Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 12 MODUL 1
OBAT BAHAN ALAM

Disusun oleh : Kelompok 3

AURA AGUSTIN SARWANI (1810015013)


DIVA OKTAVIANI ZAHARA (1910016003)
MUHAMMAD DARDI (1910016008)
AULIA AISYAH SUDRAJAT (1910016013)
FAUZIYYAH ALI (1910016018)
NAILA CANTIKA SALSABILA (1910016019)
RIFQI ARIEF KURNIAWAN (1910016024)
ALIFIA BILQIS HUSNUNHAIFA (1910016030)
KHAIRUL AKBAR (1910016035)
ASMA’ THUFAILAH ZAHRAH (1910016040)

Tutor :
Dr. Krispinus Duma, S. KM., M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan yang
berjudul “ Obat Bahan Alam” pada Blok 12 tepat pada waktunya. Laporan ini
kami susun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil
(DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga terselesaikannya laporan ini, antara lain :
1. Dr. Krispinus Duma, S. KM., M. Kes selaku tutor kelompok 3 yang telah
membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK).
2. Teman-teman kelompok 3 yang telah menyumbangkan pemikiran dan
tenaganya, sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan
dengan baik serta dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok
kecil (DKK).
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
angkatan 2019 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu
per satu.
Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyusun laporan ini
sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi
kelompok kecil (DKK) ini.

Samarinda, 29 April 2021

Kelompok 3

Page | i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2. Tujuan........................................................................................................1

1.3. Manfaat......................................................................................................2

BAB II ISI................................................................................................................3

2.1. Skenario.....................................................................................................3

2.2. Identifikasi Istilah......................................................................................3

2.3. Identifikasi Masalah.................................................................................. 4

2.4. Analisis Masalah....................................................................................... 4

2.5. Strukturisasi Konsep..................................................................................5

2.6. Learing Objective...................................................................................... 5

2.7. Belajar Mandiri..........................................................................................6

2.8. Sintesis.......................................................................................................6

BAB III PENUTUP............................................................................................... 19

3.1. Kesimpulan..............................................................................................19

3.2. Saran........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 20

Page | ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Budaya memelihara kesehatan dan pengobatan dengan jamu atau dengan tanaman
obat sudah merupakan warisan leluhur di Indonesia. Ditambah dengan fakta bahwa
negara ini memiliki kondisi geografis yang beragam menghasilkan berbagai tanaman
obat yang bermacam-macam baik jenis dan khasiatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Obat bahan alam merupakan salah satu alternative yang paling sering
digunakan oleh masyarakat untuk mengobati penyakit. Bahkan tidak sdedikit yang
lebih mempercayai pengobatan tradisional dibanding pengobatan modern di rumah
sakit. Namun, yang berasal dari alam belum tentu semuanya baik, karena beberapa
dari mereka juga mampu menghasilkan racun yang dapat membahayakan tubuh.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian dan pengujian yang terstandar dalam
menetukan sebuah bahan alam dapat dijadikan sebagai sebuah obat. Selain itu,
diperlukan juga suatu pengawas yang bertugas memeriksa dan memberikan informasi
yang benar terkait berbagai produk obat tradisional di Indonesia. Sampai saat ini,
tidak banyak produk obat bahan alam yang telah terdaftar dan terstandardisasi
produksinya, bahkan beberapa produk masih tidak meiliki izin ataupun terjadi
ketidaksesuaian antara syarat perizinan rpduksi yang diperoleh dengan kejadian
lapangan.

