Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ETIKA DAN HUKUM PENYEMBUHAN TRADISIONAL

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Profesi dan Hukum Kesehatan

Dosen Pengampu : Fenny Bintarawati,S.S.T., M.H

Disusun Oleh Kelompok 1 :

1. Fitrotul Hidayah (1807026001)


2. Marzuqotun Najiyah (1807026002)
3. Zahra Safira Violeta (1807026003)
4. Aisyatul Isnaini (1807026004)
5. Nurul Khosiat (1807026005)
6. Fajrin Nabatah B. (1807026006)
7. Fitrotul Kamila (1807026007)
8. Petni Nauli Br Panjaitan (1807026008)
9. Elva Novalina (1807026010)

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT kami panjatkan atas rahmat dan hidayah-Nya yang
telah diberikan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Etika
Dan Hukum Penyembuhan Tradisional” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Rasa terima kasih kami tidak terkira kepada yang
terhormat Ibu Fenny Bintarawati,S.S.T., M.H selaku dosen pengampu mata kuliah Etika
profesi dan Hukum Kesehatan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan untuk kami. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya dan sumber referensi yang diambil,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini ke depannya.

Semarang, 04 Mei 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengobatan tradisional sudah dikenal di kalangan masyarakat, jauh sebelum
kedokteran modern masuk ke Indonesia. Sistem pengobatan tradisional merupakan salah
satu unsur budaya yang selama ini tumbuh dan berkembang serta terpelihara secara turun
temurun di kalangan masyarakat, baik masyarakat perkotaan maupun masyarakat
pedesaan [ CITATION cec14 \l 14345 ]
Hingga sampai masa sekarang masih banyak masyarakat yang percaya untuk
pengobatan tradisional. Hal ini dianggap pengobatan tradisional jauh lebih cepat tuntas,
murah dan alami. Disamping masih menjadi keraguan masyarakat bahwa pelayanan
pengobatan tradisional menurut masyarakat, terhadap tindakan pengobatan yang
dilakukan melalui pelayanan kesehatan tradisional belum semua yang berada dalam
pengawasan pemerintah, obatnya tidak praktis, tidak enak, kebersihannya tidak terjamin
sehingga perlindungan terhadap pasiennya masih dipertanyakan.
Pengobatan tradisional tersebut masih banyak yang belum memiliki dasar ilmiah,
sehingga sulit untuk menentukan parameter yang objektif dan penilaiannya, dengan
banyaknya tenaga pengobatan tradisional yang tidak memiliki standar kompetensi dalam
menangani pasien dimungkinkan akan merugikan masyarakat
Dengan disusunnya makalah ini guna untuk memberikan pengetahuan apa yang kita
pikirkan mengenai pengobatan tradisional itu benar atau salah. Mengarahkan masyarakat
awam terhadap ilmu kesehatan terutama dari aspek etika dan hukum pengobatan
tradisional.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian pengobatan tradisional ?
2. Bagaimana klasifikasi dan jenis pengobatan tradisional ?
3. Bagaimana eksitensi pengobatan tradisional ?
4. Bagaimana etika dan hukum pengobatan tradisonal ?
5. Bagaimana perlindungan hukum bagi klien dan pelaku pelayanan pengobatan
tradisional ?
6. Bagaimana contoh kasus pengobatan tradisional ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian pengobatan tradisional.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dan jenis pengobatan tradisional.
3. Untuk mengetahui eksitensi pengobatan tradisional.
4. Untuk mengetahui etika dan hukum pengobatan tradisonal.
5. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi klien dan pelaku pelayanan pengobatan
tradisional.
6. Untuk mengetahui contoh kasus pengobatan tradisional.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengobatan Tradisional


