Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

OBAT TRADISIONAL

DI

OLEH: KELOMPOK 4

FATHUR RIDHA (21010072)


FITRI RAMADHANI RIZKINA (21010073)
HUSNUL FATANA (21010074)
LIZA ULUL KHAIRA (21010076)
MAHYARUZ ZAHARA (21010080)
MEY VEGAWATI (21010078)
NURUL IKLIMA (21010085)
ROSLINDA (21010098)
SYIFA HUMAIRA (21010100)

DOSEN PEMBIMBING : NS. SUSI ANDRIANI, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIKes)


MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. yang telah
melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah ini dengan baik. Adapun judul Makalah ini yaitu adalah “OBAT
TRADISIONAL” Adapun tujuan dari Makalah ini adalah sebagai salah satu metode
pembelajaran bagi mahasiswi STIKes Medika Nurul Islam Sigli. Ucapan terima
kasih tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas Makalah ini, kami menyadari atas kekurangan
kemampuan kami dalam pembuatan Makalah ini, sehingga akan menjadi suatu
kehormatan besar bagi kami apabila mendapatkan kritikan dan saran yang
membangun agar Makalah ini selanjutnya akan lebih baik dan sempurna serta
komprehensif. Demikian akhir kata dari kami, semoga Makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.

Sigli, 20 April 2022


Penulis

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Obat Tradisional................................................................. 2
B. Hukum Pengobatan Tradisional........................................................... 2
C. Kebijakan Pengobatan Tradisional....................................................... 4
D. Upaya Pelayanan Obat Tradisional...................................................... 5
E. Contoh Obat Tradisional di Indonesia.................................................. 6
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 10
B. Saran..................................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mempelajari pengobatan tradisional dan tentang kesehatan kita sering
bimbang atau ragu apakah obat yang kita pergunakan ini benar atau salah menurut
kesehatan. Kita mempunyai pemikiran dan pemahaman yang berbeda-beda ini
seakan-akan kita menutup mata terhadap benar atau salahnya apa yang kita gunakan
menurut ilmu kesehatan. Masih banyak masyarakat awam yang tidak mengetahui
bahkan tidak peduli dengan apa yang dilakukan ini benar atau salah menurut
kesehatan.
Dengan disusunnya makalah ini yang berjudul ”OBAT TRADISIONAL”,
kita bisa mengetahui apa yang kita lakukan itu benar atau salah. Minimal kita
memberikan unsur jera terhadap mereka yang akan melakukan tindakan yang
dilarang dalam kesehatan. Selain makalah ini ditujukan ke mahasiswa, kita juga bisa
mengarahkan ini kepada masyarakat awam terhadap ilmu kesehatan terutama dari
aspek etika dan hukum pengobatan tradisional.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana yang dimaksud dengan obat tradisional?
2. Bagaimana landasan hukum obat tradisional?
3. Bagaimana kebijakan obat tradisional ?
4. Bagaimana upaya penyemangat obat tradisional?
5. Apa saja contoh obat tradisional Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Definisi pengobatan tradisional
2. Untuk mengetahui landasan hukum obat tradisional
3. Untuk mengetahui kebijakan obat tradisional
4. Untuk mengetahui upaya penyemangat obat tradisional
5. untuk mengetahui contoh obat tradisional Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengobatan Tradisional
Pengobatan alternatif sering ditukar dengan istilah pengobatan tradisional.
Menurut pendapat Organisasi Kesehatan Dunia (W.H.O) ada bareneka-macam jenis
pengobatan tradisional yang bisa dibedakan lewat hal cara-caranya. Perbedaan ini
dijelaskan sebagai terapi yang ‘berdasarkan cara-cara’ seperti terapi spiritual yang
terkait hal gaib atau terapi dengan tusukan jarim. Jenis terapi yang kedua
‘berdasarkan obat-obatan’ seperti jamu dan pengobatan herbal (Timmermans
2001:1). Pembagian ini sering dikenal sebagai jenis pengobatan yang ‘berdasarkan
mantra-mantra’ dan jenis pengobatan lain yang berdasarkan ‘alat-alat’. Pembagian
ini juga digaris bawahi salah satu responden dukun. Dia membedakan pengobatan
yang cara dan pendidikannya ‘bisa ditulis’ seperti pengobatan Cina dengan
pengobatan yang cara dan pendidikannya tidak ‘bisa ditulis’, seperti terapi spiritual
(Hozmanto, pc, 18.09.04)
Pengobatan tradisional sebagai salah satu pengobatan di luar ilmu
kedokteran juga dirumuskan pada Pasal 12 Ayat (1) dan (2) Kepmenkes No.
1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
bahwa pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan /atau
perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan.
Pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan sebagai
upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit,
dan/atau pemulihan kesehatan.
Pemerintah menerbitkan aturan melalui Kepmenkes No.
1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.
Peraturan tersebut dibentuk oleh Pemerintah, hal ini membuktikan bahwa
pengobatan tradisional mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

