Anda di halaman 1dari 31

Budaya dan Perilaku Kesehatan di Indonesia

Diajukan untuk memenuhi Tugas


Mata Kuliah

Psikososial dan Budaya dalam


Keperawatan

Dosen Pengampu:
Ns. Tesha Hestyana Sari, M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 2 Kelas A 2020 2
1. Calvin Khan Nolip. S (2011113469)
2. M. Zulpan Rizki (2011113507)
3. Nadia Azaura Audrey (2011113242)
4. Najmi Putri Wijanarko (2011113228)
5. Nur Sukma Puteri (2011113236)
6. Sheila Reihani Permata R (2011113231)
7. Siti Rohmah Nurul A (2011113247)
8. Syahnia Aprilia Irvani (2011113244)
9. Yelly Muthia Sabri (2011113249)

PRODI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Budaya
dan Perilaku Kesehatan di Indonesia” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.

Kami sampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing Psikososial dan Budaya dalam
Keperawatan yaitu Fathra Annis N, M.Kep., Sp.Kep.J dan semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala usaha kita. Aamiin.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
LAPORAN PROYEK
P3

Budaya dan antropologi dalam pemberian asuhan keperawatan

a. Fungsi kebudayaan dalam pemberian asuhan keperawatan yang peka budaya


kepada pasien

Asuhan Keperawatan Peka Budaya merupakan asuhan keperawatan yang


menggunakan kompetensi budaya dalam membantu pasien memenuhi kebutuhan sesuai
dengan kebutuhan budayanya (Leininger & McFarland, 2002). Seorang perawat yang
memiliki kompetensi kultural diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan yang lebih
bermakna bagi kehidupan pasien yang berasal dari beragam kebudayaan dan secara tidak
langsung dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan pendekatan budaya yang
diberikan oleh perawat.

b. Faktor yang mempengaruhi antropologi kesehatan dalam pemberian asuhan


keperawatan yang peka budaya kepada pasien

Hubungan Antropologi Dengan Kesehatan/Keperawatan Para antropolog


kesehatan pada masa kini (khususnya di Amerika) bekerja di fakultas-fakultas
kedokteran, sekolah perawat, di bidang kesehatan masyarakat, di rumahsakit-rumahsakit
dan depertemen-departemen kesehatan, serta di jurusan-jurusan antropologi pada
universitas umum. Mereka melakukan penelitian dalam topik-topik seperti manusia,
anatomi, pediatri, epidemiologi, kesehatan jiwa, penyalahguna- an obat, definisi
mengenai sehat dan penya-kit, latihan petugas kesehatan,birokasi medis, pengaturan dan
pelaksanaan rumahsakit,hubungan dokter-pasien, dan proses mem-perkenalkan sistem
kesehatan ilmiah kepada masyarakat masyarakat yang semula hanya mengenal sistem
kesehatan tradisional. Konsep-konsep Penting dalam Antropologi Kesehatan dan Ekologi
keperawatan

c. Enkulturasi dalam pemberian asuhan keperawatan

Dalam perspektif ilmu antropologi, pewarisan budaya dikenal dengan istilah


enkulturasi atau pembudayaan. Enkulturasi adalah proses penerusan kebudayaan dari
generasi satu kepada generasi berikutnya yang dimulai segera setelah lahir ketika
kesadaran diri individu akan obyek ruang dan waktu dalam lingkungan sosialnya tumbuh
(Haviland, 1985 : 397).
P4

Budaya dan perilaku kesehatan di Indonesia

a. Mengidentifikasi budaya di Indonesia

Setiap individu memiliki budaya baik disadari maupun tidak disadari, budaya
merupakan struktur dari kehidupan. Istilah budaya pertama kali didefinisikan oleh
antropolog Inggris Tylor tahun 1871 bahwa budaya yaitu semua yang termasuk dalam
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kebiasaan lain yang dilakukan
manusia sebagai anggota masyarakat. (Brunner dan Suddart, 2001). Sedangkan petter
(1993) mendefinisikan budaya sebagai nilai-nilai, kebudayaan sikap dan adat yang
terbagi dalam suatu kelompok dan berlanjut dari generasi ke generasi berikutnya. Budaya
akan dipakai oleh seseorang atau sekelompok orang dengan nyaman dari wktu ke waktu
tanpa memikirkan rasionalisasinya.

Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari
pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan
keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhanbudaya yang menghargai nilai
budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari
individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

Pengaruh kebudayaan dalam pemberian ashuan keperawatan adalah apabila pasien


me miliki budaya yang berbeda dengan perawat atau pun tenaga kerja kesehatan yang
lain agar terjadinya komunikasi. misalnya pasien ada larangan tertentu dari budaya nya
yang bertentangan dengan tindakan medis yang akan di lakukan perawat terhadap pasien
tersebut. Oleh karena itu perawat harus bertanya terlebuh dahulu kepada pasien itu agar
tidak terjadi kesalah pahamaan , atau pun sebelum melakukan tindakan nya perawat harus
meminta izin terlebih dulu terhadap pasien tersebut ataupun keluarga pasien.
Dikarenakan semua orang memiliki budaya yang berbeda-beda. Kita sebagai perawat
juga harus memahami budaya pasien kita . dan apabila pasien tersebut sudah
mengizinkan kita melakukan tindakan yang akan di lakukan dan itu tidak melanggar
budaya nya maka perawat melakukan tindakannya tersebut. Sehingga perawat harus
berkomunikasi terhadap pasien agar tidak terjadi kesalahan atau pun tindakan yang tidak
di harapkan dengan tetap menjaga kebudayaan yang di anut pasien tersebut.

b. Menjelaskan dan memahami budaya di Indonesia terhadap perilaku kesehatan

a) Pengaruh Suku Sunda Terhadap Kesehatan


Dalam praktik kesehatan, suku Sunda menggunakan orang pintar (dukun). Hal ini
masih mendominasi dalam upaya menolong masyarakat yang mengalami gangguan
kesehatan . Bila dukun tidak berhasil atau sakit tidak sembuh-sembuh , biasanya mereka
baru pergi ke petugas kesehatan . Selain ke dukun , mereka juga biasanya pergi ke kyai
jika mereka menganggap penyakit tersebut tidak bisa disembuhkan secara medis. Dukun
dipercaya mampu mengobati berbagai penyakit dengan menggunakan doa – doa atau
mantera. Dosa tersebut dapat diambil dari bahasa Al-quran yang biasanya sering ditulis
ppada sehelai kain atau kertas. Keterampilan dukun tersebut biasanya diturunkan kepada
anak cucunya. Akan tetapi, ada juga yang berguru di tempat- tempat yang dipercaya
sebagai tempat keramat. Biasanya merupakan tempat-tempat para wali dimakamkan,
seperti Banten dan Cirebon. Mereka berguru dengan yang melakukan semedi atau bertapa
dan kadang disertai puasa. Tempat yang sering dilakukan untuk semedi biasanya di gua-
gua atau di gunung-gunung yang dianggap memiliki kemampuan supranatural. Semedi
dilakukan sampai berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun.

Suku Sunda percaya bahwa penyakit yang diderita tidak hanya dapat
disembuhkan oleh petugas kesehatan, tetapi juga oleh dukun. Bila diantara mereka
mengalami gangguan kesehatan, mereka lebih memilih membeli obat di warung atau
pergi ke dukun yang dipercayai. Apabila sakit yang dideritanya semakin parah atau tidak
sembuh-sembuh, mereka pergi ke puskesmas. Hal tersebut dipraktikan oleh suku Sunda
terutama untuk golongan menengah ke bawah. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa masyarakat suku Sunda yang mencari bantuan dukun sebagian besar
karena alasan faktor ekonomi

b) Kepercayaan Kuno dan Praktik Pengobatan


Sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat
sederhana, pengetahuan tradisional. Dalam Masyarakat tradisional sistem pengobatan
tradasional ini adalah pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti
mempelajari pranata sosial umumnya dan bahwa praktek pengobatan asli (tradisional)
adalah rasional dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenai sebab akibat.

Konsep sehat sakit tidak hanya mencakup aspek fisik saja,tetapi juga bersifat
sosial budaya. Istilah lokal yang biasa dipakai oleh masyarakat jawa barat (orang sunda)
adalah muriang untuk demam,nyerisirah sakit kepala. Menurut orang sunda,orang sehat
adalah mereka yang makan terasa enak walaupun dengan lauk seadanya,dapat tidur
nyenyak dan tidak ada yang dikeluhkan,sedangkan sakit adalah apabila badan terasa
sakit,panas atau makan terasa pahit.Dalam bahasa sunda orang sehat disebut
cageur,sedangkan orang sakit disebut gering.

Ada beberapa perbedaan antara sakit ringan dan sakit berat.Orang disebut sakit
ringan apabila masih dapat berjalan kaki,masih dapat bekerja,masih dapat makan dan
minum dan dapat sembuh dengan minum obat atau obat tradisional yang dibeli diwarung.
Orang disebut sakit berat, apabila badan terasa lemas, tidak dapat melakukan kegiatan
sehari-hari, sulit tidur, harus berobat kedokter/puskesmas, apabila menjalani rawat inap
memerlukan biaya mahal.Konsep sakit ringan dan sakit berat bertitik tolak pada keadaan
fisik penderita melakukan kegiatan sehari-hari, dan sumber pengobatan yang digunakan.

