Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ASPEK HUKUM PENGOBATAN TRADISIONAL


Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Hukum dan Perundangan Kesehatan
Dosen Pengampu : Reni Agustina Harahap S.S.T., M.Kes

Disusun oleh:
Sem. III/ IKM 9
Naila Salsabilla Lubis (0801222416)
Rabitha Khailila Ihrom Nst (0801223429)
Rizka Oktavia (0801222435)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UIN SUMATERA UTARA MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Swt, karena atas
berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan MAKALAH
dengan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah
dengan judul "ASPEK HUKUM PENGOBATAN TRADISIONAL", yang
menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita semua.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan
memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan
yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat kepada kita semua.

Waalaikumsalam wr.wb

Medan, 15 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
1.3. Tujuan ...................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
2.1. Pengertian Pengobatan Tradisional ............................................................. 3
2.2. Jenis-jenis Pengobat Tradisional ................................................................. 4
2.3. Undang-Undang yang Mengatur Tentang Pengobatan Tradisional ............. 6
2.4. Tata Cara Pembuatan STPT dan SIPT Praktik Pengobatan Tradisional...... 7
2.5. Persyaratan Klinik Pengobatan Tradisional .............................................. 10
2.6. Sanksi dalam Praktik Pengobatan Tradisional ...................................... 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 12
3.1. Kesimpulan ............................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 13

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari, ada dua macam pengobatan yang dijalani
masyarakat, yaitu pengobatan medis dan pengobatan tradisional. Dalam menjalani
pengobatan tradisional terkadang kita bimbang atau ragu apakah pengobatan ini
benar atau salah menurut kesehatan. Setiap orang mempunyai pemikiran dan
pemahaman yang berbeda-beda mengenai benar atau salahnya apa yang kita
gunakan, sehingga sebagai masyarakat terkhusus masyarakat awam sering bingung
harus mempercayai pendapat mana yang sesuai dengan ilmu kesehatan.

Dengan disusunnya makalah ini yang berjudul "ASPEK HUKUM


PENGOBATAN TRADISIONAL", kita bisa mengetahui lebih dalam mengenai
pengobatan tradisional. Selain makalah ini ditujukan ke mahasiswa, kita juga bisa
mengarahkan ini kepada masyarakat awam terhadap ilmu kesehatan terdama dari
aspek hukum pengobatan tradisional.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud pengobatan tradisional?
b. Apa saja jenis-jenis pengobat tradisional
c. Apa saja undang-undang yang mengatur mengenai pengobatan tradisional?
d. Apa saja tata cara pembuatan STPT dan SIPT dalam membuka praktik
pengobatan tradisional?
e. Apa saja persyaratan membuka klinik pengobatan tradisional?
f. Bagaimana sanksi dalam praktik pengobatan tradisional?

1.3. Tujuan
a. Mengetahui pengertian pengobatan tradisional.
b. Mengetahui jenis-jenis pengobat tradisional.
c. Mengetahui undang-undang yang mengatur mengenai pengobatan
tradisional.

1
d. Mengetahui tata cara pembuatan STPT dan SIPT dalam membuka praktik
pengobata tradisional.
e. Mengetahui persyaratan membuka klinik pengobatan tradisional.
f. Mengetahui sanksi dalam praktik pengobatan tradisional.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pengobatan Tradisional


Menurut pasal 1 ayat (1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional, pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan
cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan
turun temurun, dan/atau pendidikan pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma
yang berlaku dalam masyarakat.

Pengobatan tradisional sebagai salah satu pengobatan di luar ilmu


kedokteran juga dirumuskan pada pasal 12 (1) dan (2) Kepmenkes No.
1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
bahwa pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan/atau
perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan.
Pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai
upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit,
dan/atau pemulihan kesehatan.

WHO mendefinisikan pengobatan tradisional sebagai jumlah total


pengetahuan, keterampilan, dan praktek-praktek yang berdasarkan pada teori-
teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang
berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta
dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik
dan juga mental.

Pengobatan tradisional merupakan akumulasi dari pengetahuan,


keterampilan dan praktek yang didasarkan pada berbagai teori, kepercayan dan
pengalaman yang dikembangkan oleh berbagai kebudayaan. Pengobatan
tradisional digunakan untuk mempertahankan kesehatan tubuh dengan cara
menjaga kesehatan, mendiagnosis dan mengobati penyakit fisik maupun mental.
Dalam pengobatan tradisional, penggunaan tanaman obat jauh lebih banyak

3
dibandingkan dengan penggunaan bahan-bahan dari hewani (Norhendy et al,
2013).

2.2. Jenis-jenis Pengobat Tradisional


Menurut Pasal 1 ayat (3) Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003
tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Jenis-jenis pengobatan.
tradisional menyatakan bahwa pengobat tradisional adalah orang yang
melakukan. pengobatan tradisional (alternatif).

Dalam pasal 3 ayat (1), (2), dan (3) Kepmenkes No.


1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional, Menteri Kesehatan membagi pengobat tradisional dalam beberapa
jenis, yaitu:

a. Pengobat tradisional ketrampilan (battra ketrampilan).


Pengobat tradisional ketrampilan adalah seseorang yang melakukan
pengobatan dan/atau perawatan tradisional berdasarkan ketrampilan fisik
dengan menggunakan anggota gerak dan/atau alat bantu lain, antara lain:
1) Battra pijat urut adalah seseorang yang melakukan pelayanan
pengobatan dan/atau perawatan dengan cara mengurut/memijat bagian
atau seluruh tubuh menggunakan jari tangan. telapak tangan, siku, lutut,
tumit atau dibantu alat tertentu.
2) Battra patah tulang adalah seseorang yang memberikan pelayanan
pengobatan dan/atau perawatan patah tulang dengan cara tradisional.
Disebut dukun potong (Madura), sangkal putung (Jawa), sandro pauru.
(Sulawesi Selatan).
3) Battra sunat adalah seseorang yang memberikan pelayanan sunat
(sirkumsisi) secara tradisional yang umumnya diperoleh secara turun-
temurun. Disebut bong supit (Yogya) dan bengkong (Jawa Barat).
4) Battra dukun bayi adalah seseorang yang memberikan pertolongan
persalinan ibu sekaligus memberikan perawatan kepada bayi dan ibu
sesudah melahirkan selama 40 hari. Disebut paraji (Jawa Barat), dukun
rembi (Madura), balian manak (Bali), sandro pammana (Sulawesi
Selatan), sandro bersalin (Sulawesi Tengah), dan suhu batui (Aceh).

4
5) Battra refleksi adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan
dengan cara pijat dengan jari tangan atau alat bantu lainnya pada zona-
zona refleksi terutama pada telapak kaki dan/atau tangan.
6) Akupresuris adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan
dengan pemijatan pada titik-titik akupuntur dengan menggunakan
ujung jari dan/atau alat bantu lainnya kecuali jarum.
7) Akupunkturis adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan
dengan perangsangan pada titik-titik akupunktur dengan cara
menusukkan jarum dan sarana lain seperti elektro akupunktur.
8) Chiropractor adalah seseorang yang melakukan pengobatan kiropraksi
(Chiropractie) dengan cara teknik khusus untuk gangguan otot dan
persendian.
9) Battra lainnya yang metodenya sejenis.
b. Pengobat tradisional ramuan (battra ramuan).
Pengobat tradisional ramuan adalah seseorang yang melakukan pengobatan
dan/atau perawatan tradisional dengan menggunakan obat/ramuan tradisional
yang berasal dari tanaman (flora), fauna, bahan mineral, air, dan bahan alam
lain. antara lain:
1) Battra ramuan Indonesia (jamu) adalah seseorang yang memberikan.
pelayanan pengobatan dan/atau perawatan dengan menggunakan
ramuan obat dari tumbuh-tumbuhan, hewan, dan lain-lain, baik diramu
sendiri. maupun obat jadi tradisional Indonesia.
2) Battra gurah adalah seseorang yang memberikan pelayanan
pengobatan dengan cara memberikan ramuan tetesan hidung, yang
berasal dari larutan kulit pohon sengguguh dengan tujuan mengobati
gangguan saluran pernapasan atas seperti pilek, sinusitis, dan lain-lain.
3) Tabib adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan
dengan ramuan obat tradisional yang berasal dari bahan alamiah yang
biasanya dilakukan oleh orang-orang India atau Pakistan.
4) Shinshe adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan
dan/atau perawatan dengan menggunakan ramuan obat-obat
tradisional Cina.