Pengobatan tradisionnal merupakan fenomena yang sudah membudaya dan melekat
dalam kehidupan masyarakat. Baik di desa-desa maupun di kota besar. Sejak dulu,
pengobatan tradisonal yang lazim di masyarakat misalnya dari tanaman obat yang
kemudian diolah menjadi jamu, jampe-jampe atau doa, perimbon dan masih bayak yang
lainnya[ CITATION ind18 \l 14345 ]. Berdasarkan UU Nomor 36 tahun 2014 tentang
ketenagaan kesehatan menjelaskan bahwa pengobatan tradisional ialah pengobatan dan
atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan
turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat. Pengertian senada juga disebutkan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003
tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional bahwa pengpabtan tradisional
merupakan pengoabtan dan/atau perawatan dengan cara, obat, dan pengobatnya yang
mengacu pada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan
dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat [CITATION rep03 \l
14345 ]. Dapat disimpulkan bahwa summber pengetahuan pengoabtan tradisional yang
dimiliki pengobat umumnya didapat secara turun temurun. Dari bakat yang sudah ada,
kemudian dikembangkan lagi dengan membaca referensi lalu mempraktikannya sendiri
atau berguru langsung pada pengobat tradisional yang lainnya [ CITATION irv18 \l 14345 ]