1.2.Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan Jamu saintifik pada kasus Hiperurisemia
2. Mahasiswa mampu menjelaskan syarat dan standar pembuatan obat
tradisional
3. Mahasiswa mampu menjelaskan cara memeriksa keamanan dan informasi
produk obat tradisional

1.3. Manfaat
Manfaat dari modul ini adalah mahasiswa bisa mengetahui berbagai jamu
saintifik yang digunakan untuk mengatasi hiperurisemia, bagaimana standar san

Page | 1
syarat pembuatan obat tradisional, serta cara memeriksa keamanan dan informasi
produk obat tradisional

Page | 2
BAB II

ISI

2.1. Skenario
Cerdas Memilih Obat Tradisional
Pada suatu acara reuni kecil teman SMA terjadi pembicaraan antara Ayu
mahasiswa kedokteran Universitas Mulawarman dengan teman SMA bernama Dara.
Dara: Ayu, ibu saya menderita asam urat darah nilainya selalu tinggi bosan konsumsI
allopurinol terus menerus dan sering kambuh, minggu lalu berhenti minum obat
dan kemarin kambuh lagi habis makan banyak seafood pas acara keluarga,
direkomendasikan temannya minum herbal Merek Jempol sambil memberikan
brosur yang dibawa kepada Ayu, banyak testimoni puluhan orang asam urat
sembuh tapi ragu masa asam urat bisa sembuh hanya konsumsi herbal.
Komposisi tiap herbal ada uji toksisitas dan praklinik mengurangi nyeri dan
komposisi ramuan telah digunakan sebagai ramuan saintifikasi jamu
menurunkan asam urat dan ada uji klinik secara testimoni, pendapat Ayu
bagaimana?
Ayu: Setelah mencermati brosur yang ada kemasan produk, saya meragukan produk
ini, tidak mudah mendapatkan logo fitofarmaka yang lolos uji klinis, kita harus
cerdas memilih obat tradisional, nanti saya coba telusuri, sekarang mudah
pengecekan di BPOM dan mencari sumber informasi ada dimana saja, saya
pinjam brosurnya untuk dipelajari lebih lanjut.

2.2.Identifikasi Istilah
1. Allopurinol = salah satu obat untuk kelebihan asam urat (obat oral), menghambat
xantin oksidase, digunakan untuk obat jangka panjang (kasus kronis)

Page | 3
2.saintifikasi jamu = pembuktian ilmiah utk mengetahui obat tradisional. bisa
digunakan atau tidak dengan riset lab, (evidence based) berbasis pelayanan kesehatan
untuk menjamin keamanan
3. fitofarmaka = obat tradisional yang proses pembuatan telah terstandarkan dan
memenuhi kriteria, fito (tanaman) & farmaka (obat) telah terbukti keamanannya
dengan berbagai uji preklinik dan klinik

2.3.Identifikasi Masalah
1. Apakah dengan mengonsumsi seafood akan memperparah keluhannya (asam
urat)?
2. Bagaimana mekanisme kerja allopurinol dalam menyembuhkan asam urat?
3. Apakah asam urat bisa sembuh dengan mengonsumsi obat2an herbal?
4. Bagaimana cara memeriksa suatu obat sudah sesuai dengan BPOM atau tidak?
5. Apa saja uji preklinik yang harus dilakukan dalam pembuatan obat tadisional dan
apa yang dimaksud dengan uji toksisitas?
6. Kriteria apa saja yang harus diperhatikan dalam memilih obat tradisional?

2.4.Analisis Masalah
1. Asam urat merupakan hasil metabolisme purin yg banyak ditemukan pada
seafood ditambah dengan menghentikan konsumsi obat, menyebabkan asam urat
kambuh.
2. Farmakodinamik: identifikasi xantin oksidase. Metabolik allopurinol: mengalami
metabolisme di hepar. Oxipurinol akan menghambat katabolisme purin dgn
menginhibisi enzim xantin oksidase.
3. Bergantung terhadap spesifikasi obat dan jawabannya adalah tidak krn obat-
obatan herbal hanya dapat mengurangi gejala dari asam urat tersebut. Obat herbal
tidak disarankan pada obat terapi akut.
4. Terdapat beberapa verifikasi yaitu: Merk, ilustrasi, tulisan khasiat, nomor
registrasi BPOM, logo jamu dan herbal, identitas produsen, kompisisi, peringatan,
netto, cara penyimpanan, dosis, nomor produksi dan logo halal, cara penggunaan,
indikasi dan kontraindikasi. Obat tradisional BPOM dapat dicek di website
BPOM dengan memasukkan nomor registrasi yang tertera pada produk
5. Uji toksisitas dibagi menjadi
a. Uji toksisitas umum

