Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

ASPEK HUKUM PENGOBATAN TRADISIONAL

Kelompok 5:
Resky Amelia 141 2018 0144
Ani Fitriani 141 2018 0145
Dhea Maharani 141 2018 0147
Andi Rina Apriyanti Rizal 141 2018 0148
Shinta Purnamasari 141 2018 0150
Indy Magfirah 141 2018 0151

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmatnya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul

penyusunan kerangka karangan.

Atas dukungan secara moral dan material yang telah diberikan dalam

menyusun makalah ini, maka penulis sangat berterima kasih kepada pihak-pihak

yang telah membantu, yaitu :

1. Ibu Nurul Hikmah B, S.K.M., M.Ph. selaku dosen pembimbing mata

kuliah Etika dan Hukum Kesehatan yang memberikan dorongan dan

masukan kepada penulis.

2. Rekan-rekan kelompok yang telah membantu agar makalah ini segera

terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan guna

menghasilkan makalah yang lebih baik.

Makassar, 3 November 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................ Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................... 2
D. Manfaat ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3

A. Pengertian Pengobatan Tradisional ................................................... 3


B. Undang-Undang yang Mengatur Tentang Pengobatan Tradisional .. 4
C. Jenis-jenis Pengobat Tradisional ....................................................... 5
a. Pengobat tradisional ketrampilan (battra ketrampilan). ......... 5
b. Pengobat tradisional ramuan (battra ramuan). ........................ 7
c. Pengobat tradisional pendekatan agama. ................................ 8
d. Pengobat tradisional supranatural. .......................................... 8
D. Tata Cara Pembuatan STPT dan SIPT Praktik Pengobatan
Tradisional .............................................................................................. 8
E. Persyaratan Klinik Pengobatan Tradisional .................................... 12
F. Sanksi dalam Praktik Pengobatan Tradisional ................................ 13
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 15

A. Kesimpulan ..................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, ada dua macam pengobatan yang dijalani

masyarakat, yaitu pengobatan medis dan pengobatan tradisional. Dalam menjalani

pengobatan tradisional terkadang kita bimbang atau ragu apakah pengobatan ini

benar atau salah menurut kesehatan. Setiap orang mempunyai pemikiran dan

pemahaman yang berbeda-beda mengenai benar atau salahnya apa yang kita

gunakan, sehingga sebagai masyarakat terkhusus masyarakat awam sering

bingung harus mempercayai pendapat mana yang sesuai dengan ilmu kesehatan.

Dengan disusunnya makalah ini yang berjudul “ASPEK HUKUM

PENGOBATAN TRADISIONAL”, kita bisa mengetahui lebih dalam mengenai

pengobatan tradisional. Selain makalah ini ditujukan ke mahasiswa, kita juga bisa

mengarahkan ini kepada masyarakat awam terhadap ilmu kesehatan terutama dari

aspek hukum pengobatan tradisional.

B. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud pengobatan tradisional?

b. Apa saja undang-undang yang mengatur mengenai pengobatan tradisional?

c. Apa saja jenis-jenis pengobat tradisional?

d. Apa saja tata cara pembuatan STPT dan SIPT dalam membuka praktik

pengobatan tradisional?

1
e. Apa saja persyaratan membuka klinik pengobatan tradisional?

f. Bagaimana sanksi dalam praktik pengobatan tradisional?

C. Tujuan

a. Mengetahui pengertian pengobatan tradisional.

b. Mengetahui undang-undang yang mengatur mengenai pengobatan

tradisional.

c. Mengetahui jenis-jenis pengobat tradisional.

d. Mengetahui tata cara pembuatan STPT dan SIPT dalam membuka praktik

pengobata tradisional.

e. Mengetahui persyaratan membuka klinik pengobatan tradisional .

f. Mengetahui sanksi dalam praktik pengobatan tradisional.