B. Kalsifikasi dan Jenis Pengobatan Tradisional


Jenis pengobatan tradisional tercantum dalam pasal 3 Ayat (1) Kepmenkes No.
1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional
diklasifikasikan dalam jenis ketrampilan, ramuan, pendekatan agama dan supranatural.
Pasal 3 Ayat 2 Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/203 tentang penyelenggaraan
pengobatan Tradisional merumuskan klasifikasi dan jenis sebagaimana dimaksud ayat 1
yaitu :
a) Pengobatan tradisional keterampilan
Pengobatan tradisional (Batra) keterampilan adalah seorang yang melakukan
pengobatan atau perawatan tradisional berdasarkan keterampilan fisik dengan
menggunakan anggota gerak atau alat bantu lainnya seperti :
 Batra Pijat Urut adalah seorang yang melakukan pelayanan pengobatan atau
perawatan dengan cara mengurut/ memijat bagian atau seluruh tubuh.
tujuannya untuk penyegaran relaksasi otot, menghilangkan capai, juga
untuk mengatasi gangguan kesehatan atau menyembuhkan suatu keluhan
atau penyakit. Pemijatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan jari
tangan, telapak tangan, siku, lutut, tumit atau dibantu alat tertentu antara
lain pijat yang dilakukan oleh dukun/ tukang pijat, pijat tunanetra, dll.
 Batra patah tulang adalah seorang yang memberikan pelayanan pengobatan
atau perawatan patah tulang dengan cara tradisional. Disebut dukung
potong (Madura), sangkal putung (Jawa), sandro pauru (Sulawesi selatan).
 Batra sunat adalah seorang yang memberikan pelayanan sunat (sirkumisi)
secara tradisional. Batra sunat menggunakan istilah berbeda seperti bong
supit (Yogya), bengkong (Jawa Barat). Asal keterapilan umumnya
diperoleh secara turun temurun.
 Batra dukun bayi adalah seorang yang memberikan pertolongan persalinan
ibu sekaligus memberikan perawatan kepada bayi dan ibu sesudah
melahirkan selama 40 hari. Di Jawa Barat disebut Paraji, dukun rembi
(Madura), balian manak (Bali), sandro pammana (Sulawesi Selatan), sandro
bersalin (Sulawesi Tengah), suhu batui di Aceh.
 Batra pijat refleksi adalah seorang yang melakukan pelayanan pengobatan
dengan cara pijat dengan jari tangan atau alat bantu lainnya pada zona
refleksi terutama pada telapak kaki atau tangan.
 Akupresuris adalah seorang yang melakukan pelayanan pengobatan dengan
pemijatan pada titik-titik akupuntur dengan menggunakan ujung jari atau
alat bantu lainnya kecuali jarum.
 Akupunkturis adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan
dengan perangsangan pada titik-titik akupuntur dengan cara menusukkan
jarum dan sarana lain seperti elektro akupuntur
 Chiropractor adalah seorang yang melakukan pengobatan kiropraksi dengan
cara teknik khusus untuk gangguan otot dan persendian.
 Batra lainnya yang metodenya sejenis
b) Pengobatan Tradisional Ramuan
Pengobatan tradisional ramuan adalah seseorang yang melakukan pengobatan
atau perawatan tradisional dengan menggunakan obat/ramuan tradisional yang
berasal dari tanaman (flora), fauna, bahan mineral, air, dan bahan alam lainnya
seperti :
 Batra ramuan Indonesia (Jamu) adalah seseorang yang memberikan
pelayanan pengobatan atau perawatan dengan menggunakan ramuan obat
dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dll, baik diramu sendiri maupun
obat jadi tradisional Indonesia.
 Batra gurah adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan
dengan cara memberikan ramuan tetesan hidung, yang berasal dari kulit
pohon sengguguh dengan tujuan mengobati gangguan saluran pernafasan
atas seperti pilek, sinusitis, dll.
 Shinshe adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan atau
perawatan dengan menggunakan ramuan obat-obatan tradisional Cina.
Falsafah yang mendasari cara pengobatan ini adalah ajaran “Tao
(Taoisme)” dimana dasar pemikirannya adalah adanya keseimbangan antara
unsur yin dan yang
 Tabib adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dengan
ramuan obat tradisional yang berasal dari bahan alamiah yang biasanya
dilakukan oleh orang-orang India atau Pakistan
 Homoeopath adalah seseorang yang memiliki cara pengobatan dengan
menggunakan obat/ramuan dengan dosis minimal (kecil) tetapi mempunyai
potensi penyembuhan tinggi, dengan menggunakan pendekatan holistic
berdasarkan keseimbangan antara fisik, mental, jiwa dan emosional
penderita.
 Aromatherapist adalah seseorang yang memberikan perawatan dengan
menggunakan rangsangan aroma yang dihasilkan oleh sari minyak murni
(essential oils) yang didapat dari sari tumbuh-tumbuhan (ekstraksi dari
bunga, buah, daun, biji, kulit, batang/ranting akar, getah) untuk
menyeimbangkan fisik, pikiran dan perasaan.
 Batra lainnya yang metodenya sejenis.
c) Pengobatan Tradisional Pendekatan Agama
Pendekatan agama adalah seseorang yang melakukan pengobatan atau perawatan
tradisional atau perawataan tradisional dengan menggunakan pendekatan agama
Islam, Kristen, Katolik, Hindu atau Budha.
d) Pengobatan Tradisional Supranatural
Batra supranatural adalah seseorang yang melakukan pengobatan atau perawatan
tradisional dengan menggunakan tenaga dalam, meditasi, olah pernapasan, indra
keenam, kebatinan, antara lain :
 Tenaga dalam (prana) adalah seseorang yang memberikan pelayanan
pengobatan dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam (bio energy, inner
power) antara lain Satria Nusantara, Merpati putih, Sinlamba, Padma Bakti,
Kalimasada, Anugrah Agung, Yoga, Sinar Putih, Sinar Pedrak, Bakti
Nusantara, Wahyu Sejati dan sebagainya.
 Batra Paranormal adalah seseorang yang memberikan pelayanan
pengobatan dengan menggunakan kemampuan indera keenam (pewaskita).
 Reiky Master (Tibet, Jepang) adalah seseorang yang meberikan pelayanan
pengobatan dengan menyalurkan, memberikan energy (tenaga dalam) baik
langsung maupun tidak langsung (jarak jauh) kepada penderita dengan
konsep dari Jepang.
 Qigong (Cina) adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan
dengan cara menyalurkan energy tenaga dalam yang berdasarkan konsep
pengobatan tradisional Cina
 Batra kebatinan adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan
dengan menggunakan kebatinan untuk menyembuhkan penyakit
 Batra lainnya yang sejenis (Kemenkes RI, 2003)