Page | 4
 Uji toksisitas akut yang dilakukan selama 24 jam
 Uji toksisitas subkronis yang dilakukan selama 26 minggu
 Uji toksisitas kronik yang dilakukan selama 1 tahun
b. Uji toksisitas khusus
 Uji teratogenik atau kelainan pada janin
 Uji mutagenik atau uji yang dilakukan dengan mengubah informasi
DNA
 Uji karsinogenik
6. Melihat kemasan produk layak atau tidak termasuk nomor registrasi. Terdapat
indikasi atau kontraindikasi

2.5.Strukturisasi Konsep

2.6.Learning Objective
1. Mahasiswa mampu menjelaskan Jamu saintifik pada kasus Hiperurisemia
2. Mahasiswa mampu menjelaskan syarat dan standar pembuatan obat tradisional
3. Mahasiswa mampu menjelaskan cara memeriksa keamanan dan informasi
produk obat tradisional

Page | 5
2.7. Belajar Mandiri
Dalam tahap belajar mandiri ini, setiap individu kelompok melakukan kegiatan
belajar baik mandiri maupun kelompok dengan mempelajari semua hal yang berkaitan
dengan learning objectives dari berbagai sumber referensi yang bisa di dapat.

2.8. Sintesis
Learning Objective 1: Sientifikasi jamu Hiperuremia
Jamu adalah obat tradisional Indonesia. Saintifkasi Jamu adalah pembuktian
ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Ruang lingkup
saintifikasi jamu diutamakan untuk upaya preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif.
Saintifikasi jamu dalam rangka upaya kuratif hanya dapat dilakukan atas permintaan
tertulis pasien sebagai komplementeralternatif setelah pasien memperoleh penjelasan
yang cukup.
Tujuan pengaturan saintifikasi jamu adalah:
a. Memberikan landasan ilmiah (evidence based ) penggunaan jamu secara
empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
b. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan
lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif, rehabilitatif
dan paliatif melalui penggunaan jamu.
c. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan
penggunaan jamu.
d. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji
secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri
maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
Saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya dapat
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan izin atau sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Fasilitas pelayanan
kesehatan yang dapat digunakan untuk saintifikasi jamu dapat diselenggarakan oleh
Pemerintah atau Swasta, meliputi :
a. Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan.
b. Klinik Jamu.

Page | 6
c. Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T).
d. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM)/Loka Kesehatan Tradisional
Masyarakat (LKTM).
e. Rumah Sakit yang ditetapkan.

Perkembangan yang lambat dalam memperoleh produk fitofarmaka,


mendorong pemerintah menerbitkan Permenkes 003 tahun 2010 tentang penelitian
berbasis pelayanan kesehatan. Program ini dikenal dengan "Saintifikasi Jamu" yang
merupakan terobosan untuk mengangkat jamu menjadi produk berbukti ilmiah dan
diharapkan dapat digunakan dalam fasyankes.
Dengan Saintifikasi Jamu, ramuan empiris dapat dipercaya oleh tenaga
kesehatan, sehingga dapat memberikan manfaat berbukti ilmiah. Biaya yang
dibutuhkan tidak besar, karena menggunakan pendekatan : "reverse pharmacology";
ramuan yang sudah turun menurun aman digunakan, langsung dapat dilakukan uji
klinik fase 2. Inilah suatu upaya memajukan jamu, dengan suatu lompatan ilmiah, dan
menjadi model yang dapat digunakan untuk mempercepat perolehan sediaan
fitofarmaka, sehingga jamu mempunyai kedudukan yang sama dengan fitofarmaka.
Dalam mengawal program Saintifikasi Jamu, dibentuk Komisi Saintifikasi Jamu
Nasional oleh Menteri Kesehatan.