Salah satu contoh sakit dengan penyebab, pencegahan dan serta pengobatan dalam
budaya sunda:

Keluhan demam (bahasa sunda-meriang atau panas tiris) ditandai dengan badan
terasa pegal-pegal, menggigil, kadang-kadang bibir biru. Penyebab demam adalah udara
kotor, menghisap debu kotor, pergantian cuaca, kondisi badan
lemah,kehujanan,kepanasan cukup lama,dan keletihan. Pencegahan demam adalah
dengan menjaga kebersihan udara yang dihisap,makan teratur, olahraga cukup, tidur
cukup,minum cukup,kalau badan masih panas/berkeringat jangan langsung mandi,jangan
kehujanan dan banyak makan sayuran atau buah. Pengobatan sendiri demam dapat
dilakukan dengan obat tradisional, yaitu kompres badan dengan tumbukan daun
melinjo,daun cabe atau daun sin gkong,atau dapat juga dengan obat warung yaitu
paramek atau puyer bintang tujuh nomor 16.

c) Kebiasaan masyarakat sunda yang bertentangan dengan kesehatan

1. Ibu hamil dilarang melilitkan handuk di leher agar anak yang dikandungnya tak terlilit
tali pusat. Fakta: Ini pun jelas mengada-ada karena tak ada kaitan antara handuk di leher
dengan bayi yang berada di rahim. Secara medis, hiperaktivitas gerakan bayi, diduga
dapat menyebabkan lilitan tali pusat karena ibunya terlalu aktif.
2. Ibu hamil tidak boleh makan pisang yang dempet, nanti anaknya jadi kembar siam. Fakta:
Secara medis-biologis, lahirnya anak kembar dempet / kembar siam tidak dipengaruhi
oleh makanan pisang dempet yang dimakan oleh ibu hamil. Jelas ini hanyalah sebuah
mitos.
3. Amit-amit” adalah ungkapan yang harus diucapkan sebagai "dzikir"- nya orang hamil
ketika melihat peristiwa yang menjijikkan, mengerikan, dan sebagainya dengan harapan
janin terhindar dari kejadian tersebut. Fakta: Secara psikologis, perilaku tersebut justru
dapat berujung pada ketakutan yang tidak bermanfaat.
4. Dipakaikan gurita agar tidak kembung. Fakta: Mitos ini tak benar, karena organ dalam
tubuh malah akan kekurangan ruangan. Jika bayi menggunakan gurita, maka ruangan
untuk pertumbuhan organ-organ seperti rongga dada dan perut serta organ lain akan
terhambat. Kalau mau tetap memakaikan gurita, boleh saja. Asal ikatan bagian atas
dilonggarkan, sehingga jantung dan paru-paru bisa berkembang.
5. Dibedong agar kaki tidak pengkor. Faktanya: Bedong bisa membuat peredaran darah bayi
terganggu lantaran kerja jantung memompa darah menjadi sangat berat. Yang jelas,
pemakaian bedong sama sekali tak ada kaitannya dengan pembentukan kaki.
6. Timbulnya penyakit sebagai pertanda Demam atau diare yang terjadi pada bayi dianggap
pertanda bahwa bayi tersebut akan bertambah kepandaiannya, seperti sudah bisa untuk
berjalan.
7. Nafsu makan hilang, cekok saja dengan vitamin. Fakta: Pemberian vitamin yang
berlebihan justru bisa membuat anak kehilangan nafsu makan

P5

Aplikasi konsep Transkultural dalam keperawatan

a. Pengertian keperawatan transkultural

Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan
culture,Trans berarti aluar perpindahan , jalan lintas atau penghubung.Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus , melalui. Culture
berarti budaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti:

a. kebudayaan, cara pemeliharaan, pembudidayaan.

b. Kepercayaan, nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok
dan diteruskan pada generasi berikutnya, sedangkan cultural berarti: Sesuatu yang
berkaitan dengan kebudayaan. Budaya sendiri berarti: akal budi, hasil dan adat istiadat.
Dan kebudayaan berarti:

a. Hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan,

kesenian dan adat istiadat.

b. Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk


menjadi pedoman tingkah lakunya.Jadi, transkultural dapat diartikan sebagai:

a. Lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi budaya
yang lain

b. Pertemuan kedua nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi social

c. Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan
perbedaan maupun kesamaan nilai– nilai budaya (nilai budaya yang berbeda, ras, yang
mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada klien /
pasien). Menurut Leininger (1991).

b. Konsep yang mendasari keperawatan transkultural

Transcultural Nursing adalah sebuah teori yang berpusat pada keragaman budaya
dan juga keyakinan tiap manusia. Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa semua
interaksi di dalam Transcultural mengandung makna dan perbedaan dalam nilai-nilai dan
keyakinan dari tiap kelompok dalam masyarakat. Konsep Transcultural Nursing Leninger
(1995) berfokus pada analisa komparatif dan budaya yang berbeda, nilai-nilai kesehatan-
penyakit, perilaku kepedulian dan pola keperawatan (Roman et al., 2013).

Kazier Barabara (1983) dalam bukuya yang berjudul Fundamentals of Nursing


Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan
perawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang
meliputi pengetahuan ilmu humanistic, philosopi perawatan, praktik klinis keperawatan,
komunikasi dan ilmu sosial. Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang
manusia yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio – psycho-
social – spiritual. Oleh karenanya, tindakan perawatan harus didasarkan pada tindakan
yang komperhensif sekaligus holistik. Budaya merupakan salah satu dari perwujudan
atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang
berupa norma, adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan
yang lain. Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat, selalu diulangi,
membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya. Keberlangsungaan terus –
menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu nilai – nilai yang
mempengaruhi pembentukan karakter, pola pikir, pola interaksi perilaku yang
kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan
(cultural nursing approach)

Keperawatan transkultural merupakan suatu area utama dalam keperawatan yang


berfokus pada studi komparatif dan analisis tentang budaya dan sub-budaya yang berbeda
di dunia yang menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, nilai-nilai, keyakinan
tantang tentag sehatsakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan yang
mengembangkan body of knowledge yang ilmiah dan humanistic guna memberi tempat
praktik keperawatan pada budaya tertentu dan budaya universal (Marriner- Tomey,
1994). Teori keperawatan transkultural ini menekankan pentingnya peran perawat dalam
memahami budaya klien.

Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien baik individu,
keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya cultural shock
maupun culture imposition. Culture shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba
mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok keluarga budaya tertentu
(klien). Klien akan merasakan perasaan tidak akan merasakan perasaan tidak nyaman,
gelisah dan disorientasi karena perbedaan nyaman, gelisah dan diorientasi karena
perbedaan nilai budaya, keyakinan dan kebiasaan. Sedangkan culture imposition adalah
kecenderungan tenaga kesehatan perawat, baik secara diam-diam maupun terang-
terangan, memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan dan budaya, keyakinan dan
kebiasaan/perilaku yang dimilikinya kepada individu, keluarga atau kelompok dari
budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada kelompok
lain.

c. Konsep dalam Transcultural Nursing

1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan
dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung pengetahuan,keyakinan, seni,
moral, hukum, kebiasaan, dan kecakapan lain yang merupakan kebiasaan manusia
sebagai anggota kemunitas setempat. Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya
manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keselurahan hasil budi dan
karyanya dan sebuah rencana untuk melakukan kegiatan tertentu (Leininger, 1991).

Menurut konsep budaya Leininger (1978, 1984), karakteristik budaya dapat digambarkan
sebagai berikut :

1) Budaya adalah pengalaman yang bersifat universal sehingga tidak ada dua budaya
yang sama persis

2) budaya yang bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya tersebut diturunkan
kepada generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan

3) budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan manusianya sendiri tanpa disadari.

2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu
tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan
keputusan.

3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal daei
pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan
keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai
budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari
individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa
budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.

5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. Etnik adalah seperangkat
kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu (kelompok etnik). Sekelompok
etnik adalah sekumpulan individu yang mempunyai budaya dan sosial yang unik serta
menurunkannya ke generasi berikutnya (Handerson, 1981).
6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal
muasal manusia. Ras merupakan sistem pengklasifikasian manusia berdasarkan
karakteristik fisik pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah, bulu pada tubuh dan bentuk
kepala. Ada tiga jenis ras yang umumnya dikenal, yaitu Kaukasoid, Negroid, Mongoloid.
Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan manusia kepada
generasi berikutnya (Taylor, 1989).

7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian
etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada
perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari
lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya.

8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku
pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan
baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan
manusia.

9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan
mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi
kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.

10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau
memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan
mencapai kematian dengan damai.

11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk


memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya
bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain

d. Perspektif Transkultural dalam Keperawatan

Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21, termasuk
tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar. Dengan
adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara (imigrasi) dimungkinkan,
menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan. Keperawatan
sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat, yang dapat
dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Perkembangan teori
keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu metha theory, grand theory,
midle range theory dan practice theory.
Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah :

Transcultural Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep keperawatan
yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang
melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting
memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan
terjadinya cultural shock.

Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien
sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara diperbolehkan seseorang
untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena
perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila
berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien
tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-
pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah
mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan
berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.

c. Teori Culture Care Leininger

Teori Leininger adalah tentang culture care diversity dan universality, atau yang lebih
dikenal dengan transcultural nursing. Berfokus pada nilai-nilai budaya, kepercayaan, dan
pelayanan kesehatan berbasis budaya, serta di dalam teorinya membahas khusus culture,
culture care, diversity, universality, ethnohistory.

Konsep utama dan definisi teori Leininger:

1) “Care” mengacu pada suatu fenomena abstrak dan kongkrit yang berhubungan dengan
pemberian bantuan, dukungan atau kemungkinan pemberian pengalaman maupun
perilaku kepada orang lain sesuai dengan kebutuhannya dan bertujuan untuk
memperbaiki kondisi maupun cara hidup manusia.
2) “Caring” mengacu pada suatu tindakan dan aktivitas yang ditunjukkan secara langsung
dalam pemberian bantuan, dukungan, atau memungkinkan individu lain dan kelompok
didalam memenuhi kebutuhannya untuk memperbaiki kondisi kehidupan manusia atau
dalam menghadapi kematian
3) “Culture” kebudayaan merupakan suatu pembelajaran, pembagian dan transmisis nilai,
keyakinan norma-norma dan gaya hidup dalam suatu kelompok tertentu
4) “Culture Care” mengacu pada pembelajaran subjektif dan objektif dan tranmisi nilai,
keyakinan, pola hidup yang membantu individu lain maupun kelompok untuk
mempertahankan kesejahteraan mereka
5) “Culture Care Diversity” mengacu kepada suatu pengertian umum yang memiliki
kesamaan ataupun pemahaman yang paling dominan, pola-pola, nilai-nilai, atau simbol-
simbol perawatan di dalam maupun diantara suatu perkumpulan
6) “Culture Care Universality” mengacu kepada suatu pengertian umum yang memiliki
kesamaan ataupun pemahaman yang paling dominan, pola-pola, nilai-nilai, atau simbol-
simbol yang dimanifestasikan diantara kebudayaan
7) Keperawatan mengacu pada suatu pembelajaran humanistik dan profesi keilmuan serta
disiplin yang difokuskan pada aktivitas dan fenomena keperawatan kebudayaan
8) “World View” mengacu pada cara pandang manusia dalam memelihara dunia atau alam
semesta
9) “Culture and social Strukture Demensions” mengacu pada suatu pola dinamis dan
gambaran hubungan struktural serta faktor-faktor organisasi dari bentuk kebudayaan
10) Lingkungan mengacu pada totalitas dan suatu keadaan, situasi atau pengalaman-
pengalaman yang memberikan arti bagi perilaku manusia dan interaksi sosial
11) “Environment Contect, Languange & Etnohistory” mengacu pada keseluruhan fakta-
fakta pada waktu yang lampau, kejadian-kejadian dan pengalaman individu, kelompok,
kebudayaan serta institusi yang difokuskan kepada manusia
12) “Generic Care System” sistem perawatan pada masyarakat tradisional mengacu pada
pembelajaran kultural dan transmisi dalam masyarakat trandisional dengan menggunakan
pengetahuan dan keterampilan
13) Kesehatan mengacu pada keadaan kesejahteraan yang didefinisikan secara kultural
memiliki nilai dan paktek serta merefleksikan kemampuan individu
14) “Culture Care Amodation” teknik negosiasi atau akomodasi perawatan kultural mengacu
pada semua bantuan, dukungan, fasilitas atau pembuatan keputusan dan tindakan
kreativitas profesional
15) “Culture Care Preservation” mempertahankan perawatan kultural mengacu pada semua
bantuan yang memungkinkan dapat menolong orang lain
16) “Culture Care Reppatering” restruktisasi perawatan transkultural membantu klien untuk
mengubah cara hidup mereka agar lebih baik
17) Curturally Congruent Care for Health perawatan kultural yang kongruen mengacu pada
kemampuan kognitif mengacu kepada kemampuan kognitif untuk membantu.

Analisa Teori Leininger

a) Kelebihan

1. Teori ini bersifat komprehensif dan holistik yang dapat memberikan pengetahuan
kepadaperawat dalam pemberian asuhan dengan latar belakang budaya yang berbeda.
2. Teori ini sangat berguna pada setiap kondisi perawatan untuk memaksimalkan
pelaksanaanmodel-model teori lainnya (teori Orem, King, Roy, dll).
3. Penggunakan teori ini dapat mengatasi hambatan faktor budaya yang akan berdampak
terhadappasien, staf keperawatan dan terhadap rumah sakit.
4. Penggunanan teori trancultural dapat membantu perawat untuk membuat keputusan
yangkompeten dalam memberikan asuhan keperawatan.
5. Teori ini banyak digunakan sebagai acuan dalam penelitian dan pengembangan
praktekkeperawatan

b) kelemahan

1. Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa berdiri sendiri dan hanya
digunakansebagai pendamping dari berbagai macam konseptual model lainnya.
2. Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam mengatasi
masalahkeperawatan sehingga perlu dipadukan dengan model teori lainnya

Sunrise Model

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan


keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (sunrise
model). Geisser menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat
sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien. Pengelolaan
dalam keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Matahari terbit sebagai lambang
atau symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk memulai pada puncak dari model ini
dengan pandangan dunia dan keistimewaan struktur sosial untuk mempertimbangan arah
yang membuka pikiran yang mana ini dapat mempengaruhi kesehatan dan perawatan atau
menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus pada keperawatan profesional dan sistem
perawatan kesehatan secara umum. Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak
menjadi penyebab atau garis hubungan. Garis putu-putus pada model ini mengindisikan
sistem terbuka. Model ini menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak terpisahkan dari
budaya mereka Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi
keperawatan tidak tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan
oleh Leininger adalah agar seluruh terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh
perawatan lainnya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien atau
nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian juga masalah
keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien. Model ini
merupakan suatu alat yang produktif untuk memberikan panduan dalam pengkajian dan
perawatan yang sejalan dengan kebudayaan serta penelitian ilmiah.

e. Penerapan konsep transkultural sepanjang daur kehidupan manusia


1. Perawatan Kehamilan dan Kelahiran

Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya
dalam suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu, fisiologi kelahiran secara
universal sama. Namun proses kelahiran sering ditanggapi dengan cara-cara yang
berbeda oleh aneka kelompok masyarakat (Jordan, 1993). Berbagai kelompok yang
memiliki penilaian terhadap aspek kultural tentang kehamilan dan kelahiran
menganggap peristiwa itu merupakan tahapan yang harus dijalani didunia.

Dalam adat Sunda, ada kebiasaan yang masih cukup dipercaya banyak orang
ketika ingin menolak bala sewaktu hamil. Mereka akan menggunakan bawang putih,
bawang merah, dan cabai merah yang ditusuk ke tusukan sate, kemudian akan
meletakkannya di depan pintu rumah. Cara ini dipercaya bisa menolak bala agar ibu
hamil serta janin di dalam kandungan tidak diganggu oleh makhluk halus. Selain itu,
Dalam adat Sunda, ibu hamil diusahakan tidak boleh makan menggunakan piring yang
besar. Lebih disarankan untuk makan menggunakan piring kecil yang sering disebut
pisin. Mitosnya, ibu hamil yang makan menggunakan piring besar hanya akan berdampak
buruk pada calon anaknya. Bayi yang lahir akan memiliki wajah yang besar seperti
piring. Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini masih
dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat.

Dalam menghadapi situasi ini, pelayanan kompeten secara budaya diperlukan


bagi seorang perawat untuk menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja
sama dengan budaya berbeda, serta berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi
klien dan keluarga. Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari
masyarakat yang sering menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari
peristiwa kehamilan dan kelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat adat istiadat
mereka terdapat berbagai upacara adat yang rinci untuk menyambut kelahiran bayi
seperti pada upacara mitoni, procotan, dan brokohan. Perbedaan yang paling mencolok
antara penanganan kehamilan dan kelahiran oleh dunia medis dengan adat adalah orang
yang menanganinya, kesehatan modern penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat,
bidan, dan lain sebagainya tapi penangana dengan adat dibantu oleh dukun bayi.

Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi bermacam


macam. Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui proses belajar yang
diwariskan dari nenek atau ibunya, namun ada pula yang mempelajari dari seorang guru
karena merasa terpanggil. Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya merupakan suatu
proses semata mata berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja, namun tempat melahirkan
pun harus terhindar dari berbagai kotoran tapi “kotor” dalam arti keduniawian,
sehingga kebudayaan menetapkan bahwa proses mengeluarkan unsur unsur yang
kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang sesuai keperluan itu.
Jika dokter memiliki obat obat medis maka dukun bayi punya banyak ramuan untuk
dapat menangani ibu dan janin, umumnya ramuan itu diracik dari berbagai jenis
tumbuhan, atau bahan bahan lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh atau
pelancar proses persalinan.

Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan dan


kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan sebagai
proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti; pandangan budaya
mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam
pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan
bahaya, penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran,
pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta perawatan
bayi dan ibunya.

Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi kliennya


yang memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki keterampilan
dalam pengkajian budaya yang akurat dan komprehensif sepanjang waktu
berdasarkan warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural, organisasi sosial,
agama dan kepercayaan serta pola komunikasi. Semua budaya mempunyai dimensi
lampau, sekarang dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat memahami
orientasi waktu wanita yang mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap
warisan budaya keluarganya.

2. Perawatan Dan Pengasuhan Anak

Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa transisi dari


awal masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut serta mempengaruhi
peralihan tersebut. Dalam asuhan keperawatan budaya, perawat harus paham dan bisa
mengaplikasikan pengetahuannya pada tiap daur kehidupan manusia. Salah satu
contohnya yaitu aplikasi transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak. Setiap anak
diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan, baik perkembangan
fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar kesehatan, yaitu sehat
jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu dipetakan berbagai unsur yang terlibat dalam
proses perkembangan anak sehingga dapat dioptimalkan secara sinergis.

Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima) sistem yang berpengaruh
terhadap tumbuh kembang anak,yaitu:

1) sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana anak tumbuh dan
berkembang yang meliputi : keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingkungan
sekitar tetangga.
2) sistem meso yang merupakan hubungan di antara mikro sistem, misalnya hubungan
pengalaman-pengalaman yang didapatkan di dalam keluarga dengan pengalaman di
sekolah atau pengalaman dengan teman sebaya.

3) sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam setting sosial
yang berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap
perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang tua dan media massa.

4) sistem makro yang merupakan budaya di mana individu hidup, seperti : ideologi,
budaya, sub-budaya atau strata sosial masyarakat. sistem chrono yang merupakan
gambaran kondisi kritis transisional (kondisi sosio-historik). Keempat sistem pertama
harus mampu dioptimalkan secara sinergis dalam pengembangan berbagai potensi anak
sehingga dibutuhkan pola pengasuhan, pola pembelajaran, pola pergaulan termasuk
penggunaan media massa, dan pola kebiasaan (budaya) yang koheren dan saling
mendukung.

Proses sosialisasi pada anak secara umum melalui 4 fase, yaitu:

a) Fase Laten (Laten Pattern), pada fase ini proses sosialisasi belum terlihat jelas. Anak
belum merupakan kesatuan individu yang berdiri sendiri dan dapat melakukan
kontak dengan lingkungannya. Pada fase ini anak masih dianggap sebagai bagian dari
ibu,dan anak pada fase ini masih merupakan satu kesatuan yang disebut “two persons
system”.

b) Fase Adaptasi (Adaption), pada fase ini anak mulai mengenal lingkungan dan
memberikan reaksi atas rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Orangtua berperan
besar pada fase adaptasi, karena anak hanya dapat belajar dengan baik atas bantuan
dan bimbingan orangtuanya.

c) Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment), pada fase ini dalam sosialisasinya anak tidak
hanya sekadar memberikan umpan balik atas rangsangan yang diberikan oleh
lingkungannya, tapi sudah memiliki maksud dan tujuan. Anak cenderung mengulangi
tingkah laku tertentu untuk mendapatkan pujian dan penghargaan dari lingkungannya.

d) Fase Integrasi (Integration), pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi hanya sekadar
penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk mendapatkan penghargaan, tapi sudah menjadi
bagian dari karakter yang menyatu dengan dirinya sendiri. Interaksi anak dengan
lingkungannya secara tidak langsung telah mengenalkan dirinya pada kultural atau
kebudayaan yang ada di sekelilingnya. Lingkungan dan keluarga turut berperan serta
dalam tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh budaya
yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalam memberikan pengasuhan dan
perawatan perlu mengarahkan anak pada perilaku perkembangan yang normal,
membantu dalam memaksimalkan kemampuannya dan menggunakan kemampuannya
untuk koping dengan membantu mencapai keseimbangan perkembangan yang
penting. Perawat juga harus sangat melibatkan anak dalam merencanakan proses
perkembangan. Karena preadolesens memiliki keterampilan kognitif dan sosial yang
meningkat sehingga dapat merencnakan aktifitas perkembngan.

Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara kooperatif


dalam kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang budaya. Dalam
proses ini, anak mungkin menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik
(misalnya meningkatnya kerentanan terhadap infeksi pernapasan, penyesuaian yang
salah di sekolah, hubungan dengan kawan sebaya tidak adekuat, atau gangguan
belajar). Perawat harus merancang intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut
mengkaji kultur yang berkembang pada anak. Agar tidak terjadi konflik budaya terhadap
anak yang akan mengakibatkan tidak optimalnya pegasuhan dan perawatan anak.

f. Aplikasi keperawatan transcultural dalam berbagai masalah kesehatan pasien

Dengan adanya keperawatan transkultural dapat membantu klien beradaptasi terhadap budaya
tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya. Perawat juga dapat membantu klien agar
dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan status kesehatan.
Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai pantangan untuk makan-makanan yang
berbau amis seperti ikan, maka klien tersebut dapat mengganti ikan dengan sumber protein
nabati yang lainnya. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan dirancang sesuai latar
belakang budaya sehingga budaya dipandang sebagai rencana hidup yang lebih baik setiap saat.
Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.

Konsep budaya dan Tumbuh Kembang

a. Review Konsep budaya dan tumbuh kembang

a) Budaya Sunda 

Budaya sunda adalah budaya yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat Sunda.


Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun. Pada
umumnya karakter masyarakat Sunda adalah periang, ramah-tamah (soméah, seperti
dalam falsafah soméah hadé ka sémah), murah senyum, lemah-lembut, dan sangat
menghormati orang tua. Itulah cermin budaya masyarakat Sunda.

Kebudayaan Sunda juga merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber
kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Sistem
kepercayaan spiritual tradisional Sunda adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan
keselarasan hidup dengan alam. Kini, hampir sebagian besar masyarakat Sunda
beragama Islam, tetapi ada beberapa yang tidak beragama Islam, walaupun berbeda
namun pada dasarnya seluruh kehidupan ditujukan untuk kebaikan di alam semesta

b) Etos budaya

Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan tertua di Nusantara.


Kebudayaan Sunda yang ideal kemudian sering kali dikaitkan sebagai kebudayaan masa
Kerajaan Sunda. Ada beberapa ajaran dalam budaya Sunda tentang jalan menuju
keutamaan hidup. Etos dan watak Sunda itu diantaranya adalah:

1) Cageur, artinya adalah sehat, yang mana sehat secara jasmani serta rohani, sehat dalam
berpikir, sehat dan mempunyai pendirian, sehat secara moral, sehat dalam bekerja dan
bertutur kata.

2) Bageur, artinya adalah baik, baik terhadap sesama, banyak memberikan bantuan berupa
pikiran, moral yang baik maupun materi, tidak pelit terhadap sesama, tidak emosianal
hatinya, penolong serta ikhlas menjalankan dan mengamalkan tidak hanya dibaca atau
diucapkan saja.

3) Bener artinya benar atau tidak bohong, tidak asal-asalan dalam melaksanakan pekerjaan,
amanat, lurus dalam menjalankan agama, memimpin dengan baik, serta tidak merusak
alam.

4) Singer, artinya adalah mawas diri, teliti dalam bekerja, mendahulukan orang lain sebelum
diri sendiri, menghargai pendapat orang lain, penuh kasih sayang, tidak marah saat
dikritik namun diterima dengan lapang dada.

5) Pinter, artinya cerdas, mengerti ilmu agama sampai ke dasar, bisa menyesuaikan diri
dengan sesamanya, bisa menyelesaikan masalah dengan bijaksana, serta tidak
berprasangka buruk terhadap orang lain.

c) Nilai – Nilai Budaya Sunda

Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas tertentu yang membedakannya dari


kebudayaan–kebudayaan lain. Secara umum masyarakat Sunda, dikenal sebagai
masyarakat yang lembut, religius, dan sangat spiritual. Kecenderungan ini tampak
sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah dan silih asuh; saling mengasihi
(mengutamakan sifat welas asih), saling menyempurnakan atau memperbaiki diri
(melalui pendidikan dan berbagi ilmu), dan saling melindungi (saling menjaga
keselamatan). Selain itu Sunda juga memiliki sejumlah nilai-nilai lain seperti kesopanan,
rendah hati terhadap sesama, hormat kepada yang lebih tua, dan menyayangi kepada yang
lebih kecil. Pada kebudayaan Sunda keseimbangan magis dipertahankan dengan cara
melakukan upacara-upacara adat sedangkan keseimbangan sosial masyarakat Sunda
melakukan gotong-royong untuk mempertahankannya
a. Contoh perilaku budaya yang berhubungan dengan kesehatan di kaitkan dengan tumbuh
kembang

Permainan anak-anak tradisional Sunda atau kaulinan urang lembur dapat menjadi
sarana stimulasi perkembangan fisik- motorik, kognitif, bahasa, dan sosial-emosional
anak usia dini. Hal ini terlihat dari beberapa permainan yang dapat menjadi stimulant
dominan dari setiap perkembangan dan menyebabkan perkembangan lain menjadi
terstimulasi.