C. Eksistensi Pengobatan Tradisional


Pada saat ini ilmu dan teknologi sudah semakin maju dan berbagai cara telah
dikembangkan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan, baik oleh pemerintah maupun
swasta. Namun tidak dapat kita pungkiri bahwa masyarakat masih juga memerlukan
pengobatan tradisional sebagai pengobatan alternatif. Hal ini terjadi bukan hanya di desa
saja tetapi juga di kota. Demikian pula kalangan atas, pejabat, golongan cerdik pandai,
apabila mengalami sakit masih juga berobat atau mencari kesembuhan pada pengobatan
tradisional. Di Negara-negara maju umumnya, cara pengobatan modern telah mendapat
tempat yang baik dan mapan dalam sistem pengobatannya. Keadaan ekonomi yang telah
memungkinkan mereka menyediakan fasilitas yang memadai untuk penyelenggaraan
pelayanan kesehatan cara modern yang pada umumnya membutuhkan sarana dan
prasarana yang cukup mahal. Terkait dengan perkembangan teknologi pengobatan
modern, ternyata pengobatan tradisional semakin banyak peminatnya dan secara nyata
dalam kasus-kasus penyakit tertentu justru lebih berhasil daripada cara-cara pengobatan
modern, dimana cara-cara dan hasilnya sering dipandang sebagai hal yang kurang
rasional. Keadaan ini tidak jarang menimbulkan persepsi pro dan kontra terhadap
pengobatan tradisional sebagai akibat dari digunakannya pengobatan modern/model barat
sebagai tolak ukur dalam menilai kebenaran suatu cara dari hasil suatu pengobatan.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan sesuai dengan keinginan dan
kemampuan masyarakat yang bervariasi, pengobatan tradisional sebagai salah satu
pengobatan alternatif yang ada dipandang perlu untuk ditingkatkan dan dibina sehingga
diharapkan dapat ditekan seminim mungkin terjadinya kontradiksi kerangka pikir para
petugas kesehatan formal dan para pengobat tradisional (penghusada) hal mana dapat
menyebabkan kesenjangan yang merupakan hambatan besar dalam upaya saling
menghargai sistem pelayanan masing-masing serta menghambat kerjasama. [ CITATION
Put18 \l 1033 ]
Eksistensi pengobatan tradisional sudah diakui secara hukum melalui beberapa
peraturan dan undang-undang diantaranya UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,
secara khusus diatur dalam Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang
penyelenggaraan pengobatan tradisional. Eksistensi pengobatan tradisional diwujudkan
dengan diaturnya cara pengobatan, pelayanan kesehatan tradisional mengatur dalam pasal
59 ayat 1 UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. [ CITATION rep03 \l 1033 ]

D. Etika dan Hukum Pengobatan Tradisisonal


Dalam uraian sebelumnya telah disebutkan bahwa pengobatan tradisional merupakan
pengobatan alternatif. Oleh sebab itu, posisi atau keberadaan pelayanan kesehatan
tradisional di tengah-tengah masyarakat Indonesia merupakan pelengkap pelayanan
kesehatan dalam rangka mewujudkan kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Dengan perkataan lain, maka pengobatan tradisional dapat dipandang sebagai salah satu
upaya pengobatan atau perawatan (curing and caring) cara lain di luar ilmu kedoteran dan
keperawatan yang ada di tengah-tengah masyarakat kita ini. Mengingat tidak kalah
pentingnya peran pengobatan tradisional ini dibandingkan dengan pengobatan modern,
maka upaya dari semua pihak terutama pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan
adalah:
1. Pengobatan tradisional perlu dibina dan diawasi agar dapat manfaat dan
keamanannya. Dengan demikian maka pengobatan tradisional pada khususnya,
dan pelayanan kesehatan tradisional pada umumnya adalah mitra pelayanan
kesehatan modem dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia
yang setinggi-tingginya.
2. Pengobatan tradisional yang sudah dapat dipertanggung jawabkan manfaat dan
keamanannya perlu ditingkatkan dan dikembangkan guna mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Dalam rangka
mempertanggungjawabkan manfaat dan keamanan pengobatan pelayanan
kesehatan tradisional ini maka pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan dan
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) harus melakukan
pengawasan dan pembinaan yang sebaik-baiknya.
3. Implikasi atau pelaksanaan pembinaan terhadap pengobatan dan atau pelayanan
kesehatan tradisional dilakukan oleh:
a. Pengobat Tradisional
Pengawasan dan pembinaan pelayanan pengobatan tradisioral,
terutama pengobat tradisional dilaksanakan oleh "Sub Direktorat Pembinaan
Pengobat Tradisional, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Kementerian
Kesehatan RI”.
b. Obat Tradisional
Pengawasan terhadap peredaran dan penggunaan "Obat Tradisional"
dilakukan oleh Pusat Pengawasan Obat Tradisional, Badan Pengawasan Obat
dan Minuman (Badan POM).