Uji Klinik
Uji Klinik adalah salah satu jenis penelitian eksperimen, terencana yang
mengikut sertakan subjek manusia dimana peneliti memberikan perlakuan atau
intervensi pada subjek penelitian. Kemudian efek dari penelitian tersebut diukur dan
di analisis. Pada dasarnya Uji Klinik memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran
efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu intervensi.
Intervensi dapat berupa obat, vaksin, obat tradisional, alat kesehatan dan lainnya yang
dinamakan sebagai produk uji.

Tanaman penyusun ramuan jamu saintifik hiperurisemia terdiri atas kepel,


secang, tempuyung, dan ditambah dengan temulawak, kunyit, meniran.

a. Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. F. & Th.)

Page | 7
Daun kepel dimanfaatkan secara empiris untuk mengatasi asam urat dan
menurunkan kadar kolesterol. Buahnya mempunyai kandungan vitamin C yang tinggi
sehingga berkhasiat sebagai antioksidan dan daunnya sekarang dipercaya untuk
mengatasi penyakit diabet. Kandungan kimia kepel antara lain flavonoid, tanin dan
steroid.

Penelitian telah dilakukan untuk melihat seberapa besar potensi ekstrak daun
kepel dalam menurunkan kadar asam urat (ekstrak etanol dan heksan) dibanding obat
asam urat alopurinol menggunakan hewan coba yang dikondisikan menjadi
hiperurisemia dengan pemberian jus hati ayam, melinjo, dan urea. Hasil yang
diperoleh menunjukkan secara in vivo baik ekstrak etanol kepel maupun ekstrak
heksan memiliki potensi sebagai penurun kadar asam urat darah tikus. Efek ekstrak
etanol maupun heksan terhadap kadar asam urat darah setara dengan alopurinol.

Penelitian lain telah membuktikan pemberian ekstrak etanol daun kepel dosis
100–200 mg/kg bb per oral terhadap yang dikondisikan menjadi hiperurisemia dapat
menurunkan kadar asam urat dalam darah 60–78%, sedangkan ekstrak heksan 100–
200 mg/kg bb secara oral dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah 78–88%.

Penelitian lain mengenai penggunaan daun kepel pada pengobatan asam urat
telah dilakukan oleh Sutomo (2008), menggunakan hewan uji ayam jantan Broiller.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa fraksi larut petroleum eter dari daun
kepel dapat mempengaruhi penurunan kadar asam urat darah ayam yang telah dibuat
hiperurisemia dengan pemberian 100% jus hati ayam mentah 5 mL/kg bb dua kali
sehari selama 14 hari. Dosis efektif pemberian fraksi larut petroleum eter terhadap
penurunan kadar ayam jantan broiler hiperurisemia adalah 100 mg/kg bb.

Kandungan kimia yang diduga beraktivitas menurunkan kadar asam urat pada
daun kepel adalah flavonoid. Aktivitas hipourisemia diperoleh melalui penghambatan
enzim xantin oksidase, yaitu enzim yang berperan sebagai katalisator dalam proses
oksidasi hipoxantin menjadi xantin dan kemudian menjadi asam urat. Flavonoid juga
bersifat sebagai antioksidan penangkap radikal superoksida.

b. Secang (Caesalpinia sappan L.)

Page | 8
Kayu secang secara empiris digunakan untuk nyeri sendi, diare, dan radang
mata. Kayu secang mengandung fenolik, flavonoid, tanin, polifenol, kardenolin,
antrakinon, sappan chalcone, caesalpin, resin, resorsin, brazilin, d-alfa phallandren,
oscimenen, dan minyak atsiri. Brazilin adalah golongan senyawa yang memberi warna
merah pada secang.