B. Hukum Pengobatan Tradisional


Peraturan pengobatan tradisional tersebut dibentuk sebagai upaya
mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat selain medis. Pasal 1
Ayat(1) Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengobatan

2
tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan
pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun,
dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat.
Tujuan pengaturan penyelenggaraan pengobatan tradisional dirumuskan
pada Pasal 2 Ayat (1), (2) dan (3) Kepmenkes No.
1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional,
bahwa tujuannya (1) membina upaya pengobatan tradisional; (2) memberikan
perlindungan kepada masyarakat; (3) menginventarisasi jumlah pengobat
tradisional, jenis dan cara pengobatannya. Pengaturan pada Kepmenkes tersebut
secara tegas mengatur dan melindungi penyelenggara pengobatan tradisional dan
masyarakat selaku pasien.
Pengobatan tradisional sebagai alternatif pengobatan di luar cara medis
hanya dapat dilakukan oleh pengobat/orang yang ahli di bidangnya. Menurut
rumusan Pasal 1 Angka 16 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang
dimaksud dengan pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan
dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun
temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Potensi pengobatan tradisional dalam meningkatkan pemerataan pelayanan
kesehatan ternyata juga menimbulkan dampak negatif yang selanjutnya dapat
memberikan ekses buruk pada masyarakat. Pasal 77 UU No.29 Tahun 2004,
ditegaskan bahwa bertindak seolah-olah sebagai dokter adalah pelanggaran.
Bentuk pengaturan pengobatan tradisional diterbitkan dalam Kepmenkes
No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional. Tujuan diterbitkan Kepmenkes tersebut untuk membina upaya
pengobatan tradisional; memberikan perlindungan kepada masyarakat; dan
menginventarisasi jumlah pengobat tradisional, jenis dan cara pengobatannya.
Pengakuan terhadap pengaturan pengobatan tradisional juga diperkuat dengan
adanya rumusan dari WHO pada Tahun 2000 yang mendefinisikan pengobatan
tradisional, selain itu diperkuat juga dengan adanya rumusan Pasal 1 Angka 16 UU
No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

3
C. Kebijakan Pengobatan Tradisional
Eksistensi pengobatan tradisional sudah diakui secara hukum melalui
beberapa peraturan dan undang-undang di antaranya UU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, secara khusus diatur dalam Kepmenkes No.
1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional dan
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 1109/MENKES/PER/IX/2007
tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
Pasal 1 Angka 9 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan merumuskan
obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan
dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Eksistensi pengobatan tradisional diwujudkan juga dengan diaturnya cara
pengobatan, pelayanan kesehatan tradisional mengatur dalam Pasal 59 Ayat (1)
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, berdasarkan cara pengobatannya
pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi:
a. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan; dan
b. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan. Pengawasan
pelayanan kesehatan pengobatan tradisional diatur pada Pasal 59 Ayat (2)
dan (3) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Eksistensi adanya penyelenggara pengobatan tradisional harus mengikuti
pelayanan standar kesehatan seperti pada Pasal 60 Ayat (1) dan (2) UU No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan: (1) setiap orang yang melakukan pelayanan
kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin
dari lembaga kesehatan yang berwenang; dan (2) Penggunaan alat dan teknologi
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat
dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan
masyarakat. Pemerintah mengatur dan mengawasi penyelenggaraan pengobatan
tradisional, hal ini tertuang pada Pasal 61 Ayat (1) dan (2) UU No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan

4
tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya;
pemerintah mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisional
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dengan didasarkan pada keamanan,
kepentingan, dan perlindungan masyarakat.
Eksistensi pengobatan penyembuhan alternatif selain medis juga diatur pada
Pasal 1 Ayat (1) dan (2) Permenkes No. 1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Pengaturan mengenai tenaga dan fasilitas pengobatan komplementer-
alternatif ini juga tertuang dalam Pasal 10 Ayat (1) dan (2)
Permenkes No. 1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, bahwa
tenaga pengobatan komplementer-alternatif hanya dapat melaksanakan pengobatan
komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan
untuk melaksanakan sinergi pelayanan pengobatan komplementer-alternatif;
Pengobatan alternatif selain medis yang pelayanannya tetap dilakukan di rumah
sakit oleh tenaga medis diatur dalam Permenkes No.
1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer
Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

D. Upaya Pelayanan Obat Tradisional


Upaya pelayanan kesehatan tradisional merupakan pelayanan kesehatan yang
secara tidak langsung memiliki peranan dalam menunjang pencapaian indikator
Renstra Kementerian Kesehatan melalui pemanfaatan pelayanan kesehatan
tradisional ramuan dan ketrampilan dalam tumbuh kembang balita, kesehatan ibu
hamil dan nifas, maupun pemanfaatan pijat untuk kesegaran tubuh.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk
kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Bentuk upaya

5
pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan melalui kegiatan : pelayanan
kesehatan, pelayanan kesehatan tradisional, peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, kesehatan reproduksi,
keluarga berencana, kesehatan sekolah, kesehatan olahraga, pelayanan kesehatan
pada bencana, pelayanan darah, kesehatan gigi dan mulut, penanggulangan gangguan
penglihatan dan gangguan pendengaran, kesehatan matra, pengamanan dan
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan makanan dan minuman,
pengamanan zat adiktif dan bedah mayat.

E. Contoh Obat Tradisional Indonesia


Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
(Dirjen POM) yang kemudian beralih menjadi Badan POM mempunyai tanggung
jawab dalam peredaran obat tradisional di masyarakat. Obat tradisional Indonesia
semula hanya dibedakan menjadi 2 kelompok,yaitu obat tradisional atau jamu dan
fitofarmaka. Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan
peralatan berteknologi tinggi yang membantu proses produksi sehingga industri jamu
maupun industri farmasi mampu membuat jamu dalam bentuk ekstrak. Namun,
sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum diiringi dengan penelitian
sampai dengan uji klinik. Dengan keadaan tersebut maka obat tradisional sebenarnya
dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu jamu, obat ekstrak alam dan fitofarmaka.

1. Jamu (Empirical bused herbal medicine)

Jamu adalah obat tradisional yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan,


hewan dan mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran dari bahan-bahan
tersebut yang belum dibakukkan dan dipergunakan dalam upaya pengobatan

6
berdasarkan pengalaman. Bentuk sediaannya berwujud sebagai serbuk
seduhan,rajangan untuk seduhan,dan sebagainya. Istilah penggunaannya masih
memakai pengertian tradisional seperti galiansingset, sekalor, pegel linu, tolak angin,
dan sebagainya. Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional,
misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, oil, dan cairan yang berisi seluruh bahan
tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional.
Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur
yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar
antara 5-10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah
sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan
secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan
tahun,telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan
kesehatn tertentu.

2. Ekstrak bahan ala m ( Scientific based herbal medicine)

Ekstrak bahan alam adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau
penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral.
Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan
berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan
maupun keterampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan teknologi
maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa
penelitian-penelitian pra-klinik seperti standar kandungan bahan berkhasiat, standar
pembuatan ekstrak tanman obat, standar pembuatan obat tradisional yang higienis,
dan uji toksisitas akut maupun kronis.