Diantaranya pada usia 0-<12 bulan, terdapat permainan neleng nengklung yang
menjadi stimulant dominan untuk fisik-motorik, dan perkembangan kognitif,
bahasa,sosial-emosional juga ikut terstimulasi. Pada usia 12-<24 bulan terdapat
permainan uncang-uncang angge yang menjadi stimulant dominan untuk sosial-
emosional, dan perkembangan kognitif, bahasa,fisik-motorik juga ikut terstimulasi. Pada
usia 2-<4 tahun terdapat permainan sisit ula yang menjadistimulant dominan untuk
kognitif dan bahasa, sosial-emosional, fisik-motorik juga ikut terstimulasi. Padausia 4-<6
tahun terdapat permainangogolekan yang menjadi stimulant dominan untuk bahasa dan
kognitif juga ikut terstimulasi

b. Peran budaya dalam tumbuh kembang keperawatan

Pada permainan tradisional Sunda terdapat peran yang saling berhubungan sebagai sarana
Stimulasi perkembangan anak menuju kehidupan dewasanya, yaitu

1. Permainan yang dilakukan sesuai dengan urutan perkembangan indera anak dan proses
tumbuh kembang

2. Setiap permainan anak selalu melibatkan fisik-motorik, kognitif,bahasa,sosial-


emosional.

3. Mengandung unsur seni

4. Membuat suasana gembira dengan kebersamaan

5. Membuat anak-anak mengenal satu sama lain

6. Membuat ikatan kekerabatan yang telah terjalin antar keluarga semakin erat

c. Masalah – masalah budaya dalam tumbuh kembang

Dengan semakin berkembangnya zaman digital yang serba instan saat ini sebagai
generasi penerus bangsa yang tentunya mewarisi tradisi dan nilai-nilai budaya sunda
seharusnya berusaha untuk menjaga nilai-nilai budaya yang telah terbentuk dan tentunya
lebih mudah untuk dipelajari pada saat ini, namun dengan perkembangan teknologi yang
sangat pesat menyebabkan mulai terkikisnya nilai- nilai tradisi dan budaya contohnya
menjadikan anak-anak, remaja dan bahkan orang dewasa lebih mementingkan teknologi
dan mengesampingkan tradisi seperti mitos- mitos dan pamali yang sudah turun-menurun
sejak dahulu dan menjadi acuan dalam kehidupan para leluhur. Tidak sedikit juga dari
orang tua itu sendiri yang sudah tidak pernah menceritakan tentang mitos-mitos dan
pamali kepada anak-anak mereka yang salah satunya Sandekala ini sebagai nilai-nilai
tradisi dan budaya sunda di masyarakat Jawa Barat. Jika dilihat dalam fenomena
Sandekala saat ini banyak juga dari orang tua yang tidak peduli ketika anaknya masih
berada diluar rumah ketika malam menjelang. Akibatnya banyak anak-anak pada zaman
ini yang kurang mau mendengar nasihat dari orang tua atau kurang taat terhadap perintah
orang tua (Iqbal, 2019).

P6

Kontrol Lingkungan yang Membentuk Budaya

A. Kebudayaan lingkungan dan Kesehatan


Manusia adalah mahluk sosial yaitu suatu mahluk yang saling bergantung kehidupannya
satu sama lain, karena manusia tidak bisa hidup sendiri dan selalu membutuhkan pertolongan
orang lain. Dengan kata lain manusia hidup bermasyarakat. Manusia juga adalah mahluk
berbudaya, yang dikaruniai akal oleh Tuhan yang berbeda dengan binatang. Oleh karena itu,
manusia selalu menggunakan akalnya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, termasuk
masalah kesehatan. (Notoatmodjo, 2010:65).

Ada beberapa faktor yang memengaruhi status kesehatan seseorang yaitu lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, dimana lingkungan sosial ini dapat
memengaruhi perilaku seseorang. Manusia sebagai makhluk sosial yang saling ketergantungan
satu sama lain dengan lingkungannya sangat membutuhkan pertolongan dari orang lain, dalam
memecahkan berbagai masalah individu maupun masalah-masalah sosial yang terjadi dalam
lingkungan sekitar manusia. Demikian pula dengan masyarakat Sunda pada masa lalu bahkan
hingga sekarang dalam kehidupan sosial mereka dalam memelihara kesehatan.

B. Klasifikasi ekologi manusia dan pola-pola adaptasi


Ekologi manusia dapat dilihat dari latar belakang fisik dan manusia dengan
budayanya. Ilmu etnoekologi tidak hanya membahas aspek‐aspek alami saja tetapi juga
aspek manusianya, dengan ragam politis, ekonomis, sosiologis, politis, dan budaya.
Semua ragam dari aspek manusia tersebut dipahami dengan latar belakang lingkungan
alam dan lingkungan masyarakat. Ekologi manusia terbentuk dari hidup yang
berdampingan dan saling keterkaitan antara unsur alam, yaitu: iklim, cuaca, batuan,
tanah, bentuk muka bumi, air, danau, laut, samudera, air tanah, sungai, tumbuhan, dan
hewan.
Hal ini dapat dicontohkan pada ekologi manusia dilihat dari sudut pandang daerah
kota dengan daerah desa. Ekologi manusia pada daerah pedesaan akan terlihat unsur‐
unsur alam yang lebih banyak saling keterkaitan dan berdampingan, sedangkan pada
ekologi manusia pada daerah perkotaan banyak di dominasi teknologi yang direkayasa
manusia sehingga manusia memodifikasi ekologi dalam bentuk lingkungan buatan atau
lingkungan teknologi (N. Daldjoeni 1982).

Bentuk-bentuk Adaptasi Sosial Budaya yang dilakukan Suku Sunda di Desa Polo Lereng
Kecamatan Pangale Kabupaten Mamuju Tengah

1. Bahasa

Desa Polo Lereng merupakan desa yang memiliki suku yang beragam, mulai dari
suku asli maupun suku pendatang. Suku – suku yang ada di Desa Polo Lereng ini terdiri
dari suku Mandar, Bugis, jawa, Bali, Sunda dan suku lainnya. Dengan beragamnya suku
yang ada di Desa Polo Lereng secara otomatis juga tentu memiliki beraneka ragam
bahasa daerah. Bahasa yang dipergunakan sehari- hari di Desa Polo Lereng adalah bahasa
daerahnya masing-masing, seperti bahasa Mandar, Bugis, Jawa, Bali, Sunda dan lain-lain.
Namun, karena Desa Polo Lereng ini memiliki keragaman bahasa daerah, maka bahasa
yang paling umum digunakan adalah bahasa Indonesia. Sehingga komunikasi dan
interaksi diantara mereka, khususnya interaksi antar etnik tetap lancar dan tidak
terhambat. Akan tetapi tidak dipungkiri bahwa antar suku bisa mengerti dengan bahasa
suku lainnya, misalnya Suku Sunda yang mengerti dengan bahasa Mandar dan bahasa
Jawa, begitupun sebaliknya.

Berbeda ketika Para transmigran Suku Sunda ini berkomunikasi dengan Suku
Bali, dan suku lainnya yang lebih memilih menggunakan bahasa nasional karena mereka
tinggal dilain dusun, sehingga tidak tiap saat mereka saling berkomunikasi. Walaupun
Suku Sunda berkomunikasi menggunakan bahasa nasional saat berkomunikasi dengan
suku lain, tetapi ketika transmigran Sunda ini berkomunikasi dengan sesama Suku Sunda,
mereka menggunakan bahasa asli sunda.

2. Kerja Sama

Sebagai masyarakat pendatang, transmigran Suku Sunda ini harus beradaptasi


dengan cara mempelajari lingkungan tempat tinggal mereka supaya mereka bisa bertahan
hidup dan memiliki hubungan sosial yang erat dengan masyarakat sekitar, misalnya
dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat tempat tinggal
mereka. Terciptanya hubungan kekerabatan antara penduduk setempat dengan
masyarakat Suku Sunda sebagai pendatang terlihat dari adanya saling menghargai dan
saling tolong menolong antara mereka. Hal ini juga terlihat pada keikutsertaan
transmigran Sunda sebagai pendatang dalam mengikuti kegiatan di masing- masing
tempat tinggalnya misalnya bekerja sama dalam kegiatan gotong-royong.
Gotong royong adalah kegiatan yang menjadi salah satu bentuk adaptasi
masyarakat transmigran Sunda agar dapat mempererat hubungan solidaritas diantara
mereka dengan masyarakat sekitar. Kegiatan gotong royong yang sering diikuti oleh
masyarakat transmigran Suku Sunda di Desa Polo Lereng ini dapat dilihat dalam berbagai
hal, mulai dari mengikuti kerja bakti membersihkan lapangan, memperbaik jalan desa,
membangun Masjid, membersihkan makam saat tiba bulan Ramadhan. Bahkan bergotong
royong pada saat ada salah satu warga yang membangun rumah.