Ekstrak etanol 70% kayu secang dilaporkan dapat menurunkan kadar asam
urat pada tikus hiperurisemia. Senyawa aktif kayu secang diduga dapat menghambat
pembentukan asam urat yang berlebih di dalam tubuh. Pemberian ekstrak etanol 90%
dosis 2000 mg/kg bb, secara per oral pada mencit, tidak memperlihatkan efek toksik.
Mekanisme hipourisemia kayu secang adalah melalui penghambatan aktivitas enzim
xantin oksidase, walaupun tidak lebih tinggi dari alopurinol. Kandungan kimia yang
bertanggungjawab sebagai agen hipourisemia pada kayu secang belum diketahui.

Kayu secang juga berfungsi sebagai analgetik yang merupakan gejala dari
hiperurisemia. Penelitian efek analgetik infusa kulit kayu secang pada mencit putih
dosis 225 mg/10 g bb menunjukkan efek yang tidak berbeda dengan asetosal 0,25
mg/10 g bb dalam menekan rasa sakit akibat pemberian asam asetat.

c. Tempuyung (Sonchus arvensis L.)

Tempuyung dimanfaatkan untuk peluruh air kemih, melarutkan batu saluran


kemih, menurunkan tekanan darah tinggi, peluruh batu empedu, wasir, asam urat,
radang usus buntu, luka bakar, dan memar. Tempuyung mengandung senyawa
flavonoid berupa luteolin-7-0 glukosida dan apigenin 7-0 glukosida dan senyawa
kumarin berupa skopoletin. Senyawa lain yang terdapat di dalam tempuyung adalah
taraksasterol, laktuserol, kalium, silika, dan kalsium.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa infusa daun tempuyung 0,5% dosis 1-8
mL/kg bb, per oral diberikan pada kelinci jantan dengan pembanding air,
menunjukkan adanya efek diuretik. Infusa daun tempuyung diketahui dapat
melarutkan kolesterol, kristal kalsium oksalat dan asam urat batu ginjal in vitro. Daun
tempuyung memiliki efek diuretika sehingga dapat bersifat urikosurik melalui
eliminasi asam urat dalam kandung kemih.

Page | 9
d. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Temulawak secara empiris digunakan pada penderita berbagai gangguan perut,


gangguan hati (penyakit kuning), batu empedu dan meningkatkan sekresi empedu.
Rebusan rimpang digunakan pada penderita demam dan konstipasi, memperlancar air
susu ibu, mencegah radang rahim pasca melahirkan. Penggunaan lain pada penderita
diare berdarah, desentri, inflamasi dubur, wasir, sakit perut karena flu, luka infeksi,
jerawat, eksema, cacar dan mual.

Rimpang temulawak mengandung fenol, flavonoid, tanin, saponin, terpenoid,


sterol, protein, dan karbohidrat. Minyak atsiri dari rimpang temulawak, antara lain:
xanthorrhizol sebagai komponen utama diikuti oleh camphene, Kurkumin, α pinene, α
thujene, β pinene, linalool kemudian zingiberene.

Infusa temulawak dapat menghambat volume radang pada dosis 480 mg/100
mg bb pada telapak kaki tikus yang diinduksi 0,2 ml/ekor suspensi 1% karagen dalam
NaCl fisiologis. Mekanisme kurkumin sebagai antiinflamasi yaitu menghambat
pembentukan prostaglandin.

Temulawak juga menunjukkan aktivitas analgesik yang jika dibandingkan


dengan aspirin melalui metode hot plate dan tail flick tidak menunjukkan hasil yang
signifikan, sedangkan metode induksi formalin menunjukkan hasil yang signifikan.

e. Kunyit (Curcuma domestica Val.)