5
5) Homoeopathy adalah seseorang yang memiliki cara pengobatan
dengan menggunakan obat/ramuan dengan dosis minimal (kecil) tetapi
mempunyai potensi penyembuhan tinggi, dengan menggunakan
pendekatan holistik berdasarkan keseimbangan antara fisik, mental,
jiwa, dan emosi penderita.
6) Aromatherapist adalah seseorang yang memberikan perawatan dengan
menggunakan rangsangan aroma yang dihasilkan oleh sari minyak
bumi (essential oil) yang didapat dari sari tumbuh-tumbuhan (ekstraksi
dari bunga, buah, daun, biji, kulit, batang/ranting akar, getah) untuk
menyeimbangkan fisik, pikiran, dan perasaan.
7) Battra lainnya yang metodenya sejenis.

c. Pengobat tradisional pendekatan agama.


Pengobat tradisional pendekatan agama terdiri dari pengobat
tradisional dengan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau
Budha.
d. Pengobat tradisional supranatural.
Pengobat tradisional supranatural terdiri dari pengobat tradisional
tenaga dalam (prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan
dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.

2.3. Undang-Undang yang Mengatur Tentang Pengobatan Tradisional


Pengobatan tradisional diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan. Pasal 1 angka 16 UU Kesehatan menetapkan bahwa pengobatan
tradisional adalah pengobat dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang
mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris
yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.

Tujuan pengaturan penyelenggaraan pengobatan tradisional dirumuskan


pada pasal 2 ayat (1), (2), dan (3) Kepmenkes No.
1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional bertujuan untuk:

6
1. Membina upaya pengobatan tradisional.
2. Memberikan perlindungan kepada masyarakat,
3. Menginventarisasi jumlah pengobat tradisional, jenis dan cara
pengobatannya.

UU yang mengatur tentang pengobatan tradisional juga dirumuskan pada pasal


13 Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional, bahwa pengobatan tradisional hanya dapat dilakukan
apabila:

a. Tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama serta
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diakui di Indonesia.
b. Aman dan bermanfaat bagi Kesehatan
c. Tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat,
d. Tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat.

2.4. Tata Cara Pembuatan STPT dan SIPT Praktik Pengobatan Tradisional
Walaupun pengobatan tradisional merupakan pengobatan diluar ilmu
kedokteran dan meskipun kita adalah seseorang yang memiliki ilmu
pengobatan. turun-temurun, kita tetap saja tidak dapat semena-mena membuka
praktik pengobatan tradisional begitu saja. Oleh karena itu, untuk membuka
praktik, pengobat tradisional harus memiliki STPT (Surat Tanda Pengobat
Tradisional) dan SIPT (Surat Izin Pengobat Tradisional).

Pembuatan STPT telah tercantum dalam pasal 4 ayat (1), (2), dan (3)
Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional yang menyatakan bahwa:

1. Semua pengobat tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan


tradisional wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan.
Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh Surat Tanda Pengobat
Tradisional (STPT).
2. Pengobat tradisional dengan cara supranatural harus mendapat
rekomendasi terlebih dahulu dari Kejaksaan Kabupaten/Kota setempat.

7
3. Pengobat tradisional dengan cara pendekatan agama harus mendapat
rekomendasi terlebih dahulu dari Kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota setempat.

Selain pada pasal 4, hal ini juga diatur pada pasal 5 Kepmenkes No.
1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
bahwa tata cara memperoleh STPT sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut:

a. Pengobat tradisional mengajukan permohonan dengan disertai


kelengkapan pendaftaran kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dimana pengobat tradisional berada sebagaimana contoh Formulir A.
b. Kelengkapa pendaftaran sebagaimana dimaksud huruf a meliputi:
1) Biodata pengobat tradisional sebagaimana contoh Formulir B.
2) Fotokopi KTP.
3) Surat keterangan Kepala Desa Lurah tempat melakukan pekerjaan
sebagai pengobat tradisional.
4) Rekomendasi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobatan
tradisional yang bersangkutan.
5) Fotokopi sertifikat/ijazah pengobatan tradisional yang dimiliki.
6) Surat pengantar Puskesmas setempat.
7) Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
8) Rekomendasi Kejaksaan Kabupaten/Kota bagi pengobat tradisional
klasifikasi supranatural dan Kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota bagi pengobat tradisional klasifikasi pendekatan
agama.

Sedangkan untuk pembuatan SIPT telah tercantum dalam pasal 9 ayat (1),
(2), (3), dan (4) Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional yang menyatakan bahwa:

1. Pengobat tradisional yang metodenya telah memenuhi persyaratan


penapisan, pengkajian, penelitian dan pengujian serta terbukti aman dan
bermanfaat bagi kesehatan dapat diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional
(SIPT) oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

8
2. Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari asosiasi/organisasi
profesi di bidang pengobatan tradisional yang bersangkutan dapat diberikan
Surat Izin Pengobatan Tradisional (SIPT) berdasarkan keputusan ini.
3. Akupunkturis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan
praktik perorangan dan/atau berkelompok.
4. Akupunkturis yang telah memiliki SIPT dapat diikutsertakan di sarana
pelayan kesehatan.
5. Penetapan pengobat tradisional lainnya yang akan diberi izin selain dari
pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan ditetapkan
tersendiri dengan Keputusan Menteri.

Hal ini juga diatur dalam pasal 11 Kepmenkes No.


1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
bahwa tata cara memperoleh SIPT sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
ditetapkan sebagai berikut:

a. Pengobat tradisional mengajukan permohonan SIPT kepada Kepala Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota dimana pengobat tradisional melakukan
pekerjaannya sebagaimana contoh Formulir D.
b. Kelengkapan permohonan sebagaimana dimaksud huruf a meliputi:
1) Biodata pengobat tradisional sebagaimana contoh Formulir B.
2) Fotokopi KТР.
3) Surat keterangan Kepala Desa Lurah tempat melakukan pekerjaan
sebagai pengobat tradisional.
4) Peta lokasi usaha dan denah ruangan.
5) Rekomendasi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobatan
tradisional yang bersangkutan.
6) Fotokopi sertifikat/ijazah pengobatan tradisional.
7) Surat pengantar Puskesmas setempat.
8) Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
9) Bentuk SIPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana
terlampir pada Formulir E.

9
2.5. Persyaratan Klinik Pengobatan Tradisional
Selain pembuatan STPT dan SIPT, ada juga persyaratan sebuah klinik
pengobatan tradisional yang telah tercantum dalam pasal 14 ayat (1) dan (2)
Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan.
Pengobatan Tradisional yang menyatakan bahwa:

1. Pengobat tradisional yang melakukan pekerjaan/praktik sebagai pengobat


tradisional harus memiliki STPT atau SIPT.
2. Pengobat tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban
menyediakan:
a. Ruang kerja dengan ukuran minimal 2 x 2,50 m²
b. Ruang tunggu.
c. Papan nama pengobat tradisional dengan mencantumkan surat
terdaftar surat ijin pengobat tradisional, serta luas maksimal papan
1x1,5 m².
d. Kamar kecil yang terpisah dari ruang pengobatan.
e. Penerangan yang baik sehingga dapat membedakan warna dengan
jelas..
f. Sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan hygiene dan
sanitasi.
g. Ramuan/obat tradisional yang memnuhi persyaratan.
h. Pencatatan sesuai kebutuhan.

Penerapan Kepmenkes ini mungkin berbeda-beda di setiap daerah sesuai


dengan Perda nya masing-masing, namun kurang lebih itulah syarat-syarat
klinik pengobatan tradisional.