3. Makanan

Makanan merupakan salah satu jenis kekayaan budaya suatu suku bangsa.
Sehingga tidak heran kalau setiap suku bangsa memiliki jenis makanan khas sendiri yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Begitupun dengan Suku Sunda dengan
masyarakat setempat, selain perbedaan bahasa terdapat juga perbedaan mengenai
makanan atau masakan. Perbedaan selera makanan antara Suku Sunda dengan Suku
Mandar inilah yang menjadikan Suku Sunda melakukan penyesuaian dalam hal makanan.
Salah satu bentuk adaptasi yang dilakukan Suku Sunda dalam hal ini terlihat dari
banyaknya Suku Sunda yang pandai membuat salah satu makanan khas Suku Mandar.

4. Perkawinan Campur Antarsuku

Berdasarkan pengamatan dan hasil penelitian di lapangan, salah satu bentuk


adaptasi yang dilakukan Suku Sunda dengan lingkungan sekitar ini terlihat sudah
banyaknya terjadi pernikahan campuran antara transmigran Suku Sunda dengan
masyarakat sekitar, baik itu pernikahan dengan penduduk asli setempat maupun
pernikahan dengan penduduk pendatang suku lainnya. Semua penduduk yang ada di Desa
Polo Lereng ini memiliki sikap yang cukup terbuka dengan penduduk suku lainnya,
mereka tidak melarang anak-anaknya menikah dengan warga yang berasal dari suku lain.
Pernikahan ini terjadi tanpa adanya unsur paksaan, tetapi didasari karena mereka suka
sama suka. Sedangkan untuk menentukan hari pernikahan dan tata cara pelaksanaan
proses upacara adat perkawinan campur ini dilaksanakan berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak keluarga.Hal inilah menjadikan hubungan antar suku menjadi semakin erat.

C. Pola-pola penyakit dalam ekologi manusia


Perubahan Ekologi Pola Penyakit / Pencemaran Lingkungan. Perubahan
kemungkinan besar berhubungan dengan faktor sebab-akibat yang langsung bisa
dirasakan oleh masyarakat terutama setelah keberhasilan program perbaikan kesehatan
lingkungan. 
Pola penyakit yang terjadi di Indonesia mengalami beberapa perubahan akibat pengaruh
ekologi. Pola penyakit yang ada di indonesia banyak yang hanya berorientasi karena
kemiskinan, keturunan dan pola hidup. Keadaan seperti ini dapat dijelaskan sebagai
berikut: 
1. Negara/masyarakat miskin atau berstatus sosial ekonomi rendah, keadaan gizinya
rendah, pengetahuannya tentang kesehatannya pun rendah, sehingga kesehatan
lingkungannya buruk dan status kesehatannya buruk. Di dalam masyarakat sedemikian
akan mudah terjadi penularan penyakit, terutama anak–anak yang merupakan golongan
peka terhadap penyakit menular. Sebagai akibatnya, banyak terjadi kematian anak,
sehingga usia harapan hidupnya pendek. Keadaan ini juga mendukung tingginya angka
kelahiran, sehingga terdapat populasi yang muda; jadi tergolong populasi dengan risiko
tinggi terhadap penyakit menular, sehingga penyakit menular terus– menerus ada, dengan
demikian siklus penyakit menular menjadi lengkap. 
2. Siklus penyakit tidak menular, yaitu terdapat banyak pada masyarakat dengan status
sosial ekonomi tinggi, sehingga berstatus gizi tinggi, keadaan kesehatan lingkungan baik,
penyakit menular rendah, angka kematian rendah, angka kematian bayi rendah, dan usia
harapan hidupnya tinggi.
3. Perkembangan ekonomi diikuti dengan turunnya penyakit menular dan disertai dengan
naiknya penyakit tidak menular. 
Perubahan terhadap pola penyakit, penyakit yang terjadi banyak disebabkan oleh faktor
lingkungan, terutama karena tercemarnya lingkungan sekitar tempat tinggal penjamu
menetap Berdasarkan pola penyakit, dapat diketahui permasalahan kesehatan yang paling
menonjol di suatu daerah, sehingga dapat ditentukan usaha kesehatan apa yang perlu
dilakukan dan kegiatan apa pula yang diprioritaskan, serta sarana dan prasarana yang
diperlukan untuk melaksanakan usaha kesehatan. 

D. Pemodelan control lingkungan yang membentuk budaya

Budaya Nutrisi dan Masalah Spesifik

A. Definisi Budaya, Kultur, Nutrisi dan Masalah Kesehatan Masyarakat Secara


Spesifik

Budaya sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu budhayah yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi dengan arti budi atau akal. Sedangkan dalam bahasa Inggris budaya dikenal
dengan kata culture yang berasal dari bahasa latin yaitu colore yang berarti mengolah atau
mengerjakan. Istilah culture sendiri juga digunakan dalam bahasa Indonesia dengan kata serapan
"kultur".  Budaya dikaitkan dengan bagian dari budi dan akal manusia. Budaya merupakan pola
atau cara hidup yang terus berkembang oleh sekelompok orang dan diturunkan pada generasi
berikutnya. Budaya menurut Clyde Kluckhohn dan William Henderson Kelly dalam bukunya The
concept of culture adalah semua rancangan hidup yang diciptakan secara historis baik secara
eksplisit, implisit, rasional, irasional, dan nonrasional, yang ada pada waktu tertentu sebagai
panduan potensial dalam perilaku manusia. Sedangkan kultur merupakan pandangan hidup
yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir, perilaku,
sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak

Nutrisi merupakan zat-zat penting yang berasal dari makanan yang telah dicerna
dan diolah oleh tubuh kita menjadi zat yang berguna untuk membentuk serta memelihara
jaringan tubuh, memperoleh tenaga, mengatur sistem fisiologi organ di dalam tubuh dan
melindungi tubuh terhadap serangan penyakit (Chandra, 2009). Sebagai unsur penting
dalam tubuh, gizi atau nutrisi memainkan peran penting dalam kehidupan makhluk hidup.
Kebutuhan nutrisi dapat membantu dalam aktivitas sehari-hari karena nutrisi juga
merupakan sumber tenaga yang dibutuhkan berbagai organ dalam tubuh serta sumber zat
pembangun dan pengatur dalam tubuh (Hidayat, 2008).

Beberapa penelitian sosiologi mengungkap bahwa salah satu kebiasaan orang


Sunda mengonsumsi lalapan merupakan budaya, tradisi, dan karakter masyarakat. Hal ini
diperkuat oleh letak geografis dan keadaan alam tanah Sunda itu sendiri. Secara geografis
Tanah Sunda yang terletak di wilayah Jawa Barat dikelilingi oleh gunung dan
pegunungan yang menjadikan tanah Sunda begitu subur. Berbagai jenis tanaman dapat
tumbuh dengan baik tanpa banyak masalah di tanah Sunda. Keadaan alam yang dingin
khas daerah pegunungan akhirnya membuat orang Sunda berupaya membuat makanan
yang mampu meningkatkan rasa panas dalam tubuh. Cabai, yang relatif mudah
ditemukan dan mudah tumbuh di tanah Sunda menjadi pilihan untuk diolah menjadi
sambal. Mengonsumsi sambal saja dengan nasi rasanya tidak akan lezat. Akhirnya, orang
Sunda memilih lalapan. Lalapan merupakan makanan favorit masyarakat Sunda. Banyak
manfaat yang diperoleh dari mengonsumsi lalapan, terutama bagi kesehatan. Dari budaya
yang kemudian menjadi tradisi turun temurun yaitu tradisi makan lalapan menjadikan
orang Sunda dikenal memiliki wajah serta penampilan yang cantik nan rupawan.

Dalam budaya Sunda kombinasi makanan lalapan dan sambal menjadi menu
wajib untuk tiap kali makan. Lalapan sendiri adalah sayur-sayuran segar. Begitupun
sambal yang harus pedas. Konsumsi sayuran setiap hari bisa menjamin masukan nutrisi
dan vitamin yang bagus untuk tubuh dan kulit. Sedangkan, sambal dipercaya mampu
berperan memperlancar metabolisme tubuh dalam pembuangan lemak. Kadang-kadang
kebisaan ini tidak disadari oleh masyarakat Sunda, sebagai sebuah kebiasaan baik yang
bisa mendatangkan kesehatan tubuh untuk selalu mengkonsumsi sayuran. Budaya makan
lalapan pada masyarakat Sunda sebenarnya bisa menjadi contoh atau bahkan menginisiasi
untuk melakukan gerakan kembali ke alam. Dalam hal ini adalah gerakan makan sayuran.
Inisiasi bisa dilakukan melalui pembelajaran informal dan pembelajaran formal seperti
halnya pewarisan makan lalapan dari generasi ke generasi. Karena diperlukan peran
masyarakat dan media untuk menginformasikan ini.