Undang-undang kesehatan No. 36 Tahun 2009, tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional


ini secara eksplisit diatur melalui Pasal 59 sampai dengan pasal 61 yang intinya sebagai
berikut :
1. Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional dibagi menjadi
a. Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan.
b. Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan.
2. Pelayanan kesehatan tradisional dibina dan diawasi oleh pemerintah agar dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamarannya serta tidak bertentangan
dengan norma agama.
3. Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan
alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang
berwewenang.
4. Penggunaan alat dan teknologi pelayanan kesehatan tradisional harus dapat
dipertangungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan
norma agama dan kebudayaan masyarakat.
5. Masyarakat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan,
meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat
dipertanggungiawabkan manfaat dan keamanannya.
6. Pemerintah mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisional dengan
didasarkan pada keamanan, kepentingan, dan perlindungan masyarakat
(Notoatmodjo, 2010)

E. Perlindungan hukum bagi klien dan pelaku pelayanan kesehatan tradisional.


Perlindungan didefinisikan sebagai tempat berlindung, hal atau perbuatan,
memperlindungi. Perlindungan kemudian dapat diartikan sebagai perbuatan memberi
jaminan atau keamanan, ketentraman, kesejahteraan dan kedamaian dari pelindung
kepada yang dilindungi atas segala bahaya atau risiko yang mengancamnya. Perlindungan
hukum merupakan hak bagi setiap warga negara, dimana setiap warga negara berhak
untuk memperoleh perlindungan hukum tanpa adanya diskriminatif. Adapun hal tersebut
dicantumkan dalam Pasal 28D ayat 1 Bab X A UUD 1945 yang menyatakan bahwa
negara berkewajiban untuk memberikan pengakuan jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum serta keadilan yang mengarah pada perlindungan hukum terhadap negaranya yang
meliputi perlindungan kesehatan, perlindungan sosial, perlindungan politik, perlindungan
budaya, dan perlindungan lainnya.[ CITATION ach09 \l 1033 ]
Adanya campur tangan negara tersebut mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraaan bagi warga negara. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui pembentukan
sarana hukum, antara lain melalui kebijakan dan penetapan peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan pelayanan kesehatan tradisional. Secara normatif,
dikeluarkannya pengaturan mengenai penyelenggaraan pelayanan pengobatan tradisional
yakni dalam Kepmenkes No. 1076 Tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional. Dalam ketentuan tersebut diatur mengenai penertiban ijin pengadaan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradsional. Secara admisnistratif, ini merupakan
bentuk perlindungan terhadap para pengguna pelayanan kesehatan tradisional. Ada
beberapa cara perlindungan secara hukum, antara lain sebagai berikut [ CITATION wah07 \l
1033 ]:
- Membuat peraturan (by giving regulation), yang bertujuan untuk memberikan hak,
kewajiban dan menjamin hak-hak para subyek hukum.
- Menegakkan peraturan (by the law enforcement)