Rimpang kunyit mengandung kurkumin, dihidrokurkumin,


desmetoksikurkumin, dan bisdes-metoksikurkumin. Kandungan lain adalah minyak
atsiri yang terdiri dari seskuiterpen dan turunan fenilpropana turmeron, kurlon
kurkumol, atlanton, bisabolen, seskuifellandren, zingiberin, aril kurkumen, humulen.
Rimpang kunyit juga mengandung arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin dan
dammar. Mineral yang terkandung dalam rimpang yaitu magnesium besi, mangan,
kalsium, natrium, kalium, timbal, seng, kobalt, aluminium dan bismuth.

Pemberian secara intraperitonial kurkumin dan natrium


kurkuminatmenunjukan aktivitas antiinflamasi yang kuat pada tes pembengkakan akut
tikusyang diinduksi dengan karagen. Aktivitas antiinflamasi kurkumin terjadi

Page | 10
karenakemampuannya mengikat radikal bebas oksigen yang dapat menyebabkan
prosesperadangan.

f. Meniran (Phyllanthus niruri L.)

Herba meniran secara empirik digunakan untuk pengobatan gangguan ginjal,


sariawan, malaria, tekanan darah tinggi, peluruh air seni, nyeri ginjal, kencing batu,
dan gangguan empedu serta bersifat antidiare dan antipiretik.

Herba meniran mengandung karbohidrat, protein, alkaloids and flavonoids.


Komponen utama yang bertanggung jawab dalam aktivitas meniran antara lain,
filantin, hipofilantin, dan triacontanal. Meniran pada ramuan ini berfungsi untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.

Hasil uji praklinik menunjukkan bahwa ekstrak meniran dapat memodulasi


sistem imun lewat proliferasi dan aktivasi limfosit T dan B, sekresi beberapa sitokin
spesifik seperti interferon-γ, tumor necrosis factor α dan beberapa interleukin.

Uji klinis meniran menunjukkan aktivitas sebagai imunomodulator, berperan


membuat sistem kekebalan tubuh lebih aktif menjalankan tugasnya sekaligus
meningkatkan sistem imun tubuh, sehingga meningkatkan kekebalan atau daya tahan
tubuh terhadap serangan virus, bakteri, atau mikroba.

Learning Objective 2: Syarat dan standar pembuatan obat tradisional

1. Persyaratan
Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat
pembuktian khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi:
a. Jamu
b. Obat Herbal Terstandar
c. Fitofarmaka

a. Jamu
Jamu harus memenuhi beberapa kriteria berikut:
- Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
- Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris

Page | 11
- Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

b. Obat Herbal Terstandar


Kriteria obat herbal terstandar yang harus dipenuhi ialah:
- Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
- Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik
- Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

c. Fitofarmaka
Fitofarmaka harus memenuhi kriteria:
- Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
- Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik
- Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan
dalam produk jadi
- Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

Persyaratan keamanan dan mutu produk jadi dapat berupa parameter uji.
Parameter uji tersebut meliputi:
a. Organoleptik,
b. Kadar air,
c. Cemaran mikroba,
d. Aflaktoksin total,
e. Cemaran logam berat,
f. Keseragaman bobot,
g. Waktu hancur,
h. Volume terpindahkan,
i. Penentuan kadar alkohol dan/atau
j. pH
Pada produk jadi tertentu, selain harus memenuhi parameter uji, persyaratan
keamanan dan mutu produk jadi harus memenuhi uji kualitatif dan kuantitatif. Uji
kualitatik dan kuantitif tersebut meliputi:
a. Bahan baku obat herbal terstandar
b. Bahan aktif pada bahan baku dan produk jadi fitofarmaka
Page | 12
c. Residu pelarut produk dengan pelarut ekstraksi selain etanol dan/atau air
yang ditetapkan oengunaannya berdasarkan persetujuan registrasi
d. Produk lain yang berdasarkan kajian membutuhkan uji kualitatif dan/atau
kuantitatif.
Pemenuhan persyaratan keamanan dan mutu dibuktikan melalui pengujian di
laboratorium yang terakreditasi dan/atau laboratorium internal industri atau usaha
obat tradisional yang telah diakui BPOM.

