam peraturan ini, mata
Phenyl Mercuric Acetate (INCI) maka konsentrasi maksimum Hg tetap
Phenyl Mercuric Benzoate (INCI) 0,007%
Phenyl Mercuric Borate (INCI)
Phenyl Mercuric Bromide (INCI)
Phenyl Mercuric Chloride (INCI)
32
2.5 Pengawasan Pemasukan Kosmetik
Berdasarkan pertimbangan bahwa bahwa masyarakat perlu dilindungi dari
peredaran kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan
mutu maka kosmetik yang akan dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk
diedarkan harus memiliki izin edar berupa notifikasi. Peredaran kosmetik diatur
dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK.03.1.23.04.11.03724 Tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan
Kosmetik. Pemasukan kosmetik adalah importasi kosmetik melalui angkutan darat,
laut, dan/atau udara ke dalam wilayah Indonesia. Notifikasi terhadap peredaran
kosmetik diberikan berdasarkan persetujuan dari Kepala Badan untuk dapat
diedarkan di wilayah Indonesia. Persetujuan tersebut berupa Surat Keterangan
Impor (SKI).17
Menurut pasal 3 butir 2 Bab 2 tentang Pemasukan Kosmetik hanya dapat
dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia oleh importir kosmetik yang memiliki
Angka Pengenal Impor (API) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan kecuali kosmetik yang digunakan untuk penelitian dan sampel kosmetik
untuk pameran dalam jumlah terbatas serta tidak diperjualbelikan.17
Selain kosmetik impor, pengaturan tentang kosmetik produksi dalam negeri
juga diatur dalam peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.11.03724
Tahun 2011 ini. Produk rumahan yang akan diproses lebih lanjut menjadi kosmetik
produksi dalam negeri dapat diberikan Surat Keterangan Impor (SKI). Kosmetik
produksi dalam negeri tersebut harus telah dinotifikasi.17
SKI diberikan atas dasar permohonan yang diajukan secara tertulis kepada Kepala
Badan oleh Pemegang Notifikasi Kosmetik atau kuasanya dengan melampiri
dokumen sebagai berikut :17
a. Sertifikat analisis kosmetik
b. Invoice
c. Bill of Lading (B/L) atau Air Ways Bill (AWB)
d. Fotokopi NPWP pemohon
e. Fotokopi API pemohon.
33
izin produksi, yang memasukkan kosmetik ke dalam wilayah Indonesia tanpa
persetujuan pemasukan dapat dikenai tindakan administratif. Tindakan
administratif tersebut antara lain:
a. Peringatan tertulis
b. Larangan mengedarkan kosmetik
c. Penarikan kosmetik dari peredaran
d. Pemusnahan kosmetik
e. Penghentian sementara produksi, pemasukan, dan/atauperedarankosmetik.
34
mencantumkan merek dan/atau nama kosmetika serta tanggal masa
berlaku perjanjian, untuk usaha perorangan/badan usaha yang
melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetika di luar
wilayah Indonesia;
b. Certificate of free sale untuk kosmetika impor yang berasal dari
negara di luar ASEAN yang dikeluarkan pejabat berwenang di
negara asal yang dilegalisir oleh Kedutaan Besar/Konsulat Jenderal
Republik Indonesia setempat, dikecualikan untuk Kosmetika
Kontrak yang diproduksi di luar wilayah Indonesia;
c. Sertifikat good manufacturing practice atau surat pernyataan
penerapan goodmanufacturing practiceuntuk industri yang berlokasi
di negara ASEAN.
Sertifikat good manufacturing practice untuk industri kosmetika
yang berlokasi di luar negara ASEAN dan industri kosmetika di luar
wilayah Indonesia yang menerima kontrak produksi dengan
ketentuan sebagai berikut:
Diterbitkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang atau
lembaga yang diakui di negara asal
Dilegalisir oleh Kedutaan Besar/Konsulat Jenderal Republik
Indonesia setempat
Mencantumkan masa berlaku.