Berdasarkan hal tersebut di atas, pengaturan secara khusus tentang pelayanan


kesehatan tradisional menunjukkan bahwa hukum di Indonesia telah memberikan
perlindungan bagi pelayanan kesehatan tradisional.Berikut adalah hukum perlindungan
bagi pasien dan penyehat pengobatan tradisional[ CITATION ala18 \l 1033 ]:

a. Beradarkan Pasal 28 Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2014 tentang


hak-hak penyehat tradisional dan klien serta hak-hak tenaga kesehatan
tradisional dan klien, bentuk perlindungan hukum bagi penyehat
tradisional dalam memberikan pelayanan kesehatan tradisional empiris
meliputi:
- memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien atau
keluarganya
- menerima imbalan jasa
- mengikuti pelatihan promotif bidang kesehatan.

Sedangkan Bentuk perlindungan hukum bagi klien/pasien dalam menerima


pelayanan kesehatan tradisional empiris meliputi:

- mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang pelayanan kesehatan


tradisional empiris yang akan dilakukan
- mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
- menolak tindakan pelayanan kesehatan tradisional empiris
- mendapatkan isi catatan status kesehatan.
b. Berdasarkan Pasal 29 Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2014, bentuk
perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan tradisional dalam memberikan
pelayanan kesehatan tradisional komplementer meliputi:
- memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional.
- memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien/klien atau
keluarganya.
- menerima imbalan jasa.

Sedangkan Bentuk perlindungan hukum bagi klien/pasien dalam menerima


pelayanan kesehatan tradisional komplementer meliputi:

- mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang pelayanan yang akan


dilakukan
- meminta pendapat tenaga kesehatan tradisional lain
- mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
- menolak tindakan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer
- mendapatkan isi catatan kesehatan.