2.6. Sanksi dalam Praktik Pengobatan Tradisional

Sanksi merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-


undangan karena tanpa sanksi, orang-orang akan bebas ingin mematuhi
peraturan atau tidak, sehingga sia-sia saja peraturan yang dibuat.

Praktik pengobatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi


tentunya harus memiliki izin dari lembaga kesehatan yang berwenang,

10
sehingga manfaat dan keamanannya bagi masyarakat dapat
dipertanggungjawabkan. Apabila praktik pelayanan kesehatan tradisional
ternyata mengakibatkan kerugian bagi masyarakat, tentunya pihak yang
menjalankan praktik harus bertanggung jawab secara hukum. Untuk
mencegah terjadinya perbuatan yang dapat merugikan masyarakat dari adanya
praktik pengobatan tradisional maka diperlukan adanya sanksi hukum.

Sanksi dalam praktik pengobatan tradisional telah diatur dalam pasal 191
UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan bahwa setiap orang yang tanpa izin
melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat
dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 ayat (1) sehingga
mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 196 UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan bahwa setiap orang
yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam
pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).

Pasal 197 UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan bahwa setiap orang
yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud
dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).

11
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan/atau


perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan dengan
cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan
turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku dalam masyarakat.

Ada banyak Undang-Undang yang mengatur tentang pengobatan.


tradisional, beberapa diantaranya adalah pasal 1 ayat (16) UU No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, pasal 2 ayat (1), (2), (3), dan pasal 13 Kepmenkes No.
1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional.

Jenis-jenis pengobat tradisional diatur dalam pasal 3 Kepmenkes No,


1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional dimana pengobat tradisional diklasifikasikan dalam jenis
ketrampilan, ramuan, pendekatan agama, dan supranatural.

Pembuatan STPT dan SIPT diatur dalam pasal 4 ayat (1), (2), (3), pasal 5,
pasal 9 ayat (1), (2), (3), (4), dan pasal 11 Kepmenkes
No.1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan.
Tradisional.

Persyaratan klinik pengobatan tradisional diatur dalam pasal 14 ayat (1) dan
(2) Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional.

Sanksi praktik pengobatan tradisional diatur dalam pasal 191, 196, dan 197
UU No. 36 Tahun 2009,

12
DAFTAR PUSTAKA
Dian Kartika, Pan Lindawaty S. Sewu dan Rullyanto W, SOEPRA, Jurnal Hukum
Kesehatan, Vol. 2 | No. 1 | Tahun. 2016.

Gusmi, G. (2020). Gambaran Karakteristik Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan


Tradisional. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 12(1), 101–122.

Kartika, D., Sewu, P. L. S., & W, R. (2016). Perlindungan hukum bagi pasien.
SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan, 2(1), 1–16.
http://journal.unika.ac.id/index.php/shk/article/view/805

Ma'ruf, Salim. 2015. Sanksi Pidana dalam Praktik Pelayanan Pengobatan


Tradisional. Diambil dari: https://ejournal.unsrat.ac.id. (03 November
2018).

Nurulsiah, Nina Aini. 2016. Profil Penggunaan Obat Tradisional pada Prakiek
Pengobat Tradisional di Wilavah Purwokerto.

Republik Indonesia. 2003. Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang


Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan. Sekretariat Negara. Jakarta.

World Health Organization. (2008). Traditional Medicine: Definitions.

Yanti Nisfiyanti, Sistem Pengobatan Tradisional (Studi Kasus di Desa Juntinyuat,


Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu), Jurnal Patanjala Vol. 4,
No. 1, Mei 2012.

13
Jurnal Pemuliaan Hukum – ISSN: 2654-2722 (p)
Vol. 5, No. 1 (Oktober 2022), pp. 39-54, doi: 10.30999/jph.v5i1.2001
Faculty of Law, Nusantara Islamic University (UNINUS) Bandung, Indonesia
Jl. Soekarno Hatta No. 530, Sekejati, Kec. Buahbatu, Bandung City, West Java 40286, Indonesia.

Pengobatan Tradisional dalam Perspektif Hukum


Islam dan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Kesehatan di Indonesia
Saji Sonjaya
Universitas Islam Nusantara (UNINUS) Bandung, Indonesia
Email: sajisonjaya@gmail.com

Artikel Abstract
Keywords: Traditional medicine is an effort at treatment and care
Traditional treatment, outside of medicine and/or nursing science. Traditional
traditional medicine, medicine includes methods and medicines using the
traditional treatment reference to knowledge, experience, and skills acquired
services
from generation to generation. The existence of
traditional medicine is regulated in Law no. 36 know 2009
Artikel History:
about health, it explains the components of traditional
Published:
Oktober 2022 medicine, starting from traditional medicine, traditional
medicine, and traditional medicine services. The purpose
DOI: of this study is first, to determine the views of Islamic law
10.30999/jph.v5i1.2001 regarding traditional medicine services, to determine the
scope of traditional medicine according to the laws and
regulations on health in Indonesia, and to determine the
effect of the Bandung District Court Decision No.
629/Pid.B/2015/Pn.Bdg on the law of traditional
medicine in Indonesia. This research was conducted
using a normative juridical method with a literature study
approach supported by field research through interviews
with practitioners regarding traditional medicine and then
analyzed descriptively qualitatively. The results of the
study show that many traditional medicines are not in
accordance with the rules in Law no. 36 of 2009
concerning Health. Traditional Medicine in the legal
perspective is regulated in Islam, both the Koran and
Hadith as well as other sources of law. Traditional
Medicine according to the Legislative Health Regulations
in Indonesia, there are 4 (four) components regulated in
the legislation, namely, first, political will from the
government, traditional healers, traditional medicines,
and traditional medicine services. The Effect of the
Decision of the Bandung District Court No. 629/Pid.B/
Jurnal Pemuliaan Hukum
Vol. 5, No. 1 (Oktober 2022), pp. 39-54, doi: 10.30999/jph.v5i1.2001

2015/Pn.Bdg on the Law of Traditional Medicine, which


will provide a deterrent effect on perpetrators, provide
legal awareness to the community, and will provide legal
certainty in society.
Abstrak
Kata-kata Kunci: Pengobatan tradisional adalah salah satu upaya peng-
Pengobatan Tradisional, obatan dan perawatan di luar kedokteran dan/atau ilmu
Obat Tradisional, Pelayaan keperawatan. Pengobatan secara tradisional mencakup
Pengobatan Tradisional cara dan obat yang digunakan mengacu pada penge-
tahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh
secara turun-temurun. Keberadaan pengobatan tradisio-
nal diatur dalam UU No. 36 tahu 2009 tentang kesehatan,
didalamnya dijelaskan mengenai komponen-komponen
pengobatan tradisional, dari mulai pengobat tradisional,
obat tradisional dan pelayanan pengobatan tradisional.
Tujuan penelitian ini pertama, untuk mengetahui
pandangan hukum Islam mengenai pelayanan peng-
obatan tradisional, untuk mengetahui ruang lingkup
pengobatan tradisional menurut Peraturan Perundang-
undangan tentang kesehatan di Indonesia dan untuk
mengetahui pengaruh Putusan Pengadilan Negeri
Bandung No. 629/Pid.B/2015/Pn.Bdg terhadap hukum
pengobatan tradisional di Indonesia. Penelitian ini
dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan
pendekatan studi literatur yang didukung oleh penelitian
lapangan melalui wawancara dengan pelaku mengenai
pengobatan tradisional selanjutnya dianalisis secara
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menujukkan bahwa
pengobatan tradisional banyak yang belum sesuai dengan
aturan sebagaimana dalam UU No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan. Pengobatan Tradisional dalam
Perspektif hukum diatur dalam Islam baik al-Quran dan
Hadist juga sumber hukum lain. Pengobatan Tradisional
menurut Peraturan Perundang-undangan tentang
Kesehatan di Indonesia terdapat 4 (empat) komponen
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yakni
pertama, Political will dari pemerintah, Pengobat
tradisional, Obat tradisional dan pelayanan pengobatan
tradisional. Pengaruh Putusan Pengadilan Negeri
Bandung No. 629/Pid.B/2015/Pn. Bdg terhadap
Hukum Pengobatan Tradisional yakni akan memberikan
efek jera terhadap pelaku, memberikan kesadaran hukum
terhadap masyarakat dan akan memberikan kepastian
hukum dalam masyarakat.