D. Manfaat

a. Memberikan informasi mengenai pengertian pengobatan tradisional.

b. Memberikan informasi mengenai undang-undang yang mengatur

mengenai pengobatan tradisional.

c. Memberikan informasi mengenai jenis-jenis pengobat tradisional.

d. Memberikan informasi mengenai tata cara pembuatan STPT dan SIPT

dalam membuka praktik pengobatan tradisional.

e. Memberikan informasi mengenai persyaratan membuka klinik pengobatan

tradisional.

f. Memberikan informasi mengenai sanksi dalam praktik pengobatan

tradisional.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengobatan Tradisional

Menurut pasal 1 ayat (1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional, pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan

cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan

turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan

norma yang berlaku dalam masyarakat.

Pengobatan tradisional sebagai salah satu pengobatan di luar ilmu kedokteran

juga dirumuskan pada pasal 12 (1) dan (2) Kepmenkes No.

1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional

bahwa pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan/atau

perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan.

Pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai

upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit,

dan/atau pemulihan kesehatan.

WHO mendefinisikan pengobatan tradisional sebagai jumlah total

pengetahuan, keterampilan, dan praktek-praktek yang berdasarkan pada teori-

teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang

berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan

3
serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara

fisik dan juga mental.

B. Undang-Undang yang Mengatur Tentang Pengobatan Tradisional

Pengobatan tradisional diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan. Pasal 1 angka 16 UU Kesehatan menetapkan bahwa pengobatan

tradisional adalah pengobat dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang

mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang

dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku

di masyarakat.

Tujuan pengaturan penyelenggaraan pengobatan tradisional dirumuskan pada

pasal 2 ayat (1), (2), dan (3) Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003

tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional bertujuan untuk:

1. Membina upaya pengobatan tradisional.

2. Memberikan perlindungan kepada masyarakat;

3. Menginventarisasi jumlah pengobat tradisional, jenis dan cara

pengobatannya.

UU yang mengatur tentang pengobatan tradisional juga dirumuskan pada

pasal 13 Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan

Pengobatan Tradisional, bahwa pengobatan tradisional hanya dapat dilakukan

apabila:

a. Tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama serta

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diakui di Indonesia.

b. Aman dan bermanfaat bagi kesehatan.

4
c. Tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan

masyarakat;

d. Tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat.

C. Jenis-jenis Pengobat Tradisional

Menurut Pasal 1 ayat (3) Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003

tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Jenis-jenis pengobatan

tradisional menyatakan bahwa pengobat tradisional adalah orang yang melakukan

pengobatan tradisional (alternatif).

Dalam pasal 3 ayat (1), (2), dan (3) Kepmenkes No.

1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional,

Menteri Kesehatan membagi pengobat tradisional dalam beberapa jenis, yaitu:

a. Pengobat tradisional ketrampilan (battra ketrampilan).

Pengobat tradisional ketrampilan adalah seseorang yang melakukan

pengobatan dan/atau perawatan tradisional berdasarkan ketrampilan fisik dengan

menggunakan anggota gerak dan/atau alat bantu lain, antara lain:

1) Battra pijat urut adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan

dan/atau perawatan dengan cara mengurut/memijat bagian atau seluruh

tubuh menggunakan jari tangan, telapak tangan, siku, lutut, tumit atau

dibantu alat tertentu.

2) Battra patah tulang adalah seseorang yang memberikan pelayanan

pengobatan dan/atau perawatan patah tulang dengan cara tradisional.

Disebut dukun potong (Madura), sangkal putung (Jawa), sandro pauru

(Sulawesi Selatan).

5
3) Battra sunat adalah seseorang yang memberikan pelayanan sunat

(sirkumsisi) secara tradisional yang umumnya diperoleh secara turun-

temurun. Disebut bong supit (Yogya) dan bengkong (Jawa Barat).

4) Battra dukun bayi adalah seseorang yang memberikan pertolongan

persalinan ibu sekaligus memberikan perawatan kepada bayi dan ibu

sesudah melahirkan selama 40 hari. Disebut paraji (Jawa Barat), dukun

rembi (Madura), balian manak (Bali), sandro pammana (Sulawesi Selatan),

sandro bersalin (Sulawesi Tengah), dan suhu batui (Aceh).

5) Battra refleksi adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan

dengan cara pijat dengan jari tangan atau alat bantu lainnya pada zona-zona

refleksi terutama pada telapak kaki dan/atau tangan.