Pengajuan Notifikasi
Pengajuan notifikasi produk dari BPOM dibagi menjadi 3 jenis produk,
yaitu produk lokal, produk impor, dan produk dalam negeri kontrak. Setiap jenis
produk memerlukan dokumen yang berbeda sebagai persyaratan. Dokumen
administrasi yang diperlukan untuk produk lokal antara lain :
1. NPWP
2. Surat Izin Produksi Kosmetika, sesuai dengan jenis sediaan produk yang
didaftarkan
35
3. Sertifikat Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) atau surat pernyataan
penerapan CPKB dan atau sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
dengan surat keterangan penggunaan fasilitas bersama, sesuai dengan jenis
sediaan produk yang dinotifikasikan
4. Surat Perjanjian Kerjasama antara pemohon notifikasi dengan perusahaan
pemberi lisensi (Produk Lisensi)
Sedangkan dokumen administrasi yang diperlukan untuk produk impor antara
lain :
a. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
b. Angka Pengenal Importir (API) yang masih berlaku,
c. Surat Penunjukan Keagenan (SPK) yang masih berlaku dari industri di
negara asal,
d. Sertifikat atau surat keterangan yang menyatakan pabrik kosmetika di
negara asal telah menerapkan CPKB sesuai dengan bentuk sediaan yang
akan dinotifikasi dari pejabat pemerintah yang berwenang atau lembaga
yang diakui di negara asal dan dilegalisir oleh Kedutaan Besar/Konsulat
Jenderal Republik Indonesia setempat untuk pabrik yang berlokasi di luar
Associaton of South East Asian (ASEAN),
e. Sertifikat CPKB atau surat pernyataan penerapan CPKB sesuai dengan
bentuk sediaan yang akan dinotifikasi untuk pabrik yang berlokasi di
ASEAN
f. Certificate of Free Sale (CFS) dikeluarkan pejabat berwenang di negara asal
(khusus impor dari luar negara ASEAN) dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang atau lembaga yang diakui di negara asal dan dilegalisir oleh
Kedutaan Besar/Konsulat Jendral Republik Indonesia setempat.18
36
4. Surat Izin Produksi kosmetika untuk industri penerima kontrak
5. Sertifikat Cara Pembuatan kosmetika yang Baik (CPKB) dan atau sertifikat Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dengan surat keterangan penggunaan
fasilitas bersama, sesuai dengan jenis sediaan produk yang didaftarkan, untuk
industri penerima kontrak
Tata cara pengajuan notifikasi kosmetik telah diatur dalam Peraturan Kepala
Badan POM No. HK.03.1.23.12.10.11983 yang disertai dengan perubahan pada
PerKBPOM No 34 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kriteria dan Tata Cara
Pengajuan Notifikasi Kosmetika. Tahapan pengajuannya adalah23:
Notifikasi berlaku dalam jangka waktu tiga tahun. Setelah jangka waktu
berakhir, pemohon harus memperbaharui notifikasi. Untuk memperpanjang
notifikasi mengikuti tata cara pengajuan notifikasi baru. Biaya Notifikasi ditetapkan
berdasarkan PP RI No. 48 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang berlaku pada BPOM.
37
Berikut adalah diagram alur pengajuan untuk mendapatkan notifikasi kosmetik.
2.6 Peran Dokter Dalam Kasus Peredaran Kosmetik Tidak Sesuai Standar
Peran dokter dalam kasus peredaran kosmetik tidak sesuai standar yang
sering terjadi di Indonesia adalah dengan cara promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif sebagaimana tercantum dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI) pada pasal 8 yang berbunyi “Dalam melakukan pekerjaannya seorang
dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua
aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif), baik fisik maupun psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya”.24
Dokter adalah tenaga profesi yang mempunyai kemampuan untuk
menggerakkan potensi yang ada bagi terwujudnya tujuan kesehatan individu, tetapi
juga berperan dalam intervensi terhadap berbagai faktor yang berpengaruh terhadap
derajat kesehatan sebagaimana telah disebutkan terdahulu. Pelayanan yang
diberikan hendaknya bersifat menyeluruh, mencakup aspek promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif.24
38
Dalam aspek promotif, seorang dokter dapat bertindak sebagai penggerak
upaya masyarakat yang mendukung terwujudnya derajat kesehatan masyarakat
yang optimal, seperti peningkatan gizi masyarakat, penyehatan lingkungan hidup,
upaya peningkatan pendapatan keluarga dan sebagainya. Untuk itu kegiatan
penyuluhan yang mencakup unsur-unsur informasi komunikasi dan edukasi
merupakan cara pendekatan yang dapat digunakan, khususnya dalam proses
pemecahan masalah kesehatan masyarakat yang melibatkan secara aktif
masyarakat. Dalam kasus peredaran kosmetik tidak sesuai standar, dokter berperan