40
Saji Sonjaya
Pengobatan Tradisional dalam Perspektif Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan …

© 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and
conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license
(https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).

Pendahuluan
Indonesia memiliki sumber daya alam yang telah dimanfaatkan sebagai
obat tradisional secara turun temurun. Obat tradisional merupakan jumlah
total dari pengetahuan, keterampilan dan praktek berdasarkan teori, keyakinan
dan pengalaman adat budaya yang berbeda yang digunakan untuk menjaga
kesehatan serta mencegah, mendiagnosa, memperbaiki atau mengobati
penyakit fisik dan mental. Pengobatan tradisional yang berbasis kearifan lokal
(local wisdom) dapat meningkatkan taraf kehidupan, baik secara ekonomi
maupun kesehatan masyarakat lokal. Jika masyarakat mampu memanfaatkan
pengobatan tradisional maka akses masyarakat terhadap pengobatan pada saat
mengalami gangguan kesehatan semakin mudah karena disesuaikan dengan
kemampuan daerah atau lokal untuk menangani masalah kesehatan.1
Jumlah spesies tanaman obat yang melimpah di Indonesia membuat
penggunaan pengobatan tradisional oleh masyarakat di Indonesia telah
dilakukan secara turun-temurun dari nenek moyang hingga sekarang,
kebiasaan ini telah menjadi warisan budaya bangsa Indonesia. Pengobatan
tradisional masih digunakan oleh individu dalam rumah tangga dikarenakan
beberapa faktor yang menunjang yaitu pengalaman yang sebelumnya didapat
oleh orang tua yang telah turun temurun digunakan, tidak merepotkan atau
lebih praktis karena bahan yang digunakan dapat langsung diperoleh dari alam
yang ada di sekitar rumah, pengobatan tradisional tidak mengeluarkan biaya,
serta manfaat yang dirasakan yaitu ramuan tradisional yang dikonsumsi beserta
bantuan pengobatan dari dukun dapat mengurangi rasa sakit.2
Keanekaragaman suku bangsa dan budaya membawa konsekuensi pada
beragamnya sistem medis (tradisional maupun modern) di masyarakat. Sistem
medis merupakan unsur universal dari suatu kebudayaan sehingga sistem
medis adalah bagian integral dari kebudayaan. Oleh karena itu, masingmasing
sistem medis memiliki konsep sehat-sakit yang berbeda, demikian juga upaya
pengobatannya.3

1 Astri Widiarti, Achmad Alim Bachri, Husaini, Analisis Pengaruh Faktor Perilaku Terhadap
Pemanfaatan Kearifan Lokal Sebagai Obat Tradisional Oleh Masyarakat Di Kota Palangka
Raya, Jurnal Berkala Kesehatan, Vol. 2, No. 1, Nov 2016, hlm. 31
2 Herika Jennifer, Endah Saptutyningsih, Preferensi Individu Terhadap Pengobatan Tradisional
Di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 16, Nomor 1, April 2015, hlm. 27
3 Atik Triratnawati, Pengobatan Tradisional, Upaya Meminimalkan Biaya Kesehatan Masyarakat
Desa Di Jawa, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Volume 13 No. 02 Juni, Tahun 2010, hlm.69

41
Jurnal Pemuliaan Hukum
Vol. 5, No. 1 (Oktober 2022), pp. 39-54, doi: 10.30999/jph.v5i1.2001

Pengobatan tradisional adalah bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia


yang diturunkan dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan.4
Obat-obatan tradisional yang terbuat dari tumbuhan tersebut mudah didapat
di sekitar tempat tinggal dan juga secara ekonomi terjangkau bila dibandingkan
dengan obat dan pengobatan modern saat ini. Selain itu, obat-obat tradisional
relatif aman karena tidak dicampur dengan bahan kimia sehingga tidak berefek
samping seperti halnya obat-obatan modern. Pengobatan tradisional dikenal
juga sebagai upaya pengobatan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran
berdasarkan pengetahuan yang berakar pada tradisi tertentu.5
Pengobatan tradisional banyak mendapatkan perhatian baik di kalangan
masyarakat maupun pakar di bidang kesehatan, karena kenyataannya
pengobatan tradisional masih hidup dan berdampingan dengan pengobatan
modern. Selain itu pengobatan tradisional dapat menjadi alternatif dalam
pemulihan kesehatan manusia. Pengobatan tradisional merupakan fenomena
sosial budaya yang telah menyatu dalam kehidupan masyarakat dan digunakan
untuk berbagai macam penyakit baik di desa maupun di kota-kota besar.6
Traditional knowledge atau pengetahuan tradisional merupakan salah satu
yang dihasilkan oleh masyarakat adat/asli/tradisional ini mencakup banyak hal
mulai dari sistem pengetahuan tradisional, karya-karya seni, karya sastra, filsafat,
catatan perkembangan seni, sejarah, bahasa, ilmu hukum, wayang, batik, naskah
klasik, naskah primbon, obat-obatan, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous
science and technology. Pengetahuan tradisional menjadi milik bersama.7
Kebutuhan untuk berobat disaat manusia mengalami gangguan
kesehatan adalah usaha mendasar yang perlu diupayakan sebagai bentuk
pertahanan diri. Berkaitan dengan hal tersebut, jalur pengobatan secara umum
dikenal dengan jalur konvensional melalui dokter dan jalur non medis melalui
pengobatan tradisional dengan peminat dan pertimbangan alasan yang
berbeda-beda.8

4 Yanti Nisfiyanti, Sistem Pengobatan Tradisional (Studi Kasus di Desa Juntinyuat, Kecamatan
Juntinyuat, Kabupaten Indramayu), Jurnal Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012, hlm. 130
5 Sami Rafles Handika, Defri Yoza, Evi Sri Budiani, Sistem Pengobatan Dan Persepsi
Masyarakat Terhadap Pengobatan Tradisional Berdukun Atau Bulian Di Desa Sungai Pasir
Putih Kecamatan Kelayang Kabupaten Indragiri Hulu, Jom Faperta UR Vol 3 No 2 Oktober
2016, hlm. 2
6 Indarto, Agus Kirwanto, Exprorasi Metode Pengobatan Tradisional Oleh Para Pengobat
Tradisional Di Wilayah Karesidenan Surakarta, Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 7, No 1,
Mei 2018, hlm .76
7 Endang, P, Perkembangan Hukum Intellectual Property Right Kajian Hukum Terhadap Hak atas
Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Ghalia Indonesia, Bogor, 2015, hlm. 245
8 Suharti, Persepsi Masyarakat Terhadap PengobatanTradisional berdasarkan Profesi di
Kaupaten Purwakarta, Journal of Holistic and Health Sciences, 3 (1), hlm. 54-59.