2. Uji Klinik
Uji klinik terdiri atas dua tahap, yaitu:
a. Uji Klinik Prapemasaran
b. Uji Klinik Pascapemasaran

Page | 13
Page | 14
Untuk mendapat izin edar obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan/khasiat

Page | 15
b. Dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang mampu menjamin
pengunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat,
rasional dan aman sesuai hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran

Learning Objective 3: Cara memeriksa keamanan dan informasi produk obat


tradisional

Merk Sebuah produk obat tradisional harus memiliki merk / penamaan. Merk
dengan menggunakan salah satu nama bahan baku produk (contoh : ceremai) tetap
bisa didaftarkan ke BPOM. Namun akan menjadi masalah ketika merk tersebut akan
dipatenkan ke Dirjen Haki. Karena pematenan produk tidak boleh menggunakan suatu
nama generik (harus nama baru).
Saran : desainlah nama merk secara menonjol untuk menarik perhatian. pemilihan
jenis font, warna dan penempatan merk sangat berpengaruh pada tingkat atraktif
produk tersebut.
Ilustrasi
Gunakanlah ilustrasi sebagai pemanis. Umunya BPOM mentolerir penggunaan
ilustrasi seperti gambar tumbuhan dan simbol-simbol yang tidak dilarang (tetap
berkaitan dengan khasiat produk). Namun, BPOM tidak mentolerir ilustrasi dengan
menggunakan gambar-gambar seperti :
Bagian tubuh manusia
gambar virus / bakteri
Khasiat (preview – optional dari produsen)
Untuk mempermudah masyarakat melihat & memahami khasiat suatu produk, kadang
khasiat dicantumkan juga di bagian depan kemasan.
Nomor Registrasi
Nomor registrasi / pendaftaran untuk jenis obat tradisional jamu terdiri dari 9 digit
dan diawali dengan POM TR. Badan POM mengeluarkan 1 nomor registrasi untuk 1
item produk.
Logo Obat Tradisional / Jamu
Logo jamu harus dicantumkan! BPOM membuat aturan logo ini harus dicantumkan di
bagian kiri atas. penggunaan warna logo juga tidak bisa dirubah, standard yang