F. Contoh Kasus
Pengobatan alternatif/tradisional yang selama ini sebagai penyedia jasa pengobatan
tidak semuanya memiliki izin praktek pengobatan. Selain itu penyedia jasa pengobatan
juga tidak mempunyai jasa pengobatan tidak mempunyai standar operasional prosedur,
baik dari segi administrasi maupun dari segi obat-obatan yang disediakan oleh jasa
penyedia pengobatan alternatif. Pasien yang berobat ke jasa pengobatan tardisional harus
mengetahui standar operasional prosedur pengobatan, obat-obatan yang digunakan, obat-
obatan tersebut harus memenuhi kualifikasi dan telah terdaftar di BPOM sebagai obat-
obatan yang dapat digunakan pasien agar tidak terjadi kerugian yang dialami pasien di
masa depan.
Administasi/pembuatan status pasien yang berobat ke penyedia jasa pengobatan
tradisional juga penting, karena apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan pasien
maupun penyedia jasa pengobatan tradisional itu dapat memudahkan kedua belah pihak
sebagai tanda bukti (Ismail, 2014).
Dihubungkan dengan transaksi terapeutik, sebagai contoh yaitu pengguguran
kandungan atau aborsi dengan alasan apapun merupakan perjanjian dengan sebab
terlarang, sebagai contoh yaitu tindakan pengguguran kandungan. Tindakan ini dilarang
oleh Undang-Undang, pengguguran kandungan tersebut diperbolehkan jika alasan untuk
melakukan tindakan tersebut sesuai dengan Pasal 75 Undang-Undang No 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan.
Malpraktik tidak hanya dilarang dalam pengobatan klinis namun juga dalam
pelayanan pengobatan tradisional, karena hal tersbut dapat mengakibatkan kerugian
terhadap seseorang, maka sudah menjadi kewajiban dari pihak pelaku kesalahan untuk
bertanggungjawab mengganti kerugian yang ditimbulkan. Baik kerugian dalam bentuk
material ataupun moril. Seperti pada kasus yang pernah terjadi pada pasien yang bernama
Tri Diana Widiawati yang merupakan pasien klinik/griya terapi pengobatan alternatif
stroke, vertigo, dan migrain yang dipimpin oleh Agus Suyanto. Pada konsultasi pasien
menceritakan keluhan yang diderita, kemudian pihak pengobat tradisional mengatakan
bahwa penyakit yang diderita pasien adalah vertigo dan memberikan dua alternatif pilihan
pengobatan sesuai keahliannya kepada pasien yaitu secara rawat inap atau rawat jalan.
Dan kemudian dibuatkan kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian sebanyak 3
halaman yang berisi klausual-klausual kesepakatan.
Namun setelah menjalankan pengobatan tradisional tersebut pasien malah mengalami
kemunduran kesehatan anggota tubuhnya yaitu anggota tubuhnya mengalami 50%
kelumpuhan setelah terapi pengobatan. Kemudian setelah diperiksakan ke rumah sakit
pasien didiagnosa secara medis ditemukan urat syaraf pada tengkuk leher menuju kepala
atau jaringan otak mengalami memar atau pecah akibat pemijitan secara berlanjut dari
terapi pengobatan tradisional yang telah dilakukan.
Walaupun terdapat perjanjian dalam kedua belah pihak, namun dalam perjanjian
tersebut tidak terdapat kesepakatan yang mnegatur tentang akibat dari kelalaian yang
disebabkan oleh pengobat tradisional terhadap pasien. Berdasarkan hasil pemeriksaan
medis yang dilakukan bahwa penyebab kemuduran 50% anggota tubuh adalah urat syaraf
pada tengkuk leher menuju kepala atau jaringan otak mengalami memar atau pecah akibat
pemijitan secara berlanjut oleh pengobatan tradisional. Hal ini mengindikasi adanya
malpraktik yang dilakukan oleh pengobat tradisional kepada pasien.
Atas dasar tersebut maka pengobat tradisional tersebut tidak memenuhi unsur kedua
dalam pemberian pelayanan kesehatan berdasarkan Undang-Undang No 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, yaitu : “(2) Keterampilan tersebut secara empiris dapat
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.”, dan hal ini pengobat tradisional tidak dapat mempertanggungjawabkan
keterampilan melalui teknik pemijitan yang telah menyebabkan anggota badan pasien
50% lumpuh.
Bentuk tanggung jawab yang dapat dilakukan oleh pengobat tradisional tersebut
kepada pasien yaitu:
- Tidak hanya berbentuk pembayaran sejumlah uang tetapi dapat juga berang/jasa
yang sejenis atau setara nilainya atau berupa perawatan kesehatan pasien untuk
mengembalikan kondisi pasien.
- Tanggungjawab pengobat tradisional untuk mengobati pasien di tempat
pengobatan lain atau pengobatan secara medis.
- Pengobat tradisional bertanggungjawab atas biaya yang timbul dari pengobatan
secara medis, termasuk biaya dokter, biaya rumah sakit maupun biaya obat yang
dibutuhkan [ CITATION Ala18 \l 1033 ].
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Pengertian pengobatan tradisional telah disebutkan dalam Keputusan Mentri
Keehatan Republik Indonesia No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 bahwasannya
pengobatan tradisional adalah suatu pengobatan atau perawatan yang dilakukan dengan
cara, obat, dan pengobatan yang mengacu pada suatu pengalam, keterampilan, turun
temurun dan pendidikan atau pelatihan yang diterapkan sesuai dengan norma – norma
yang berlaku di masyarakat.sumber pengetahuan dari pengobatan tradisional sendiri pada
umumnya didapat secara turun temurun, dimana ketika sudah memiliki bakat kemudian
bakat tersebut di kembangkan kembali dengan membaca refrensi dan memperaktikkannya
sendiri atau bahkan berguru langsung pada suatu pengobatan tradisional lainnya.
Pada jenis pengobatan tradisional telah tercantum pada pasal 3 ayat 1 Kepmenkes
No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 yaitu tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional
yang di kalsifikasikan dalam beberpa hal yaitu jenis ketermapilan, ramuan, pendekatan
agama, dan supranatural. Eksistensi pengobatan tradisional sudah diakui secara hukum
melalui beberapa peraturan dan undang-undang diantaranya UU No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan, secara khusus diatur dalam Kepmenkes No.
1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional. Eksistensi
pengobatan tradisional diwujudkan dengan diaturnya cara pengobatan, pelayanan
kesehatan tradisional mengatur dalam pasal 59 ayat 1 UU No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan.
Pada etika dan hukum tentang pengobatan tradisional, pemrintah dan pihak – pihak
yag terkait mengupayakan dalam hal kementrian kesehatan yaitu Pengobatan tradisional
perlu dibina dan diawasi agar dapatmanfaat dan keamanannya, Pengobatan tradisional
yang sudah dapat dipertanggung jawabkan manfaat dan keamanannya perlu ditingkatkan
dan dikembangkan guna mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat,
Implikasi atau pelaksanaan pembinaan terhadap pengobatan dan atau pelayanan
kesehatan tradisional dilakukan oleh Sub Direktorat Pembinaan Pengobat Tradisional,
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Kementerian Kesehatan RI dan Pusat Pengawasan
Obat Tradisional, Badan Pengawasan Obat dan Minuman (Badan POM).
Perlindungan hukum bagi klien dan pelaku pelayanan pengobatan tradisional, telah
di cantumkan dalam Pasal 28 Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2014 tentang hak-hak
penyehat tradisional dan klien serta hak-hak tenaga kesehatan tradisional dan klien, dan
pada Pasal 29 Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2014 bentuk perlindungan hukum
bagi tenaga kesehatan tradisional dalam memberikan pelayanan kesehatan tradisional
komplementer.
Telah di jelaskan pada makalah tentang kasus yang terjadi pada pengobatan
teradisional salah satunya yaitu Malpraktik, dimana malpraktik yang di lakukan pada
kasus tersebut telah merugikan klien. Dan dari kasus tersebut petugas tidak memenuhi
unsur kedua dalam pemberian pelayanan kesehatan berdasarkan Undang-Undang No 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan.