42
Saji Sonjaya
Pengobatan Tradisional dalam Perspektif Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan …

Banyaknya masyarakat yang termotivasi dan memiliki kepercayaan


untuk berobat pada pelayanan kesehatan tradisional, karena dianggap dapat
mengobati penyakit kronis serta ketidakpercayaan masyarakat terhadap
pengobatan modern karena dianggap gagal dalam mengobati penyakitnya. Hal
lain yang menjadi penyebab masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan
tradisional adalah ketakutan tindakan operasi dan ketidakpuasan terhadap
pengobatan modern, adanya paradigma bahwa mengkonsumsi obat-obatan
akan memberi dampak negatif bagi organ tubuh juga memberi motivasi mas-
yarakat memilih pelayanan kesehatan tradisional. Selain pelayanan pengobatan
tradisional lebih menguntungkan dari pengobatan modern, pengobatan
tradisional jauh lebih cepat tuntas, murah dan alami.9
Gaya hidup kembali ke alam (back to nature) menjadi tren saat ini
sehingga masyarakat kembali memanfaatkan berbagai bahan alam, termasuk
pengobatan dengan tumbuhan obat (herbal). Sebenarnya sudah sejak zaman
dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat
obat sebagai salah satu upaya menanggulangi berbagai masalah kesehatan, jauh
sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modern menyentuh
masyarakat. Selain lebih ekonomis efek samping ramuan herbal sangat kecil.
Karena itu pengguna obat herbal alami dengan formulasi yang tepat sangat
penting dan tentunya lebih efektif.10
Pemerintah secara formal sudah memberikan perhatian yang saksama
terhadap muncul dan berkembangnya pengobatan tradisional ini. Pengobatan
tradisional dalam Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 1 butir 16 mengatakan bahwa Pelayanan kesehatan tradisional adalah
pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada
pengalaman dan keterampilan turuntemurun secara empiris yang dapat diper-
tanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.11
Dalam Sistem Kesehatan Nasional di Indonesia, pelayanan kesehatan
konvensional sudah diakui dan mendominasi karena dijalankan oleh dokter,
perawat, bidan, dan tenaga medis profesional lainnya. Sebuah tantangan saat
ini adalah pelayanan kesehatan tradisional yang semakin kuat dengan
diakuinya tenaga kesehatan tradisional sebagai salah satu tenaga kesehatan
sesuai dengan Undangundang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan dan tergabung dalam Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI)

9 Dian Kartika, Pan Lindawaty S. Sewu dan Rullyanto W, SOEPRA, Jurnal Hukum Kesehatan,
Vol. 2 | No. 1 | Th. 2016, hlm. 3
10 Ismail, Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Masyarakat Memilih Obat Tradisional Di
Gampong Lam Ujong, Idea Nursing Journal Vol. VI No. 1 2015, hlm. 8
11 Ditha Prasanti, Komunikasi Terapeutik Tenaga Medis tentang Obat Tradisional bagi
Masyarakat, Jurnal MediaTor, Vol 10 (1), Juni 2017, hlm 53.

43
Jurnal Pemuliaan Hukum
Vol. 5, No. 1 (Oktober 2022), pp. 39-54, doi: 10.30999/jph.v5i1.2001

bersama tenaga kesehatan lain di luar dokter dan dokter gigi. Selain itu juga
telah dipopulerkan saintifikasi jamu sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 3 Tahun 20103 dan disahkannya pohon keilmuan Sistem
Kesehatan Tradisional Indonesia (SISKESTRAINDO)12
Masyarakat yang berobat ke pengobatan tradisional akan diberikan obat
tradisional yang biasanya di produksi langsung oleh Penyehat Tradisional.
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis
dan sifat kandungannya sangat beragam, sehingga untuk menjamin mutu obat
tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan
proses produksi dan penanganan bahan baku.13 Banyaknya masyarakat yang
menjalani pengobatan tradisional dan mengkonsumsi obat-obatan tradisional
dikarenakan minimnya efek samping dan harga yang cenderung lebih murah
dibandingkan obat kimia.
Disisi lain bahan obat alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga
merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional (termasuk dalam
upaya agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal). Adapun beberapa
kelemahan tersebut antara lain: efek farmakologis yang lemah, belum
dilakukan uji klinik dan mudah tercemar mikroorganisme. Maka untuk
menjamin kepastian hukum pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2012 Tentang Industri dan
Obat Tradisional. Pada pembahasan Penelitian ini penulis menitik beratkan
pada Kajian Hukum Pengobatan Tradisional dalam Perspektif Hukum Islam
dan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Kesehatan Di Indonesia (Studi
Putusan Hakim Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 629/Pid.B/2015/
Pn.Bdg) dengan kasus posisi sebagai berikut:
Bahwa terdakwa H Abdul Karim bin Wiratmapada hari senin tanggal 3
Desember 2012 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu yang masih termasuk
bulan Desember 2012 bertempat di Kampung Masigit Rt.04/02 Desa
Pananggapankecamatan Cibinong kabupaten Cianjur, namun karena terdakwa
bertempat tinggal, ditahan dan sebagian besar saksi-saksi bertempat tinggal lebih
dekat pada Pengadilan Negeri Bandung, maka berdasarka ketentuan Pasal 84 ayat
(2) UU RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana maka Pengadilan
Bandung berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya, telah dengan sengaja
memproduksi, atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) JO Pasal
197 UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan dihukum selama 6 (enam)

12 Agus Purwadianto, Soetedjo, R. Sjamsuhidajat, Sikap Etik Dokter Terhadap Pelayanan


Kesehatan Tradisional, Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 3 No. 1 Feb 2019, hlm. 17-18
13 Fred Amein, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafika Jaya, Jakarta 1991, hlm 21.

44
Saji Sonjaya
Pengobatan Tradisional dalam Perspektif Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan …

bulan dengan masa percobaan 1 (satu) tahun dan denda Rp. 2.000.000 (duajuta
Rupiah) subsider 1(satu) bulan Kurungan.14
Melihat fenomena kasus diatas dan lebih jelas melihat pada putusan
tersebut diatas, sebenarnya dalam proses pengobatan tradisional yang
dilakukan oleh H Abdul Karim dengan menggunakan doa-doa, jampi-jampi
dan jangjawokan serta menggunakan obat hasil racikannya sendiri tidak
menyalahi aturan bahkan menyehatkan, hanya saja cara pengobatan serta
keamanan obat yang disajikan tidak memiliki ijin. Tentu jika dilihat disisi lain
harus ada alternatif lain untuk menyelesaikan masalah yang terjadi seperti yang
terjadi kepada H Abdul Karim, agar mereka para pelaku penyehat tradisional
dapat secara legal berpraktik dan meracik obat tradisional serta cara yang
dilakukannya tidak menjurus pada perbuatan syirik, bid’ah dan khurafat,
dikhawatirkan akan merusak akidah umat Islam.
Dari uraian latar belakang tersebut di atas, berikut rumusan
permasalahan yang akan dibahas, Pertama bagaimana pengobatan tradisional
dalam perspektif hukum islam, Kedua bagaimana pengobatan tradisional
menurut peraturan perundang-undangan tentang kesehatan di Indonesia,
Ketiga sejauhmana pengaruh putusan pengadilan negeri bandung No.
629/Pid.B/2015/Pn.Bdg terhadap hukum pengobatan tradisional di
Indonesia.

Metode Penelitian
Penulis menggunakan metode yuridis normatif dalam penelitian ini.
yakni melihat aturan berkaitan dengan putusan pengadilan negeri bandung
No. 629/Pid.B/2015/Pn.Bdg dengan menggunakan data primer dan
sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Untuk melengkapi data penelitian
ini, penulis melakukan study litelatur juga study lapangan guna mendapatkan
jawaban untuk dianalisis dengan teori yang relevan dengan penelitian penulis
agar mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Pengobatan Tradisional dalam Perspektif Hukum Islam
Setiap penyakit dipastikan ada penyebabnya dan setiap penyakit juga
pasti ada obatnya. Pernyataan itu sebagaimana telah diketahui dan
diungkapkan dalam kitab suci al-Qur’an bahwasanya dapat mencegah atau
mengobati penyakit dengan cara yang bijaksana dan smart, hanya jika
memahami sebab-musababnya, dalam kehidupan sehari-hari, banyak pasien
yang memeriksakan diri pada dokter karena menderita suatu penyakit.

14 Putusan Hakim Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 629/Pid.B/2015/Pn.Bdg dalam Perkara


Terdakwa H Abdul Karim bin Wiratmapada.