6) Akupresuris adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan

dengan pemijatan pada titik-titik akupuntur dengan menggunakan ujung jari

dan/atau alat bantu lainnya kecuali jarum.

7) Akupunkturis adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan

dengan perangsangan pada titik-titik akupunktur dengan cara menusukkan

jarum dan sarana lain seperti elektro akupunktur.

8) Chiropractor adalah seseorang yang melakukan pengobatan kiropraksi

(Chiropractie) dengan cara teknik khusus untuk gangguan otot dan

persendian.

9) Battra lainnya yang metodenya sejenis.

6
b. Pengobat tradisional ramuan (battra ramuan).

Pengobat tradisional ramuan adalah seseorang yang melakukan pengobatan

dan/atau perawatan tradisional dengan menggunakan obat/ramuan tradisional

yang berasal dari tanaman (flora), fauna, bahan mineral, air, dan bahan alam lain,

antara lain:

1) Battra ramuan Indonesia (jamu) adalah seseorang yang memberikan

pelayanan pengobatan dan/atau perawatan dengan menggunakan ramuan

obat dari tumbuh-tumbuhan, hewan, dan lain-lain, baik diramu sendiri

maupun obat jadi tradisional Indonesia.

2) Battra gurah adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan

dengan cara memberikan ramuan tetesan hidung, yang berasal dari larutan

kulit pohon sengguguh dengan tujuan mengobati gangguan saluran

pernapasan atas seperti pilek, sinusitis, dan lain-lain.

3) Tabib adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dengan

ramuan obat tradisional yang berasal dari bahan alamiah yang biasanya

dilakukan oleh orang-orang India atau Pakistan.

4) Shinshe adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dan/atau

perawatan dengan menggunakan ramuan obat-obat tradisional Cina.

5) Homoeopathy adalah seseorang yang memiliki cara pengobatan dengan

menggunakan obat/ramuan dengan dosis minimal (kecil) tetapi mempunyai

potensi penyembuhan tinggi, dengan menggunakan pendekatan holistik

berdasarkan keseimbangan antara fisik, mental, jiwa, dan emosi penderita.

7
6) Aromatherapist adalah seseorang yang memberikan perawatan dengan

menggunakan rangsangan aroma yang dihasilkan oleh sari minyak bumi

(essential oil) yang didapat dari sari tumbuh-tumbuhan (ekstraksi dari

bunga, buah, daun, biji, kulit, batang/ranting akar, getah) untuk

menyeimbangkan fisik, pikiran, dan perasaan.

7) Battra lainnya yang metodenya sejenis.

c. Pengobat tradisional pendekatan agama.

Pengobat tradisional pendekatan agama terdiri dari pengobat tradisional

dengan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha.

d. Pengobat tradisional supranatural.

Pengobat tradisional supranatural terdiri dari pengobat tradisional tenaga

dalam (prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan dan pengobat

tradisional lainnya yang metodenya sejenis.

D. Tata Cara Pembuatan STPT dan SIPT Praktik Pengobatan Tradisional

Walaupun pengobatan tradisional merupakan pengobatan diluar ilmu

kedokteran dan meskipun kita adalah seseorang yang memiliki ilmu pengobatan

turun-temurun, kita tetap saja tidak dapat semena-mena membuka praktik

pengobatan tradisional begitu saja. Oleh karena itu, untuk membuka praktik,

pengobat tradisional harus memiliki STPT (Surat Tanda Pengobat Tradisional)

dan SIPT (Surat Izin Pengobat Tradisional).

Pembuatan STPT telah tercantum dalam pasal 4 ayat (1), (2), dan (3)

Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan

Pengobatan Tradisional yang menyatakan bahwa:

8
1. Semua pengobat tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan

tradisional wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh Surat Tanda Pengobat

Tradisional (STPT).

2. Pengobat tradisional dengan cara supranatural harus mendapat

rekomendasi terlebih dahulu dari Kejaksaan Kabupaten/Kota setempat.

3. Pengobat tradisional dengan cara pendekatan agama harus mendapat

rekomendasi terlebih dahulu dari Kantor Departemen Agama

Kabupaten/Kota setempat.