untuk memberikan edukasi terhadap pasien maupun masyarakat untuk lebih cermat
dalam memilih kosmetik yang beredar, harus memperhatikan legalitas produk
tersebut yang diberikan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).24
Dalam aspek preventif, seorang dokter dapat berperan di lembaga yang dapat
mencegah beredarnya produk kosmetik ilegal seperti Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) dengan tugasnya untuk mengawasi dan menyeleksi produk yang
baik untuk kesehatan dan tidak membahayakan masyarakat. Dalam aspek kuratif
dokter dapat berperan dalam pengobatan jika terjadi iritasi atau efek samping
lainnya dari penggunaan kosmetik yang ilegal tersebut.24
Dalam bidang preventif, kuratif dan rehabilitatif, setiap dokter harus selalu
berusaha menyegarkan pengetahuan tentang perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan dan kedokteran serta penerapannya yang responsif terhadap kebutuhan
masyarakat maupun sesuai kebijaksanaan yang berlaku.24
Dokter merupakan tenaga ahli yang dapat membantu masyarakat melalui
pemberian pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat pada tingkat kontak
profesional pertama sampai pada tingkat rujukannya lebih lanjut.
39
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
1. Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada
bagian luar tubuh manusia atau gigi dan membran mukosa mulut terutama
untuk membersihkan, membuat aroma, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi
baik.
2. Proses perizinan kosmetik melalui pengisian form pendaftaran oleh BPOM,
verifikasi data oleh operator dan harus memenuhi syarat notifikasi sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/
MENKES/PER/ VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetik.
3. UU No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 366 KUHP Tentang
Pemalsuan Obat dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1176/ MENKES/PER/ VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetik.
4. Jika ada pelanggaran maka akan dihukum sesuai UU No. 8 tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, UU No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 366
KUHP Tentang Pemalsuan Obat dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1176/ MENKES/PER/ VIII/2010 tentang Notifikasi
Kosmetik.
5. Bahan yang tidak sesuai standar BPOM seperti merkuri, anthimony, bisphenol
A, chromium, arsen, parabens dapat menyebabkan dermatitis, mual, muntah,
nekrosis ginjal, gannguan system saraf pusat, kanker, hingga meninggal.
6. Dokter berperan dalam langkah promotif, preventif, dan kuratif.
3.2 Saran
1. Edukasi ke masyarakat tentang kosmetik yang aman dan terstandar sesuai
BPOM.
2. Edukasi ke masyarakat mengenai bahaya menggunakan kosmetik palsu dan
berhati-hati dalam membeli produk kosmetik.
40
DAFTAR PUSTAKA
41
12. Peretz J, Vrooman L, Ricke AW, Hunt PA, Ehrlich S, Hauser R, et al.
Bisphenol A and reproductive health: Updated of experimental and human
evidence, 2007-2013. Environ Health Perspect. 2014;122:775-86.
13. Sipahutar H, Gaol A, Silalahi A. Akselearsi pencapaian pubertas mencit
setelah pendedahan xenoestrogen Bisphenol A (BPA) selama dua generasi
berturut-turut. J Sains MIPA. 2007;89(2):95-105.
14. Maithili, Agarwal, Singh Anuradha dan Mathur N. 2014. Toxic Effect of
Cosmetics On The Users : A Review. India : Journal of Environmental
Research and.
15. U.S. Department of Health and Human Services Agency for Toxic
Substances and Disease Registry. 2011. Chromium Toxicity. US : CSEM
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1176/MENKES/PER/VIII/2010 Tahun 2010 Tentang Notifikasi
Kosmetika.
17. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 26 Tahun
2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik
Sektor Obat dan Makanan.
18. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2015 tentang pengawasan pemasukan kosmetik.
19. Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
20. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
21. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Republik Indonesia (KUHP RI)
Pasal 386.
22. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun
2013 Tentang Perubahan Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi
Kosmetika.
23.Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun
2013 Tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1. 23.12.10.11983 Tahun 2010
tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika.
24.Kode Etik Kedokteran Indonesia. 2012. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia.
42