45
Jurnal Pemuliaan Hukum
Vol. 5, No. 1 (Oktober 2022), pp. 39-54, doi: 10.30999/jph.v5i1.2001

Repotnya, banyak di antara dokter tidak peduli tentang sebab-musabab


penyakit pasien. Penderita yang memeriksakan diri ke tempat praktik dokter
tersebut umumnya menginginkan kesembuhan yang spotan (cepat). Seharus-
nya, sebelum dokter memberikan resep obat atau obat-obatan. Ia melakukan
pemeriksaan teliti terhadap sebab-musabab sakit yang diderita oleh pasien.15
Dewasa ini, obat-obat telah banyak diproduksi secara sintesis,
semisintesis dan biosintesis. Obat sebagai bahan kimia ada yang senyawa
organik dan ada pula berupa senyawa anorganik. Ada yang mempunyai
struktur kimia sederhana dan ada yang kompleks, dari sekian banyak obat yang
kini telah dikenal, ada yang mempunyai fungsi yang sama dan ada pula yang
mempunyai fungsi yang berbeda, demikian pula mengenai efek samping atau
pengaruh yang merugikan kesehatan. Nyatalah bahwa obat-obatan telah
memperbaiki kualitas manusia saat ini. Obat-obatan memberikan konstribusi
terhadap pemberantasan beberapa penyakit serius yang sudah tersebar luas
seperti penyakit lumpuh dan cacar. Manusia pun terus selalu melakukan
percobaan demi percobaan untuk mendapat substansi atau kandungan
mineral, tumbuhan dan bagian dari hewan guna mengobati rasa sakit, penyakit
dan memperbaiki kesehatan.16
Setiap makanan yang masuk ke dalam perut adalah sesuatu yang berguna
bagi kesehatan tubuh. Artinya makanan tidak saja dipakai sebagai sumber
kenyang, tetapi juga bermanfaat sebagai “obat”. Seiring dengan adanya
gerakan kembali ke alam atau back to nature, akhir-akhir ini dimulai dilakukan
penelitian- penelitian yang bertujuan untuk mengungkap senyawa-senyawa
berkhasiat yang terdapat dalam makanan. Umumnya makanan fungsional
didapatkan pada tumbuh-tumbuhan, seperti umbi-umbian, biji-bijian, sayuran,
buah-buahan serta rempah-rempah. Beberapa makanan fungsional yang
didapat pada hewan, diantaranya adalah cakar ayam, lemak ikan laut serta telur
dan daging ayam kampung. Makanan fungsional ini tidak berarti dapat meng-
gantikan peranan obat yang dipakai pada pengobatan medis konvensional.
Makanan fungsional ini lebih berperan sebagai “obat” pelengkap yang
mendukung proses kesembuhan penyakit tertentu pasien yang sedang dalam
proses pengobatan. Jadi pengkonsumsian makanan fungsional ini bukan
karena untuk mendapatkan rasa kenyang atau karena cita rasa yang memenuhi
selera, tapi karena khasiat yang berefek positif pada kesehatan dan kebugaran
tubuh.17

15 Tuhana Taufiq Andrianto, Ampuhnya Terapi Herbal Berantas Berbagai Penyakit Berat, Najah,
Yogyakarta, 2011, hlm. 14-15.
16 Iqra al-Firdaus, Menjadi Dokter di Rumah Sendiri, Flash Book , Jogjakarta, 2011, hlm. 71- 73.
17 Rimawati, Kesehatan Keluarga, Tugu, Jakarta, 2012, hlm. 33-36.

46
Saji Sonjaya
Pengobatan Tradisional dalam Perspektif Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan …

Pada dasarnya semua penyakit berasal dari Allah, maka yang dapat
menyembuhkan juga Allah semata. Akan tetapi untuk mencapai kesembuhan
tersebut tentunya dengan usaha yang maksimal. Sesungguhnya Allah men-
datangkan penyakit, maka bersamaan dengan itu Allah juga mendatangkan
obat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
“Abu Darda’ berkata, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguh-
nya Allah menurunkan penyakit serta obat dan diadakan-Nya bagi
tiap penyakit obatnya, maka berobatlah kamu, tetapi janganlah
kamu berobat dengan yang haram”. (HR. Abu Daud).”
Selain itu, hadis lain menerangkan tentang pengobatan dalam Islam
adalah sebagai berikut:
Usumah bin Syarik berkata, “Di waktu saya beserta Nabi
Muhammad SAW., datanglah beberapa orang badui, lalu mereka
bertanya, “Ya, Rasulullah, apakah kami mesti berobat?”, Jawab
beliau, “Ya, wahai hamba Allah, berobatlah kamu, karena Allah
tidak mengadakan penyakit melainkan Dia adakan obatnya,
kecuali satu penyakit”. Tanya mereka, “Penyakit apa itu?”. Beliau
menjawab, “Tua”. (HR. Ahmad)
Berdasarkan beberapa hadist tersebut dapat diketahui bahwa Allah SWT
tidak akan menurunkan penyakit kecuali Allah juga menurunkan obatnya, baik
itu penyakit yang muncul pada zaman nabi maupun sesudah Nabi. Segala jenis
penyakit pasti ada obatnya, tergantung bagaimana cara mengatasi penyakit
tersebut sehingga penyakit tersebut bisa sembuh dengan izin Allah SWT. Hal
ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:
“Setiap penyakit ada obatnya, jika obat itu tepat mengenai
sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu sembuh (HR.
Muslim dan Ahmad).”
Islam adalah agama yang lengkap. Islam tidak hanya menjelaskan
tentang cara bertauhid dan bersosial belaka, tetapi lebih dari itu, juga
memperhatikan aspek-aspek kesehatan dan pengobatan. Pada dasarnya al-
Qur‟an yang merupakan sumber segala hukum dan pengetahuan dalam Islam,
sebenarnya adalah obat segala macam penyakit18. Islam telah menetapkan
etika dalam dunia kedokteran yang diantaranya: dokter harus menguasai
penyebab penyakit dan jenis-jenisnya, memperhatikan kondisi pasien, tidak
hanya menghilangkan penyakit si pasien, mencegah penyakit si pasien, juga
mencegah penyakit lain yang muncul karena pengobatan, mengobati dengan

18 M. Sanusi, Terapi Kesehatan Warisan Kedokteran Islam Klasik, Najah, Yogyakarta, 2012, hlm. 33.

47
Jurnal Pemuliaan Hukum
Vol. 5, No. 1 (Oktober 2022), pp. 39-54, doi: 10.30999/jph.v5i1.2001

cara yang lebih ringan terlebih dahulu, memperhatikan tingkat kekuatan obat
dan sebagainya.
Menurut pandangan syariat Islam, seorang dokter harus memiliki sifat-
sifat tertentu agar ia benar-benar layak untuk menunaikan tugas medisnya
secara maksimal. Meskipun misi tugas medis fardhu kifayah, para ulama
memasukkannya ke dalam kategori profesi yang sangat mulia karena berkaitan
erat dengan melindungi jiwa (nyawa) dan peran manusia dalam menjalankan
misi khilafah di muka bumi ini, karena jika orang sakit, ia tidak bisa
menjalankan perannya dalam kehidupan di muka bumi dalam hal ini, para
ulama memberikan dua syarat yang benar-benar harus diperhatikan. Profesi
ini harus dilakukan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Menjaga
akhlak Islam dalam semua tindakan dan perbuatan yang dilakukan.19
Rasulullah Saw adalah orang pertama dalam sejarah yang menyeru
melakukan penelitian ilmiah. Ini dapat dilihat dari banyaknya hadis Rasulullah
yang meletakkan dasar-dasar penting bagi ilmu kedokteran modern.
Rasulullah bersabda: “Tidaklah Allah menurunkan penyakit, melainkan Dia pula
yang menurunkan obatnya.” (HR. al-Bukhari)”, Hadis ini menegaskan adanya
obat bagi setiap macam penyakit. Ini berarti bahwa manusia apabila ingin
mencari pengobatan, pasti akan menemukan dalam hadis lain, Rasulullah
menegaskan perlunya ilmu kedokteran, mempelajari, serta mencari obat.
Hadith ini mengajak untuk melakukan penelitian medis, sebagaimana yang
terdapat dalam sabdanya. Selain itu, Rasulullah Saw menegaskan bahwa obat
tersebut ada, namun dibutuhkan orang yang mencarinya dan bersungguh-
sungguh dalam melakukan penelitian serta menemukannya.20

Pengobatan Tradisional menurut Peraturan Perundang-undangan.