B. Daftar Pustaka
 Alam, S. (2018). PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN TERHADAP MALPRAKTEK PADA
PENGOBATAN TRADISIONAL. Media Iuris, Vol. 1, No. 3, 514-529.

 Alawia, n., & narani, a. t. (2018). perlindungan hukum terhadap pelayanan kesehatan. IAIN
Purwkerto Jurnal volkgeist vol 1 no 1, 11-20.

 Indarto, A. K. (2018). Exprorasi metode Pengobatan Tradisional Oleh Para Pengobat


Tradisional Di Wilayah Karesidenan Surakarta. jurnal terpadu ilmu kesehatan, 01-100.

 Ismail, A. (2014). PERLINDUNGAN HUKUM PASIEN PADA PENGOBATAN ALTERNATIF. Jurnal


Ilmiah Universitas Mataram.

 kesehatan, m. (2003). keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor


1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional. jakarta:
kementerian kesehatan republik indonesia.

 Muhsin, a. (2009). perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen jasa pelayanan
kesehatan dalam transaksi terapeutik. STAIN Pekalongan, jurnal hukum islam Vol 7 No 1, 32.

 Putro, B. D. (2018). Presepsi dn prilaku pengobatan Tradisional sebagai Alternatif Upaya


Mereduksi Penyakit Tidak Menular. journal of anthroppology, 102 - 109.

 Sasongko, w. (2007). ketentuan-ketentuan pokok hukum perlindungan konsumen. Bandar


lampung: Penerbit universitas lampung.

 Setiawan, i. (2018). pengobatan tradisional di desa lemahabang kulon, kecamatan


lemahabang kabupaten cirebon. patanjala, 83-90.

 Triwibowo, c. (2014). etika dan hukum kesehatan. yogyakarta: nuha medika.

Anda mungkin juga menyukai