7
3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)

Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanannya dan


khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah
memenuhi persyarakatan yang berlaku. Istilah cara penggunaanya menggunakan
pengertian farmakologik seperti diuretic,analgesic,antipiretik,dan sebagainya. Selama
ini obat-obat fitofarmaka yang berada di pasaran masih kalah bersaing dengan obat
paten. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor,antara lain kepercayaan, standar
produksi, promosi dan pendekatan terhadap medis, maupun konsumennya secara
langsung. Fitofarmaka merupkan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat
disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah
terstandar,ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dnegn uji klinik pada manusia. Oleh
karena itu, dalam pembuatannya memerlukan tenaga ahli dan biaya yang besar
ditunjang dengan peralatan berteknologi modern pula.

Obat tradisional dapat diperoleh dari berbagai sumber sebagai pembuat atau
yang memproduksi obat tradisional yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Obat tradisional buatan sendiri

Obat tradisional jenis ini merupakan akar dari pengembangan obat tradisional
di Indonesia saat ini. Pada zaman dahulu, nenek moyang kita mempunyai
kemampuan untuk menyediakan ramuan obat tradisional yang digunakan untuk
keperluan keluarga.

2. Obat tradisional berasal dari pembuat jamu (Herbalist)

Membuat jamu merupakan salah satu profesi yang jumlahnya masih cukup
banyak. Saalah satunya adalah pembuat sekaligus penjual jamu gendong. Pembuat

8
jamu gendong merupakan salah satu penyedia obat tradisional dalam bentuk cairan
minum yang sangat digemari masyarakat.

3. Obat tradisional buatan industri

Berdasarkan peraturan Departemen Kesehatan RI , industri obat tradisioanl


dapat dikelompokkan menjadi industri kecil dan industri besar berdasarkan modal
yang harus mereka miliki. Dengan semakin maraknya obat tradisional, tampaknya
industri farmasi mulai tertarik untuk memproduksi obat tradisional. Akan tetapi,pada
umumnya yang berbentuk sediaan modern berupa ektrak baham alam atau
fitofarmaka. Sedangkan industri jamu lebih condong untuk memproduksi bentuk
jamu yang sederhana meskipun akhir-akhir ini cukup banyak industri besar yang
memproduksi jamu dalam bentuk sediaan modern (tablet, kapsul, sirup dan lain-lain)
dan bahkan fitofarmaka.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Penyembuhan atau pengobatan atau perawatan di luar dari cara medis (Ilmu
kedokteran/keperawatan)/ tradisional, dan penggolongan-penggolongan
pengobatan tradisional yaitu Ramuan tumbuhan obat,Fisik. (dukun Beranak,
Sunat, Patah tulang, susuk, ketok, refliksiologi akupuntur, dll), Meditasi,
pernafasan, dan tenaga dalam.,Cara spiritual (do’a, mantera, psikorerapi),
2. Perlunya pembinaan dan pengawasan pengobatan perawatan tradisional yang
dapat dipertanggung jawabkan manfaat dan keamanannya.
B. Saran
Dari pernyataan pembahasan dalam makalah ini maka kami menyarankan
sebagai berikut :
1. Pelaku pengobatan tradisional dan masyarakat umum harus mengetahui dan
memahami aspek etika dan hukum pengobatan tradisional.
2. Masyarakat secara umum harus mengetahui jenis-jenis pengobatan
tradisional.
3. Tempat – tempat pengobatan tradisional harus diawasi dan periksa secara
rutin

10
DAFTAR PUSTAKA

Dyson, Laurentus. 1998. Pola Tingkah Laku Masyarakat Dalam Mencari


Kesembuhan (Berobat). Surabaya. Lembaga Penelitian UA.
Salan, Rudi dr. 1983. Perilaku, Perilaku Kesakitan, dan Peranan Sakit (Suatu
Introduksi). Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular. Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Kesehatan RI.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
http://www.ilmukesehatangigi.com/2022/04/20/
http://www.scribd.com/doc/37664698/Referat-Puskesmas-Dan-Posyandu

11

Anda mungkin juga menyukai