Bertitik tolak dari substansi pengaturan pelayanan pengobatan
tradisional sebagaimana diatur dalam UU No. 36 tahun 2009, dapat diklasi-
fikasikan sebagai berikut:

19 Yusuf al-Hajj Ahmad, Ensklopedi Kemukijzatan Ilmiah dalam Al-Qur‟an dan Sunnah, ter. Masturi
Irham, Mujibburrohman, PT Kharisma Ilmu, Jakarta, 2009, hlm. 45.
20 Abdel Daem al-Kaheel, Rahasia Medis dalam Al-Qur‟an dan Hadis Operasi tanpa Luka, ter.
Muhammad Misbah, Amzah,, Jakarta, 2012, hlm. 3-5.

48
Saji Sonjaya
Pengobatan Tradisional dalam Perspektif Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan …

Gambar 4
Klasifikasi pengaturan pelayanan pengobatan
tradisional
POLITICAL WILL PEMERINTAH
Pasal : 2, 3, 61

OBAT
PENGOBAT

PENGOBATAN
Pasal 1 (4), (9),
Pasal 60, 61, 100, TRADISIONAL
100, 105, 108,
101

PELAYANAN PENGOBAT
TRADISIONAL

Pasal 1 (16), 48, 59,

Political will Pemerintah dalam mengembangkan pelayanan kesehatan


tradisional tertuang dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Pasal 2, 3, dan
61. Pasal 2 UU No. 36 Tahun 2009 berbunyi:
“Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan
perikemanusiaan, keseimbangan, menafaat, perlindungan, peng-
hormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan
nondiskriminatif dari norma-norma agama.”
Ketentuan tersebut diatas, terkandung makna bahwa sistem kesehatan
yang dikembangkan di Indonesia, yang pada dasarnya berupaya untuk
menyeimbangkan kepentingan dari pihak yang menjadi pemangku kepen-
tingan, yaitu masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan, penyedia
pelayanan kesehatan dan pemerintahan. Keseimbangan yang hendak di-
seimbangkan ini juga terjadi diantara kelompok masyarakat yang menjadi
penyelenggara dan penyedia pelayanan kesehatan, yang secara kategorial dapat
dibedakan menjadi pelayanan kesehatan (modern) dan pelayanan kesehatan
tradisional.
Pasal 3 UU No. 36 Tahun 2009 berbunyi:

49
Jurnal Pemuliaan Hukum
Vol. 5, No. 1 (Oktober 2022), pp. 39-54, doi: 10.30999/jph.v5i1.2001

“Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,


keamanan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis”
Pasal ini menegaskan bahwa tujuan dari pelayanan kesehatan adalah
umtuk menciptakan atau meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dan tidak membedakan antara pelayanan kesehatan modern
ataupun tradisional, yang terpenting adalah pelayanan kesehatan tersebut
dapat dan mampu mendorong tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Sebagaimana dalam Pasal 61 UU No.36 tahun 2009 yang
berbunyi:
1) Setiap orang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang
menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari
lembaga kesehatan yang berwenang
2) Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanan-
nya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan
kebudayaan masyarakat.
Pengobat Tradisional dasar legitimasinya secara eksplisit tertuang dalam
UU No, 36 No. 2009 Pasal 60, 61, 100 dan 101 yang menyatakan Pengobat
Tradisional dasar legitimasinya secara eksplisit tertuang dalam UU No, 36 No.
2009 Pasal 60, 61, 100 dan 101, Obat tradisional dasar legitimasinya secara
eksplisit tertuang dalam UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 1 (4), (9), 100. 105, dan
108, dan Landasan legitimasi hukum terhadap pelayanan pengobatan
tradisional tertuang dalam Pasal 1(16), 48 dan 59 UU No. 36 Tahun 2009

Pengaruh Putusan Pengadilan Negeri Bandung No. 629/Pid.B/


2015/Pn.Bdg terhadap Hukum Pengobatan Tradisional di Indonesia.
Putusan Pengadilan Negeri Bandung No. 629/Pid.B/2015/Pn.Bdg
terhadap Hukum Pengobatan sangatlah berpegaruh kepada masyarakat
pengenai pengobatan tradisional, sebab setiap pelaku kesehatan tradisional
haruslah diberikan efek jera agar kasus serupa tidak terjadi lagi, selain itu juga
adanya putusan ini memberikan gambaran bagi para pelaku pegobatan
tradisional agar seantiasa lebih hati-hati dan tentu dalam meracik obat
tradisional harus sesuai dengan UU Kesehatan yakni UU No. UU No. 36
tahun 2009. Berikut pertimbangan majelis hakim terhadap putusan No.
629/Pid.B/2015/Pn.Bdg:

50
Saji Sonjaya
Pengobatan Tradisional dalam Perspektif Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan …

“Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dan barang bukti yang


diajukan diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut: terdakwa telah
memproduksi obat-obatan tradisional tidak mempunyai izin, pada hari senin
tanggal 3 Desember 2012, petugas Balai Besar POM Bandung didampingi
petugas POLDA jabar melakukan pemeriksaan di CV Jasarama di Kp
Pasirmasigit RT 04 RW 02 Kel/Desa. Pananggapan, Kec. Cibinong kab.
Cianjur, pada saat pemeriksaan ditemukan obat tradisional tanpa izin edar
antara lain Herbal Temulawak, Herbal Ejakulasi Dini, Herbal Kanker Rahim,
Herbal Keputihan, Herbal Kanker Payudara, Herbal Tetes mata natural,
Herbal Tetes mata plus, bahan baku Meniran, bahan baku D Flu. Alat isi
kapsul, dokumen dan lain-lain, barang-barang tersebut selanjutnya disita.
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbang-
kan apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, Terdakwa dapat
dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya;
Menimbang, bahwa terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum
dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan
memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut diatas memilih langsung dakwaan
alternatif ke satu sebagaimana diatur dalam pasal 197 Jo Pasal 106 ayat (1) UU
RI No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang unsur-unsurya adalah sebagai
berikut: 1) Unsur Barang Siapa, dan 2) Unsur Denga sengaja memproduksi
atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yag tidak memiliki
izin edar.
Menimbang, bahwa terhadap unsur-usur tersebut Mejelis Hakim
mempertimbangkan sebagai Berikut:
Pertama, Unsur Barang siapa
Menimbang, bahwa “barang siapa” disini bukanlah merupakan unsur
delik selainkan unsur pasal yang menunjukan pada setiap orag subyek hukum
sebagai pendukung hak dan kewajiban yang didakwa telah melakukan sesuatu
tindak pidana yang dilarang oleh suatu peraturan perundag-undangan
yangberlaku, dan “barang siapa” tersebut akan selalu melekat pada setiap
unusr delik dan dengan demikian akan terpenuhi jika semua unsur deliknya
juga terpenuhi dan pelakunya dapat dipertanggung jawabkan di depan
Hukum;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini telah dihadapkan dipersidangan
oleh Penuntut Umum, terdakwa yang mengaku bernama Terdakwa H. Abdul
Karim Bin Wiratma dan telah mengakui identitas selengkapnya sebagaimana
tertera dalam surat penuntut umum, dengan demikian yang dimaksud “ barang
siapa” di sini adalah H. Abdul Karim Bin Wiratman. Dengan demikian ini
terbukti menurut hukum.