Selain pada pasal 4, hal ini juga diatur pada pasal 5 Kepmenkes No.

1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional

bahwa tata cara memperoleh STPT sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1)

ditetapkan sebagai berikut:

a. Pengobat tradisional mengajukan permohonan dengan disertai

kelengkapan pendaftaran kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

dimana pengobat tradisional berada sebagaimana contoh Formulir A.

b. Kelengkapa pendaftaran sebagaimana dimaksud huruf a meliputi:

1) Biodata pengobat tradisional sebagaimana contoh Formulir B.

2) Fotokopi KTP.

3) Surat keterangan Kepala Desa / Lurah tempat melakukan pekerjaan

sebagai pengobat tradisional.

4) Rekomendasi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobatan

tradisional yang bersangkutan.

9
5) Fotokopi sertifikat/ijazah pengobatan tradisional yang dimiliki.

6) Surat pengantar Puskesmas setempat.

7) Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

8) Rekomendasi Kejaksaan Kabupaten/Kota bagi pengobat tradisional

klasifikasi supranatural dan Kantor Departemen Agama

Kabupaten/Kota bagi pengobat tradisional klasifikasi pendekatan

agama.

Sedangkan untuk pembuatan SIPT telah tercantum dalam pasal 9 ayat (1), (2),

(3), dan (4) Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional yang menyatakan bahwa:

1. Pengobat tradisional yang metodenya telah memenuhi persyaratan

penapisan, pengkajian, penelitian dan pengujian serta terbukti aman dan

bermanfaat bagi kesehatan dapat diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional

(SIPT) oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

2. Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari asosiasi/organisasi

profesi di bidang pengobatan tradisional yang bersangkutan dapat

diberikan Surat Izin Pengobatan Tradisional (SIPT) berdasarkan keputusan

ini.

3. Akupunkturis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan

praktik perorangan dan/atau berkelompok.

4. Akupunkturis yang telah memiliki SIPT dapat diikutsertakan di sarana

pelayan kesehatan.

10
5. Penetapan pengobat tradisional lainnya yang akan diberi izin selain dari

pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan ditetapkan

tersendiri dengan Keputusan Menteri.

Hal ini juga diatur dalam pasal 11 Kepmenkes No.

1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional

bahwa tata cara memperoleh SIPT sebagaimana dimaksud dalam pasal 9

ditetapkan sebagai berikut:

a. Pengobat tradisional mengajukan permohonan SIPT kepada Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dimana pengobat tradisional melakukan

pekerjaannya sebagaimana contoh Formulir D.

b. Kelengkapan permohonan sebagaimana dimaksud huruf a meliputi:

1) Biodata pengobat tradisional sebagaimana contoh Formulir B.

2) Fotokopi KTP.

3) Surat keterangan Kepala Desa / Lurah tempat melakukan pekerjaan

sebagai pengobat tradisional.

4) Peta lokasi usaha dan denah ruangan.

5) Rekomendasi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobatan

tradisional yang bersangkutan.

6) Fotokopi sertifikat/ijazah pengobatan tradisional.

7) Surat pengantar Puskesmas setempat.

8) Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

9) Bentuk SIPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana

terlampir pada Formulir E.

11
E. Persyaratan Klinik Pengobatan Tradisional

Selain pembuatan STPT dan SIPT, ada juga persyaratan sebuah klinik

pengobatan tradisional yang telah tercantum dalam pasal 14 ayat (1) dan (2)

Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan

Pengobatan Tradisional yang menyatakan bahwa:

1. Pengobat tradisional yang melakukan pekerjaan/praktik sebagai pengobat

tradisional harus memiliki STPT atau SIPT.

2. Pengobat tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban

menyediakan:

a. Ruang kerja dengan ukuran minimal 2 x 2,50 m2.

b. Ruang tunggu.

c. Papan nama pengobat tradisional dengan mencantumkan surat terdaftar

/ surat ijin pengobat tradisional, serta luas maksimal papan 1x1,5 m2.

d. Kamar kecil yang terpisah dari ruang pengobatan.

e. Penerangan yang baik sehingga dapat membedakan warna dengan jelas.

f. Sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi.

g. Ramuan/obat tradisional yang memnuhi persyaratan.

h. Pencatatan sesuai kebutuhan.