Page | 16
digunakan adalah warna hijau tua. BPOM memiliki buku panduan yang berisikan
gambar logo boleh digunakan.
Obat tradisional memiliki 3 tingkatan. pertama adalah Jamu, kedua Obat Herbal
Terstandar (OHT), ketiga Fitofarmaka. OHT dan Fitofarmaka memiliki logo yang
berbeda dengan jamu. kedua level ini adalah level lanjutan di mana suatu produk obat
tradisional harus memiliki kriteria-kriteria tertentu. Fitofarmaka memiliki khasiat
yang telah teruji klinis dan bisa disejajarkan dengan obat farmasi.
Produsen
Produsen obat tradisional juga harus dicantumkan di suatu kemasan obat. Hal ini
untuk memudahkan konsumen mengenai reputasi suatu perusahaan dalam
memproduksi obat tradisional dan mencari info mengenai produsen obat. Bagi
produsen sendiri pencantuman ini penting untuk membangun citra perusahaan dan
produknya.
Komposisi Produk
Sebuah obat tradisional mengandung 1 atau beberapa racikan bahan obat. Aturan
penulisannya menggunakan nama latin bahan dan mencantumkan jumlah berat
masing-masing bahan.
Contoh untuk penulisan bahan baku daun pegagan : Centella asiatica Herba……..400
mg
Centella = nama depan menggunakan awalan kapital. text style harus italic (miring).
asiatica = nama kedua menggunakan awalan non-kapital. text style harus italic.
Herba = adalah nama latin daun, nama bagian tumbuhan yang digunakan berawalan
kapital. text style harus non-italic.
Peringatan / Perhatian (optional dari BPOM)
Pencantuman peringatan / perhatian hanya perlu cicantumkan di beberapa jenis
produk seperti produk penurun tekanan darah, pelangsing, diabetes, dan lainnya.
Netto / Isi
Pencantuman netto diperlukan untuk memberikan info yang berkaitan dengan dosis
pemakaian.
Khasiat Produk (Inti)
Khasiat yang dicantumkan pada suatu kemasan obat tradisional harus sama dengan
sertifikat yang diberikan oleh BPOM. Khasiat tidak boleh dilebih-lebihkan/dramatis
(contoh : menyembuhkan stroke). Umumnya, BPOM menggunakan kalimat
“membantu mengatasi…”, “secara tradisional digunakan untuk…”, dan lainnya. Bila
Page | 17
ditemukan pencantuman khasiat yang berlebihan pada suatu merk obat tradisional,
maka produk tersebut patut diselidiki.
Cara Penyimpanan
Obat tradisional memiliki standar tertentu dalam hal penyimpanan. Umumnya kalimat
yang ditulis adalah, “simpan di tempat sejuk dan kering serta terhindar dari cahaya
matahari langsung”. Hal ini bertujuan agar kandungan produk tidak mudah
kadaluwarsa.
Dosis
Seperti obat dokter, obat tradisional juga memiliki aturan dosis yang dianjurkan.
Dosis untuk pengobatan berbeda dengan pencegahan. Dosis yang berlebihan dalam
mengkonsumsi obat tradisional juga akan menimbulkan efek samping.
Nomor Produksi & Expired Date
Pencantuman kode produksi diperlukan baik oleh produsen maupun konsumen guna
mempermudah mengecek tanggal produksi, ataupun hal lain seperti pengajuan
complaint dari konsumen atas ketidakpuasan isi produk.
Tanggal kadaluwarsa harus dicantumkan guna mempermudah konsumen dalam
menentukan pilihan produk yang akan dikonsumsi.
Logo Halal
Bagi beberapa produsen, logo halal berikut nomornya sangat dipentingkan. Sikap
masyarakat Indonesia yang begitu mementingkan kehalalan suatu produk menjadikan
logo halal penting untuk dicantumkan.

Page | 18
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam proses sebuah bahan alam dapat menjadi obat, dibutuhkan standard dan
syarat-syarat wajib yang harus dipenuhi terkiat keamanan, kebersihan, khasiat dan
lain sebagainya. Selain itu, bahan alam tersebut harus melewati berbagai uji baik
preklinik dan uji klinik untuk membuktikan khasiatnya secara empiris.
Menjadi tantangan saat ini adalah munculnya berbagai macam produk dengan
klaim sebagai obat tradisional dengan berbagai khasiat tetapi belum terbukti
kebenarannya atau belum melewati uji standar laboratorium dan klinis. Sehingga
dibutuhkan peran baik dari instansi pemerintah maupun masyarakat umum dalam
memilih produk obat baham alam yang aman dikonsumsi serta memfasilitasi dalam
akses informasi terkiat obat bhaan alam yang aman bagi kesehatan.

3.2. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi
diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari para dosen yang mengajar baik sebagai tutor dkk
maupun dosen yang memberikan materi kuliah, rekan-rekan angkatan 2019, dan dari
berbagai pihak demi kesempurnaan laporan. Kami berharap semoga laporan ini bisa
berguna bagi para pembaca. Terima kasih.

Page | 19
DAFTAR PUSTAKA

Kemasanukm.co.id. (27 September 2014). Aturan Desain Kemasan Obat


Tradisional. Diakses pada 28 April 2021, dari
https://penerbitdeepublish.com/cara-menulis-daftar-pustaka-dari- website/

Kemenkes. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


003/Menkes/Per/I/2010.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Jamu Saintifik Suatu Lompatan


Ilmiah Pengembangan Jamu. Jawa Tengah: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional.

Tradisional, O., & Kesehatan, S. (2013). Sistem registrasi. 1–10.

Page | 20

Anda mungkin juga menyukai