51
Jurnal Pemuliaan Hukum
Vol. 5, No. 1 (Oktober 2022), pp. 39-54, doi: 10.30999/jph.v5i1.2001

Kedua, Dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi


dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar
Menimbang bahwa perbuatan terdakwa H. Abdul Karim Bin Wiratma,
telah dengan sengaja memproduksi, atau mengedarkan, sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud
dalam pasal 106 ayat (1), pada hari selasa tanggal 4 Desember 2012, petugas
Balai Besar POM Bandung melakukan pemeriksaan di rumah praktek bekam
HRC alamat jl. Arif rahman hakim No 28C RT 003 RW 007 desa/kel. Muka
kec. Cianjur kab. Cianjur, pada saat pemeriksaan ditemukan obat tradisional
tanpa izin edar, lalu obat tersebut dikumpulkan dicatat dan disita seperti obat
Tetes Mata, Brosur Tetes Mata, Toccer, D Flu dan dokumen. Dengan demikia
unsur ini terbukti meurut hukum.
Dari pertimbangan majelis terhadap putusan No. 629/Pid.B/2015
/Pn.Bdg, sangat jelas bahwa terdakwa memproduksi obat tradisional tanpa
ijin dari pihak terkait seperti POM. Sebagaimana Pasal 17 UU kesehatan
menyatakan:
“Penggunaan obat tradisional harus memenuhi standar dan/atau
persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku”
Dari hasil penelitian penulis, Pengaruh Putusan Pengadilan Negeri
Bandung No. 629/Pid.B/2015/Pn.Bdg terhadap Hukum Pengobatan
Tradisional di Indonesia yaitu: 1) Memberikan efek jera bagi pelaku tindak
pidana Pemalsuan obat tradisional. 2) Kepastian hukum kepada masayarakat.
3) Kesadaran hukum

Kesimpulan
Pengobatan Tradisional dalam Perspektif Hukum diatur dalam Islam.
Islam tidak hanya menjelaskan tentang cara bertauhid dan bersosial belaka,
tetapi lebih dari itu, juga memperhatikan aspek-aspek kesehatan dan
pengobatan. Pada dasarnya al-Qur’an yang merupakan sumber segala hukum
dan pengetahuan dalam Islam, sebenarnya adalah obat segala macam penyakit.
Islam telah menetapkan etika dalam dunia kedokteran. Diantaranya dokter
harus menguasai penyebab penyakit dan jenis-jenisnya, memperhatikan
kondisi pasien, tidak hanya menghilangkan penyakit si pasien, mencegah
penyakit sipasien, juga mencegah penyakit lain yang muncul karena
pengobatan, mengobati dengan cara yang lebih ringan terlebih dahulu,
memperhatikan tingkat kekuatan obat dan sebagainya. Pengobatan
Tradisional menurut Peraturan Perundang-undangan Tentang Kesehatan di
Indonesia terdapat 4 (empat) komponen yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan yakni pertama, Political will dari pemerintah terhadap

52
Saji Sonjaya
Pengobatan Tradisional dalam Perspektif Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan …

obat tradisional yang diatur dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Pasal
2, 3, dan 61. Kedua, Pengobat tradisional dasar legitimasinya secara eksplisit
tertuang dalam UU No, 36 No. 2009 Pasal 60, 61, 100 dan 101 tentang
kesehatan. Ketiga, Obat tradisional dasar legitimasinya secara eksplisit
tertuang dalam UU No. 36 Tahun 2005 Pasal 1 (4), (9), 100. 105, dan 108.
Keempat, Landasan legitimasi hukum terhadap pelayanan pengobatan
tradisional tertuang dalam Pasal 1(16), 48 dan 59 UU No. 36 Tahun 2009
tentang kesehatan. Pengaruh Putusan Pengadilan Negeri Bandung No.
629/Pid.B/2015/Pn.Bdg terhadap Hukum Pengobatan Tradisional di
Indonesia setidak-tidaknya akan memberikan efek terhadap masyarakat dan
pelaku itu sendiri. Pertama, akan meberikan efek jera terhadap pelaku tindak
pidana tersebut,kedua memberikan kesadaran hukum terhadap masayrat,
ketiga akan memberikan kepastian hukum dalam masyarakat.

Saran
Pemerintah harus lebih banyak lagi mensosialisasikan kepada
masyarakat mengenai peredaran obat tradisional yang harus berizin, agar para
peramu obat tradisional dapat mendaftarkan obat hasil ramuannya kepada
pemerintah, Pemerintah sekiranya dapat memberikan kemudahan secara
administratif terkait proses perizinan obat tradisional, dan Pemerintah harus
memperketat perizinan praktek pengobatan tradisional melalui peraturan-
peraturan sebagai upaya untuk melindungi pengobat tradisional dan
pasiennya.

Daftar Pustaka

Abdel Daem al-Kaheel, Rahasia Medis dalam Al-Qur‟an dan Hadis Operasi tanpa
Luka, ter. Muhammad Misbah, Amzah,, Jakarta, 2012, hlm. 3-5.
Agus Purwadianto, Soetedjo, R. Sjamsuhidajat, Sikap Etik Dokter Terhadap
Pelayanan Kesehatan Tradisional, Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 3
No. 1 Feb 2019.
Astri Widiarti, Achmad Alim Bachri, Husaini, Analisis Pengaruh Faktor
Perilaku Terhadap Pemanfaatan Kearifan Lokal Sebagai Obat
Tradisional Oleh Masyarakat Di Kota Palangka Raya, Jurnal Berkala
Kesehatan, Vol. 2, No. 1, Nov 2016.
Atik Triratnawati, Pengobatan Tradisional, Upaya Meminimalkan Biaya
Kesehatan Masyarakat Desa Di Jawa, Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan, Volume 13 No. 02 Juni, Tahun 2010
Dian Kartika, Pan Lindawaty S. Sewu dan Rullyanto W, SOEPRA, Jurnal
Hukum Kesehatan, Vol. 2 | No. 1 | Tahun. 2016.

53
Jurnal Pemuliaan Hukum
Vol. 5, No. 1 (Oktober 2022), pp. 39-54, doi: 10.30999/jph.v5i1.2001

Ditha Prasanti, Komunikasi Terapeutik Tenaga Medis tentang Obat


Tradisional bagi Masyarakat, Jurnal MediaTor, Vol 10 (1), Juni 2017.
Endang, P, Perkembangan Hukum Intellectual Property Right Kajian Hukum
Terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2015.
Fred Amein, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafika Jaya, Jakarta 1991.
Herika Jennifer, Endah Saptutyningsih, Preferensi Individu Terhadap
Pengobatan Tradisional Di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Studi
Pembangunan Volume 16, Nomor 1, April 2015, hlm
Indarto, Agus Kirwanto, Exprorasi Metode Pengobatan Tradisional Oleh
Para Pengobat Tradisional Di Wilayah Karesidenan Surakarta, Jurnal
Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 7, No 1,Mei 2018
Iqra al-Firdaus, Menjadi Dokter di Rumah Sendiri, Flash Book , Jogjakarta.
Ismail, Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Masyarakat Memilih Obat
Tradisional Di Gampong Lam Ujong, Idea Nursing Journal Vol. VI No. 1
2015.
M. Sanusi, Terapi Kesehatan Warisan Kedokteran Islam Klasik, Najah, Yogyakarta,
2012.
Putusan Hakim Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 629/Pid.B/2015/
Pn.Bdg dalam Perkara Terdakwa H Abdul Karim bin Wiratmapada.
Rimawati, Kesehatan Keluarga, Tugu, Jakarta, 2012.
Sami Rafles Handika, Defri Yoza, Evi Sri Budiani, Sistem Pengobatan Dan
Persepsi Masyarakat Terhadap Pengobatan Tradisional Berdukun Atau
Bulian Di Desa Sungai Pasir Putih Kecamatan Kelayang Kabupaten
Indragiri Hulu, Jom Faperta UR Vol 3 No 2 Oktober 2016.
Suharti, Persepsi Masyarakat Terhadap PengobatanTradisional berdasarkan
Profesi di Kaupaten Purwakarta, Journal of Holistic and Health Sciences, 3
(1).
Tuhana Taufiq Andrianto, Ampuhnya Terapi Herbal Berantas Berbagai Penyakit
Berat, Najah, Yogyakarta, 2011.
Yanti Nisfiyanti, Sistem Pengobatan Tradisional (Studi Kasus di Desa
Juntinyuat, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu), Jurnal
Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012.
Yusuf al-Hajj Ahmad, Ensklopedi Kemukijzatan Ilmiah dalam Al-Qur‟an dan
Sunnah, ter. Masturi Irham, Mujibburrohman, PT Kharisma Ilmu, Jakarta,
2009.

54

Anda mungkin juga menyukai