Lalapan sebagai makanan mentah, memerlukan makanan organik yang lebih


sehat. Makanan organik belum sepenuhnya menjadi pilihan masyarakat Sunda.Tradisi
makan lalapan bagi orang Sunda dan kesadaran hidup lebih sehat dengan memilih
makanan organik belum sepenuhnya menjadi pilihan sebagian masyarakat Sunda. Seperti
dikatakan oleh Ibu Adinda (35 tahun) seorang pengusaha warung makan, untuk
menyediakan sayuran terutama untuk lalapan masih dirasakan cukup mahal untuk
keperluan warung makannya. Pasar tradisional tidak banyak yang menyediakan bahan
makanan organik. Apabila warung makan yang dijualnya menggunakan bahan organik,
maka akan berimbas pula pada mahalnya makanan yang akan dijual. Selain juga
ketersediaan nya masih sangat sedikit. Namun untuk konsumsi keluarga beberapa
sayuran menggunakan bahan makanan organic. Anak cucu dari orang Sunda akan
mempelajari tradisi makan dengan lalapan sebagai sesuatu budaya miliknya. Penerus
generasi Sunda akan mempelajari apakah mereka makan dengan tradisi lalapan adalah
menerima kompetensi dalam budaya itu sebagai miliknya.

Ketersediaan bahan makanan organik di pasar tradisonal yang masih sedikit


belum memungkinkan sebagian besar masyarakat menikmati bahan makanan organik.
Jikakalu ada masih banyak yang belum menggunakan sertifikasi sehingga masyarakat
belum bisa membedakan apakah bahan organik atau bukan. Selain juga penjual di pasar
tradisional tidak menginformasikan bahan makanan yang dijualnya. Makanan organik
masih menjadi sesuatu yang ekslusif karena sebagian besar ketersediannya di
supermarket-supermaket besar. Makanan organik di supermarket biasanya sudah
menggunakan label organik dari lembaga pensertifikasi organik.

Orang Sunda yang memiliki budaya menyantap lalapan yaitu bahan makanan
mentah akan lebih baik apabila memiliki kesadaran untuk mengkonsumsi lalapan dengan
bahan makanan organik. Pola makan masyarakat Sunda bisa menjadi contoh masyarakat
lain. Semua gaya hidup untuk lebih sehat ini tentunya perlu sinergi beberapa pihak yaitu
masyarakat, pemerintah, dan kelompok kelompok kepentingan untuk menumbuhkan
kesadaran hidup sehat kembali ke alam dengan kembali mengkonsumsi makanan organik
(Hendariningrum, 2018)

B. Dilema Nutrisi Secara Umum dan Nutrisi Dalam Perspektif Budaya

a.) Dilema

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), dilemamengandung arti situasi sulit yang mengharuskan
orang menentukan pilihan antara dua kemungkinan yg sama-sama tidak menyenangkan atau tidak
menguntungkan; situasi yg sulit dan membingungkan.

b.) Nutrisi

Nutrisi adalah zat-zat yang terkandung dalam makanan. Nutrien (zat gizi) adalah komponen kimia dalam
makanan yang digunakan oleh tubuh sebagai sumber energi dan membantu pertumbuhan, perbaikan,
dan perawatan sel - sel tubuh.

c.) Dilema Nutrisi

Dilema nutrisi merupakan suatu keadaan yang terdiri dari dua pilihan yang sama-sama tidak
menyenangkan atau tidak menguntungkan bagi seorang perawat maupun klien dalam pemberian
asuhan keperawatan pemenuhan nutrisi bagi klien..
C. Kualitas panas dan dingin dalam makanan
D. Fungsi dan klasifikasi makanan berdasarkan budaya
1. Nasi timbel merupakan salah satu makanan pokok orang Sunda, nasi timbel adalah
nasi yang dibungkus menggunakan daun pisang dan memakai nasi yang pulen empuk.
Awal mulanya nasi timbel berasal dari para petani yang akan bekerja di sawah atau
ladang, para petani biasa membawa bekal untuk makan siang berupa nasi yang
dibungkus daun pisang lengkap dengan lauk pauknya, dari situ kemudian dikenal nasi
timbel.
2. Lauk paukrencang sangu biasanya diolah dari hewan dan tumbuhan, seperti menurut
Kasmana 2014. Lauk paukrencang sangu orang Sunda meliputi daging dari jenis
hewan seperti ikan, ayam, bebek, merpati, domba, sapi, kerbau dan beberapa hewan
yang tidak umun dikonsumsi sepeti tutut, kelinci, rusa dan lain-lain. Adapun olahan
dari jenis tumbuhan dan sayuran seperti lotek, karedok, reuceuh salad sayuran yang
bisa mentah dan juga matang dan lalapan sayuran yang dimakan mentah atau diseupan
berserta sambal. Sambal berfungsi sebagai penambah rasa, dan sebagai pelengkap
biasanya disajikan bersama kerupuk dan kasreng.
3. Kededemes adalah salah satu makanan tradisional Sunda yang masuk dalam
katagorian lauk paukrencang sangu, dibuat dari kulit singkong yang ditumis dan biasa
disajikan bersama nasi putih. 3. Bibilas atau pencuci mulut pada umumnya menyajikan
makanan yang mersifat menyegarakan dan diolah dari buah-buahan menjadi rujak
diantaranya rujak serut, rujak cuka, rujak hiris, rujak bebek, rujak tujuh bulanan dan
lain-lain.
4. Cangkarang bongkang adalah makanan penggajal, biasanya dimakan hanya untuk
menggajal rasa lapar sebelum waktunya makan, diolah dari bahan yang memilik
kandungan karbohidrat. Banyak sekali ragamnya diantaranya putri noong, ulen, bugis,
papais, katimus, nagasari, peuyeum, sampeu, peuyeum ketan, ranggesing, lemper,
putu, putu mayang, dan lain-lain Kasmana, 2014
5. Jajanan jajaneun banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional dan para pedagang yang
berkeliling, fungsi jajanan adalah sebagai peganjal lapar

E. Masalah berbagai kecenderungan penolakan nutrisi di RS yang berhubungan


dengan budaya
F. Penyebab penolakan nutrisi
Di zaman sekarang sudah banyak kita temui kebudayaan-kebudayaan
yangmenyimpang dengan ilmu kesehatan, maksudnya tidak sejalan atau tidak sependapat
denganmenyimpang dengan ilmu kesehatan, maksudnya tidak sejalan atau tidak
sependapat denganilmu kesehatan yang selalu berkembang dan selalu memberikan
inovasi baru dalam berbagai ilmu kesehatan yang selalu berkembang dan selalu
memberikan inovasi baru dalam berbagai bidang bidang yang yang bermanfaat
bermanfaat untuk untuk menyembuhkan menyembuhkan maupun maupun mempercepat
mempercepat proses proses penyembuhan penyembuhan suatu penyakit. Dan banyak
nya kebudayaan tersebut dapat mengganggu atau menjadisuatu penyakit. Dan
banyak nya kebudayaan tersebut dapat mengganggu atau menjadihambatan untuk
proses penyembuhan, karena kebudayaan yang di percayai sangat sulit untuk hambatan
untuk proses penyembuhan, karena kebudayaan yang di percayai sangat sulit untuk
dihilangkan.
Dengan persepsi masyarakat yang sangat bergantung pada budaya nya tersebut sangat
sulit untuk menerima perkembangan dan inovasi baru mengenai ilmu kesehatan
yang menurut mereka tidak dapat dipercaya dan bertentangan dengan nilai budaya nya.
Dan minimmenurut mereka tidak dapat dipercaya dan bertentangan dengan nilai budaya
nya. Dan minimnya pengetahuan masyarakat dalam kesehatan, seperti perkembangan-
perkembangan ilmunya pengetahuan masyarakat dalam kesehatan, seperti
perkembangan-perkembangan ilmukesehatan juga sangat mempengaruhi dalam proses
penerimaan masyrakat terhadap ilmu baru kesehatan juga sangat mempengaruhi dalam
proses penerimaan masyrakat terhadap ilmu baru tersebut.