Penerapan Kepmenkes ini mungkin berbeda-beda di setiap daerah sesuai

dengan Perda nya masing-masing, namun kurang lebih itulah syarat-syarat klinik

pengobatan tradisional.

12
F. Sanksi dalam Praktik Pengobatan Tradisional

Sanksi merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-

undangan karena tanpa sanksi, orang-orang akan bebas ingin mematuhi peraturan

atau tidak, sehingga sia-sia saja peraturan yang dibuat.

Praktik pengobatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi tentunya

harus memiliki izin dari lembaga kesehatan yang berwenang, sehingga manfaat

dan keamanannya bagi masyarakat dapat dipertanggungjawabkan. Apabila praktik

pelayanan kesehatan tradisional ternyata mengakibatkan kerugian bagi

masyarakat, tentunya pihak yang menjalankan praktik harus bertanggung jawab

secara hukum. Untuk mencegah terjadinya perbuatan yang dapat merugikan

masyarakat dari adanya praktik pengobatan tradisional maka diperlukan adanya

sanksi hukum.

Sanksi dalam praktik pengobatan tradisional telah diatur dalam pasal 191 UU

No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan bahwa setiap orang yang tanpa izin

melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan

teknologi sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 ayat (1) sehingga

mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan

pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 196 UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan bahwa setiap orang yang

dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat

kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat

atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam pasal 98 ayat (2) dan

13
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda

paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 197 UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan bahwa setiap orang yang

dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat

kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106

ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan

denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pernyataan diatas (Aspek Hukum Pengobatan Tradisional) dapat

disimpulkan bahwa:

1. Pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan/atau

perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan

dengan cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman,

keterampilan turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan

sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

2. Ada banyak Undang-Undang yang mengatur tentang pengobatan

tradisional, beberapa diantaranya adalah pasal 1 ayat (16) UU No. 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 2 ayat (1), (2), (3), dan pasal 13

Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan

Pengobatan Tradisional.

3. Jenis-jenis pengobat tradisional diatur dalam pasal 3 Kepmenkes No.

1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional dimana pengobat tradisional diklasifikasikan dalam jenis

ketrampilan, ramuan, pendekatan agama, dan supranatural.

4. Pembuatan STPT dan SIPT diatur dalam pasal 4 ayat (1), (2), (3), pasal 5,

pasal 9 ayat (1), (2), (3), (4), dan pasal 11 Kepmenkes No.

15
1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional.

5. Persyaratan klinik pengobatan tradisional diatur dalam pasal 14 ayat (1)

dan (2) Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.

6. Sanksi praktik pengobatan tradisional diatur dalam pasal 191, 196, dan 197

UU No. 36 Tahun 2009.

B. Saran

Dari pernyataan pembahasan dalam makalah ini (Aspek Hukum Pengobatan

Tradisional) maka kami menyarankan:

1. Pengobat tradisional dan masyarakat umum harus mengetahui aspek

hukum pengobatan tradisional.

2. Pemerintah harus meningkatkan peran untuk melakukan pembinaan dan

pengawasan agar pengobatan tradisional dapat dipertanggungjawabkan

manfaat dan keamanannya.

3. Sanksi pidana harus diberlakukan dengan tegas untuk mencegah adanya

praktik pengobatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi tanpa

izin serta untuk memberikan efek jera kepada pelaku agar tidak mengulang

perbuatannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. 2003. Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang


Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan. Sekretariat Negara. Jakarta.

Nurulsiah, Nina Aini. 2016. Profil Penggunaan Obat Tradisional pada Praktek
Pengobat Tradisional di Wilayah Purwokerto. Diambil dari:
http://repository.ump.ac.id. (03 November 2018).

Ma’ruf, Salim. 2015. Sanksi Pidana dalam Praktik Pelayanan Pengobatan


Tradisional. Diambil dari: https://ejournal.unsrat.ac.id. (03 November
2018).

17

Anda mungkin juga menyukai