G. Gambaran masyarakat dengan kasus nutrisi yang berhubungan dengan budaya


1. Makan telur baru boleh dimakan anak – anak ketika berumur 2 tahun (ketika telah
lepas menyusu) karena telur dapat menimbulkan koreng,bisul dan mencret (diare) bila
diberikan pada anak-anak tersebut. Begitu pula telur tidak boleh dimakan oleh ibu
yang sedang hamil,karena anak yang dikandungannya akan mempunyai kepala yang
penuh bisul.
2. Air kelapa dilarang bagi anak perempuan untuk meminumnya,sebab nanti akan susah
mendapat jodoh. Air kelapa dipandang sebagai air mani laki-laki. Sehingga kalau
kawin telah minum air kelapa maka jodoh akan lama datangnya.
3. Pisang Ambon dilambangkan sebagai jenis kelamin laki-laki. Sejak sebelum kawin
seorang gadis telah memakan pisang Ambon,berarti dia telah 2 kali berhubungan
dengan laki-laki.
4. Daging dan segala jenis hewan lainnya tidak diperkenankan dimakan oleh orang yang
sedang hamil. Mereka khawatir kalau-kalau anak yan dikandungnya kelak wajahnya
akan sama seperti binatang yang disembelih itu atau bagi para suami tidak boleh
menyembelih binatang karena suka nurut buat (mencontoh perilaku yang telah
dikerjakan).
5. Bagi ibu hamil tidak boleh makan ikan darat dan kan laut hal ini akan mengakibatkan
tubuh dan air susu sang ibu akan bau amis yang tentunya akan menggangu kesehatan
bayinya dan juga ditakutkan akan menimbulkan kotoran dari mata sang ibu yang
memakannnya. Anak – anak pun jarang diberi jenis ikan-ikan tersebut karena
diangkap akan menimbulkan cacingan
6. Bagi ibu hamil tidak diperbolehkan makan dorokdok (kerupuk kulit) yang
mengakibatkan akan sulit melahirkan.
P7
Etno Medicine/Farmakologi dalam Perspektif Transkultural
A. Definisi etno medicine/farmakologi dalam perspektif transcultural
B. Tradisi dalam etno farmakologi
Pengobatan Ramuan Tradisional Sunda :
1. Sakit demam
Keluhan demam ditandai dengan badan terasa pegal-pegal, mengigil, kadang- kadang
bibir biru. Penyebab demam adalah udara kotor, menghisap debu kotor, pergantian cuaca,
kondisi badan lemah, kehujanan, kepanasan cukup lama, dan keletihan. Pencegahan
demam adalah dengan menjaga kebersihan udara yang dihisap, makan teratur, olahraga
cukup, tidur cukup, minum cukup, kalau badan masih panas/berkringat jangan langsung
mandi, jangan kehujanan dan banyakmakan sayur dan buah. Pengobatan sendiri untuk
demam dapat dilakukan dengan obat tradisional, yaitu kompres badan dengan tumbukan
daun melinjo, daun cabe, atau daun singkong.

2. Keluhan Batuk
Batuk TBC, yaitu batuk yang sampai mengeluarkan darah dari mulut, batuk biasa, dan
batuk yang terus menerus dengan suaranya melengking dengan gejala tenggorokan gatal.
Terkadang hidung rapet, dan kepala sakit. Penyebab batuk TBC karena orang tersebut
menderita penyakit TBC paru, sedangkan batuk biasa atau batuk bangkong adalah
menghisap debu dari tanah kering yang baru tertimpa air hujan, alergi salah satu
makanan, makana basi, masuk angin, makan makanan yang digoreng dengan minyak
yang tidak baik. Atau tesedak makanan/keselek. Pencegahan batuk dilakukan dengan
menjaga badan agar jangan kedinginan, jangan makan makanan basi, tidak kebanyakan
minum es, menghindari makanan yang merangsang tenggorokan. Dan di budaya Sunda
pengobatan batuk sendiri dapat dilakukan dengan air perasan jeruk nipis dicampur kecap,
daun sirih 5 lembar diseduh dengan air hangat setengah gelas atau rebusan jahe dengan
gula merah.

3. Sakit pilek
Pengobatan pilek dapat dilakukan dengan mengoleskan minyak kelapa di kanan dan kiri
hidung.

4. Sakit panas
Dalam pengobatannya orang sunda biasa dengan menggunakan labu yang diparut,
kemudian dibungkus kain dan di kompreskan ke tubuh orang yang sakit panas tersebut
hingga panasnya turun. Selain itu juga bisa dengan menggunakan kompes air dingin.
C. Prinsip etno medicine/farmakologi dalam perspektif transcultural
D. Peran etno medicine/farmakologi dalam perspektif transcultural
Dilemma Teknologi (IPTEK) dalam Perspektif Transkultural
A. Definisi dilemma IPTEK dalam perspektif transcultural
Dilema IPTEK dalam Transcultural adalah sebuah situasi sulit yang mengharuskan
seseorang menentukan pilihan dalam perbedaan budaya dan perkembangan teknologi
yang dianggap bertentangan dengan budaya dari masyarakat tersebut. Karena
perkembangan teknologi yang semakin maju dan kepercayaan masyarakat akan
budayanya masing-masing. Dilema IPTEK dalam Transkultural ilmu atau ilmu
pengetahuan adalah seluruh usaha
sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan
rumusan- rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
B. Menjelaskan arti dilemma IPTEK dalam perspektif transcultural Nursing
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), dilema mengandung arti situasi sulit yg
mengharuskan orang menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak
menyenangkan atau tidak menguntungkan, situasi yang sulit dan membingungkan.
Dilema, suatu pilihan yang kadang-kadang sulit sekali untuk menentukan pilihan.
Keperawatan transcultural adalah keperawatan yang berfokus pada studi komparatif
dan analisa pada perbedaan budaya. Keperawatan ini berhubungan dengan kepedulian
akan perilaku, keperawatan, dan nilai sehat-sakit, serta kepercayaan mereka. Tujuannya
adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan untuk memberikan
keperawatan dalam kebudayaan khusus dan kebudayaan universal (potter & perry, 2009).
Definisi iptek dalam perkembangannya merupakan iptek harus didasari terhadap
moral dan kemanusiaan yang adil dan beradab. agar semua masyarakat merasakan iptek
secara merata. Di satu sisi telah terjadi perkembangan yang sangat baik di aspek
kesehatan yang banyak ditemukan alat-alat iptek dalam kesehatan seperti
1. Endoscopy, Magnetic Ressonance Imaging (MRI)
2. Termografi
3. Pulse Oxymetri
4. X-RAY (sinar X)
5. CT-SCAN
6. Electro Myograph (EMG)
7. Electro Encephalography (EEG), dll
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan,
dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-
ilmudiperoleh dari keterbatasannya. Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai
tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan atau dapat pula diterjemahkan sebagai
keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yg diperlukan bagi
kelangsungandan kenyamanan hidup manusia. Sebagian beranggapan teknologi adalah
barang atau sesuatu yang baru. Nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial,
Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan
perbedaan maupun kesamaan nilai Nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda, ras, yang
mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatankepada klien /
pasien ).
C. Jenis-jenis kecenderungan dilemma IPTEK dalam perspektif transcultural
D. Penyebab dilemma IPTEK dalam perspektif transcultural
Pengobatan dan obat tradisional diciptakan oleh manusia karena suatu
permasalahan yang dihadapi. Sebagai makhluk yang berakal serta berbudaya ia
menciptakan sesuatu untuk kesehatannya sendiri. Seiring perkembangan zaman,
teknologi pun semakin banyak mengalami perubahan dan penyesuaian. Pertumbuhan
manusia yang semakin pesat juga mempengaruhi perkembangan teknologi khusunya
dalam dunia kesehatan.
Tak hanya data dan juga sampah yang dapat dikendalikan oleh teknologi
informasi, pengembangan-pengembangan penanganan dan pelayanan tindakan medis
juga banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi. Bisa kita rasakan
perbedaan perubahan rontgen misalnya. Dulu hasil foto x-ray berupa gelap terang namun
berkat kemajuan teknologi informasi kini sudah bisa diwarnai sesuai keinginan dokter
untuk memperjelas hal-hal yang tidak wajar.
Perkembangan teknologi yang semakin pesat ini guna memudahkan pemberian
pelayanan kesehatan bagi manusia Fungsinya untuk menekan angka kematian dan
mengurangi kecacatan. Apa dampak perkembangan teknologi informasi terhadap
pemberi pelayanan? Hal ini akan terkait dengan etika, peran, dan pengembangan
kompetensi tenaga medis yang dituntut untuk mengimbangi perkembangan teknologi
informasi. Akibat pertumbuhan manusia, lahan pemukiman mulai berkurang.
Pembangunan pusat pelayanan kesehatan tidak bisa berjalan berimbang. Laporan WHO
(2006) menyebutkan Indonesia termasuk salah satu dari 57 negara yang menghadapi
krisis SDM kesehatan, baik jumlahnya yang kurang maupun distribusinya. Pada tahun
2015, rasio tenaga kesehatan di Indonesia masih 1 dibanding 4000 penduduk Oleh karena
itu, manusia harus menciptakan teknologi untuk memenuhi permasalah kekurangan
tenaga medis dengan melakukan pengembangan terhadap teknologi kesehatan. Saat
kekurangan tenaga medis inilah, asuhan keperawatan komunitas menjadi sangat
dibutuhkan. Perawat akan terbantu dengan kerja sama memulihkan klien. Tak hanya data
dan juga sampah yang dapat dikendalikan oleh teknologi informasi, pengembangan-
pengembangan penanganan dan pelayanan tindakan medis juga banyak dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi informasi. Bisa kita rasakan perbedaan perubahan rontgen
misalnya. Dulu hasil foto x-ray berupa gelap terang namun berkat kemajuan teknologi
informasi kini sudah bisa diwarnai sesuai keinginan dokter untuk memperjelas hal-hal
yang tidak wajar.
E. Gambaran masyarakat dengan kasus dilemma IPTEK dalam perspektif transcultural
F. Mendeskripsikan contoh-contoh perilaku masyarakat yang berhubungan dengan
penolakan IPTEK dalam keperawatan transkultural
G. Memecahkan masalah yang berhubungan dengan dilemma IPTEK

Anda mungkin juga menyukai